cover
Contact Name
Rizky Abdulah
Contact Email
r.abdulah@unpad.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
editorial@ijcp.or.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia
ISSN : 23375701     EISSN : 2337 5701     DOI : -
Core Subject :
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy (IJCP) is a scientific publication on all aspect of clinical pharmacy. It published 4 times a year by Clinical Pharmacy Master Program Universitas Padjadjaran to provide a forum for clinicians, pharmacists, and other healthcare professionals to share best practice, encouraging networking and a more collaborative approach in patient care. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy is intended to feature quality research articles in clinical pharmacy to become scientific guide in fields related to clinical pharmacy. It is a peer-reviewed journal and publishes original research articles, review articles, case reports, commentaries, and brief research communications on all aspects of Clinical Pharmacy. It is also a media for publicizing meetings and news relating to advances in Clinical Pharmacy in the regions.
Arjuna Subject : -
Articles 536 Documents
Medication-Related Burden pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan di Salah Satu Rumah Sakit di Yogyakarta Supadmi, Woro; Rumambi, Tita Yulianti; Farid, Yandira Mifta
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 12, No 3 (2023)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2023.12.3.51016

Abstract

Diabetes melitus (DM) membutuhkan waktu terapi yang panjang sehingga dapat menyebabkan beban pengobatan pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beban pengobatan serta hubungan antara karakteristik pasien dengan beban pengobatan pada pasien DM rawat jalan. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan pengambilan data menggunakan kuesioner. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Lemeshow diperoleh 100 pasien. Kriteria inklusi sampel penelitian adalah pasien DM tanpa komorbid yang menjalani rawat jalan selama bulan Juni–Juli 2022. Beban pengobatan dikumpulkan menggunakan Living with Medicines Questionnaire (LMQ) yang terdiri dari 8 domain. Analisis data secara univariat dan bivariat menggunakan uji spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban pengobatan yang dialami adalah 56 pasien rendah dan 44 pasien sedang.  Pada domain 1 komunikasi dengan tenaga kesehatan sudah baik, domain 2 pasien masih mengalami kesulitan teknis penggunaan obat. Domain 3 pasien tidak merasakan beban biaya, sedangkan domain 4 pasien merasakan efek samping obat. Pada domain 5, pasien belum merasakan efektivitas obat. Domain 6 dan 7 pasien khawatir terhadap penggunaan obat serta dampak obat terhadap aktivitas sehari-hari. Domain 8, pasien mengikuti instruksi dokter tanpa melakukan perubahan regimen secara mandiri. Usia pasien, lama menderita dan jumlah pemberian obat tidak berhubungan dengan beban pengobatan (p≥0,05). Koefisien korelasi pada variabel usia dan lama menderita  negatif lemah artinya semakin bertambah usia dan lama menderita, semakin rendah beban pengobatan pasien. Koefisien korelasi pada variabel jumlah obat yang dikonsumsi postif lemah artinya semakin banyak jumlah pemberian obat, semakin tinggi beban pengobatan. Beban pengobatan pada pasien DM adalah rendah dan sedang, tidak ada hubungan antara usia, lama menderita dan jumlah obat dengan beban pengobatan.
Sitotoksisitas Ekstrak Metanol dan n-Heksan dari Spons Laut Stylotella aurantium dan Callyspongia aerizusa terhadap Lini Sel HeLa Amalia, Riezki; Mirdayani, Eli; Hanifah, Syifa; Hadad, Nur Diana; Sahidin, Idin; Diantini, Ajeng
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 14, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2025.v14i2.63894

Abstract

Spons laut merupakan salah satu sumber utama senyawa bioaktif karena kemampuannya menghasilkan metabolit dengan struktur unik, seperti manzamine A, avarol, dan callyaerin G, yang memiliki aktivitas biologis tinggi sebagai mekanisme pertahanan diri. Dua spesies spons laut yang dilaporkan memiliki potensi aktivitas biologis adalah Stylotella aurantium dan Callyspongia aerizusa, namun studi mengenai potensi sitotoksisitas dan antikanker keduanya masih terbatas. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi potensi sitotoksisitas ekstrak metanol dan n-heksan dari S. aurantium dan C. aerizusa terhadap lini sel kanker serviks HeLa dengan menggunakan metode water soluble tetrazolium-8 (WST-8). Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak metanol S. aurantium memiliki aktivitas sitotoksik dengan nilai IC₅₀ sebesar 873.65 µg/mL pada waktu perlakuan 24 jam. Berdasarkan kriteria ISO 10993-5, ekstrak metanol S. aurantium pada konsentrasi 1.000 µg/mL dengan waktu perlakuan 24 jam menghasilkan persentase sel viabel sebesar 39,88 ± 2,88%, yang dikategorikan sebagai aktivitas sitotoksisitas moderat hingga kuat. Sebaliknya, ekstrak n-heksan S. aurantium serta ekstrak metanol dan n-heksan C. aerizusa menunjukkan nilai IC₅₀ >1.000 µg/mL pada waktu perlakuan 24 jam dan tidak menunjukkan aktivitas sitotoksisitas signifikan terhadap sel HeLa pada konsentrasi 1.000 µg/mL. Temuan ini mengindikasikan bahwa ekstrak metanol S. aurantium memiliki potensi sitotoksik yang layak diteliti lebih lanjut sebagai kandidat antikanker.
Pengaruh Linezolid terhadap Timbulnya Neuropati Optik pada Tuberkulosis Paru Multidrug Resistance: Laporan Kasus Aryanti, Yuni; Herawati, Fauna; Fatmawati, Umi; Soedarsono, Soedarsono; Agustini, Lukisiari
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 14, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2025.v14i2.58296

Abstract

Penemuan kasus tuberkulosis (TB) resisten obat (RO) di Indonesia adalah sebesar 12.531 dengan cakupan 51% di tahun 2022. Linezolid merupakan antibiotik dari kelompok oksazolidinon, dan merupakan salah satu obat dalam terapi TB RO. Linezolid memiliki farmakokinetika nonlinier, distribusi di mata 40%, ikatan obat protein 15%, diperlukan penyesuaian dosis dan frekuensi pemberian secara individual. Kasus neuropati optik akibat linezolid di Indonesia hingga kini masih jarang ditemukan, sehingga menjadi nilai lebih bagi laporan kasus di Dr. Soetomo General Academic Hospital ini. Pasien wanita 46 tahun dengan berat badan 40 kg dan tinggi badan 157 cm (underweight), didiagnosis TB multidrug resistance (MDR) primer dan hipotiroid. Pasien menjalani pemeriksaan awal mata, dinyatakan normal fundus dan tidak ada kelainan. Pasien memulai terapi TB regimen individual (pengobatan jangka panjang) sejak 25 Mei 2023 dengan fase intensif enam bulan, yaitu kombinasi bedakuinin 400 mg, levofloksasin 750 mg, linezolid 450 mg, clofazimin 100 mg, sikloserin 500 mg, dan vitamin B6 100 mg. Neuropati optik muncul setelah penggunaan linezolid selama enam bulan yang ditandai dengan skotoma sentral. Linezolid dihentikan tanggal 18 Januari 2024, dan setelah 5 bulan kondisi mata pasien mengalami perbaikan. Neuropati optik akibat linezolid adalah proses reversibel, dan memiliki kemungkinan 2,6 kali lebih besar pada BMI <18,5 kg/m2 sehingga dosis linezolid 300 mg tiap 24 jam dapat disarankan pada pasien underweight. Pemantauan awal dan berkala setiap bulan efek neuropati optik akibat linezolid selama pengobatan sangat diperlukan, terutama pada pasien underweight.
Pemantauan Penggunaan Antikoagulan terhadap Perubahan Nilai aPTT pada Pasien Kardiovaskuler Suryoputri, Masita Wulandari; Ilma, Dewi Latifatul; Endriastuti, Nialiana Endah
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 14, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2025.v14i2.49454

Abstract

Antikoagulan merupakan obat pengencer darah untuk mencegah pembentukan dan perkembangan trombus pada aliran darah. Warfarin dan heparin termasuk antikoagulan generasi lama. Rivaroxaban, edoksaban, dabigatran, dan apiksaban termasuk antikoagulan generasi baru. Obat ini memerlukan monitor yang ketat karena berindeks terapi sempit, dan memiliki potensi efek samping obat berupa perdarahan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan antikoagulan terhadap perubahan nilai aPTT dan mengetahui adanya kejadian adverse drug reaction (ADR) pada pasien kardiovaskuler di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Metode penelitian ini dilakukan dengan rancangan deskriptif observational retrospektif, serta pengumpulan data didapat dari data rekam medis pasien rawat inap penyakit kardiovaskuler. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden paling banyak terdiagnosis miokard infark sebesar 39,9%, berusia 20–60 tahun (44%) dan paling banyak berjenis kelamin laki-laki (69,8%). Penggunaan antikoagulan yang digunakan pada responden penelitian ini, antara lain: heparin i.v. (64,70%), warfarin oral (14,11%), fondaparinux i.v. (18,86%), rivaroxaban oral (1,17%), dan enoxaparin oral (1,17%). Kejadian ADR yang timbul pada pasien yang menggunakan antikoagulan UFH mengalami hematuria (56,52%), epistaksis (13,04%), melena (13,04%), batuk berdarah (8,7%), hematemesis (4,35%), dan gusi berdarah (4,35%). Sedangkan pasien yang menggunakan antikoagulan fondaparinux mengalami hematuria (66,67%), epistaksis (11,11%), hematemesis (11,11%), dan gusi berdarah (11,11%). Hasil paired t-test menunjukkan terdapat pengaruh perubahan nilai aPTT setelah penggunaan antikoagulan heparin (p<0,05), dan kejadian ADR antikoagulan yang paling banyak timbul adalah hematuria. Penggunaan antikoagulan heparin dapat mengubah nilai aPTT sehingga perlu adanya monitoring tanda gejala perdarahan lebih lanjut.
Analisis Biaya Penyakit dan Evaluasi Penggunaan Obat Psikofarmaka pada Pasien Depresi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Tahun 2023 Nur, Ice Laila; Armytha, Shifana Tri; Maulani, Ira; Novianti, Novianti; Supri Antari, Komang Trisna Karang
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 13, No 3 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2024.13.3.64448

Abstract

Di Indonesia, prevalensi depresi mencapai 1,4% pada tahun 2023. Jawa Barat (3,3%), Kalimantan Timur (2,2%), dan Banten (1,7%) merupakan tiga provinsi dengan prevalensi depresi tertinggi. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data retrospektif, dilakukan untuk menganalisis biaya penyakit dan evaluasi penggunaan obat psikofarmaka pasien depresi rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat tahun 2023. Hasil penelitian menunjukkan komponen biaya medis langsung pasien depresi rawat inap dari yang tertinggi meliputi biaya akomodasi Rp287.350.000 (38,3%), biaya tindakan dan asuhan keperawatan Rp228.920.000 (30,5%), biaya lain-lain Rp102.270.000 (13,6%), biaya obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai Rp96.232.329 (12,8%), biaya pemeriksaan penunjang Rp24.754.000 (3,3%), biaya rehabilitasi psikososial Rp7.565.000 (1,0%), dan biaya tindakan medik Rp3.585.000 (0,5%). Komponen biaya akomodasi memiliki persentase tertinggi kemungkinan dipengaruhi oleh lamanya hari perawatan atau length of stay. Rata-rata biaya medis langsung sebesar Rp5.361.974. Perbandingan rata-rata biaya riil rumah sakit dengan tarif Indonesian Case Base Groups pasien depresi ringan, depresi sedang, dan depresi berat, yang seluruhnya berada pada kelas 2, menunjukkan selisih biaya positif sejumlah Rp1.988.826, Rp2.184.026, dan Rp4.314.726. Evaluasi penggunaan obat psikofarmaka dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) Classification System dan Defined Daily Dose (DDD) menunjukkan sertraline memiliki nilai tertinggi, yaitu 120,80 DDD/100 bed days. Obat psikofarmaka yang termasuk segmen DU 90%, yaitu sertraline (24%), risperidone (17,22%), lorazepam (12,80%), aripiprazole (7,34%), olanzapine (6%), fluoxetine (5,81%), haloperidol (3,99%), quetiapine fumarate (3,60%), vortioxetine (3,49%), olanzapine parenteral (3,09%) dan clozapine (2,68%). Sertraline banyak digunakan karena merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan diagnosis depresi dan memiliki keamanan serta tolerabilitas yang lebih baik. 
ABCB1 rs1045642 Genotypes and Clinical Response in Indonesian Patients with Systemic Lupus Erythematosus Pratama, Muhammad Syawal; Afifah, Nadya Nurul; Permatasari, Lany Indah; Kennardi, Gabriel Bagus; Hamijoyo, Laniyati; Sahiratmadja, Edhyana; Barliana, Melisa Intan
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 13, No 3 (2024)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2024.13.3.62273

Abstract

Systemic lupus erythematosus (SLE) is a chronic autoimmune disease often managed with immunosuppressants such as methylprednisolone (MP) and azathioprine (AZA), although therapeutic responses vary among individuals. Genetic variation, including polymorphisms in the ATP-Binding Cassette Subfamily B Member 1 (ABCB1) gene encoding the P-glycoprotein drug transporter, may influence treatment outcomes. The rs1045642 polymorphism has been linked to variable responses in SLE, but data in Indonesian populations are scarce. This study aimed to describe the distribution of the ABCB1 rs1045642 polymorphism in SLE patients from Bandung, Indonesia, and to explore its potential association with therapy outcomes using MP and/or AZA. We conducted a cross-sectional study of 84 SLE patients, collecting clinical data from medical records. Treatment outcome was defined as achievement of lupus low disease activity state (LLDAS). Genomic DNA was extracted and sequenced to determine rs1045642 genotypes. A total of 84 SLE patients were included, predominantly aged 26–35 years (34%). Almost half had a disease duration of 6–10 years (49%). The majority achieved LLDAS (69%), and all patients were receiving methylprednisolone, with 78.6% also receiving azathioprine. The genotype distribution of ABCB1 rs1045642 was AA 10.71%, AG 61.91%, and TT 27.38%, which deviated from Hardy–Weinberg equilibrium (p < 0.05). However, genetic variations were observed among patients with SLE. Further studies on other possible polymorphisms related to the outcome of SLE therapy are needed.

Filter by Year

2012 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 14, No 2 (2025) Vol 14, No 1 (2025) Article in Press Vol 13, No 3 (2024) Vol 13, No 2 (2024) Vol 13, No 1 (2024) Vol 12, No 3 (2023) Vol 12, No 2 (2023) Vol 12, No 1 (2023) Vol 11, No 4 (2022) Vol 11, No 3 (2022) Vol 11, No 2 (2022) Vol 11, No 1 (2022) Vol 10, No 4 (2021) Vol 10, No 3 (2021) Vol 10, No 2 (2021) Vol 10, No 1 (2021) Vol 9, No 4 (2020) Vol 9, No 3 (2020) Vol 9, No 2 (2020) Vol 9, No 1 (2020) Vol 8, No 4 (2019) Vol 8, No 3 (2019) Vol 8, No 2 (2019) Vol 8, No 1 (2019) Vol 7, No 4 (2018) Vol 7, No 3 (2018) Vol 7, No 3 (2018) Vol 7, No 2 (2018) Vol 7, No 2 (2018) Vol 7, No 1 (2018) Vol 7, No 1 (2018) Vol 6, No 4 (2017) Vol 6, No 4 (2017) Vol 6, No 3 (2017) Vol 6, No 3 (2017) Vol 6, No 2 (2017) Vol 6, No 2 (2017) Vol 6, No 1 (2017) Vol 6, No 1 (2017) Vol 5, No 4 (2016) Vol 5, No 4 (2016) Vol 5, No 3 (2016) Vol 5, No 3 (2016) Vol 5, No 2 (2016) Vol 5, No 2 (2016) Vol 5, No 1 (2016) Vol 5, No 1 (2016) Vol 4, No 4 (2015) Vol 4, No 4 (2015) Vol 4, No 3 (2015) Vol 4, No 3 (2015) Vol 4, No 2 (2015) Vol 4, No 2 (2015) Vol 4, No 1 (2015) Vol 4, No 1 (2015) Vol 3, No 4 (2014) Vol 3, No 4 (2014) Vol 3, No 3 (2014) Vol 3, No 3 (2014) Vol 3, No 2 (2014) Vol 3, No 2 (2014) Vol 3, No 1 (2014) Vol 3, No 1 (2014) Vol 2, No 4 (2013) Vol 2, No 4 (2013) Vol 2, No 3 (2013) Vol 2, No 3 (2013) Vol 2, No 2 (2013) Vol 2, No 2 (2013) Vol 2, No 1 (2013) Vol 2, No 1 (2013) Vol 1, No 4 (2012) Vol 1, No 4 (2012) Vol 1, No 3 (2012) Vol 1, No 3 (2012) Vol 1, No 2 (2012) Vol 1, No 2 (2012) Vol 1, No 1 (2012) Vol 1, No 1 (2012) More Issue