Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

IDENTITAS BUDAYA HIBRID DALAM TIGA CERPEN PENGARANG AFRIKA DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN L’EUROPE VUE D’AFRQUE (Identity of Hybrid Culture in Three Short Stories of African Authors in the Book of the Short Story Collection “L’Europe Vue D’afrque”) Subekti, Mega
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 9, No 2 (2016)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2016.v9i2.225-238

Abstract

Tulisan ini ditujukan untuk mengungkapkan identitas budaya hibrid yang ditampilkan dalam tiga cerpen yang ditulis oleh pengarang Afrikadalam buku kumpulan cerpen L’Europe Vue D’Afrique (Eropa dilihat  Afrika). Tiga cerpen itu berjudul ”Femme de Gouverneur” (LFG) karya Ken Bugul, “La Bibliothèque d’Ernst” (LBE) karya Patrice Nganang, dan “Âllo” karya Aziz Chouaki. Identitas budaya hibrid itu tercermin melalui pandangan Eropasentris para tokoh utama dan mimikriyang mereka lakukan sebagai individu hibrid (Afrika-Eropa). Homi Bhabha (1994) dalam The Location of Culture, mengungkapkan bahwa konsep mimikri tidak berarti sepenuhnya meniru karena terkandung juga unsur mengejek (mockery). Oleh karena itu, budaya hibrid yang muncul itu dapatdianggap sebagai senjata untuk meresistensi pengaruh budaya Eropa pada diri mereka, juga untuk mengkritik pengaruh budaya Eropa yang selama ini telah dianggap baik oleh masyarakat Afrika.Abstract: This paper  aims  to describe the hybrid cultural identity shown in three short stories, which were written by African authors in the book of the short story collection “L’Europe Vue D’Afrique”. The three short stories are Ken Bugul’s La Femme de Gouverneur (LFG), Patrice Nganang’s La Bibliothèque d’Ernst (LBE) , and Aziz Chouaki’s Allo. The hybrid cultural identity is reflected through the Eurocentric perspective and mimicry of the main character as individual hybrid (African-European). Homi Bhabha (1994) in “The Location of Culture” describes that the concept of mimicry not only   mimics something but also contains mockery. Therefore, the hybrid culture represented in the short stories can be considered  a weapon to resist the influence of European culture on them and to criticize the influence of European culture, which has been considered superior by the African society.
PERSPEKTIF FEMINIS AFRIKA DALAM NOVEL RIWAN OU LE CHEMIN DU SABLE KARYA KEN BUGUL (THE AFRICAN FEMINIST PERSPECTIVE IN THE NOVEL RIWAN CHEMIN OU LE DU SABLE BY KEN BUGUL) Subekti, Mega; Priyatna, Aquarini; Aksa, Yati
METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra Vol 6, No 2 (2013)
Publisher : Balai Bahasa Jawa Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26610/metasastra.2013.v6i2.91-102

Abstract

Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan bagaimana perspektif feminis Afrika ditampilkan dalam karya autobiografis Ken Bugul yang berjudul Riwan ou Le Chemin du Sable (1999). Dalam karya itu, perspektif feminis  ditampilkan melalui kacamata narator sebagai perempuan Senegal ketika dihadapkan pada persoalan poligami. Analisis menggunakan teori feminisme yang kontekstual dengan isu yang dihadapi perempuan di Senegal, terutama yang dipaparkan oleh Hashim dan D’Almeida serta pendekatan naratologi autobiografis. Saya berargumentasi bahwa perspektif feminisme dalam karya Bugul itu adalah konsep famillisme yang merujuk pada penyuaraan rasa solidaritas antarperempuan Senegal dan keterlibatan aktif laki-laki demi terciptanya keberlangsungan dan kesejahteraan sebuah keluarga.Abstract:The present research aims at  describing  how African feminist perspectives features  in Ken Bugul’s  autobiographical work entitling  Riwan ou Le Chemin du Sable (1999). In the paper, the feminist perspective is shown through the eyes of the narrator as Senegalese women when faced with the question of polygamy. The analysis uses the theory of feminism that contextual issues faced by women in Senegal, mainly presented by Hashim and D’Almeida and by applying the approach of autobiographical approach narrathology.  I argue that the feminism perspective in the Bugul’s works  is a familliasm concept that refers to the voicing solidarity among Senegal’s women  and the active involvement of men in order to create sustainability and a well-being  family.
KONSTRUKSI LELAKI DALAM CHICKLIT “THE HOPELESS ROMANTIC’S HANDBOOK” DAN “CINTAPUCINNO” Subekti, Mega; Gumilar, Trisna
SUAR BETANG Vol 12, No 1 (2017): Suar Betang, Vol. 12, Nomor 1, Juni 2017
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v12i1.19

Abstract

In popular literature, chicklit is one of the genres that focuses on the  women's issues. For some scholars chicklit has a simple formula.   In cultural studies, chicklit enriches  various discourses especially the discourse of feminism.In this paper, analyzed about the construction of men in  "The Hopeless Romantic's Handbook" by Gemma Townley's (2008) and "Cintapucinno" by Icha Rahmanti (2007). The construction of identity (men/women) is an important object in study of feminist discourse. The results of the study show that heroines construct ideal men’s standards. In gender discourse, the construction of men’s physical appearance and their symbol are considered as an activity or value equivalent as well as men constructs the identity and stereotypes of women through their bodies
Sosialisasi Daur Ulang Sampah Sebagai Upaya Pengembangan Eko-Budaya di Lingkungan Desa Sayang Jatinangor Kabupaten Sumedang Rijati, Sri; Intan, Tania; Subekti, Mega
JATI EMAS (Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat) Vol 1 No 2 (2017): JATI EMAS (Jurnal Aplikasi Teknik dan Pengabdian Masyarakat)
Publisher : Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Forum Dosen Indonesia JATIM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.918 KB) | DOI: 10.36339/je.v1i2.45

Abstract

This activity aims to growth awareness and public concern over the use of household waste. One effective way is tomake the process of recycling of waste in order to be a new product that has economic value. Sayang village, Jatinangor inSumedang district became one of priority area for the organization of this event. Its geographical location which is relativelyclose to the area of education is one reason for choosing this village. The activities in the form of Program Pengabdian kepadaMasyarakat Dosen (PPMD) is carried out by means of lectures, demonstrations and practices / trainings. The high productionof household waste and negative behaviour regarding garbage is actually an issue that is closely related to cultural behaviour.Therefore, the solution is actually should be also related with the issue of people?s mindset about the garbage. Recycling wastebins in order to produce a product that has economic value to be an alternative way to change people's mindsets about thegarbage that have tended to be negative. This activity is considered successful because of the participation of the public,especially mothers of households is quite high and active in a series of events
KONSTRUKSI LELAKI DALAM CHICKLIT “THE HOPELESS ROMANTIC’S HANDBOOK” DAN “CINTAPUCINNO” Mega Subekti; Trisna Gumilar
SUAR BETANG Vol 12, No 1 (2017): Juni 2017
Publisher : Balai Bahasa Kalimantan Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/surbet.v12i1.19

Abstract

In popular literature, chicklit is one of the genres that focuses on the  women's issues. For some scholars chicklit has a simple formula.   In cultural studies, chicklit enriches  various discourses especially the discourse of feminism.In this paper, analyzed about the construction of men in  "The Hopeless Romantic's Handbook" by Gemma Townley's (2008) and "Cintapucinno" by Icha Rahmanti (2007). The construction of identity (men/women) is an important object in study of feminist discourse. The results of the study show that heroines construct ideal men’s standards. In gender discourse, the construction of men’s physical appearance and their symbol are considered as an activity or value equivalent as well as men constructs the identity and stereotypes of women through their bodies
Pembacaan Ulang Nana Karya Zola dan Anna Karya Tolstoy : Re-Interpretasi Sosok Perempuan Feminis Abad-19 Mega Subekti; Hilman Fauzia Khoeruman
Metahumaniora Vol 7, No 3 (2017): METAHUMANIORA, DESEMBER 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v7i3.18845

Abstract

Dalam sejarah perkembangan ideologi feminisme, Abad ke-19 sering dianggapsebagai momen penting munculnya ide-ide baru tentang feminisme dan pergerakan yangmemperjuangkan hak-hak perempuan. Beberapa ide tersebut tercermin dari banyaknyakarya sastra yang mengangkat isu tentang perempuan dalam tradisi patriarkal, seperti yangdilakukan Emile Zola di Perancis dengan karyanya yang berjudul Nana dan Leo Tolstoy diRusia dengan Anna Karenina-nya. Dalam dua novel itu, perempuan digambarkan sebagaitokoh yang tidak cukup beruntung terkait dengan peran sosial dan relasi mereka dengan lakilaki.Meski demikian, perjuangan yang dilakukan terkait dengan opresi yang mereka terimabisa dianggap sebagai representasi dari perlawanan mereka sebagai perempuan. Denganmenggunakan metode deskriptif analitis yang didukung dengan pendekatan feminsime dangender, tulisan ini ditujukan untuk mendeskripsikan perlawanan atau setidaknya kesadarantokoh Nana maupun Anna dan menginterpretasikannya sebagai perwujudan feminismemereka sebagai perempuan. Meskipun berakhir tragis (dimatikan oleh narator), resistensiyang dilakukan Nana dan Anna terkait dengan status mereka sebagai perempuan sekiranyadapat membuktikan bahwa mereka tetap mampu merepresentasikan ide-ide feminisme.Alih-alih sebagai korban yang didominasi oleh laki-laki, Nana mampu memanfaatkansensualitas tubuhnya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Sementara itu, pilihan Annauntuk bunuh diri dilakukannya dengan penuh kesadaran dapat dianggap sebagai puncakperlawanannya terkait opresi yang ia terima karena perzinahannya dengan Vronsky.Kata kunci: Perempuan, feminisme, abad ke-19AbstRactIn the history of the development of feminist ideology, nineteenth century isregarded as an important moment of the emergence of ideas on feminism and women’smovement. Some of these ideas are reflected from the many literary works that raise thewomen’s issues in the patriarchal tradition, as Emile Zola did in France with Nana andLeo Tolstoy in Russia with Anna Karenina. In the two novels, women are portrayed asunfavourable figures associated with their status and relationships with men. Nevertheless,the fight related with the oppression they receive can be regarded as a representationof their resistance as women. By using an analytical descriptive method supported byfeministic and gender approaches, this paper is intended to describe resistance or at leastawareness of Nana and Anna figures and read it as the embodiment of their feminismperspective. Though ending tragically (killed by the narrator), Nana and Anna’s resistancecould prove that they were capable to represent their feminist perspectives. Instead of beinga victim who was dominated by men, Nana is able to take advantage of her sensual body to
MEMBACA SASTRA, MENYOAL REALITAS POLITIK PADA TAHUN 2005 MELALUI CERPEN ROKOK MBAH GIMUN KARYA F RAHARDI Trisna Gumilar; Baban Banita; Mega Subekti; Rasus Budhyono
Metahumaniora Vol 11, No 3 (2021): METAHUMANIORA, DESEMBER 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/metahumaniora.v11i3.36953

Abstract

Cerpen Rokok Mbah Gimun karya F. Rahardi yang dimuat di harian Kompas pada tanggal 10 Juli 2005 merupakan sebuah karya sastra yang kontekstual dengan realitas politik yang terjadi pada tahun itu, yaitu pilkada (pemilihan kepala daerah). Tulisan ini mencoba mengungkapkan sisi lain dari masyarakat yang terlibat secara langsung dalam peristiwa politik yang baru pertama dilangsungkan dalam sejarah Indonesia merdeka. Utamanya, masyarakat yang direpresentasikan melalui sosok bernama Mbah Gimun dalam merespon praktik-praktik kotor terkait dengan pemilihan bupati di sebuah daerah di pulau Jawa. Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika dan argumentasi Lotman (1990) yang menganggap cerpen tidak saja sebagai sebuah karya sastra tetapi juga dokumen budaya yang memotret realitas sosial masyarakat. Cerpen ini terlihat mencoba menawarkan sebuah gagasan cerdas  melalui suara Mbah Gimun sebagai representasi masyarakat kelas bawah dalam menghadapi suatu situasi politik yang carut-marut dalam pilkada, yaitu menghadapinya dengan keluguan sekaligus di saat yang sama menunjukkan resistensi dan kemandiriannya.
PENGENALAN TOKOH DAN KARYA SASTRA PERANCIS BAGI SISWA PEMBELAJAR BAHASA PERANCIS DI SMAN 1 PURWAKARTA Ferli Hasanah; Mega Subekti; Vincentia Tri Handayani
Dharmakarya Vol 8, No 3 (2019): September 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.3 KB) | DOI: 10.24198/dharmakarya.v8i3.19799

Abstract

Kegiatan yang dilaksanakan pada bulan oktober 2018 ini mengakomodasi kebutuhan siswa-siswa SMAN 1 Purwakarta yang mempelajari bahasa Perancis untuk dapat mengenal tokoh dan karya sastra Perancis. Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat ini sesuai dengan alur riset penelitian yang membahas karya sastra frankofon. Dengan dilaksanakannya kegiatan ini diharapkan para pembelajar pemula bahasa Perancis dapat memperoleh pengetahuan yang lebih luas mengenai karya sastra frankofon sehingga tumbuh motivasi yang kuat untuk melanjutkan belajar Bahasa Perancis ke tingkat yang lebih tinggi. Dengan metode belajar mengajar, kegiatan telah berhasil dilaksanakan. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah tumbuhnya minat siswa terhadap literatur Frankofon khususnya karya-karya klasik. Dari penelusuran minat siswa berdasarkan angket yang telah diberikan, diketahui sebanyak 80% peserta kegiatan berpendapat bahwa pengetahuan mengenai tokoh dan karya sastra Perancis dan penggunaan teks sastra dalam kegiatan pembelajaran sangat bermanfaat untuk mengasah kompetensi berbahasa.
PEMBERDAYAAN IBU RUMAH TANGGA DALAM UPAYA PENINGKATAN EKONOMI KELUARGA DI DESA RANCAMULYA DAN TAMBAK JATI KECAMATAN PATOK BEUSI - SUBANG Sri Rijati Wardiani; Tania Intan; Mega Subekti
Dharmakarya Vol 7, No 4 (2018): Desember
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.717 KB) | DOI: 10.24198/dharmakarya.v7i4.11922

Abstract

Bagi perempuan yang berstatus sebagai ibu rumah tangga, pengembangan potensi diri juga seharusnya menjadi hal yang perlu dilakukan terlebih bagi mereka  yang menggantungkan pendapatan ekonomi keluarga hanya kepada suami. Seperti yang terjadi Di desa Rancamulya dan Tambak Jati, Subang, hampir sebagian besar  ibu rumah tangga  di sana bahkan belum menyadari potensi diri yang mereka miliki. Alasan itulah yang melatar-belakangi dilakukannya kegiatan penyuluhan yang bertujuan untuk memotivasi dan menggali potensi para ibu rumah tangga di desa Rancamulya, Subang ini.  Melalui penelitian ini dida-patkan bahwa keterlibatan pihak desa selaku stakeholder menjadi elemen yang tak terbantahkan untuk mencapai hasil yang diharapkan sehingga nantinya po-tensi ibu rumah tangga yang sudah tergali tersebut bisa bersinergi dengan program desa
MAKNA REALISME MAGIS DALAM NOVEL JOURS DE COLÈRE DAN ’ENFANT MÉDUSE KARYA SYLVIE GERMAIN Ferli Hasanah; Mega Subekti; Vincentia Tri Handayani
LITERA Vol 17, No 3: LITERA NOVEMBER 2018
Publisher : Faculty of Languages and Arts, Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/ltr.v17i3.19990

Abstract

AbstrakDalam sastra, realisme magis dianggap sebagai alat yang ampuh untuk menunjukkan perlawanan terhadap kolonialisme dan neokolonialisme, terutama di negara berkembang yang sebagian besar masyarakatnya digambarkan masih menderita akibat efek destruktif kolonialisme. Penelitian bertujuan mendeskripsikan makna realisme magis dalam novel Jours de Colère dan l’Enfant Méduse karya Sylvie Germain. Berbeda dengan definisi genre fantastique (Todorov, 1970), realisme magis hadir sebagai bagian wajar dan tak terpisahkan dari cerita yang realis (Chanady, 1985). Realisme magis yang ada dalam kedua novel ini ada pada mitos, legenda, dan dongeng yang tergambar dalam narasi, deskripsi, maupun tokoh-tokohnya. Sejalan dengan Eugene Arva (1995) yang mengungkapkan bahwa realisme magis adalah jalan untuk mengungkapkan trauma yang tidak bisa diungkapkan, tokoh-tokoh dalam kedua novel memiliki pengalaman traumatis baik yang disaksikan maupun yang dialami sendiri. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif analitis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hal-hal magis yang melekat pada tokoh-tokoh di kedua novel dapat diargumentasikan bermakna sebagai strategi untuk mengungkapkan berbagai kejadian ekstrem yang ada dalam novel seperti kekerasan seksual dan pembunuhan. Penggunaan realisme magis ini tidak berfungsi untuk membuat pembaca memahami, namun untuk merasakan peristiwa yang terjadi.Kata Kunci: realisme magis, le mal, fantasi, traumaAbstractThis paper is intended to reveal the meaning of magical realism in the novels of Sylvie Germain's Jours de Colère l’Enfant Méduse. In contrast to the definition of the genre fantastique (Todorov, 1970), magical realism is present as a reasonable and inseparable part of a realist story (Chanady, 1985). The magical realism that exists in these two novels lies in myths, legends, and fairy tale that are depicted in the narration, description, and characters. Eugene Arva (1995) revealed that magical realism is a way to express unexplained trauma, the characters in both novels have traumatic experiences both witnessed and experienced by themselves. By using a qualitative approach and analytical descriptive method, the results of this study indicate that the magical things inherent in the characters in both novels can be argued as a strategy to express extreme events experienced such as sexual violence and murder. The use of magic realism is not working to make the reader understand, but to feel the events that occurred.Keywords: Magical realism, evil, fantasy, trauma