Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Putusan No.1/Pid.Sus/2018/PT.BGL dalam perkara tindak pidana pencabulan terhadap anak serta mengevaluasi faktor-faktor pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan tersebut. Fokus utama penelitian ini adalah untuk menilai sejauh mana putusan tersebut mencerminkan asas keadilan substansial bagi korban dan bagaimana hak-hak anak sebagai korban terlindungi dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Permasalahan yang diangkat meliputi aspek pemenuhan kepastian hukum, asas kemanfaatan, dan asas keadilan dalam putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Data penelitian diperoleh dari studi kepustakaan yang melibatkan bahan hukum primer, seperti peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal ilmiah, dan pandangan ahli hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun hukuman pidana selama 17 tahun yang dijatuhkan kepada terdakwa telah memenuhi aspek kepastian hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku, putusan tersebut belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan dan kemanfaatan bagi korban. Hakim dalam putusan ini tidak mencantumkan kewajiban restitusi yang seharusnya menjadi bagian integral dari pemulihan korban, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ketiadaan restitusi menyebabkan hak-hak anak sebagai korban, baik untuk pemulihan psikologis maupun kerugian materiil dan immateriil, tidak terpenuhi secara maksimal. Pertimbangan hakim masih cenderung berfokus pada keadilan retributif yang menekankan hukuman bagi pelaku, sementara aspek keadilan restoratif yang mencakup pemulihan korban terabaikan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dalam putusan perkara kekerasan seksual terhadap anak, yang tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku tetapi juga memastikan pemulihan hak-hak korban secara konkret dan menyeluruh.