Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

BAHASA BATAK TOBA SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER DAN PENUNJANG PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013 DI SD N 173652 KABUPATEN TOBA Yolanda, Hanna; Sinaga, Warisman
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 16 No 1 (2023): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/kompetensi.v16i1.96

Abstract

Karya ilmiah ini memiliki judul Signifikansi Bahasa Batak sebagai Faktor Kunci dalam Membentuk Karakter dan Mendukung Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar Kabupaten Toba. Penelitian Ini memiliki tujuan agar dapat mengetahui Bagaimana Signifikansi Bahasa Batak sebagai Faktor Kunci dalam Membentuk Karakter dan Mendukung Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar Kabupaten Toba. Karya ilmiah ini menggunakan Teori yang digunakan adalah teori kognitivisme dan teori konstruktivisme. Metode yang digunakan metode kualitatif. Hasil yang telah didapat dalam penelitian ini merupakan : (1) Terdapat 12 karakter yang memiliki peran penting dalam pembentukan karakter siswa SD 173652 desa Tanjung Pasir, (2) Dalam penelitian ini ditemukan 2 peran bahasa Batak Toba sebagai penunjang pembelajaran kurikulum 2013 yang gunakan di SD 173652 Desa Tanjung Pasir, (3) Dalam penelitian ini ditemukan 2 faktor yang mempengaruhi bahasa Batak Toba sehingga memiliki peran dalam pembentukan karakter dan sebagai penunjang pembelajaran Ke 2 faktor itu adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal terbagi menjadi 3 yaitu faktor  internal psikologis, faktor internal kebiasaan, faktor internal cita-cita  dan faktor eksternal juga terbagi menjadi 3 yaitu faktor keluarga, faktor lingkungan sekitar dan faktor lingkungan sekolah. Seluruh faktor di atas berpengaruh dalam memberikan peran pada bahasa Batak Toba sebagai pembentuk karakter dan sebagai penunjang pembelajaran kurikulum 2013 di SD 173652 Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba.
ANALISIS SEMIOTIKA PADA ULOS HARUNGGUAN MUARA Parasian, Nehemia Anugrah; Sinulingga, Jekmen; Sinaga, Warisman
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 17 No 1 (2024): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/kompetensi.v17i1.215

Abstract

UHM merupakan salah satu ulos etnik Batak Toba. Ulos yang berasal dari Muara ini memiliki motif yang tergabung dari motif ulos yang dimiliki oleh etnik Batak Toba dan komodifikasi dilakukan sebagai pengembangan dari ulos ini. UHM memiliki kain dengan motif yang terinspirasi dari kehidupan masyarakat Batak Toba yang hidup di sekitar Danau Toba. Motif ini memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat Batak Toba, karena melambangkan keberanian dan semangat juang untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dalam hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk simbol, fungsi, makna yang terdapat pada UHM dan mendeskripsikan komodifikasi yang terdapat pada UHM. Teori yang digunakan dalam menganalisis data merupakan teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce dan teori komodifikasi yang dikemukakan oleh Mosco. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan sumber data penelitian dihasilkan dari penelitian lapangan dan penelitian sekunder. Pada penelitian ini ditemukan hasil simbol, yakni 22 bentuk simbol motif antara lain: topi, simarpusoran, ragi ambasang, bolean, suri suri, hait masusang, maratur, bola bola anduri, pucca, sibolang, ragi hotang, pinunsaan, ragi singkam, mangiring, situtur, ragi hidup, runjat, suri suri sanggar, gatip gatip, sibolang maranak, maratur toba, dan sitolu tuho. Dari hasil penelitian terhadap fungsi simbol, ditemukan 2 fungsi, yakni: (1) fungsi simbolis dan (2) fungsi praktis. Berdasarkan maknanya, ditemukan 2 makna, yakni: (1) makna konotasi dan (2) makna denotasi, serta komodifikasi yang terdapat yakni: (1) komodifikasi fungsi dan penggunaan UHM dan (2) komodifikasi fungsi dan bentuk UHM.
TINDAK TUTUR PADA PATAMPEI PARSAHAPAN ETNIK SIMALUNGUN Sigiro, Triputri; Sinaga, Warisman; tampubolon, Flansius
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 17 No 1 (2024): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/kompetensi.v17i1.218

Abstract

Kurangnya pemahaman generasi muda tentang adat istiadat terutama adat patampei parsahapan maka diperlukannya dokumentasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan adat patampei parsahapan, menjelaskan tentang penuturnya, menganalisis tindak tuturnya, dan menjelaskan fungsi tindak tutur pada adat patampei parsahapan suku Simalungun. Teori tindak tutur sesuai digunakan untuk penelitian ini. Teori Austin dan Searle dipilih dan digunakan dalam penelitian ini. Austin membagi tindak tutur menjadi tiga yaitu: tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Searle membedakan tindak tutur ilokusi berdasarkan fungsinya menjadi lima yaitu: tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan data yaitu metode kepustakaan dan tenik wawancara. Data yang diperoleh lalu di analisis yaitu mulai dari penerjemahan tuturan dari Bahasa Simalungun ke Bahasa Indonesia. Mengeliminasi data yang tidak relevan. Mengklasifikasikan data. Data dianalisis berdasarkan jenis dan fungsinya. Membuat kesimpulan dari penelitian.  Dari penelitian ini dapat ditemukan sebagai berikut: adat patampei parsahapan adalah perkenalan secara resmi kedua keluarga belah pihak, membahas mengenai jumlah partadingan, lokasi dan waktu pesta, jumlah hiou, dan lain sebagainya. Pada patampei parsahapan ini anak boru jabu, anak boru sanina dari pihak paranak dan parboru, tulang dari pengantin perempuan, tokoh adat turut memberikan tuturan. Tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi ditemukan dalam adat patampei parsahapan. Terdapat empat fungsi tindak tutur yaitu tindak tutur representatif, direktif, komisif, dan ekspresif.  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan, pendukung dan sumbangan pemikiran kepada masyarakat mengenai tindak tutur pada adat patampei parsahapan.
LEKSIKOSTATISTIK BAHASA BATAK KARO DAN BAHASA BATAK TOBA: SUATU KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF Ginting, Ria Clara; Sinaga, Warisman; Damanik, Ramlan
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 17 No 1 (2024): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/kompetensi.v17i1.219

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan genetik antara bahasa Batak Karo dan Batak Toba, menentukan waktu perpisahan linguistik mereka, dan memperkirakan usia kedua bahasa tersebut. Menggunakan teori linguistik historis komparatif, khususnya pendekatan leksikostatistik dan glotokronologi yang dikemukakan oleh Gorys Keraf, penelitian ini menyediakan kerangka analisis untuk memahami evolusi linguistik dari bahasa-bahasa ini. Data untuk penelitian ini dikumpulkan melalui kombinasi metode observasi, wawancara, teknik pencatatan, dan perekaman. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 500 kosakata yang diteliti, terdapat 320 pasangan kata kerabat yang menunjukkan hubungan genetik sebesar 65%. Perpisahan antara bahasa Batak Karo dan Batak Toba diperkirakan terjadi sekitar tahun 1028 M atau pada abad ke-11, sekitar 995 tahun yang lalu (dihitung dari tahun 2023). Hasil ini memiliki implikasi penting bagi klasifikasi dan pemahaman hubungan genetik dalam bahasa-bahasa Batak. Temuan ini menekankan pentingnya penelitian komparatif yang lebih komprehensif yang melibatkan semua varian bahasa Batak guna mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang hubungan genetik dalam keluarga bahasa Batak. Penelitian ini tidak hanya berkontribusi pada studi linguistik historis komparatif bahasa-bahasa Austronesia di Indonesia, tetapi juga menyoroti pentingnya melestarikan keunikan dan kekayaan linguistik setiap varian bahasa Batak.
BULANG (WOMEN’S HEAD COVERING) SIMALUNGUN BATAK ETHNIC damanik, ramlan; sinaga, warisman; r purba, asriaty; sinulingga, jekmen; herlina
Lingue : Jurnal Bahasa, Budaya, dan Sastra Vol. 6 No. 1 (2024): Indonesian Language and Literature Studies
Publisher : LP2M IAIN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33477/lingue.v6i1.7568

Abstract

This article was written to reveal the meaning of the head covering for women or bulang for the Simalungun Batak community. The use of bulang or head coverings for women and what the meaning and function are for millennials, especially those who live in urban areas, has very little understanding. Therefore, the author created this article for describing the types of bulang and what the function and meaning of bulang are for the Simalungun Batak ethnic community. This research uses a qualitative approach and descriptive method and uses semiotic theory by Charles Sanders Pierce and data collection is carried out by observation, interviews and literature study. Data analysis was carried out using data reduction, translation and conclusions and suggestions. There are 4 types of bulang, namely Bulang Sulappei, Bulang Teget, Bulang Suyuk /Gijang and Bulang Hurbu Salalu. Bulang is for head cover and for giving identity. The meaning of wearing this bulang is as a symbol of maturity for Simalungun women.
The Simalungun Script in the Development of Cultural Heritage and Local Wisdom Learning Plans Damanik, Ramlan; Sinaga, Warisman; Herlina; Purba, Asriaty r; Sinulingga, Jekmen
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 3 (2025): Mei 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i3.745

Abstract

The Simalungun script is one of the intangible cultural heritages of the Simalungun Batak community, possessing significant historical, linguistic, and symbolic value. However, modern developments and the dominance of the Latin alphabet have led to a significant decline in its usage. This article aims to examine the role of the Simalungun script in cultural heritage development through a community-based preservation and revitalization approach. Utilizing Laurajane Smith’s (2006) theory of heritage preservation and an ecolinguistic perspective, this study analyzes strategies for strengthening the Simalungun script through education, digitalization, and integration into creative media. The research employs a descriptive method with a qualitative approach. The findings reveal that the Simalungun script can serve as a contextual and educational tool for cultural transformation and identity formation among younger generations. School involvement programs, the development of local curriculum, and the implementation of technology-based initiatives using the script have proven effective in raising awareness and enhancing cultural literacy skills. The study also identifies that the Simalungun script consists of 19 ina ni surat (main letters): a, ha/ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, nya, i, and u. These characters are typically curved and angular, and are written from left to right on media such as tree bark, bamboo, or bone. Additionally, eight anak ni surat (derived letters) are recognized: haluan, haboritan, hatalingan, sihorlu, hamisaran, hatulungan, hajoringan, and panongon. Therefore, preserving the Simalungun script is not merely an act of conservation, but a dynamic strategy for the development of cultural heritage that is adaptive to the times.
Sulang-Sulang Pomparan Ethnic Batak Toba Study: Oral Tradition Nainggolan, Amoy Karamoii; Damanik, Ramlan; Sinaga, Warisman; Sinulingga, Sinulingga; Purba, Asriaty
JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan Vol 9, No 3 (2025): JISIP (Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan) (Juli)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan (LPP) Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jisip.v9i3.9035

Abstract

Sulang-sulang pomparan (tradition of feeding parents) is a family tradition carried out as a form of respect for both parents, usually when one of the parents is sick or critical. This study aims to describe the stages, performance (text, co-text and context) and values of oral tradition contained in the Sulang-sulang pomparan Ethnic Batak Toba. The theory used in this study is the theory of local wisdom proposed by Robert Sibarani (2014). The method used in the study is a qualitative method that is descriptive. The stages in the Sulang-sulang pomparan Ethnic Batak Toba are divided into two stages, namely the stages before which include: 1) The Sirarion Fellow (Discussion) between siblings and the stages of implementing the tradition which include: 1) Worship Event,2) Mampasahat Tudu-tudu Sipanganon Sian Sude Pomparan Event, 3) Manulangi Sian Sude Pomparan Event, 4) Mampasahat Dengke, Ulos, Dohot Manulangi Sian Hula-hula/Paraman Event. Performance in this tradition is divided into three parts, namely: 1) Text analysis, 2) Co-text analysis, and 3) Context analysis. The values in this tradition include: 1) Religious values / gratitude, 2) Cooperation values, 3) Art values, 4) Politeness values, 5) Social solidarity, 6) Gender management, 7) Harmony and conflict resolution attitudes, 8) Environmental care.
Contextualization of the Sayur Matua Tradition in Regional Language Learning: A Semiotic Analysis of Simalungun Cultural Values Manik, Fransiska; Sinulingga, Jekmen; Purba, Asriaty R.; Sinaga, Warisman; Herlina
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 4 (2025): Juli 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i4.762

Abstract

This study aims to examine the Sayur Matua funeral ceremony in the Batak Simalungun community as a medium for learning cultural values through Charles Sanders Peirce's semiotic approach. The Sayur Matua ceremony is the highest form of respect given to individuals who die in a perfect state, namely after marrying off all their children and having grandchildren. This tradition is full of cultural symbols that function as a reflection of social, spiritual, and moral values. This study employs a descriptive qualitative approach, incorporating observation, interview, and documentation techniques within the community of Gajapokki Village, Simalungun Regency. The analysis was carried out using Peirce's semiotic theory, which distinguishes signs into icons, indices, and symbols. The results of the study identified 14 ritual stages involving 22 cultural symbols, 18 symbolic functions, and 18 symbolic meanings that reflect the value structure in Simalungun society. This article suggests the integration of Sayur Matua in a local wisdom-based learning curriculum to strengthen students' character education, especially in the aspects of responsibility, solidarity, and respect for ancestors. Thus, Sayur Matua not only functions as a sacred tradition but also as a contextual learning resource in shaping the identity and cultural awareness of the younger generation.
Utilization of Speech Events in the Marunjuk Custom of the Batak Toba Ethnic Group as a Medium for Learning Cultural Values in Multicultural Education Purba, Asriaty R; Gaol, Zacklyn Dwi Vanesa Imanuela Lumban; Tampubolon, Flansius; Sinaga, Warisman; Damanik, Ramlan
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 5 (2025): September 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i5.763

Abstract

This study aims to analyze speech events in the Marunjuk tradition of the Toba Batak ethnic group and evaluate its potential as a source of learning cultural values ??in the context of multicultural education. The Marunjuk tradition is a form of traditional wedding ceremony that is full of meaning and social symbols, which is carried out by the Toba Batak community by involving various elements of oral communication. This study employs a qualitative approach, incorporating observation, documentation, and discourse analysis techniques, grounded in the theory of speech events developed by Dell Hymes (Speaking). The results of the study indicate that there are ten main stages in the Marunjuk tradition containing 57 speech event data, which include values ??such as respect, gratitude, togetherness, and social responsibility. The ten stages are: entering the party hall, delivering tudu-tudu sipanganon, delivering dengke simudur-udur, manjalo tumpak, mambagi jambar, marsiseanan, handing over panandaion, handing over tintin marangkup, mangulosi, tingkir tangga/paulak une (ulaon sad). From an educational perspective, this speech event serves as a concrete representation of cultural practices that can be utilized in local wisdom-based learning, particularly in strengthening the Pancasila student profile and developing character through language and cultural education. This research suggests integrating the Marunjuk custom as a contextual teaching resource in primary and secondary education curricula.
Improving Student Literacy and Environmental Care Movement in Pematang Raya Village, Raya Sub-District, Simalungun Regency Ritonga, Fajar Utama; Sinaga, Warisman; Utomo, Budi
ABDIMAS TALENTA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 8 No. 2 (2023): ABDIMAS TALENTA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Talenta Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/abdimastalenta.v8i2.11905

Abstract

Increasing student literacy and environmental care for elementary and junior high school students is the theme of the Real Work Lecture/Kuliah Kerja Nyata (KKN) Group 138 in Pematang Raya Village, Simalungun Regency. This paper aims to describe the community service activities carried out by Universitas Sumatera Utara students in KKN activities in increasing Merdeka Belajar Kampus Merdeka Outcome Base Education (MBKM-OBE) as a forum for providing opportunities for students to experience off campus, interact, identify social phenomena and provide solutions through Project Base Learning and Problem Solving for the community around the location of the Real Work Lecture/Kuliah Kerja Nyata (KKN) carried out by the Community Service Institute of Universitas Sumatera Utara. From the results of observations and assessments of students, the priority scale of the problem is the lack of student literacy and low environmental awareness. The implementation method is carried out during the 2 months students are at the KKN location by making KKNT posts, learning houses and programs that have been compiled and run regularly every week for 2 months. The results of the 138 KKN group service can be seen in real changes, namely increasing student literacy to read as a means of filling spare time, doing homework independently and conscious activities to dispose of waste in its place, sorting organic and non-organic waste and being able to make simple compost.