Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

MAREBAT TRADITION IN TOBANESE ETHNIC: A STUDY OF LOCAL WISDOM Herlina, Herlina; Sitohang, Nerlika; Purba, Asriaty R
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 16 No 1 (2023): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/kompetensi.v16i1.100

Abstract

This scientific article is entitled “Marebat Tradition in Tobanese Ethnic: A Study of Local Wisdom. The marebat tradition is a tradition of bringing parumaen (daughter-in-law) to the village or the hula-hula house. The Marebat tradition is carried out within one to two weeks after the wedding and this tradition is carried out at the house of the parboru (The bride's parents). This article discusses two core issues as a discussion of the formulation of the problem, namely the stages of the marebat tradition in the Tobanese ethnicity and describes the types of local wisdom found in the marebat tradition in the Tobanese ethnicity. This article uses a qualitative descriptive research method. This study used the theory of oral tradition by Robert Sibarani (2015). Oral tradition is a traditional activity of a community that is passed down from generation to generation with oral media from one generation to another, whether the tradition is in the form of oral words (verbal) or non-verbal oral traditions. verbal (non-verbal)”. Sources of data and information about the marebat tradition were obtained by the authors from primary data sources which were the results of interviews. Based on the results of the research, the authors found that there are nine stages in the marebat tradition, and in the stages of the marebat tradition there is local wisdom derived from the core local wisdom of peace and prosperity, namely politeness, cooperation, caring and compassion, perseverance, discipline, commitment, caring. environment, respect, honesty, health, preservation and cultural creativity, gratitude, social solidarity, harmony and conflict resolution, gender management, control, love of culture, independence, and trust.
KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI MARTIDAH ETNIK SIMALUNGUN Purba, Yunita Dearmawati; Purba, Asriaty R
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 16 No 1 (2023): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/kompetensi.v16i1.168

Abstract

Penelitian ini berjudul: Kearifan Lokal Dalam Tradisi Martidah Etnik Simalungun Masalah yang di teliti adalah tahapan martidah pada etnik Simalungun beserta nilai-nilai kearifan lokal martidah di etnik Simalungun. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan Martidah pada etnik Simalungun dan mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal. Teori yang dimanfaatkan di penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Sibarani (2012) dalam buku berjudul Kearifan lokal (Hakikat, Peran, dan Metode tradisi lisan) yang mencakup nilai Kedamaian dan Kesejahteraan. Data dikumpulkan dengan tiga metode, yakni metode observasi, wawancara, beserta kepustakaan. Metode penelitian yang dimanfaatkan ialah metode Deskriptif kualitatif yang memandu penelitian secara menyeluruh dan mendalam. Berdasarkan hasil analisis yang ditemukan. Bahwa tahapan martidah pada etnik Simalungun adalah sebagai berikut: Mangimas “menebas pohon”, Manerser “menyerakkan rumput”, Mamurun “membakar”, Pananda  “pertanda”, Mamilih bonih “memilih benih” Manggombut “ mencangkul tanah”, Manggaeri “menyerakkan tanah”, Maniti ari ‘ “memilih hari”, Marlobong “ membuat lubang penanaman”, Martidah “menanam padi”, Marbabaou “ membersihkan lingkungan batang padi”, Marrobu-robu “mencabut padi yang terkena hama”, Mamurou “mengusir padi dari burung”, Mangotam “memotong padi”, Mardogei “memisahkan padi dari batangnya”, Mamurpur “membuang padi yang kosong”, Manjomur “menjemur”, Manduda “menumbuk”, Marsege “menampi”.Nilai Kearifan Lokal yang terdapat dalam kegiatan marjuma pada etnik Simalungun: Gotong Royong, Kesopansantunan, Kejujuran, kesetiakawanan sosial, Komitmen, Rasa syukur, Kerja keras, Pelestarian lingkungan, Menghargai waktu, Pengelolaan gender, Religi.
MAKNA METAFORA CINTA DALAM LAGU BATAK TOBA “RAPHON HO DAN PENGARUHNYA TERHADAP NILAI-NILAI ROMANTIS DALAM MASYARAKAT BATAK TOBA Purba, Asriaty R; Sianipar, Trynanda; Harniko Pasaribu, Jefri; Lubis, Alpiani; Saragih, Risdo
Parataksis: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran Bahasa Indonesia Vol. 8 No. 1 (2025): Parataksis: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Publisher : Universitas PGRI Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31851/parataksis.v8i1.18109

Abstract

Suku Batak Toba memiliki warisan budaya penting salah satunya adalah lagu Batak Toba. Lagu batak toba sangat sering menggunakan metafora dalam lirik-liriknya untuk menyampaikan berbagai realita kehidupan, maupun percintaan. Salah satu lagu Batak Toba yang mencolok dalam hal ini adalah “Raphon Ho”. Lagu ini dinyanyikan oleh Jun Munthe dan sebagian liriknya mengandung berbagai metafora yang mencurahkan perasaan cinta, ketulusan, dan kesetiaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna metafora cinta yang terkandung dalam lirik lagu “Raphon Ho” serta mengidentifikasi pengaruh lagu ini terhadap nilai-nilai romantis dalam masyarakat Batak. pada lirik lagu ini menunjukkan bahwa metafora cinta di dalam lagu ini tidak hanya berfungsi sebagai ungkapan perasaan pribadi, tetapi juga mengandung nilai-nilai romantis yang kuat dalam masyarakat Batak Toba, seperti kesetiaan, pengorbanan, dan kesempurnaan cinta. Lagu “Raphon Ho” juga berperan dalam membentuk dan memperkuat pandangan masyarakat Batak mengenai hubungan asmara dan pernikahan
Nilai Sosial dan Budaya dalam Komunikasi Bahasa Batak Toba pada Mambosuri: Sosiolinguistik purba, Asriaty r; situmorang, putri adelina; Sigiro, Dony Sarasi; Manullang, Doan Yohannes; Saragih, Risdo
Jurnal Pendidikan Bahasa Vol. 13 No. 2 (2024): Jurnal Pendidikan Bahasa
Publisher : IKIP PGRI Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31571/bahasa.v13i2.8513

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi dimensi kompleks nilai sosial dan budaya yang terkandung dalam sikap komunikasi bahasa Batak Toba melalui upacara Mambosuri. Kajian sosiolinguistik ini bertujuan menganalisis fenomena komunikasi yang merepresentasikan struktur sosial, identitas kultural, dan mekanisme transmisi warisan budaya masyarakat Batak Toba. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan sosiolinguistik yang komprehensif, melibatkan observasi lapangan, wawancara mendalam dengan tokoh adat, dan dokumentasi sistematis proses upacara. Fokus utama penelitian adalah mengungkap pola interaksi verbal, fungsi bahasa, dan konteks sosial yang melingkupi praktik komunikasi dalam upacara Mambosuri. Temuan menunjukkan bahwa sikap komunikasi tidak hanya sekadar pertukaran informasi, melainkan refleksi mendalam dari sistem nilai tradisional yang mencakup hierarki sosial, pranata adat, dan norma-norma interaksional masyarakat Batak Toba. Signifikansi penelitian terletak pada kontribusinya dalam memahami kompleksitas bahasa sebagai medium ekspresi kultural, reproduksi sosial, dan pelestarian identitas etnis. Kajian ini memberikan wawasan akademis yang mendalam tentang dinamika komunikasi dalam konteks upacara adat yang semakin tergerus oleh modernisasi.
Hybrid Code Mixing Dalam Lirik Lagu “Please Sahali Nai” Saragih, Cristien Oktaviani; Purba, Asriaty r; Saragih, Risdo; Pandiangan, Johannes; Simarmata, Tioara Monika
Jurnal Pendidikan Bahasa Vol. 13 No. 2 (2024): Jurnal Pendidikan Bahasa
Publisher : IKIP PGRI Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31571/bahasa.v13i2.8527

Abstract

Penelitian ini membahas fenomena hybrid kode-mix dalam lirik lagu Batak Toba”Please Sahali Nai” dengan menggunakan teori sosiolingusitik. Hybrid kode mixing adalah penggabungan unsur-unsur bahasa yang berbeda dalam satu wacana, yang sering mencerminkan perubahan sosial, budaya, dan identitas penutur. Lirik lagu yang digunakan terdapat Bahasa Toba dan Bahasa Inggris. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan dengan menganalisis isi untuk mengidentifikasi dan mengetahui jenis campur kode. Faktor yang melatarbelakanginya serta makna yang terdapat dalam lirik lagu “Please Sahali Nai pe Ito”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kode-mix dalam lagu ini berfungsi untuk memperkuat ekspresi emosional, menjembatani nilai-nilai tradisional dengan pengaruh modern, serta menarik perhatian audiens yang lebih luas, terutama generasi muda. Temuan ini memperlihatkan bahwa campur kode dalam lirik lagu tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi artistik, tetapi juga sebagai alat untuk menjembatani nilai tradisional dan pengaruh global, memperkuat identitas budaya, serta mencerminkan sikap bilingualisme dan multikulturalisme masyarakat Batak.
The Simalungun Script in the Development of Cultural Heritage and Local Wisdom Learning Plans Damanik, Ramlan; Sinaga, Warisman; Herlina; Purba, Asriaty r; Sinulingga, Jekmen
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 3 (2025): Mei 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i3.745

Abstract

The Simalungun script is one of the intangible cultural heritages of the Simalungun Batak community, possessing significant historical, linguistic, and symbolic value. However, modern developments and the dominance of the Latin alphabet have led to a significant decline in its usage. This article aims to examine the role of the Simalungun script in cultural heritage development through a community-based preservation and revitalization approach. Utilizing Laurajane Smith’s (2006) theory of heritage preservation and an ecolinguistic perspective, this study analyzes strategies for strengthening the Simalungun script through education, digitalization, and integration into creative media. The research employs a descriptive method with a qualitative approach. The findings reveal that the Simalungun script can serve as a contextual and educational tool for cultural transformation and identity formation among younger generations. School involvement programs, the development of local curriculum, and the implementation of technology-based initiatives using the script have proven effective in raising awareness and enhancing cultural literacy skills. The study also identifies that the Simalungun script consists of 19 ina ni surat (main letters): a, ha/ka, ba, pa, na, wa, ga, ja, da, ra, ma, ta, sa, ya, nga, la, nya, i, and u. These characters are typically curved and angular, and are written from left to right on media such as tree bark, bamboo, or bone. Additionally, eight anak ni surat (derived letters) are recognized: haluan, haboritan, hatalingan, sihorlu, hamisaran, hatulungan, hajoringan, and panongon. Therefore, preserving the Simalungun script is not merely an act of conservation, but a dynamic strategy for the development of cultural heritage that is adaptive to the times.
Utilization of Speech Events in the Marunjuk Custom of the Batak Toba Ethnic Group as a Medium for Learning Cultural Values in Multicultural Education Purba, Asriaty R; Gaol, Zacklyn Dwi Vanesa Imanuela Lumban; Tampubolon, Flansius; Sinaga, Warisman; Damanik, Ramlan
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 5 (2025): September 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i5.763

Abstract

This study aims to analyze speech events in the Marunjuk tradition of the Toba Batak ethnic group and evaluate its potential as a source of learning cultural values ??in the context of multicultural education. The Marunjuk tradition is a form of traditional wedding ceremony that is full of meaning and social symbols, which is carried out by the Toba Batak community by involving various elements of oral communication. This study employs a qualitative approach, incorporating observation, documentation, and discourse analysis techniques, grounded in the theory of speech events developed by Dell Hymes (Speaking). The results of the study indicate that there are ten main stages in the Marunjuk tradition containing 57 speech event data, which include values ??such as respect, gratitude, togetherness, and social responsibility. The ten stages are: entering the party hall, delivering tudu-tudu sipanganon, delivering dengke simudur-udur, manjalo tumpak, mambagi jambar, marsiseanan, handing over panandaion, handing over tintin marangkup, mangulosi, tingkir tangga/paulak une (ulaon sad). From an educational perspective, this speech event serves as a concrete representation of cultural practices that can be utilized in local wisdom-based learning, particularly in strengthening the Pancasila student profile and developing character through language and cultural education. This research suggests integrating the Marunjuk custom as a contextual teaching resource in primary and secondary education curricula.
Unsur Intrinsik dan Nilai Sosiologi Sastra pada Sarkopagus Ompu Domi Raja Nababan Manurung, Yohana Afriani; Damanik, Ramlan; Tampubolon, Flansius; Sinulingga, Jekmen; Purba, Asriaty R
Future Academia : The Journal of Multidisciplinary Research on Scientific and Advanced Vol. 3 No. 4 (2025): Future Academia : The Journal of Multidisciplinary Research on Scientific and A
Publisher : Yayasan Sagita Akademia Maju

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61579/future.v3i4.654

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam Sarkopagus Ompu Domi Raja Nababan serta nilai-nilai sosiologis sastra yang terkandung di dalamnya. Teori yang digunakan untuk meneliti unsur intrinsik dan nilai sosiologis sastra yang dikemukakan oleh Semi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Data primer diperoleh melalui observasi langsung, wawancara dengan informan kunci di Desa Tipang, dan dokumentasi lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa legenda tersebut memiliki unsur yang terdiri atas: tema tentang penghormatan kepada leluhur dan pelestarian budaya; alur campuran yang menggabungkan peristiwa masa lalu dan masa kini; tokoh-tokoh yang mencerminkan sifat kepemimpinan, solidaritas, dan kepatuhan adat; latar tempat di Desa Tipang dengan latar waktu dari masa leluhur hingga sekarang; sudut pandang orang ketiga; serta amanat yang menekankan pentingnya persatuan dan penghargaan terhadap warisan budaya. Nilai-nilai sosiologi sastra yang ditemukan meliputi nilai tanggung jawab, tolong menolong, kesetiaan, solidaritas sosial, dan religiusitas dan hubungan dengan leluhur.
Tobus Huning dalam Upacara Marhajabuan Etnik Batak Simalungun : Kajian Kearifan Lokal Malau, Sarah Porman Hatioan Marcelina; Tampubolon, Flansius; Purba, Asriaty R; Damanik, Ramlan; Sinulingga, Jekmen
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini membahas tentang “Tobus Huning Dalam Upacara Marhajabuan Etnik Batak Simalungun: Kajian Kearifan Lokal.” Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tahapan pada tobus huning dan mendeskripsikan nilai kearifan lokal pada tobus huning. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani. Berdasarkan hasil dari penelitian, terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan tobus huning yang dimulai dari manririt, martondur, mangangkat poldung, mambere tanda hata, marlasa-lasa, pajabu parsahapan, manurduk demban ruttas talun, manurduk demban bona niandar, manurduk demban ruttas dinding, manurduk demban dob das, manurduk demban sisei, manurduk demban buha sahap, manurduk demban panungkunan, manurduk demban hombar-hombar, manungkun hubani sipartunangan, manghorjahon parriahan, manurduk demban parhombaran, pattapei parsahapan, manurduk demban dob tappei parsahapan, manurduk demban pamuhuman, mangondoshon partadingan, manguge partadingan, manjujung partadingan, mambere boras tenger, manimpan partadingan, manurduk demban bangal, tobus huning, dan terdapat 11 nilai kearifan lokal pada tradisi tobus huning yaitu kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, rasa syukur, disiplin, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, dan peduli lingkungan.
Ulos Simangkat-Angkat Silahisabungan : Kajian Semiotika Manik, Priska Ulina Setriani; Purba, Asriaty R; Sinulingga, Jekmen; Sinaga, Warisman; Herlina, Herlina
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ulos Simangkat-angkat merupakan salah satu ulos Silahisabungan. Ulos yang berasal dari Silahisabungan ini memiliki motif yang tergabung dari motif ulos yang dimiliki oleh etnik Batak Toba. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk motif, fungsi motif, dan makna yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat persegi panjang dengan ukuran panjang 250 sentimeter dan lebar 80 sentimeter dengan warna dasar biasanya adalah hitam. Warna hitam ini sering dihiasi dengan motif-motif berwarna merah dan putih, serta kadang-kadang menggunakan benang emas atau perak untuk menambah keindahan dan nilai simbolisnya. Fungsi yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat, yaitu: (1) fungsi sebagai simbol status sosial, seperti menandakan status, kedudukan dan kekuasaan seseorang dalam adat Batak.(2) fungsi digunakan sebagai pemberian dalam upacara adat untuk menandakan rasa hormat, penghargaan dan kedekatan antara keluarga. (3) fungsi perlindungan dan kesejahteraan yang berfungsi sebagai pelindung dan pembawa keberuntungan dalam adat Batak. (4) Fungsi yang digunakan untuk penghormatan kepada tetua (5) fungsi sebagai penguatan identitas budaya. Makna yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat, yaitu: (1) berdasarkan warna yang melambangkan kekuatan, keteguhan, dan ketegasan. Dalam konteks adat Batak, warna ini bisa melambangkan kesakralan dan penghormatan terhadap leluhur. (2) berdasarkan motif, memiliki motif yang terdiri dari garis-garis putus putus berbentuk vertikal yang memiliki makna berhubungan dengan identitas klan (marga) dan status sosial dalam masyarakat Batak dan digunakan untuk menunjukkan hubungan keluarga dan sejarah.