Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Sinkretisme Agama dalam Komunitas Batak Toba: Studi Kualitatif terhadap Praktik Keagamaan Purba, Asriaty R.; Lumbantobing, Yousev Daniel; Silalahi, Norman K.
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 2 (2025): Agustus
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v9i2.29480

Abstract

Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu kelompok etnis di Indonesia yang memiliki sistem nilai dan budaya yang kuat, termasuk dalam praktik keagamaan. Seiring masuknya agama-agama besar seperti Kristen dan Islam, terjadi proses sinkretisme, yaitu percampuran antara kepercayaan tradisional dengan ajaran agama formal. Studi ini bertujuan untuk menggali lebih dalam praktik sinkretisme dalam komunitas Batak Toba melalui pendekatan kualitatif fenomenologis yang berfokus pada pengalaman dan persepsi masyarakat terhadap integrasi antara adat dan agama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik sinkretisme tidak hanya terlihat dalam simbol atau ritus, tetapi juga menyatu dalam kehidupan sosial masyarakat. Adat Batak seperti Dalihan Na Tolu, penghormatan kepada leluhur, dan pelaksanaan ritus adat masih dijalankan bersamaan dengan praktik keagamaan Kristen. Sinkretisme menjadi strategi kultural yang memungkinkan masyarakat mempertahankan identitas lokal di tengah perubahan sosial dan keberagaman keyakinan. Temuan ini menunjukkan bahwa sinkretisme bukanlah bentuk penyimpangan agama, melainkan ekspresi keberagamaan yang cair, adaptif, dan berakar pada kearifan lokal.
Contextualization of the Sayur Matua Tradition in Regional Language Learning: A Semiotic Analysis of Simalungun Cultural Values Manik, Fransiska; Sinulingga, Jekmen; Purba, Asriaty R.; Sinaga, Warisman; Herlina
Jurnal Pembelajaran Bahasa dan Sastra Vol. 4 No. 4 (2025): Juli 2025
Publisher : Raja Zulkarnain Education Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55909/jpbs.v4i4.762

Abstract

This study aims to examine the Sayur Matua funeral ceremony in the Batak Simalungun community as a medium for learning cultural values through Charles Sanders Peirce's semiotic approach. The Sayur Matua ceremony is the highest form of respect given to individuals who die in a perfect state, namely after marrying off all their children and having grandchildren. This tradition is full of cultural symbols that function as a reflection of social, spiritual, and moral values. This study employs a descriptive qualitative approach, incorporating observation, interview, and documentation techniques within the community of Gajapokki Village, Simalungun Regency. The analysis was carried out using Peirce's semiotic theory, which distinguishes signs into icons, indices, and symbols. The results of the study identified 14 ritual stages involving 22 cultural symbols, 18 symbolic functions, and 18 symbolic meanings that reflect the value structure in Simalungun society. This article suggests the integration of Sayur Matua in a local wisdom-based learning curriculum to strengthen students' character education, especially in the aspects of responsibility, solidarity, and respect for ancestors. Thus, Sayur Matua not only functions as a sacred tradition but also as a contextual learning resource in shaping the identity and cultural awareness of the younger generation.
Roto Gaja Lumpat dalam Upacara Adat Saur Matua Etnik Batak Toba: Kajian Kearifan Lokal Siregar, Nomi Supitri; Herlina, Herlina; Purba, Asriaty R.; Sinulingga, Jekmen; Sinaga, Warisman
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan-tahapan roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua etnik batak Toba, dan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua etnik batak Toba. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani (2014). Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Tahapan dalam roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan dan masing-masing tahapan terdiri dari beberapa bagian. Adapun tahap persiapan terdiri dari: 1) tahapan tahi tataring, 2) tahapan martonggo raja, 3) tahapan pembuatan roto gaja lumpat. Tahapan pelaksanaannya yaitu: 1) tahapan mompo, 2) tahapan marsisulu ari, 3) tahapan maralaman, 4) tahapan tariak, 5) tahapan acara pemakaman, 6) tahapan makan bersama, 7) tahapan padalan jambar. Nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua adalah 1) nilai kesopansantunan, 2) nilai kejujuran, 3) nilai kesetiakawanan sosial, 4) nilai kerukunan dan penyelesaian konflik, 5) nilai komitmen, 6) pikiran positif, 7) nilai rasa syukur, 8) nilai kerja keras, 9) nilai disiplin, 10) nilai pendidikan, 11) nilai kesehata, 12) nilai gotong royong, 13) nilai pengelolahan genjer, 14) nilai pelestarian dan kreatifitas budaya, 15) nilai peduli lingkungan.
Upacara Adat Mengket Rumah pada Etnik Batak Karo: Kajian Kearifan Lokal Hutahaean, Enjel; Purba, Asriaty R.; Herlina, Herlina; Sinulingga, Jekmen; Sinaga, Warisman
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berjudul Upacara Adat Mengket rumah Pada Etnik Batak Karo: Kajian Kearifan Lokal”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan-tahapan upacara mengket rumah , dan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam upacara mengket rumah. Teori yang digunakan adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : (1) Tahapan- tahapan Upacara Mengket rumah ada 11 yaitu, 1) Runggu/ Arih-arih, 2) Ngarak, 3) Mbuka kunci, 4) Kimbangken amak mbentar, 5)Man Cimpa, 6)Majekken Daliken, 7) Ngukati, 8) rose Osei, 9)kata pedah, 10) Man,11) Mere Simulih Sumpit Kalimbubu (2) Nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada upacara adat mengket rumah pada etnik Batak Karo ada 10 yaitu, 1) nilai kesopansantunan, 2) nilai gotong royong, 3) nilai kesetiakawanan sosial, 4) nilai kerukunan dan penyelesaian konflik, 5) nilai komitmen, 6) nilai pikiran positif, 7) nilai rasa syukur, 8) nilai kerja keras, 9) nilai disiplin, 10) nilai pelestarian dan kreativitas budaya, 11) nilai peduli lingkungan.
Mukul pada Etnik Batak Karo: Kajian Tradisi Lisan Tampubolon, David Hasudungan; Tampubolon, Flansius; Sinulingga, Jekmen; Herlina, Herlina; Purba, Asriaty R.
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini berjudul: “Mukul Pada Etnik Batak Karo: Kajian Tradisi Lisan”. Mukul disebut juga dengan persadaan tendi (mempersatukan roh) antara kedua pengantin melalui makan bersama dengan media manuk sangkep. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk medeskripsikan performansi teks, ko-teks, dan konteks dalam mukul dan mendeskripsikan nilai dan norma dalam mukul. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tradisi lisan oleh Robert Sibarani yaitu tradisi lisan adalah kecenderungan suatu daerah dalam mewariskan sejarah melalui percakapan dari satu keturunan ke keturunan lainnya, dan tradisi lisan mencakup suatu tradisi budaya yang diturunkan “dari mulut ke telinga”. Dari satu generasi ke generasi seterusnya. Berdasarkan hasil penelitian terdapat performansi teks yaitu teks verbal dan teks non-verbal dalam mukul, performansi ko-teks dalam mukul terdapat 4 unsur ko-teks yaitu unsur paralinguistik, unsur kinetik, unsur proksemik dan unsur material, dan performansi konteks yaitu konteks sosial budaya, konteks situasi dan koteks ideologi yang terdapat dalam mukul, terdapat juga fungsi dan makna dalam mukul dan terdapat 7 nilai yaitu nilai kejujuran, nilai kesetiakawanan sosial, nilai komitmen, nilai pikiran positif,nilai kerja keras, nilai disiplin, dan nilai gotong royong.
Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat Mangirdak pada Etnik Batak Toba Pangaribuan, Chrystopel Rafael H.; Purba, Asriaty R.
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berjudul Nilai Kearifan Lokal Upacara Adat Mangirdak Pada Etnik Batak Toba. Mangirdak merupakan upacara adat etnik Batak Toba yang dilaksanakan saat seorang wanita megandung anak pertamanya dan usia kehamilan memasuki tujuh bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat mangirdak. Teori yang digunakan dalam menganalisis data adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian yaitu dalam upacara adat mangirdak, orang tua wanita (parboru) melakukan upacara Mangirdak akan dilaksanakan di rumah anaknya yang sudah hamil tua dengan harapan anaknya akan melahirkan dengan sehat, lancar, dan tanpa beban yang berisikan tahapan, yaitu: (1) persiapan; (2) pemberitahuan; (3) penjemputan; (4) penyampaian maksud dan tujuan; (5) pemberian ulos; (6) makan bersama; (7) pemberian nasihat; dan (8) penutup. Selain itu, kearifan lokal yang terdapat pada upacara adat mangirdak adalah (1) disiplin; (2) kesehatan; (3) gotong royong; (4) pengelolaan gender; (5) pelestarian budaya; (6) kesetiakawanan sosial; (7) cinta budaya; (8) komitmen; dan (9) rasa syukur.
Legenda Raja Sumba di Desa Tipang Kecamatan Baktiraja: Kajian Psikologi Sastra Simanjutak, Sadrak; Tampubolon, Flansius; Sinaga, Warisman; Sinulingga, Jekmen; Purba, Asriaty R.
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah dalam penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik dan aspek psikologi tokoh yaitu: id, ego, dan superego, pada tokoh Legenda Raja Sumba di Desa Tipang Kecamatan Baktiraja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini mengguanakan teori kepribadian psikoanalisis Sigmund Freud. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan, yakni: 1. Unsur intrinsik pada Legenda Raja Sumba di Desa Tipang Kecamatan Baktiraja: tema, alur, latar/setting, perwatakan, sudut pandang, dan amanat. 2. Selain itu, penelitian juga menghasilkan struktur kepribadian id, ego, dan superego, yang terdapat pada tokoh Raja Sumba, Sorbadibanua, Raja Sobu, Naipospos, dan Siboru Pareme, dalam Legenda Raja Sumba di Desa Tipang Kecamatan Baktiraja. Dalam legenda Raja Sumba di Desa Tipang Kecamatan Baktiraja ada tokoh Raja Sumba yang menunjukkan kepribadian id, ego, superego. Peran id yang mengepresikan keinginan dan kebutuhan yang mendalam, ego menunjukkan kemampuan untuk berpikir realistis dan dapat di terima secara sosial, dan superego bagian moral dan kepribadian yang mewakili nilai-nilai atau aturan sosial yang di tanamkan melalui pendidikan, lingkungan dan budaya. Superego bekerja sebagai suara hati yang menilai apakah tindakan itu benar.
Ndilo Wari Udan Pada Etnik Batak Karo Kajian : Semiotika Sosial Gultom, Frendy Hendrico; Sinaga, Warisman; Tampubolon, Flansius; Sinulingga, Jekmen; Purba, Asriaty R.
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini berjudul Ndilo Wari Udan pada Etnik Batak Karo Kajian : Semiotika Sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja bentuk symbol, fungsi simbol dan makna simbol yang terdapat pada Ndilo Wari Udan etnik Batak Karo. Ndilo Wari Udan adalah salah satu istilah dalam budaya etnik Batak Karo yang berkaitan dengan tradisi atau kepercayaan masyarakat setempat. Secara harfiah, istilah ini terdiri dari kata "Ndilo" yang berarti "mengundang" atau "memanggil", "Wari" yang artinya "hari", dan "Udan" yang berarti "hujan". Jika digabungkan, Ndilo Wari Udan dapat diartikan sebagai memanggil hujan pada hari tertentu, kegiatan ini dilaksanakan ketika musim kemarau panjang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori semiotika sosial yang dikemukakan oleh Haliday. Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan sebanyak 20 bentuk simbol, simbol peralatan sebanyak 8 bentuk dan simbol makanan ada sebanyak 12 bentuk simbol.
Panaek Bungkulan Pada Etnik Batak Angkola/Mandailing: Kajian Kearifan Lokal Gultom, Pelix Gabriel; Damanik, Ramlan; Sinulingga, Jekmen; Sinaga, Warisman; Purba, Asriaty R.
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berjudul “Panaek Bungkulan Pada Etnik Batak Angkola/Mandailing: Kajian Kearifan Lokal”. Adapun tujuan dari artikel ini adalah untuk mendeskripsikan tahapan pada panaek bungkulan, dan mendeskripsikan nilai kearifan lokal pada panaek bungkulan. Dalam penulisan artikel ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam artikel ini adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan panaek bungkulan yang dimulai dari musyawarah kaum kerabat, megundang pihak dalihan natolu(pihak mora,kahanggi an boru),peletakan batu pertama,mengoleskan santan ke bubungan kayu, membungkus bubungan kayu dengan ulos abit godang, menaikkan bubungan kayu, menaikkan pisang, menaikkan tebu, menaikkan kelapa, menaikkan kundur, menanam pohon pisang, dan makan bersama. Dan terdapat 11 nilai kearifan lokal pada panaek bungkulan yaitu kesopansantunan, kesetiakawanan sosial, komitmen, rasa syukur, kerja keras, disiplin, pelestarian dan kreativitas budaya, dan peduli lingkungan.