Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Katoneng-Katoneng Cawir Metua: A Cultural Expression of Karo Society Sembiring, Bebas; Naiborhu, Torang
PANGGUNG Vol 27, No 3 (2017): Education, Creation, and Cultural Expression in Art
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v27i3.275

Abstract

ABSTRACT Katoneng-katoneng is a traditional song of Karo ethnic in North Sumatera composed spontaneously using repetitive melody with different lyrics depend on the context and situation (strophic logogenic). Used in various social and cultural activities of Karo society, one of them is for the cawir metua ritual (the death of a person deemed to have been in accordance with the ideals and expectances of Karo society).This research reviewed the textual signification of Katoneng-katoneng as the cultural expression of the owner society by using the art theory (performing art), ethnomusicology, semiotic, and anthropology. Field data collected by direct observation, interview, and recording. Qualitative method used by defining key informant, including traditional figure, sierjabaten (musician), perkolong-kolong (katoneng-katoneng singer) and user society.The result shows katoneng-katoneng is the expression of various things: messages and advices, prayer, expectance, ideals, exemplary, life persistence, cooperation values, purpose of life, and others; delivered by perkolong-kolong professional singer represents those who have died and the elements of sangkep nggeluh (rakut sitelu) relatives by singing. The significance of the texts refer to culture ideals and concepts of Karo society.Keywords: katoneng-katoneng, cawir metua, sierjabaten, perkolong-kolong, sangkep nggeluh (rakut sitelu) ABSTRAK Katoneng-katoneng adalah nyanyian tradisional etnik Karo di Sumatera Utara yang diciptakan secara spontan menggunakan melodi tetap namun dengan teks baru sesuai situasi dan konteksnya (strophic logogenic). Digunakan dalam berbagai aktivitas sosial budaya masyarakat Karo, salah satunya ialah pada upacara cawirmetua (kematian seseorang yang dipandang telah sesuai dengan cita-cita dan harapan masyarakat Karo). Penelitian ini mengkaji fungsi dan makna tekstual katoneng-katoneng sebagai ekspresi kultural masyarakat pemiliknya dengan menggunakan teori kesenian (seni pertunjukan), etnomusikologi, semiotika, dan antropologi. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara, dan perekaman. Menggunakan metode kualitatif dengan informan kunci yaitu tokoh adat, sierjabaten (pemusik), perkolong-kolong (penyanyi katoneng-katoneng) dan masyarakat pemiliknya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa katoneng-katoneng adalah ungkapan tentang berbagai hal: pesan-pesan dan nasehat, do’a, harapan, cita-cita, keteladanan, keteguhan hidup, nilai-nilai kegotong-royongan, tujuan hidup di dunia, dan lainnya yang disampaikan oleh penyanyi professional perkolong-kolong mewakili orang yang meninggal dan unsur-unsur kerabat sangkep nggeluh (rakut sitelu) dengan cara bernyanyi. Fungsi dan makna teks mengacu kepada cita-cita dan konsep-konsep budaya Karo.Kata kunci: katoneng-katoneng, cawir metua, sierjabaten, perkolong-kolong, sangkep nggeluh (rakut sitelu). 
Erpangir Ku Lau Ritual: Between Religion and Identity Vanesia Amelia Sebayang; Asmyta Surbakti; Torang Naiborhu
International Journal of Interreligious and Intercultural Studies Vol 5 No 1 (2022): International Journal of Interreligious and Intercultural Studies
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32795/ijiis.vol5.iss1.2022.2849

Abstract

Erpangir ku lau is a ritual of the Karo people based on old religion called Pemena, as a medium for self-cleaning to maintain the sanctity of the body and spirit of a human being. Humans who have been physically and spiritually clean are having been kept away from evil inflences so that they are worthy of getting closer to their ancestors, the universe’s spirit, andalso God. However, while Christianity zending is carried out by the Dutch missionary unionin Tanah Karo in 1890-1904, all of the traditional customary and cultural practices towards ancestor and God were prohibited to be done. The Dutch aiming to change the Karo people’s perception of their own cultural identity. Nowadays, The Karo people divided into several groups, each with their understanding of the cultural customs of their ancestors, including the erpangir ku lau. This research uses a qualitative descriptive research method. The theories used are deconstruction and postcolonial theory. The results of this research were erpangir ku lau is a human ways to communicate with their God while maintaining a harmonious relationship between humans, the universe, and their ancestors. It has been proven that erpangir ku lau ritual is black magic worship was fully a colonial construction. Erpangir ku lau is a root that shapes the identity of the Karo people, known as metami, melias, mehamat, perkuah, and perkeleng. Even though they were no longer adhere to ancestral beliefs, the Karo people should reinterpret the identity-forming moral values contained in the erpangir ku lau ritual and then attach them side by side with whatever beliefs they currently hold.
Katoneng-Katoneng Cawir Metua: A Cultural Expression of Karo Society Bebas Sembiring; Torang Naiborhu
PANGGUNG Vol 27, No 3 (2017): Education, Creation, and Cultural Expression in Art
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1015.866 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v27i3.275

Abstract

ABSTRACT Katoneng-katoneng is a traditional song of Karo ethnic in North Sumatera composed spontaneously using repetitive melody with different lyrics depend on the context and situation (strophic logogenic). Used in various social and cultural activities of Karo society, one of them is for the cawir metua ritual (the death of a person deemed to have been in accordance with the ideals and expectances of Karo society).This research reviewed the textual signification of Katoneng-katoneng as the cultural expression of the owner society by using the art theory (performing art), ethnomusicology, semiotic, and anthropology. Field data collected by direct observation, interview, and recording. Qualitative method used by defining key informant, including traditional figure, sierjabaten (musician), perkolong-kolong (katoneng-katoneng singer) and user society.The result shows katoneng-katoneng is the expression of various things: messages and advices, prayer, expectance, ideals, exemplary, life persistence, cooperation values, purpose of life, and others; delivered by perkolong-kolong professional singer represents those who have died and the elements of sangkep nggeluh (rakut sitelu) relatives by singing. The significance of the texts refer to culture ideals and concepts of Karo society.Keywords: katoneng-katoneng, cawir metua, sierjabaten, perkolong-kolong, sangkep nggeluh (rakut sitelu) ABSTRAK Katoneng-katoneng adalah nyanyian tradisional etnik Karo di Sumatera Utara yang diciptakan secara spontan menggunakan melodi tetap namun dengan teks baru sesuai situasi dan konteksnya (strophic logogenic). Digunakan dalam berbagai aktivitas sosial budaya masyarakat Karo, salah satunya ialah pada upacara cawirmetua (kematian seseorang yang dipandang telah sesuai dengan cita-cita dan harapan masyarakat Karo). Penelitian ini mengkaji fungsi dan makna tekstual katoneng-katoneng sebagai ekspresi kultural masyarakat pemiliknya dengan menggunakan teori kesenian (seni pertunjukan), etnomusikologi, semiotika, dan antropologi. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara, dan perekaman. Menggunakan metode kualitatif dengan informan kunci yaitu tokoh adat, sierjabaten (pemusik), perkolong-kolong (penyanyi katoneng-katoneng) dan masyarakat pemiliknya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa katoneng-katoneng adalah ungkapan tentang berbagai hal: pesan-pesan dan nasehat, do’a, harapan, cita-cita, keteladanan, keteguhan hidup, nilai-nilai kegotong-royongan, tujuan hidup di dunia, dan lainnya yang disampaikan oleh penyanyi professional perkolong-kolong mewakili orang yang meninggal dan unsur-unsur kerabat sangkep nggeluh (rakut sitelu) dengan cara bernyanyi. Fungsi dan makna teks mengacu kepada cita-cita dan konsep-konsep budaya Karo.Kata kunci: katoneng-katoneng, cawir metua, sierjabaten, perkolong-kolong, sangkep nggeluh (rakut sitelu). 
Ketoprak,Seni Pertunjukan Tradisional Jawa di Sumatera Utara: Pengembangan dan Keberlanjutannya Torang Naiborhu; Nina Karina
PANGGUNG Vol 28, No 4 (2018): Dinamika Seni Tradisi dan Modern: Kontinuitas dan Perubahan
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (683.506 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v28i4.714

Abstract

ABSTRACT Ketoprak (Ketoprak Dor) is a Javanese art performance found in North Sumatera which was originated from Surakarta, Central Java. The Performance combines dialogue, drama, dance, and music. It is performed on stage, taking stories about history, old kingdom, fairy tale, daily life, and others with an interspersed joke. Data collection is collected through observation and interviews with the ketoprak artists, owners of the studio, and the spectators, and documentation. The data is analyzed by qualitative analysis technique using performing art theory, ethnomusicology, and history. The results are, first, ketoprak in North Sumatera began to be slowly abandoned despite the adoption of local culture in music, story, clothing, as well as vocabularies used. Second, for its development, it requires strategies for the survival of the performing art among its audiences, particularly Javanese community.Keywords: KetoprakDor, ketoprak in North Sumatra, developing ketoprak, art performance  ABSTRAK Ketoprak (Ketoprak Dor)adalah seni pertunjukan Jawa di Sumatera Utara yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Pementasannya menggunakan dialog, drama, tarian, dan musik. Ketoprak dipertunjukkan di atas panggung dengan mengambil cerita sejarah, kerajaan, dongeng, kehidupan sehari-hari, dan lainnya dengan diselingi lawak.Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan danwawancara kepada seniman ketoprak, pemilik sanggar, dan masyarakat pengguna, dokumentasi,dan hasilnya dianalisis dengan teknik analisis kualitatif menggunakan teori seni pertunjukan, etnomusikologi, dan metode sejarah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketoprak di Sumatera Utara secara perlahan mulai ditinggalkan walaupun telah mengadopsi budaya setempat dalam hal musik, cerita, busana, atau tata bahasa yang dipakai. Untuk pengembangannya diperlukan upaya-upaya strategis agar seni pertunjukan ini dapat bertahan dan tetap diminati oleh masyarakat, khususnya komunitas Jawa.Katakunci: KetoprakDor, ketoprak di Sumatra Utara, pengembanganketoprak, seni pertunjukan     
Penerapan Metode Ceramah dan Demonstrasi Sebagai Upaya Peningkatan Sadar Wisata dan Partisipasi Masyarakat di Desa Sibolangit Pardosi, Jhonson; Naiborhu, Torang; Panggabean, Calvin Reynaldi; Pardosi, Yehezkiel Lantula
Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol 12, No 1 (2024): Jurnal Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37064/jpm.v12i1.20872

Abstract

Sibolangit memiliki banyak tempat wisata, namun masih banyak diantaranya yang belum dikembangkan secara optimal. Peran masyarakat dan pemerintah daerah yang masih belum optimal membuat pengembangan wisata di daerah tersebut cenderung lambat. Untuk mengoptimalkan potensi yang ada dan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan diperlukan upaya pengembangan pariwisata. Dalam hal ini peningkatan kesadaran wisata dan partisipasi masyarakat dilakukan dengan metode caramah dan demonstrasi. Jenis penelitian adalah tindakan masyarakat dengan pendekatan kuantitatif. Responden yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 20 orang. Intervensi dilakukan dalam beberapa sesi untuk memungkinkan interaksi yang mendalam dan pemahaman yang lebih baik. Data dikumpulkan menggunakan pre tes dan post-test. Analisis Data dilakukan dengan menggunakan metode statistic deskriptif. Observasi dan dokumentasi digunakan untuk memperkuat temuan dari pre tes dan post test serta mengamati tingkat partisipasi masyarakat yang diukur dari kehadiran dan keaktifan. Empat tahap siklus berulang dilakukan dalam penelitian tindakan masyarakat ini, terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ceramah dan demonstrasi yang dirancang dengan pendekatan partisipatif mampu memberdayakan masyarakat, meningkatkan keterlibatan mereka, dan mendorong kontribusi aktif dalam mengelola pariwisata berkelanjutan, yang pada akhirnya mendukung pengembangan desa wisata dan perbaikan ekonomi local
Katoneng-Katoneng Cawir Metua: A Cultural Expression of Karo Society Bebas Sembiring; Torang Naiborhu
PANGGUNG Vol 27 No 3 (2017): Education, Creation, and Cultural Expression in Art
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v27i3.275

Abstract

ABSTRACT Katoneng-katoneng is a traditional song of Karo ethnic in North Sumatera composed spontaneously using repetitive melody with different lyrics depend on the context and situation (strophic logogenic). Used in various social and cultural activities of Karo society, one of them is for the cawir metua ritual (the death of a person deemed to have been in accordance with the ideals and expectances of Karo society).This research reviewed the textual signification of Katoneng-katoneng as the cultural expression of the owner society by using the art theory (performing art), ethnomusicology, semiotic, and anthropology. Field data collected by direct observation, interview, and recording. Qualitative method used by defining key informant, including traditional figure, sierjabaten (musician), perkolong-kolong (katoneng-katoneng singer) and user society.The result shows katoneng-katoneng is the expression of various things: messages and advices, prayer, expectance, ideals, exemplary, life persistence, cooperation values, purpose of life, and others; delivered by perkolong-kolong professional singer represents those who have died and the elements of sangkep nggeluh (rakut sitelu) relatives by singing. The significance of the texts refer to culture ideals and concepts of Karo society.Keywords: katoneng-katoneng, cawir metua, sierjabaten, perkolong-kolong, sangkep nggeluh (rakut sitelu) ABSTRAK Katoneng-katoneng adalah nyanyian tradisional etnik Karo di Sumatera Utara yang diciptakan secara spontan menggunakan melodi tetap namun dengan teks baru sesuai situasi dan konteksnya (strophic logogenic). Digunakan dalam berbagai aktivitas sosial budaya masyarakat Karo, salah satunya ialah pada upacara cawirmetua (kematian seseorang yang dipandang telah sesuai dengan cita-cita dan harapan masyarakat Karo). Penelitian ini mengkaji fungsi dan makna tekstual katoneng-katoneng sebagai ekspresi kultural masyarakat pemiliknya dengan menggunakan teori kesenian (seni pertunjukan), etnomusikologi, semiotika, dan antropologi. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara, dan perekaman. Menggunakan metode kualitatif dengan informan kunci yaitu tokoh adat, sierjabaten (pemusik), perkolong-kolong (penyanyi katoneng-katoneng) dan masyarakat pemiliknya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa katoneng-katoneng adalah ungkapan tentang berbagai hal: pesan-pesan dan nasehat, do’a, harapan, cita-cita, keteladanan, keteguhan hidup, nilai-nilai kegotong-royongan, tujuan hidup di dunia, dan lainnya yang disampaikan oleh penyanyi professional perkolong-kolong mewakili orang yang meninggal dan unsur-unsur kerabat sangkep nggeluh (rakut sitelu) dengan cara bernyanyi. Fungsi dan makna teks mengacu kepada cita-cita dan konsep-konsep budaya Karo.Kata kunci: katoneng-katoneng, cawir metua, sierjabaten, perkolong-kolong, sangkep nggeluh (rakut sitelu). 
Ketoprak,Seni Pertunjukan Tradisional Jawa di Sumatera Utara: Pengembangan dan Keberlanjutannya Torang Naiborhu; Nina Karina
PANGGUNG Vol 28 No 4 (2018): Dinamika Seni Tradisi dan Modern: Kontinuitas dan Perubahan
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v28i4.714

Abstract

ABSTRACT Ketoprak (Ketoprak Dor) is a Javanese art performance found in North Sumatera which was originated from Surakarta, Central Java. The Performance combines dialogue, drama, dance, and music. It is performed on stage, taking stories about history, old kingdom, fairy tale, daily life, and others with an interspersed joke. Data collection is collected through observation and interviews with the ketoprak artists, owners of the studio, and the spectators, and documentation. The data is analyzed by qualitative analysis technique using performing art theory, ethnomusicology, and history. The results are, first, ketoprak in North Sumatera began to be slowly abandoned despite the adoption of local culture in music, story, clothing, as well as vocabularies used. Second, for its development, it requires strategies for the survival of the performing art among its audiences, particularly Javanese community.Keywords: KetoprakDor, ketoprak in North Sumatra, developing ketoprak, art performance  ABSTRAK Ketoprak (Ketoprak Dor)adalah seni pertunjukan Jawa di Sumatera Utara yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Pementasannya menggunakan dialog, drama, tarian, dan musik. Ketoprak dipertunjukkan di atas panggung dengan mengambil cerita sejarah, kerajaan, dongeng, kehidupan sehari-hari, dan lainnya dengan diselingi lawak.Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan danwawancara kepada seniman ketoprak, pemilik sanggar, dan masyarakat pengguna, dokumentasi,dan hasilnya dianalisis dengan teknik analisis kualitatif menggunakan teori seni pertunjukan, etnomusikologi, dan metode sejarah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketoprak di Sumatera Utara secara perlahan mulai ditinggalkan walaupun telah mengadopsi budaya setempat dalam hal musik, cerita, busana, atau tata bahasa yang dipakai. Untuk pengembangannya diperlukan upaya-upaya strategis agar seni pertunjukan ini dapat bertahan dan tetap diminati oleh masyarakat, khususnya komunitas Jawa.Katakunci: KetoprakDor, ketoprak di Sumatra Utara, pengembanganketoprak, seni pertunjukan     
Saxophone dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba di Kota Medan: Harmoni Tradisi dan Modernitas Purba, Erwin; Purba, Mauly; Vannesia; Batubara, Junita; Naiborhu, Torang
PANGGUNG Vol 35 No 2 (2025): Representasi, Transformasi, dan Negosiasi Budaya dalam Media, Seni, dan Ruang So
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v35i2.3362

Abstract

The authors aim to discuss the role of the saxophone in the presentation of Toba Batak traditional music in the city of Medan. The development of traditional music ensembles using the saxophone instrument is very rapid. This is caused by the large number of songs used that are popular music. The use of the saxophone instrument is growing rapidly in wedding customs and death ceremonies in the traditional music of the Toba Batak community as a carrier of melodies and 'bunga-bunga'. Usually, at Toba Batak traditional wedding parties, the function of the saxophone can be varied. There is the main melody carrier, carrying a collection of notes that resemble variations (flowers) and harmony with the various instruments used in the ensemble. The method used in this research is a descriptive qualitative method in which researchers conduct observations and unstructured interviews to obtain valid information. The research results show that the saxophone plays a role as power in the Toba Batak gondang ensemble for each song played. Especially when giving ulos to the bride and groom.
" Upaya Membina Keharmonisan dan Tinggalkan Perundungan (Bullying)" dalam Penyuluhan bagi Siswa Sekolah Dasar 091323 di Desa Merek Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun Sinaga, Warisman; Damanik, Ramlan; Sinulingga, Jekmen; Herlina, Herlina; Tampubolon, Flansius; Purba, Asriaty R; Mulyani, Rozanna; Naiborhu, Torang; Fadlin, Fadlin; Sibarani, Tomson
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 1 (2025)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bullying merupakan masalah serius yang dapat mengganggu perkembangan sosial dan emosional anak. Penelitian ini mengkaji upaya pencegahan bullying melalui program penyuluhan yang komprehensif di Sekolah Dasar 091323 Desa Merek Raya. Program ini melibatkan siswa, guru, orang tua, dan komunitas sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif. Dengan menggabungkan kegiatan edukasi, pelatihan keterampilan sosial, dan dukungan psikologis, diharapkan dapat tercipta suasana sekolah yang harmonis dan bebas dari bullying." Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas program penyuluhan yang melibatkan seluruh komponen sekolah dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang siswa. Penelitian ini bertujuan juga untuk mengukur efektivitas program penyuluhan dalam membina keharmonisan dan mencegah bullying di kalangan siswa Sekolah Dasar 091323 Desa Merek Raya, Kabupaten Simalungun. Melalui pendekatan yang menekankan pada pembentukan karakter positif, empati, dan kemampuan berkomunikasi yang efektif, diharapkan siswa dapat membangun relasi yang sehat dan menghindari perilaku perundungan. Metode yang digunakan meliputi penyuluhan interaktif, role-playing, dan diskusi kelompok. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam sikap positif siswa terhadap teman sebaya serta penurunan insiden bullying. Sekolah Dasar 091323 Desa Merek Raya menjadi sasaran penelitian ini dengan fokus pada pencegahan bullying. Program penyuluhan yang dilaksanakan meliputi sosialisasi, pelatihan, dan pembentukan kelompok dukungan sebaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan aktif semua pihak sangat penting dalam menciptakan perubahan positif dan mengurangi kejadian bullying di sekolah."
The Meaning and Values Contained in the Traditional Music Performing Art of Gendang Guro-Guro Aron in Singa Village, Tiga Panah, Karo District Gulo, Hubari; Ginting, Yoe Anto; Naiborhu, Torang
Formosa Journal of Science and Technology Vol. 2 No. 12 (2023): December 2023
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55927/fjst.v2i12.7148

Abstract

The traditional musical performance art Gendang Guro-Guro Aron Aron is an important part of the culture and identity of the people of Singa Village, Tiga Panah District, Karo Regency. This research aims to explore the meaning an d values contained in the performing arts. The research method used is a qualitative method with an interactive model. Data collection using participant observation, interviews, and literature study to holistically understand the Guro-Guro Aron Gendang. The research results show that the Guro-Guro Aron Gendang is not only entertainment but also contains religious, historical, and social meanings. This traditional music is a medium for conveying moral messages and local wisdom values that have been passed down from generation to generation. This research provides a deeper understanding of the rich culture and values that live in the traditional musical performance art Gendang Guro-Guro Aron.