Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DALAM PROSES BALIK NAMA SERTIPIKAT (STUDI PUTUSAN NOMOR 635/PDT.G/2020/PN DPS) Yapferonica, Yapferonica; Djaja, Benny; Sudirman, M.
JURNAL ILMIAH HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT Vol 23, No 2 (2025): HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/hdm.v23i2.6595

Abstract

ABSTRACT; The Sale and Purchase Agreement Binding (Perjanjian Pengikatan Jual Beli/PPJB) is a preliminary agreement entered into between a prospective seller and a prospective buyer, containing mutual promises and stipulations that serve as a precondition for the execution of a definitive sale and purchase agreement. The main issues examined in this research are: (1) the legal force of the Sale and Purchase Agreement Binding, and (2) the legal protection afforded to the land buyer against the actions of the notary and the sixth defendant. This research adopts a normative legal research methodology with a descriptive approach. The data utilized in the study consist of secondary data, including primary and secondary legal materials, collected through literature review. The analysis is conducted using qualitative methods and conclusions are drawn deductively. The Sale and Purchase Agreement Binding dated February 1, 2013, possesses evidentiary value equivalent to that of an authentic deed and has been accepted as valid evidence in court proceedings. The buyer in this case is a bona fide purchaser who is entitled to legal protection through repressive legal measures. Kristian, as the seller, is deemed to have complied with the prevailing laws and regulations.
Kepastian Hukum Akta Perjanjian Sewa Menyewa yang Direnvoi Secara Sepihak oleh Penyewa Tanpa Sepengetahuan Pemberi Sewa Suba, Erika Yoberthin; Sahril, Iran; Sudirman, M.
Themis : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 1 (2024)
Publisher : LPPI Yayasan Almahmudi bin Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70437/themis.v2i1.867

Abstract

Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris mengatur bahwa perubahan isi akta dapat dilakukan jika diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Namun, dalam praktiknya, sering terjadi akta otentik mengenai perjanjian sewa menyewa yang direnvoi sepihak oleh penyewa tanpa sepengetahuan pemberi sewa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum dan kepastian hukum dari akta notaris yang direnvoi sepihak tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau data sekunder dengan sumber bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun pendekatan penelitian yang dipergunakan Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Konseptual, Pendekatan Analitis, Pendekatan Kasus dan teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara mengidentifikasi dan menginventarisasi aturan hukum positif, literatur buku, jurnal dan sumber bahan hukum lainnya. Untuk teknik analisa bahan hukum dilakukan dengan penafsiran gramatikal, penafsiran Sistematis, dan metode konstruksi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum dari akta notaris yang direnvoi sepihak adalah hilangnya kekuatan pembuktian absolut akta tersebut, yang berubah menjadi akta di bawah tangan. Hal ini menyebabkan akta tersebut dapat disangkal oleh salah satu pihak, sehingga pemberi sewa berhak meminta pembatalan akta melalui pengadilan.Kepastian hukum terkait akta notaris yang direnvoi sepihak juga terancam, karena akta tersebut dapat dibatalkan demi hukum. Pemberi sewa yang dirugikan dapat menuntut pembatalan berdasarkan pelanggaran syarat formal dalam pembuatan akta notaris. Penelitian ini menyarankan perlunya revisi Pasal 48 dan Pasal 51 UUJN untuk menambahkan sanksi pidana dan administratif bagi Notaris yang melanggar ketentuan mengenai renvoi.
Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pengembalian Uang Titipan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dari Pembeli Izza, Ning Aqidatul; Sudirman, M.; Mau, Hedwig Adianto
Themis : Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 2 (2025)
Publisher : LPPI Yayasan Almahmudi bin Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70437/themis.v2i2.891

Abstract

Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk memastikan pembayaran pajak sebelum dilakukannya penandatangan akta, Pejabat Pembuat Akta Tanah juga dapat menerima amanah dari klien untuk membantu menyetorkan pajak. Akan tetapi, Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak melakukan amanah tersebut, dengan menggunakan uang pajak untuk keperluan pribadi. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya hukum pembeli dalam memperoleh pengembalian uang pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dititipkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah dan bagaimana tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengmbalian uang titipan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dari pembeli. Teori yang digunakan yaitu teori upaya hukum Prof Soedikno Mertokusumo dan teori tanggung jawab Hans Kelsen. Penelitian  ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan sumber bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan penelitian yang digunakan meliputi penkatan perundang-undangan dan pendekatan kasus serta teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan mengidentifikasi aturan hukum positif, literatur buku, jurnal dan sumber bahan hukum lainnya. Diperoleh bahwa upaya hukum pembeli dalam memperoleh pengembalian uang pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dititipkan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu dengan melakukan mediasi terlebih dahulu, namun apabila mediasi tidak tercapai dengan baik maka dapat mengajukan pengaduan kepada Majelis Pembina dan Pengawas Pejabat Pembuat Akta Tanah Daerah atau melakukan gugatan ke pengadilan dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap perbuatannya dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata, pidana maupun administrasi sesuai undang-undang yang berlaku.
Implikasi Hukum Terhadap Kewenangan Notaris Atas Penerapan Penerima Manfaat Perseroan Terbatas Devi Nurjayanti, Florencia; Djaja, Benny; Sudirman, M.
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 2 (2025): 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/justitia.v8i2.285-293

Abstract

Penelitian yuridis normatif ini menganalisis tanggung jawab Notaris dalam pengungkapan pemilik manfaat (Beneficial Owner) Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia, terutama jika di kemudian hari subjek yang dilaporkan bukanlah pemilik manfaat sebenarnya. Penelitian ini mengkaji Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 jo. UU Cipta Kerja, Perpres No. 13 Tahun 2018, dan Permenkumham No. 15 Tahun 2019. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa meskipun Notaris memiliki kewenangan untuk menyampaikan informasi pemilik manfaat dalam SABH, tanggung jawab mutlak atas kebenaran informasi tersebut berada pada pendiri PT atau pihak yang memberikan pernyataan. Notaris bertanggung jawab pada keabsahan akta, termasuk pencantuman informasi berdasarkan keterangan penghadap. Keterangan palsu dapat dikenakan Pasal 266 KUHPerdata dan mengakibatkan degradasi akta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban sepenuhnya atas ketidakbenaran informasi pemilik manfaat yang diberikan oleh penghadap. 
Rekonstruksi Pengaturan Akta Kuasa Menjual Sebelum Wanprestasi Debitur dalam Kredit Bank Swasta Dwi Yusakawati, Ni Made Arya; Sudirman, M.; Djaja, Benny
JUSTITIA : Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora Vol 8, No 2 (2025): 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/justitia.v8i2.245-258

Abstract

Penyaluran kredit oleh bank umum merupakan aktivitas inti yang wajib dilakukan secara hati-hati dan melalui perjanjian tertulis. Beberapa bank umum swasta juga menerbitkan Akta Kuasa Menjual (AKM) bersamaan dengan perjanjian kredit dan jaminan, bahkan sebelum debitur wanprestasi. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif melalui teknik analisis terhadap dokumen hukum, ketentuan peraturan perundang-undangan, pustaka ilmiah, serta hasil wawancara dengan notaris sebagai informan ahli. Berdasarkan hasil penelitian, AKM yang dibuat sebelum debitur dinyatakan melakukan wanprestasi dan sebelum kredit dikategorikan sebagai bermasalah tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau batal demi hukum. Hal ini disebabkan oleh tidak terpenuhinya unsur-unsur sah perjanjian yang diatur Pasal 1320 dan Pasal 1868 KUHPerdata, serta adanya pertentangan dengan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU Hak Tanggungan. Ditemukan kekosongan hukum dalam penggunaan AKM untuk eksekusi jaminan fidusia. Penelitian ini merekomendasikan rekonstruksi hukum dengan menambahkan definisi SKM dalam Pasal 1 dan memperjelas peran AKM dalam Pasal 6 dan 20 ayat (2) UU Hak Tanggungan.
Legal Validity of Land Sale and Purchase Agreements Signed Prior to Payment of Land and Building Acquisition Tax (BPHTB) Hertanto, Sandrarina; Djaja, Benny; Sudirman, M.
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 3 (2025): Desember
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanah sebagai kebutuhan dasar manusia memiliki nilai strategis tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai objek investasi dan kegiatan ekonomi. Dalam praktik pengalihan hak atas tanah melalui jual beli, peran akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) penting untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Namun, permasalahan muncul ketika akta jual beli ditandatangani sebelum kewajiban pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terpenuhi. Kondisi ini menimbulkan konflik antara praktik di lapangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan pembayaran pajak terlebih dahulu sebagai syarat formal penandatanganan akta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan hukum akta jual beli tanah yang ditandatangani sebelum pembayaran BPHTB, implikasinya terhadap nilai pembuktian akta, dan tanggung jawab PPAT jika terjadi sengketa. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui analisis peraturan perundang-undangan, doktrin, dan praktik kenotariatan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang akibat hukum akta jual beli yang tidak memenuhi syarat formal, serta rekomendasi untuk mewujudkan ketertiban administrasi dan perlindungan hukum bagi para pihak.
Perihal Gugatan Terhadap Akta Wasiat Berdasarkan Hukum Perdata Di Indonesia Susy Tanzil, Ko; Djaja, Benny; Sudirman, M.
Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal Vol. 3 No. 10 (2025): Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal
Publisher : Al Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/mutiara.v3i10.447

Abstract

Akta wasiat adalah pernyataan yang dibuat oleh seseorang mengenai keinginannya terhadap asetnya setelah kematian. Orang yang meninggalkan akta wasiat mewariskan asetnya kepada ahli waris yang terkait dengannya. Wasiat biasanya dibuat, terutama bagi orang yang memiliki warisan besar. Di satu sisi, hal ini baik untuk keturunannya, tetapi sering kali menimbulkan konflik dan perselisihan antara anggota keluarga yang menganggap ada ketidakadilan terkait pembagian warisan sebagaimana tercantum dalam wasiat. Hal ini mengakibatkan anggota keluarga saling menggugat, suatu situasi yang tentu tidak diinginkan bagi pewaris atau keluarga ahli waris. Namun, dalam kenyataannya, hal ini sering terjadi, membutuhkan pengetahuan, pemahaman, dan pemecahan masalah jika timbul gugatan di kemudian hari. Notaris Publik sebagai pejabat yang membuat akta, termasuk wasiat, perlu memberikan konseling hukum yang jelas untuk masa depan untuk menghindari konflik dalam keluarga.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PEMBAGIAN HARTA PAILIT PERUSAHAAN TERBUKA: ANALISIS PROBLEMATIKA DAN MODEL REGULASI IDEAL DI INDONESIA Sudirman, M.; Guritno, Yulianto; Sungkawa Putra, Andri Jatnika; Abdurahman, Abdurahman
Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance Vol. 5 No. 2 (2025): Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance
Publisher : Gapenas Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53363/bureau.v5i2.709

Abstract

Legal protection for minority shareholders in the bankruptcy of public companies in Indonesia faces significant challenges due to existing regulatory limitations. This research aims to analyze the problematic aspects of minority shareholder protection in the distribution of bankrupt assets under Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations and Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies, while simultaneously formulating an ideal regulatory model and mechanisms to strengthen such protection. Employing a normative legal research method with a conceptual and comparative analytical approach, this study finds that minority shareholders are at the lowest priority in the distribution of bankrupt assets, leading to substantial capital loss and high legal uncertainty due given their status as capital owners rather than creditors. The absence of specific provisions in the Bankruptcy Law and the limitations of the Company Law exacerbate this vulnerability. Therefore, the ideal regulatory model proposes reforming the payment hierarchy by introducing a quasi-creditor status for public shareholders, strengthening corporate governance and minority information rights, and expanding the role of the Financial Services Authority (OJK) in early oversight and restructuring facilitation. The implication of this research is the urgency of legislative reform to create a more equitable and comprehensive legal framework to maintain minority shareholders confidence in the Indonesian capital market.
Kelayakan Perjanjian S Paylater Ditinjau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dewi Rositasari, Noviarasta; Djaja, Benny; Sudirman, M.
Jurnal Sosial Teknologi Vol. 4 No. 12 (2024): Jurnal Sosial dan Teknologi
Publisher : CV. Green Publisher Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59188/jurnalsostech.v4i12.31772

Abstract

Perkembangan ekonomi suatu negara sangat erat kaitannya dengan kemajuan teknologi informasi. Saat ini, Indonesia telah memasuki era pertumbuhan di sektor ekonomi global yang berbasis inovasi, teknologi, dan pengetahuan. Contohnya adalah transaksi melalui e-commerce, yang memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa platform e-commerce juga menawarkan layanan pinjaman yang mudah diakses. Salah satu layanan tersebut adalah “S” Paylater dari PT. “S,” yang memungkinkan pengguna untuk mendapatkan barang atau jasa tanpa harus membayar di muka. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus untuk menganalisis validitas perjanjian "paylater" berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata. Data yang digunakan meliputi bahan hukum primer berupa undang-undang dan peraturan terkait, serta bahan hukum sekunder seperti literatur dan artikel jurnal. Analisis dilakukan secara kualitatif-deskriptif untuk mengidentifikasi celah hukum dan dampaknya terhadap perlindungan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa layanan "S" Paylater melanggar syarat kecakapan sebagai salah satu syarat sah perjanjian. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya mitigasi risiko yang memadai dalam proses aktivasi layanan, sehingga memungkinkan pengguna yang tidak cakap hukum untuk mengakses layanan tersebut. Akibatnya, perjanjian antara PT. “S” dan “E” dapat dinyatakan batal demi hukum, dengan implikasi pembatalan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1451 KUHPerdata. Penelitian ini menegaskan pentingnya penyelenggara layanan "paylater" untuk menerapkan mitigasi risiko yang lebih ketat dan memastikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan pengguna. Selain itu, regulasi yang lebih spesifik diperlukan untuk melindungi konsumen dan mencegah kasus serupa di masa depan. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi teoretis dan praktis dalam pengembangan hukum perdata terkait layanan keuangan berbasis teknologi.
Implikasi Hukum Penolakan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama Baubau dan Diskrepansi antara Hukum Positif dan Hukum Agama (Studi Kasus Putusan Nomor 69/Pdt.G/2021/PA Bb) Prathiwi, Della Hadyanti; Sudirman, M.; Djaja, Benny
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 5 No. 3 (2025): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v5i3.19470

Abstract

Penolakan terhadap gugatan perceraian di Pengadilan Agama seringkali menimbulkan polemic, terutama ketika pasangan suami istri telah kehilangan keharmonisan dan menurut hukum agama perceraian seharusnya dapat terjadi. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis implikasi hukum dari penolakan tersebut serta menelaah diskrepansi antara hukum positif di Indonesia dan hukum agama yang dianut masyarakat. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan studi kasus Putusan Nomor 69/Pdt.G/2021/PA Bb. . Hasil analisis menunjukkan bahwa penolakan gugatan perceraian dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, tekanan psikologis bagi pihak yang mengajukan gugatan, serta konflik antara keyakinan agama dan sistem hukum negara. Diperlukan reformasi hukum yang mengedepankan keadilan substantif dan akomodasi terhadap nilai-nilai keagamaan dalam kerangka hukum nasional.