Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN BEDAH FRAKTUR KLAVIKULA DI RS MUHAMMADIYAH AHMAD DAHLAN KEDIRI DENGAN METODE ATC/DDD Ayu Kusumaratni, Dyah; Yudha Prasetyo, Eko; Tristanti, Irma; Sari Poespita Dewi Wahyuni, Kumala; Fajriyah, Shofiatul
JURNAL PHARMA BHAKTA Vol 5 No 1 (2025): Mei 2025
Publisher : FAKULTAS FARMASI, INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56710/jpb.v5i1.124

Abstract

Latar belakang: Fraktur adalah keadaan abnormal pada tulang yang ditandai dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Penanganan yang dilakukan untuk fraktur umumnya adalah prosedur pembedahan, sehingga membutuhkan antibiotik untuk mencegah infeksi. Penggunaan antibiotik berlebihan memicu resistensi antibiotik, sehingga dibutuhkan evaluasi dengan metode ATC/DDD. Tujuan: evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien bedah fraktur klavikula dalam satuan DDD/100 hari rawat. Metode: studi observasional dengan metode retrospektif pada pasien rawat inap periode Januari – Desember 2023 menggunakan data rekam medis pasien berusia 18-65 tahun yang mendapatkan antibiotik yang dilakukan secara cross sectional. Hasil: Penggunaan antibiotik pada pasien bedah fraktur klavikula di RS Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kediri meliputi cefotaxime (87 DDD/100HR), cefuroxime (50,41 DDD/100HR), cefoperazone (29,9 DDD/100HR), ceftriaxone (1,49 DDD/100HR), levofloxacin (0,50 DDDD/100HR), amoxicillin (0,25 DDD/100HR), kuantitas penggunaan antibiotik pada terapi fraktur klavikula yang paling umum digunakan adalah cefotaxime dengan nilai 87 DDD/100 patient-days. Simpulan: antibiotik yang masuk ke dalam segmen DU 90% Sebagian besar golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu cefotaxime, cefuroxime dan cefoperazone
POLA PENGOBATAN PASIEN DISPEPSIA (ICD 10 : K-30) RAWAT JALAN DI RSUD X Sari Poespita Dewi Wahyuni, Kumala; Admaja, Wika; Ayu Kusumaratni, Dyah; Farida, Umul; Khusnul Khulukia, Widya
JURNAL PHARMA BHAKTA Vol 5 No 1 (2025): Mei 2025
Publisher : FAKULTAS FARMASI, INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Data rekamedik pasien dispepsia rawat jalan di RSUD X pada tahun 2021 menunjukkan bahwa gejala yang paling umum adalah mual, nyeri, dan muntah. Untuk mengurangi atau menghilangkan gejala yang timbul, pasien diberikan terapi farmakologis dan non farmakologis. Tujuan : untuk mengetahui pola pengobatan pada pasien dispepsia rawat jalan di RSUD X tahun 2021. Metode : menggunakaan metode deskriptif observasional dengan pendekatan retrospektif. Populasi sebanyak 423 pasien. Tehnik sampling yang digunakan adalah teknik puposive sampling dengan besar sampel 81 pasien. Hasil : Dari 81 pasien dispepsia rawat jalan di RSUD X pada tahun 2021, sebagian besar adalah perempuan, yaitu 55 orang (67,9%), dan hampir setengahnya adalah dari kelompok usia 41 hingga 60 tahun, yaitu 30 orang (37,0%). Hampir semua responden mengalami dispepsia dengan keluhan tunggal, yaitu 74 orang (90,1%). Sebagian besar pasien menerima obat tunggal sebanyak 44 orang (54,3%) dengan peresepan golongan PPI, yaitu Lansoprazole sebanyak 20 orang (24,7%) dan obat golongan Blocker H2, yaitu Ranitidine sebanyak 24 orang (29,6%). Sedangkan pola peresepan kombinasi yang paling banyak adalah Lansoprazole 30 mg dan Sucralfat sirup, yaitu sebanyak 17 orang (21,0%).
RASIONALITAS PENGGUNAAN ANALGESIK ANTIPIRETIK PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE Hartini, Indah Sri; Prasetyo, Eko Yudha; Kusumaratni, Dyah Ayu; Prodyanatasari, Arshy
Jurnal Wiyata Penelitian Sains dan Kesehatan Vol 11 No 2 (2024)
Publisher : LP2M IIK (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Ilmu Kesehatan) Bhakti Wiy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56710/wiyata.v11i2.834

Abstract

Latar belakang: Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue akut yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty. Data dinas kesehatan menyebutkan peningkatan Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2020 sebesar 0,8% dan tahun 2021 sebesar 1,1% sedangkan target nasional adalah sebesar 38oC secara mendadak, nyeri kepala atau nyeri dibelakang bola mata, nyeri otot dan tulang. Pengobatan pasien DBD untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami adalah dengan pemberian analgesik antipiretik yang tepat. Tujuan: Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti gambaran penggunaan analgesik-antipiretik untuk mengetahui Tingkat rasionalitas penggunaan analgesik-antipiretik pada pasien DBD. Metode: Rasionalitas penggunaan analgesik-antipiretik yang diukur, meliputi ketepatan pasien, keterapatan obat, ketepatan indikasi, dan ketepatan dosis. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional noneksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif dan teknik sampling yang digunakan adalah totality sampling. Pengambilan data dilakukan berdasarkan data rekam medis pasien pada periode Bulan Januari-Agustus 2022. Sesuai dengan pedoman WHO dan Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan tatalaksana Dengue,pemberian obat analgesik-antipiretik yang sesuai dengan drug of choice adalah paracetamol. Simpulan: Berdasarkan data yang diperoleh diketahui sebanyak 74 pasien DBD dengan 57% pasien Perempuan dan 43 pasien laki-laki, serta 42% pasien merupakan anak-anak. Rasionalitas penggunaan analgesik-antipiretik pada pasien DBD diketahui yaitu 100% tepat pasien; 37,84 tepat obat; 100% tepat indikasi; dan 98,65% tepat dosis.
LEVOFLOXACIN VS CEFTRIAXONE PADA PASIEN PNEUMONIA RAWAT INAP DI RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG : STUDI ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA Prasetyo, Eko Yudha; Kusumaratni, Dyah Ayu
Journal Medicine And Clinical Pharmacy Vol. 1 No. 2 (2024): MedClip Vol 1 No 2, 2024
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS.DR. Soepraoen Kesdam V/BRW

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47794/medclip.v1i2.6

Abstract

Pendahuluan: Pneumonia berada pada peringkat keempat sebagai penyebab kematian akibat penyakit dan peringkat pertama sebagai penyebab kematian akibat infeksi menular. Pneumonia termasuk penyakit dengan biaya penanganan tertinggi. Biaya yang dikeluarkan untuk pneumonia di Indonesia selama tahun 2018 hingga 2022 mencapai 8,7 triliun. Upaya untuk mengurangi biaya tersebut dapat dipertimbangkan. Memilih antibiotik paling cost effective dan menggunakannya secara rasional merupakan upaya yang dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan efektivitas penggunaan Levofloxacin dan Ceftriaxone pada pasien pneumonia serta mengetahui antibiotik paling cost effective. Metode: Analisis efektivitas biaya dalam penelitian ini dilakukan dari perspektif penyedia layanan kesehatan (Rumah sakit). Pengambilan data dilakukan secara retrospective melalui seluruh data rekam medis dan data billing pasien pneumonia rawat inap di RSUD Dr. Iskak Tulungagung periode Januari hingga Desember 2023. Biaya medis langsung yang dihitung adalah biaya antibiotik, farmasi, radiologi, labolatorium, perawatan, tindakan medis, dan visite dokter. Efektivitas terapi dinilai dari adanya perbaikan klinis pada pasien. Hasil: Pasien yang diteliti berjumlah 18 (6 kelompok Levo, 12 kelompok Ceftri) Efektifitas kedua terapi 100%. Nilai ACER Levo Rp. 40.948 , ACER Ceftri Rp. 38.441. Kesimpulan: Levo (750mg/hari) dan Ceftri (1g/hari) pada pasien penumonia memiliki efektifitas yang sama (100%). Namun demikian dengan analisa efisiensi biaya Ceftri lebih dominan dengan selisih biaya total medik langsung Rp 250.648.
METAMIZOLE VERSUS KETOROLAK OF POSTOPERATIVE CLOSED FRACTURE PAIN MANAGEMENT AT dr. ISKAK TULUNGAGUNG HOSPITAL : A COST EFFECTIVENESS ANALYSIS Prasetyo, Eko Yudha; Kusumaratni, Dyah Ayu; Aditya Ayuning Siwi, Mayang
Journal Medicine And Clinical Pharmacy Vol. 2 No. 1 (2025): MedClip Vol 2 No 1, 2025
Publisher : Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan RS.DR. Soepraoen Kesdam V/BRW

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47794/medclip.v2i1.11

Abstract

The pain that appears in postoperative patients is acute pain, but pain that is not properly managed will develop into chronic pain and have long-term negative effects  and also have financial impacts. Metamizole is commonly used in pain management, while ketorolac is currently positioned as an alternative option. The availability of various analgesic options must be accompanied by comparative data on effectiveness and cost assessment.This aim to compare the cost–effectiveness of two therapies for moderate and severe acute pain, Metamizole (3x1g) and Ketorolac (3x30mg) for closed fracture postoperative pain management.. This study is descriptive comparative research using a cross sectional design with retrospective data collection. The sample in this study was the medical records and financial records of BPJS class III closed fracture surgery patients. Cost estimation measured from the provider's perspective. The types of costs considered are all costs directly related to health care at the hospital. Costs are measured in Indonesian rupiah (IDR) currency units. This research is short-term research so the researcher did not analyze the discount rate(0%). The findings of this study showed that Metamizole is a drug with higher effectiveness (37.93%) than ketorolac (35.48%), with a total direct medical cost of metamizole of IDR. 21,990,051 and ketorolac IDR. 23,041,427. ACER value of metamizole IDR. 579,754 and ketorolac IDR. 649,420. Based on the calculation of these real numbers, Metamizole is more cost effective than ketorolac in postoperative fracture pain management. However, statistically the effectiveness and cost of the two therapies did not have a significant difference.