Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

E-court: A digital disruption in law enforcement and its impact on judicial efficiency in Indonesia Pitaloka, Diva
Ex Aequo Et Bono Journal Of Law Vol. 2 No. 2: (January) 2025
Publisher : Institute for Advanced Science, Social, and Sustainable Future

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61511/eaebjol.v2i2.2025.1404

Abstract

Background: The use of digital technology in thr justice system, known as E-Court, has significantly impacted law enforcement in Indonesia. This research explores E-Court as a manifestation of digital disruption, using normative legal research with a conceptual and statutory approach. Method: This research employs normative legal research with a conceptual and statutory approach to examine technological developments supporting E-Court, its benefits, and its challenges. Findings: E-Court consists of e-filing, e-payment, e-summons, and e-litigation, transforming legal case handling by improving efficiency, transparency, and accountability while reducing costs and administrative burdens. However, regulatory readiness and implementation mechanisms require further evaluation.  Conclusion: E-Court has positively impacted law enforcement in Indonesia by increasing efficiency and accessibility in legal proceedings. To optimize its implementation, addressing challenges such as data security, digital infrastructure, and cultural adaptation within the legal system is essential.  Novelty/Originality of this Study: This study provides a comprehensive analysis of E-Court as a digital disruption in Indonesia’s justice system, highlighting its effectiveness, challenges, and the necessity of regulatory adaptation. It contributes to developing a theoretical framework for online law enforcement systems, ensuring sustainable digital transformation in the judiciary.
The urgency of the approval of the people's representative council related to the ratification of international trade agreements (analysis of decision of mk-13-puu-xvi-2018) Pitaloka, Diva
Ex Aequo Et Bono Journal Of Law Vol. 1 No. 1: (July) 2023
Publisher : Institute for Advanced Science, Social, and Sustainable Future

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61511/eaebjol.v1i1.2023.74

Abstract

The community feels they are not included in the determination to express consent (consent to be bound) in international trade agreements. The HOUSE OF REPRESENTATIVES is an extension of the people's hand, so the government should ask for the people's approval when deciding to participate in international agreements, especially related to trade. The people's sovereignty must be upheld in a democratic country so that the government cannot ignore the participation of the people. This problem lies in Article 11 of the 1945 Constitution and Article 10 of Law No. 24 of 2000. This article will examine in more depth whether it needs to be included in the criteria for approval by law related to international trade agreements. And is it true that the articles submitted in the petitum of the NGO to the Constitutional Court contradict the 1945 Constitution? This research is a normative legal research with a statutory and conceptual approach. The technique of gathering legal material is carried out by reviewing related literature and analyzing various legal references relevant to the problem under study for further analysis qualitatively and descriptively. This is done by implementing an in-depth and holistic review of multiple connections and evaluating legal materials related to issues. The study results show that all international agreements that have a broad impact, one of which is international trade agreements, should be approved by the House of Representatives in determining whether to participate in the contract. The articles in the petite submitted by NGOs are partly unconstitutional, and finally, international trade agreements should be ratified through law. Ratification, Approval of the House of Representatives, Decision of the Constitutional Court.
Pendekatan Ekosistem Berkelanjutan dalam Konservasi Plasma Nutfah Sebagai Bentuk Perlindungan Benih Lobster di Sentra Buidaya Lobster Teluk Jukung Lombok Timur Rizki Apriliana, Adhitya Nini; Pitaloka, Diva; Lalu Guna Nugraha; Mujtahidin, Syamsul; Syahida, Sarah Rachel
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 6 No. 1 (2025): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v6i1.346

Abstract

Sebagai negara dengan sumber daya hayati yang sangat beragam, Indonesia melalui berbagai kesempatan telah mengadopsi langkah dan strategi yang dianggap relevan dalam menyeimbangkan aktivitas manusia dan keberlangsungan organisme lingkungan di sekitarnya. Ironisnya, mengacu pada potensi dan upaya yang telah dilakukan tersebut, hasil yang diharapkan berupa terciptanya lingkungan laut sebagai common heritage of mankind masih sulit untuk direalisasikan. Satu di antara beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan ini terjadi adalah arah perpolitikan dan kepentingan segelintir pihak yang turut menyumbang peran dalam perubahan kebijakan ekspor benih lobster, sehingga menyebabkan masih terbukanya celah untuk praktik perdagangan benih lobster illegal. Distribusi ilegal benih lobster menyebabkan terjadinya eksploitasi berlebihan yang merujuk pada penurunan populasi benih lobster. Hingga saat ini, survival rate benih lobster di Indonesia menduduki angka yang sangat rendah dan tidak ideal, yakni hanya sejumlah 0.1%. Benih lobster pada dasarnya terklasifikasikan sebagai plasma nutfah yang menurut hukum laut internasional wajib dilindungi oleh setiap negara. Hal ini dikarenakan plasma nutfah merupakan substansi pembawa gen keturunan dan merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, terjadinya praktik perdagangan benih lobster illegal menjadi isu genting yang memerlukan solusi, satu di antaranya adalah dengan cara memberikan edukasi pada pelaku budidaya benih lobster terkait integrasi pendekatan eksosistem dalam pelaksanaan budidaya benih lobster. Sentra Budidaya Lobster Teluk Jukung Lombok Timur merupakan kampung perikanan budidaya lobster pertama di Indonesia yang ditetapkan secara langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan pembudidaya lobster untuk mengintegrasikan pendekatan ekosistem dalam kegiatan budidaya lobster dapat memiliki dampak signifikan untuk memastikan populasi lobster tidak dieksploitasi berlebihan. Dengan mengintegrasikan pendekatan ini, diharapkan pelaku budidaya dapat mempromosikan konservasi plasma nutfah yang dapat memastikan populasi lobster tetap seimbang hingga generasi yang akan datang.Kata Kunci: Benih Lobster; Perdagangan Benih Lobster Illegal; Plasma Nutfah.
Kemitraan Lobster Supply Chain Indonesia-Vietnam dalam Perspektif Prinsip Open Access and Benefit Sharing CBD dan Dampaknya terhadap Keberlanjutan Kampung Lobster Teluk Jukung NTB Rizki Apriliana, Adhitya Nini; Amalia, Ayu Riska; Nugraha, Lalu Guna; Pitaloka, Diva; Maharani, Baiq Faridha Aulya
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 6 No. 2 (2025): Jurnal Risalah Kenotariatan (in progress)
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v6i2.383

Abstract

Teluk Jukung, Lombok Timur, merupakan Kampung Budidaya Lobster yang diakui secara nasional namun menghadapi persoalan serius berupa penyelundupan benih lobster ilegal, keterbatasan akses teknologi, dan disharmoni regulasi ekspor yang membuat pembudidaya rentan secara ekonomi maupun ekologis. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Indonesia menjalin kemitraan rantai pasok dengan Vietnam melalui transfer teknologi dan hilirisasi perikanan. Namun demikian, kemitraan ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesesuaian dengan prinsip Open Access and Benefit Sharing (ABS) dalam Convention on Biological Diversity (CBD), khususnya mekanisme Prior Informed Consent (PIC) dan Mutually Agreed Terms (MAT). Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-legal untuk menilai implementasi ABS dalam kerja sama Indonesia–Vietnam serta dampaknya terhadap keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan pembudidaya lobster di Teluk Jukung. Temuan penelitian menunjukkan tiga aspek utama: pertama, masih terdapat ketidakharmonisan antara kebijakan nasional dan realitas sosial-ekonomi pembudidaya; kedua, terdapat celah implementasi PIC dan MAT yang menyebabkan ketidakadilan distribusi manfaat; ketiga, diperlukan model strategi pengelolaan lobster berbasis ABS untuk memastikan keterlibatan pembudidaya, mendorong transfer teknologi yang setara, dan memperkuat posisi tawar Indonesia dalam rantai pasok global. Penelitian ini memberikan rekomendasi kebijakan guna mewujudkan tata kelola budidaya lobster yang berkeadilan dan berkelanjutan. Kata kunci: Teluk Jukung; Access and Benefit Sharing, Lobster Supply Chain; Benih Lobster
Binding Force of International Agreements: Perspectives of International Law and National Law Pitaloka, Diva; Putri, Yunita Maya; Becánics, Adrienn; Ernawati, Ninin
Journal of Law and Policy Transformation Vol 10 No 1 (2025)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jlpt.v10i1.10566

Abstract

International treaties are one of the main sources of international law that have binding power for the parties that agree to them. In the context of relations between countries, international treaties are an important instrument in regulating various common interests, ranging from trade issues, the environment, to human rights. This article examines the binding power of an international treaty from two perspectives: international law and national law. From an international law perspective, a treaty becomes binding after being ratified by the parties according to the principle of pacta sunt servanda stipulated in the 1969 Vienna Convention on the Law of Treaties. Meanwhile, from a national law perspective, the recognition and application of international treaties depend on the domestic legal system of each country, whether it adheres to the principle of monism or dualism. This study also highlights the challenges of implementing international treaties in Indonesia, including the ratification mechanism and the role of legislative institutions. Through a normative approach and case studies, this article aims to provide a comprehensive understanding of the dynamics of the binding power of international treaties within the framework of global and national law.