Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS ILLEGAL LOGGING Medi Heryanto; Ciptono Ciptono; Seftia Azrianti; Linayati Lestari; Erwin Ashari
JURNAL DIMENSI Vol 10, No 1 (2021): JURNAL DIMENSI (MARET 2021)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33373/dms.v10i1.2987

Abstract

Hutan merupakan paru-paru bumi harus dilestarikan sehingga dapat menghasilkan energi yang bermanfaat bagi mahluk hidup yang membutuhkannya. Pembalakan liar atau dengan istilah illegal logging dapat merusak system kerja paru-paru bumi tersebut sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal itu dapat mengancam keberlangsungan mahluk hidup yang ada di dalamnya, selain itu illegal logging juga merugikan Negara, dimana kekayaan alam yang terkandung didalam hutan dirusak dan dicuri oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan golongannya saja. Oleh karena itu, Negara mengatur bahwa perbuatan illegal logging merupakan salah satu tindak pidana dan harus dicegah. Hal itu terbukti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu illegal. Pihak Kepolisian yang merupakan lembaga Negara yang bertugas dalam menjaga keamanan masyarakat dan mempunyai wewenang penuh dalam menangani tindak pidana, mempunyai peranan penting dalam pencegahan dan penindakan illegal logging. Salah satunya adalah Kepolisian Resort Kota Barelang yang melakukan pencegahan dan penindakan illegal logging di wilayah Polresta Barelang. Sesuai dengan kewenangan Kepolisian, pihak-pihak yang terlibat dalam melakukan illegal loggingakan ditindak sesuai hukum yang berlaku, mulai dari penghentian kegiatan illegal logging, penyegelan dan penyitaan peralatan dan hasil pembalakan, penangkapan dan penahanan, penyelidikan dan penyidikan, dan diserahkan ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan hingga diadili.
Supervision of Business Actors in Trade Through Electronic Systems According To Minister of Trade Regulation No. 31 Of 2023 Sulistyani Eka Lestari; RM. Armaya Mangkunegara; Teguh Endi Widodo; Ruminingsih Ruminingsih; Ciptono Ciptono
Birokrasi: JURNAL ILMU HUKUM DAN TATA NEGARA Vol. 3 No. 1 (2025): Birokrasi: JURNAL ILMU HUKUM DAN TATA NEGARA
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Yappi Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/birokrasi.v3i1.1767

Abstract

The issuance of Minister of Trade Regulation Number 31 of 2023 concerning Business Licensing, Advertising, Guidance, and Supervision of Business Actors in Electronic Commerce is the Indonesian government's effort to regulate digital trading activities, including those conducted through social commerce platforms like TikTok Shop. This regulation aims to create a balanced trade ecosystem, ensure fair competition, and protect micro, small, and medium enterprises (MSMEs) in the midst of rapid technological advancements. However, the implementation of this regulation also raises challenges, particularly for MSME actors who rely on social commerce platforms as a marketplace. This paper aims to analyze the impact of the regulation on TikTok Shop and its implications for MSME development in Indonesia. The analysis is conducted by examining the content of the regulation and its effects on various stakeholders in the e-commerce ecosystem.
Kebijakan Kriminal Anak dalam Kasus Narkotika: Perspektif Restorative Justice Ade Irawan; Alwan Hadiyanto; Ciptono Ciptono
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 2 (2025): AUGUST
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i2.11961

Abstract

This study aims to analyze criminal policy toward children involved in narcotics-related offenses and the urgency of applying a restorative justice approach within Indonesia’s juvenile criminal justice system. This issue is critical because children as offenders in narcotics cases are often subjected to repressive measures similar to those applied to adults, without adequate consideration of the principles of child protection and rehabilitation. This research employs a normative juridical method, incorporating both statutory and conceptual approaches. The sources of legal materials consist of primary, secondary, and tertiary legal materials, which are analyzed qualitatively and descriptively. The findings reveal that the imposition of repressive criminal sanctions on children in narcotics cases is inconsistent with the mandate of Law Number 11 of 2012 on the Juvenile Criminal Justice System, which prioritizes the best interests of the child. The novelty of this research lies in emphasizing that restorative justice is both feasible and relevant for narcotics cases involving children, through mechanisms such as diversion, penal mediation, and community-based rehabilitation. Therefore, it is necessary to strengthen legal policies that explicitly regulate the application of restorative justice in narcotics cases involving children, to achieve optimal legal protection and prevent recidivism.   Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan kriminal terhadap anak yang terlibat dalam tindak pidana narkotika serta urgensi penerapan pendekatan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia. Isu ini penting karena anak sebagai pelaku kasus narkotika sering kali diproses dengan pendekatan represif seperti orang dewasa, tanpa mempertimbangkan prinsip perlindungan anak dan rehabilitasi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Sumber bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sanksi pidana yang bersifat represif terhadap anak dalam kasus narkotika tidak sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai prioritas. Kebaruan penelitian ini terletak pada penegasan bahwa restorative justice layak dan relevan diterapkan pada perkara narkotika anak melalui mekanisme diversi, mediasi penal, dan pembinaan berbasis komunitas. Oleh karena itu, diperlukan penguatan kebijakan hukum yang secara tegas mengatur penerapan restorative justice pada perkara narkotika anak, agar tercapai perlindungan hukum yang optimal dan pencegahan residivisme.  
Penerapan Hukuman Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Sebagai Pelaku Tindak Pidana Asusila Terhadap Sesama Anak Rijalun Sholihin Simatupang; Alwan Hadiyanto; Ciptono Ciptono
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 3 (2025): DECEMBER (Article in Press)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i3.12045

Abstract

This study aims to analyze the application of punishment for children in conflict with the law, particularly those who commit sexual offences against fellow children. The growing involvement of minors as perpetrators of sexual crimes presents a legal dilemma, as both offenders and victims are equally entitled to protection. This issue calls for a legal approach that is fair, humanistic, and consistent with the principles of child protection. The research employs a normative juridical method using a statutory approach and case studies, including the 2024 case handled by the Bintan Police. The novelty of this study lies in examining the gap between the principles of diversion, restorative justice, and the doctrine of ultimum remedium as regulated in Law No. 11 of 2012 on the Juvenile Criminal Justice System and their practical implementation in the field. The findings indicate that judicial decisions concerning child perpetrators of sexual offences remain caught in a dilemma between punitive measures and rehabilitative approaches, influenced by legal, psychological, social, and sociological factors. This study concludes that consistent application of restorative justice, strengthening the role of juvenile correctional institutions (LPKA), and the formulation of technical guidelines for juvenile judges are essential to ensure that sentences are not merely repressive but also rehabilitative and aligned with the best interests of the child.   Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan hukuman terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, khususnya sebagai pelaku tindak pidana asusila terhadap sesama anak. Peningkatan keterlibatan anak sebagai pelaku kejahatan seksual menimbulkan dilema hukum, karena pelaku dan korban sama-sama memiliki hak perlindungan. Permasalahan ini menuntut pendekatan hukum yang adil, humanis, dan sesuai dengan prinsip perlindungan anak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus, salah satunya kasus pada Polres Bintan tahun 2024. Kebaruan penelitian ini terletak pada analisis kesenjangan antara prinsip diversi, keadilan restoratif, dan asas ultimum remedium yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan praktik penegakan hukum di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa putusan terhadap anak pelaku tindak pidana asusila masih menghadapi dilema antara pembinaan dan pemidanaan, dengan faktor yuridis, psikologis, sosial, serta sosiologis yang turut memengaruhi pertimbangan hakim. Penelitian ini menyimpulkan perlunya konsistensi penerapan prinsip restorative justice, penguatan fungsi LPKA, serta pedoman teknis bagi hakim anak agar putusan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga rehabilitatif dan berorientasi pada kepentingan terbaik bagi anak.  
Problematika Penegakan Pasal 98 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Terhadap Tindak Pidana Lingkungan Hidup Muhamad Nur Hakim Purba; Alwan Hadiyanto; Ciptono Ciptono
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 3 (2025): DECEMBER (Article in Press)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i3.12694

Abstract

A healthy and sustainable environment is a fundamental human right guaranteed by the constitution; however, it continues to be threatened by industrial and plantation activities that disregard environmental quality standards. This condition underscores the urgency of criminal law as a repressive instrument to deter perpetrators of environmental pollution and destruction. The purpose of this study is to conduct a juridical analysis of Article 98 of Law No. 32 of 2009 on Environmental Protection and Management, particularly regarding the legal basis for criminal liability of offenders and the effectiveness of its implementation in judicial practice. The research employs a normative juridical method with a case approach The findings reveal novelty in providing a critical examination of the obstacles to implementing Article 98, especially concerning the difficulty of proving intent, the weak application of corporate criminal liability, and the judicial tendency to focus on individual actors rather than corporate managerial structures. The study concludes that, normatively, Article 98 offers a progressive and proportional legal instrument for environmental protection; however, its practical enforcement remains suboptimal due to technical limitations, institutional capacity, and external interference. This research recommends strengthening the capacity of law enforcement officers through the use of scientific evidence and environmental forensics, ensuring consistent application of corporate criminal liability, and reinforcing judicial independence, so that Article 98 can effectively function as a repressive legal instrument that is fair, effective, and just.   Lingkungan hidup yang sehat dan lestari merupakan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi, namun kenyataannya masih sering terancam akibat aktivitas industri dan perkebunan yang mengabaikan standar baku mutu. Kondisi ini menegaskan urgensi instrumen hukum pidana sebagai sarana represif untuk memberikan efek jera kepada pelaku pencemaran maupun perusakan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis secara yuridis ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya terkait dasar pemidanaan terhadap pelaku serta efektivitas penerapannya dalam praktik peradilan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan adanya kebaruan berupa analisis kritis terhadap hambatan implementasi Pasal 98, meliputi kesulitan pembuktian unsur kesengajaan, keterbatasan penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi, serta kecenderungan hakim lebih menitikberatkan pada individu dibanding struktur manajerial perusahaan. Kesimpulannya, Pasal 98 secara normatif telah menyediakan instrumen hukum progresif dan proporsional untuk melindungi lingkungan hidup, namun penerapannya belum optimal akibat faktor teknis, kapasitas aparat, dan intervensi kepentingan. Rekomendasi penelitian ini menekankan pentingnya penguatan kapasitas aparat penegak hukum melalui bukti ilmiah dan forensik lingkungan, konsistensi penerapan pidana korporasi, serta penguatan independensi peradilan agar Pasal 98 benar-benar berfungsi sebagai instrumen represif yang adil, efektif, dan berkeadilan.