Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

ANALISIS ESTETIS LUKISAN KACA CIREBON TEMA SEMAR DAN MACAN ALI Wulandari, Yustina Intan Intan; Adriati, Ira; Damajanti, Irma
Visual Art Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Abstrak Cirebon adalah kota yang terletak pada perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta berbatasan dengan Laut Jawa. Posisinya sebagai kota pelabuhan membuat berbagai budaya masuk ke dalam Cirebon. Lukisan kaca Cirebon adalah salah satu seni tradisional yang berkembang di Cirebon dari masuknya berbagai kebudayaan seperti Cina, Islam, dan Hindu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih lanjut perkembangan lukisan kaca Cirebon yang lebih difokuskan pada lukisan kaca Cirebon dengan obyek Semar dan Macan Ali. Sampel yang digunakan adalah lukisan kaca Semar dan Macan Ali. Pelukis yang menjadi sampel adalah salah satu pelukis yang menjadi pelopor kemajuan lukisan kaca yaitu Rastika, serta pelukis lain yang masih aktif menghasilkan lukisan hingga sekarang. Berbagai lukisan Semar dan Macan Ali akan dibandingkan untuk memperlihatkan variasi obyek dan latar belakang yang dibuat oleh pelukis kaca, seperti bentuk kaligrafi, bentuk dasar obyek, dan pengolahan latar belakang. Hasil perbandingan tersebut akan memperlihatkan sejauh mana pengrajin melakukan perubahan-perubahan dalam visual lukisan kaca yang mereka buat yang dibandingkan dengan karya-karya klasik yang sudah ada. Hasil analisis kualitatif pada penelitian menunjukkan pengrajin lukisan kaca melakukan perubahan visual berdasarkan kesadaran akan komposisi obyek lukisan kaca, pada kasus lain susunan visual dipertahankan sama dengan karya-karya klasik dengan penambahan maupun pengurangan obyek pendukung lainnya seperti mega mendung, wadasan, stilasi tumbuhan, dan bagian latar belakang lukisan. Obyek utama tidak mengalami banyak perubahan, Semar tetap mengikuti bentuk dasar wayang Cirebon, dan lukisan kaca Macan Ali masih mengikuti bentuk Macan Ali yang sudah ada pada karya-karya klasik. Kata Kunci : analisis estetis, Cirebon, lukisan kaca, Macan Ali , Semar  Abstract Cirebon is a city which located in the province of West Java, near the border of Central Java, and Java Sea. Its position as port city had attracts merchants and made Cirebon to be influenced with many cultures. Cirebon glass painting is a traditional craft which showed how several cultures such as Chinese, Islam, Hindu combined as one. This research was conducted to find the development in Cirebon glass painting compare to the classic works. Cirebon glass painting with primary object Semar and Macan Ali was chosen. One of glass painting pioneer, Rastika, also some artisan who still actively producing glass paintings. The glass paintings were compared to show how the object variation, background development, and caligraphy. Changes, especially in visual, will be compared with the classic works such as works those could be found in Cirebon palace, Keraton. The research showed some glass painting artisans made some changes in visual based of the composition. The primary objects, Semar or Macan Ali, dont have  lots of changes, the difference between paintings only in minor features. For example is the placing of minor objects mega mendung and wadasan, plant ornament, and the background. Semar visualization in glass painting is similar with Semar visualization in Cirebon traditional puppet. The visualization in Macan Ali glass painting have similarity with the classic works such as tlawungan and wall hangings made of animal skin.
KAJIAN KARYA SENI PERFORMANS MELATI SURYODARMO Pradipta, Btari Widya; Damajanti, Irma
Visual Art Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Melihat perkembangan dunia seni kontemporer, penggunaan media dalam seni rupa tidak lagi berkisar pada media tradisional belaka. Seni performans sebagai salah satu jenis dari seni intermedia merupakan salah satu medium yang banyak digunakan seniman Indonesia saat ini, namun masih jarang dikaji secara keilmuan. Penelitian ini difokuskan pada representasi visual dan nilai estetik Melati Suryodarmo, seniman performans Indonesia yang aktif berkarya di Indonesia, Eropa, dan Amerika, dengan memperhatikan kajian tubuh berdasarkan teori Michel Foucault. Karya performans Melati dapat dikategorikan menjadi tema sosial, cinta, budaya, pribadi, psikologis, medan seni, dan spiritual. Representasi visual karya performans I’m a Ghost in My Own House yang diambil sebagai sampel adalah sebagai perlambang kegelisahan Melati akan keberadaannya yang dirasa terasing dari lingkungannya, sementara nilai estetik yang dicapai adalah intensitas karyanya yang mampu meraih hati publik, baik penikmat seni maupun kaum awam.
KAJIAN TEMA EROTIK PADA KARYA SENI RUPA KONTEMPORER LAKSMI SHITARESMI Kasita, Pradnya; Damajanti, Irma
Visual Art Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Tema erotik telah l muncul dalam seni rupa di Indonesia sejak masa prasejarah, namun dalam perkembangannya ia terhambat oleh pemikiran-pemikiran yang menganggapnya tabu dan tidak lebih dari sekedar pornografi. Tema erotik biasanya muncul dengan visual tubuh telanjang, alat kelamin, dan simbol-simbol seksual lain. Penelitian ini fokus pada karya seorang seniman Indonesia, Laksmi Shitaresmi, yang dalam karya-karyanya kerap kali memunculkan visual tubuh telanjang, terutama tubuhnya sendiri.Penelitian dilakukan dengan kajian kritik seni, tubuh, seni erotik, dan budaya Jawa.Ditemukan bahwa tubuh telanjang dalam karya Laksmi Shitaresmi tidak hanya persoalan birahi dan seksualitas, tetapi juga diri seniman dalam masyarakat.// //
KAJIAN SOSIOLOGI SENI PADA COMMISSIONED WORK DARBOTZ UNTUK NIKE FLYWIRE Ghaisani, Nisa Ashila; Damajanti, Irma
Visual Art Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Fenomena seni rupa kontemporer Indonesia, serta relasinya dengan kultur global selalu menarik untuk dibahas. Perkembangan street art di Jakarta memunculkan fenomena baru yaitu adanya kerjasama berbentuk commissioned work dengan pihak perusahaan ritel. Penelitian ini akan meneliti pertanyaan : ‘Bagaimana memetakan peran dan posisi seniman sebagai commissioned artist, dalam hal ini Darbotz untuk instalasi Nike Flywire ?, dan penulis bermaksud untuk meneliti fenomena karya komisi yang dilakukan oleh Darbotz untuk Nike Flywire. Hasil analisis menunjukkan bahwa instalasi Nike Flywire oleh Darbotz memiliki ciri khas unsur visual yang muncul karya-karya Darbotz yang sebelumnya, yaitu warna-warna yang dominan : hitam, putih dan hijau. Namun porsi kreatifitas Darbotz dalam commissioned work ini tidak sebebas karya-karya lainnya, fokus utama dalam instalasi ini adalah bukan untuk mengenali bentuk visual Darbotz, namun untuk mengamati suatu media promosi atau etalase sepatu lari Nike dengan tampilan yang berbeda dari biasanya, sehingga dapat meninggalkan kesan tertentu bagi yang melihatnya.// //
ANALISIS GAGASAN SENIMAN GENERASI MILENIAL DALAM INKLUSIVITAS SENI RUPA INDONESIA Sarah, Isni; Damajanti, Irma
Visual Art Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Visual Art

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.168 KB)

Abstract

Pembuatan skripsi ini didasari oleh pengamatan pada berbagai fenomena yang terjadi pada inklusivitas medan seni rupakontemporer, yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah munculnya gagasan baru dari sebuah generasi baru, yang disebutdengan generasi milenial. Seni rupa yang sebelumnya menjadi sebuah ranah yang sangat eksklusif dan identik dengan budaya tinggi,saat ini justru bergerak dengan sangat inklusif, ditandai dengan meningkatnya minat masyarakat pada pameran dan artefak seni, danmunculnya pameran dengan wacana ‘seniman muda’ yang bersifat sangat cair. Untuk mengetahui seperti apa gagasan berkarya darigenerasi yang lahir dan merespon dalam keadaan ini, peneliti menggunakan pendekatan sosiologi generasi, sosiologi seni, sertasemiotika posmodern sebagai acuan untuk teori estetiknya, dengan Faisal Yeroushalaim, Natasha Gabriella Tontey, Roby DwiAntono, dan Resatio Adi Putra sebagai sampel seniman yang diteliti. Lewat serangkaian analisis, karya seni yang dihasilkan olehgenerasi milenial dalam inklusivitas seni rupa Indonesia ternyata pada dasarnya mengacu pada ideologi kapitalisme mutakhir yangmendarah daging, karya-karya yang dihasilkan tidak lagi merepresentasikan realitas, melainkan simulasi pembebasan nilai-nilai ataubahkan berupa fantasi. Pendek kata, dalam penelitian ini ditemukan bahwa generasi milenial adalah generasi yang mempunyaikeinginan untuk mendekatkan seni kepada masyarakat massa dengan cara membuatnya menjadi komoditi massa.
BUKU PENGEMBANGAN DIRI SEBAGAI MEDIA ART AS THERAPY (STUDI KASUS: BUKU “NANTI KITA CERITAa TENTANG HARI INI”) Sari, Yulianti Mayank; Sihombing, Riama Maslan; Damajanti, Irma
JURNAL KREATIF: DESAIN PRODUK INDUSTRI DAN ARSITEKTUR Vol 7 No 1 (2019): Volume 7, No. 1, Oktober 2019
Publisher : Indonesian Society of Applied Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46964/jkdpia.v7i1.15

Abstract

AbstrakBidang seni rupa dan desain tidak hanya sebatas pada aspek estetik, bila digali lebih dalam sebuah karya seni rupa dan desain memiliki manfaat pada aspek psikologis. Filsuf Alain de Botton mengatakan bahwa seni memiliki efek terapeutik dengan memanfaatkan kelemahan psikologis manusia dan menjadikannya sebagai kekuatan, yaitu remembering, hope, sorrow, rebalancing, self-understanding, growth, dan appreciation yang memiliki manfaat pada kesehatan mental. Buku ‘Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini’ atau disingkat ‘NKCTHI’ dijadikan studi kasus dalam menganalisis buku pengembangan diri bergambar sebagai media art as therapy. Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan sebagai metode dalam membedah buku tersebut. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur terkait dan observasi baik offline maupun online. Studi literatur yang digunakan beracuan pada teori Art as Therapy oleh Alain de Botton (2013). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Membuktikan apakah teori tersebut dapat diterapkan pada buku NKCTHI. Dapat disimpulkan bahwa hasil observasi pembaca buku NKCTHI memenuhi aspek-aspek terapeutik sebagai media art as therapy.Kata kunci : art as therapy, buku pengembangan diri, desain visual
Ketidaksadaran Kolektif Akan Warna dan Bidang Anna Josefin; Irma Damajanti; Asmudjo Jono Irianto
Journal of Visual Art and Design Vol. 8 No. 1 (2016): Journal of Visual Art and Design
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/j.vad.2016.8.1.5

Abstract

Warna dan bidang merupakan bahasa dasar yang dimiliki oleh setiap zat yang tampak di muka bumi ini. Warna dan bidang juga menjadi bahasa yang utama dalam memahami suatu karya seni rupa. Melalui jurnal ini, persepsi warna dan bidang pada manusia dipaparkan lebih lanjut. Kandinsky, seorang penteori warna, memaparkan bahwa warna tertentu memiliki kecocokan dengan bentuk tertentu. Menurutnya hal itu sudah ada dalam persepsi alam bawah sadar setiap manusia. Dia melakukan percobaan untuk membuktikannya pada beberapa orang secara acak di tempat tinggalnya. Dalam jurnal ini, penelitian yang dilakukan Kandinsky kembali dilakukan, namun objek penelitian dialihkan pada anak-anak. Hal ini dilakukan agar data yang diambil lebih dapat mewakili persepsi awal manusia. Tujuannya untuk membuktikan teori Kandinsky akan warna dan bidang dengan persepsi awal manusia.  Dengan mengetahui persepsi warna dan bidang pula apresiator dapat memahami dan memandang sebuah karya seni dengan persepsi berbeda.Keywords: bawah sadar; bentuk; kolektif; persepsi; seni rupa Kandnsky; warna.Collective Subconscious of Color and FormAbstract. Color and form provide the basic language for every substance on earth. Color and form are also the main language for understanding works of art. In this research, color and form perception in humans is further investigated. Kandinsky, a color theorist, stated that certain colors match a particular shape. He said these matches exist in the perception of the subconscious of every human being. In order to prove this, he conducted an experiment on a number of random subjects in his residence. In this paper, the research that was conducted by Kandinsky was replicated, but the research object was changed to children. This change was made so that the collected data may represent the initial perception of human beings. The goal was to prove Kandinsky's theory that color and form belong to the initial perception of human beings. By knowing color and field perception, art appreciators can also understand and look at works of art in a different way.Keywords: the unconscious; form; collectively; perception; Kandinsky art; color.
Konservasi Preventif Karya Seni Lukis bagi Mahasiswa Seni Irma Damajanti
Journal of Visual Art and Design Vol. 1 No. 3 (2007): ITB Journal of Visual Art and Design
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/itbj.vad.2007.1.3.5

Abstract

The book of "The Introduction of Preventive Conservation on Painting for Visual Art Students" explains how to apply preventive conservation techniques for objects of culture and collections, especially paintings. It is said that preventive conservation optimizes environmental conditions to which objects and collections are housed.  By controlling light and ultraviolet radiation, humidity and temperature, biological pets, dust and pollutants, we can prevent damages and decays of the paintings.  In addition, preventive conservation also means in ensuring that good handling, transportation, storage and displaying techniques are used at all times.  Thus, applying preventive methods can prolong and protect the life of artworks for the future. Yet, although the Introduction of Preventive Conservation on Painting provides information on how to give care of paintings as objects of culture and collections, it is important to understand that all except the simplest conservation treatments should be taken by trained conservators. Thus, active conservation treatment is a response skill to the damaging process of cultural artifacts, a highly skilled field that requires extensive knowledge on the use of chemicals and rigorous technical procedures.
Kajian Simbol Arketipal Diri pada Karya Rupa Ay Tjoe Christine Almira Belinda Zainsjah; Irma Damajanti
Journal of Visual Art and Design Vol. 10 No. 1 (2018): Journal of Visual Art and Design
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/j.vad.2018.10.1.4

Abstract

Abstrak. Simbol adalah bahasa visual yang diciptakan manusia untuk menyampaikan pemikirannya. Meskipun berkembang pada wilayah serta kebudayaan berbeda, terdapat simbol dengan kemiripan pemaknaan. Carl Gustav Jung menyampaikan keberadaan simbol universal (archetype) dalam alam bawah sadar kolektif. Artikel ini meneliti tentang keberadaan arketipal Diri pada karya rupa Ay Tjoe Christine. Karya yang diteliti adalah Sekutu II (2002) pada tema sekutu, Landscape in My Head (2009) pada tema landscape, serta The Last Layer (2012) pada tema layer. Metode analisis menggabungkan kritik seni Feldman dan teori arketipal Jung. Analisis diawali deskripsi serta analisis formal, sebelum direfleksikan pada acuan simbol secara umum. Hasil interpretasi dikaitkan dengan karakter visual dan konsep simbol arketipal. Kemunculan arketipal berjalan paralel dengan kekaryaan serta kondisi seniman dalam menyingkapi keinginan, harapan, dan makna keutuhan bagi dirinya. Pada karya pertama, arketipal muncul secara langsung dengan pengolahan familiar, sehingga karakternya serupa dengan arketipal Jung. Karya kedua memunculkan arketipal Diri sebagai refleksi pada tubuh (objek) dalam karya, sehingga penggambarannya bercampur dengan unsur personal seniman. Perkembangan karya ketiga terlihat pada arketipal inti yang direfleksikan di keseluruhan karya, sehingga karya menjadi tubuh arketipal Diri yang merupakan 'diri lain' dan bagian dari seniman. Penelitian ini membaca hubungan arketipal terhadap perkembangan kekaryaan perupa serta relevansinya dengan simbol yang dibentuk.Kata Kunci: Arketipal Diri; Ay Tjoe Christine; karya rupa; ketidaksadaran kolektif; simbol.A Study of Archetypal Symbols of Self on Ay Tjoe Christine ArtworksAbstract. Symbols are a visual language created by humans and have evolved in different places and cultures. Different symbols can have a similar meaning. Carl Gustav Jung proposed the existence of universal symbols (archetypes) in the collective unconscious. The present study examined archetypes of the Self in artworks by Indonesian female artist Ay Tjoe Christine. The artworks analyzed were: Sekutu II (2002), Landscape in My Head (2002), and The Last Layer (2012). In the analytical method used, Feldman's art criticism and Jung's archetypes were combined. It starts with a formal description and analysis of the artworks, after which they are interpreted on the basis of their general symbolic references and connected to the visual character or concept of different archetypes. The archetypes emerged parallel to the development of the artwork and the artist's response to her hopes and desires, and the importance of wholeness for her. In the first artwork, the archetypes appear directly in a familiar form, close to Jung's theory. The 'Self' in the second artwork is a reflection on the body (object), so that its protrayal is mixed with some personal elements of the artist. The development of the third artwork can be seen from the core archetypes that appear in the whole piece, making it into an archetypical embodiment of the Self, i.e. the 'other Self', and part of the artist. This study looked at the relationship between the development of three artworks and the archetypes contained in them, and their relevance to the constructed symbols.Keywords: Archetype of Self; artworks; Ay Tjoe Christine; collective unconscious; symbol. 
Women’s Perspective on the Surakarta Kebaya based on Biographies of Gusti Noeroel and Utami Suryadarma Ira Adriati; Irma Damajanti; Almira Belinda Zainsjah
Journal of Visual Art and Design Vol. 10 No. 2 (2018): Journal of Visual Art and Design
Publisher : ITB Journal Publisher, LPPM ITB

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/j.vad.2018.10.2.4

Abstract

The kebaya is a national dress for Indonesian women. This paper analyzes the development of the Surakarta kebayas used by Gusti Noeroel, a princess who lived in Mangkunegara Palace, and Utami Suryadarma, the daughter of a high rank police officer from Surakarta. They were selected as the subject of this research because they used the kebaya consistently throughout their lives despite their interaction with modern culture. This study used a historical approach, especially on women’s position in Indonesian society and the development of Indonesian culture and kebaya design. The data were collected from various publications. Gusti Noeroel and Utami Suryadarma were educated noblewomen. They interacted with modern culture from various nations, while consistently using the kebaya as a characteristically Indonesian dress. The model they initially wore, the Surakarta kebaya, developed by changing the collar and the length and by applying a tighter fitting design. In addition, the material used changed according to the times. We can conclude that these princesses’ abilities to adjust the kebaya according to each era, made their kebaya designs always up to date.