Articles
PEMEROLEHAN BAHASA PADA ANAK USIA 2 TAHUN DI MATARAM NUSA TENGGARA BARAT
Hastuti, Hilda;
Suktiningsih, Wiya
Journal of Languages and Language Teaching Vol 6, No 2 (2018): November 2018
Publisher : IKIP Mataram
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (166.324 KB)
|
DOI: 10.33394/jollt.v6i2.1260
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemerolehan bahasa anak usia 2 tahun khususnya dalam ranah sintaksis di PAUD Santa Maria Kota Mataram. Penelitian ini adalah penelitian sinkronis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dari penelitan ini adalah Anak usia 2 tahun di PAUD Santa Maria dan objek dari penelitian ini adalah pemerolehan bahasa, yakni pemerolehan kalimat deklaratif, imperatif, dan interogatif. Data penelitian ini dikumpulkan dengan teknik simak libat cakap dan simak libat catat. Setelah data dianalisis kemudian data diklasifikasikan menjadi pemerolehan kalimat deklaratif, imperatif dan interogatif. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pemerolehan bahasa pada anak usia 2 tahun dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2018 adalah kalimat deklaratif sebanyak 54 kalimat , kalimat imperatif 18 kalimat, dan kalimat Interogatif 13 kalimat. Data hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa anak-anak usia 2 tahun lebih cenderung menggunakan kalimat deklaratif daripada imperatif dan interogatif dalam percakapan sehari-hari.
THE CULTURAL VALUE OF LEXICON IN “NGENDANG†TRADITION
Fatimatuzzakrah, Fatimatuzzakrah;
Suktiningsih, Wiya;
Hastuti, Hilda
Kajian Linguistik dan Sastra Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (390.295 KB)
|
DOI: 10.23917/kls.v5i1.10425
AbstractOne of the most basic language capacities is the ability to express what the speaker sees, hears, feels, tastes, and kisses. Linguistic Anthropology is an interdisciplinary study of how language in a community is not only the logic of a linguistic system but also how speakers express something using language. The use of lexicon contains abstractions of cultural values and norms in the form of language which contain meaning, purpose and message. The purpose of this study is to identify the type and meaning of the lexicon as a tool used in the traditional event of ngendang. This research is descriptive qualitative. The data of this study were taken in the Batujai village - Praya using the interview method, observation and receiving information about the meaning of the lexicon as a tool used in the traditional event of Ngendang through informants. The researcher found 15 kinds of the tools used in traditional event of ngendang, and every tool has a lexicon that contains meaning, message and hope for sasaknese in Batujai village. Keywords: linguistic anthropologi, lexicon, ngendang, sasaknese, cultural values
Implementasi Multi Metode Dalam Proses Distribusi Pupuk di Desa Gerung Lombok Barat
Ni Ketut Sri Winarti;
Wiya Suktiningsih;
Diah Supatmiwati
Jurnal Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat (Pamas) Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Pelayanan dan Pengadian Masyarakat (Pamas)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM Universitas Respati Indonesia)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.52643/pamas.v5i2.1188
Kelangkaan pupuk merupakan permasalahan yang dihadapi oleh para petani secara terus menerus setiap tahunnya, meskipun pemerintah telah merubahan aturan dan sistem pendistribusian namun masih belum bisa mengatasi permasalahan yang terjadi. Keluhan dan permasalahan petani inilah yang menjadi prioritas dalam pengabdian masyarakat kali ini, pengabdian ini berupaya menerapkan sistem atau metode pendistribusian pupuk guna mengatasi permasalahan kelangkaan yang sering terjadi khususnya distribusi pupuk di bagian hilir. Metode yang diterapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah; Pemberian kartu petani sementara (sambil menunggu kartu petani resmi dari pemerintah), pembuatan sistem informasi distribusi, dan pendampingan ke petani dalam proses penanaman dan pemupukan padi (yaitu mulai dari pengolahan tanah, penanaman, pemupukan hingga panen). Berdasarkan dari hasil implementasi dan evaluasi di lapangan, metode pendistribusian pupuk ini dapat mengatasi carut marut proses distribusi pupuk sehingga pupuk dapat diberikan kepada yang berhak dan sesuai dengan jatah yang ada di RDKK. Para petani tahu kemana dia harus melapor dan mendapatkan pupuk. Walaupun masih ditemukan permasalahan seperti kesalahan data input pupuk di RDKK, data jatah pupuk tidak sesuai dengan yang dibutuhkan petani. Namun hal ini dapat diperbaiki setelah dilakukan kordinasi dengan petugas pelaksana lapangan (ppl) pertanian.Kata Kunci: Distribusi pupuk, Kartu Petani, Kelangkaan Pupuk
An Ecolinguistic Study on Ecospiritual Tourism of Rebo Buntung Commoddification
Diah Supatmiwati;
Wiya Suktiningsih;
Sutarman Sutarman;
Zainudin Abdussamad;
Abdul Muhid
Lingua Cultura Vol. 15 No. 2 (2021): Lingua Cultura
Publisher : Bina Nusantara University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21512/lc.v15i2.7497
The research examined the relationship between cultural ritual, linguistic, and ecology in the context of ecotourism. It aimed to encourage, stimulate, and integrate the use of religious tradition’s terms in understanding and reinterpreting the environment and human relations and its roles. Cultural forms and elements basically had the potential to be used as a tourism commodity, meaning that they could be commodified. The research also related to ecolinguistics, a study that discussed language associated with the environment in which the language grew and developed and how it was used by the community. Cultural rituals as a tourism commodity could be a means of maintaining culture and language even though they were commodified for tourism purposes. Thus, the religious-cultural structure of Rebo Buntung and Tetulaq Tamperan should be packaged following its original structure as a medium for cultural and language preservation but also packaged as attractively as possible with a contextual structure that adapted to tourism sites so that could attract tourists. This ecospiritual commodification was expected to be able to budge the economy of the surrounding community. The research was conducted at Ketapang Beach, Tanjung Menangis, Pringgabaya district, and East Lombok where Rebo Buntung ritual was carried out. The research applied a qualitative descriptive method. For this reason, the data obtained were analyzed using qualitative descriptive analysis by describing the data obtained from an informant. On that basis, it can be concluded that the practice of ecospriritual commodification can have multiple effects, not only to preserve culture and language but also to maintain community harmony with nature, as well as improve the economy of the local community.
THE CULTURAL VALUE OF LEXICON IN “NGENDANG” TRADITION
Fatimatuzzakrah Fatimatuzzakrah;
Wiya Suktiningsih;
Hilda Hastuti
Kajian Linguistik dan Sastra Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (390.295 KB)
|
DOI: 10.23917/kls.v5i1.10425
AbstractOne of the most basic language capacities is the ability to express what the speaker sees, hears, feels, tastes, and kisses. Linguistic Anthropology is an interdisciplinary study of how language in a community is not only the logic of a linguistic system but also how speakers express something using language. The use of lexicon contains abstractions of cultural values and norms in the form of language which contain meaning, purpose and message. The purpose of this study is to identify the type and meaning of the lexicon as a tool used in the traditional event of ngendang. This research is descriptive qualitative. The data of this study were taken in the Batujai village - Praya using the interview method, observation and receiving information about the meaning of the lexicon as a tool used in the traditional event of Ngendang through informants. The researcher found 15 kinds of the tools used in traditional event of ngendang, and every tool has a lexicon that contains meaning, message and hope for sasaknese in Batujai village. Keywords: linguistic anthropologi, lexicon, ngendang, sasaknese, cultural values
Penggunaan Bahasa Ruang Publik pada Masa Pandemi bagi Industri Kuliner Desa Canggu
Ni Nyoman Widani;
Wiya Suktiningsih
Basastra Vol 10, No 2 (2021): Basastra: Jurnal Kajian Bahasa dan Sastra Indonesia
Publisher : Universitas Negeri Medan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24114/bss.v10i2.27542
Bali sebagai destinasi wisata yang terkenal diseluruh dunia, mengalami keterpurukan akibat pandemi Covid-19 pada pertengahan tahun 2020. Hal ini juga berdampak pada industri kuliner yang berhubungan dekat dengan sektor pariwisata. Pengelola industri kuliner di masa tatanan new normal berusaha bertahan dengan menerapkan protokol kesehatan sesusai anjuran pemerintah. Bentuk edukasi ataupun himbauan protokol kesehatan diberikan oleh pengelola melalui media poster dan menerapkan 3M. Terkait dengan pengunaan bahasa ruang publik, indikator yang perlu diperhatikan selain penggunaan bahasa, adalah bentuk visual berupa symbol/icon yang ditampilkan bersama melalui media poster sebagai bentuk komunikasi kepada publik. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa bagaimana bentuk penggunaan bahasa ruang publik yang disajikan dan bagaimanakah respon pengunjung/masyarakat terhadap poster yang digunakan oleh pengelola industri kuliner saat ini. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi, survei dan wawancara. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 orang yang merupakan masyarakat/pengunjung industri kuliner yang berada di wilayah objek wisata desa Canggu. Dari hasil penelitian ini dapat menghasilkan bentuk penggunaan bahasa ruang publik yang harus diperhatikan dalam menyusun atau membuat poster mengenai protokol kesehatan sehingga mampu menarik pembacanya dan dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung/konsumen industri kuliner. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pemerintah setempat, sehingga dapat menentukan kebijakan yang terkait dengan penggunaan bahasa ruang publik pada masa pandemic Covid-19.
Dimensi Praksis Dan Model Dialog Leksikon Fauna Masyarakat Sunda: Kajian Ekolinguistik
Wiya Suktiningsih
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa Vol. 2 No. 1 (2016): April 2016
Publisher : Magister of Linguistic, Postgraduated Program, Universitas Warmadewa
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (967.245 KB)
|
DOI: 10.22225/jr.2.1.54.142-160
AbstrakHubungan timbal balik antara manusia dan manusia, manusia dan alam di sekitarnya menghasilkan ragam bahasa. Ekolinguistik dibutuhkan dalam mengkaji fenomena-fenomena bahasa lingkungan guyub tutur Sunda di Cisurat Sumedang Jawa Barat. Kajian ini bertujuan mendeskripsikan makna, fungsi, dan bentuk leksikon-leksikon fauna dalam budaya masyarakat Sunda. Penelitian ini bersifat deskritif-kualitatif. Teknik pengumpulan data penelitian ini terdiri atas teknik wawancara dan teknik observasi. Teknik wawancara digunakan untuk mendapatkan data makna dan fungsi fauna dalam budaya masyarakat Sunda. Sementara teknik observasi digunakan untuk mendapatkan data bentuk fauna dalam budaya masyarakat Sunda. Fakta saat ini menunjukkan bahwa leksikon fauna masih digunakan oleh orang tua pada saat memberikan petuah kepada generasi muda, dan kenyataannya mereka tidak bisa mengerti makna petuah tersebut. Hal itu disebabkan oleh perubahan lingkungan dan perkembangan zaman yang mempengaruhi pola pikir generasi muda. Peneliti berharap bisa mengumpulkan daftar leksikon-leksikon fauna dalam bahasa sunda dan mengelompokkannya dalam kelas verba dan nomina. Agar generasi muda dapat mengetahui leksikon-leksikon fauna.Kata kunci:Leksikon fauna,ekolinguistik dan bahasa Sunda
PILIHAN BAHASA REMAJA SASAK KOTA MATARAM
Wiya Suktiningsih
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa Vol. 3 No. 2 (2017): Oktober 2017
Publisher : Magister of Linguistic, Postgraduated Program, Universitas Warmadewa
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (912.1 KB)
|
DOI: 10.22225/jr.3.2.334.211-219
Abstract The language aspects and social context outside of the language which are related effect the linguistic situation of a multilingual society. This study was conducted to see how the process of language choice among teens of Sasak and factors that influence it. Teen's of Sasak as Sasak speakers learn Bahasa when they started education. Second language acquisition in education domain influence the language choice among teen’s of Sasak. This situation are very interesting topic to reviewed by using theory in sociolinguistics approach. The research is aimed to identify the language choice factors among teen’s of Sasak in speech event. This research is qualitative research used the data were collected using the methods of observation, recording, and interview. The sample used is 70 teen's of Sasak were in the range of 18 to 23 years who live in Mataram city and a student. The findings out the research revealed that, First : The language situation of Mataram city society is the background of the Language selection process. Second: This research do observations in four domains of language used, family, neighbors, education and religion. Third: This research findings three major factors as affecting the speaker language in social interactions, (1) the setting (time and place) and the situation; (2) participants/audience in the interaction, (3) the topic of conversation. Keywords: Language choice ,language acquisition, domain and sosiolinguistics
Penerapan Computational Thinking pada Pelajaran Matematika di Madratsah Ibtidaiyah Nurul Islam Sekarbela Mataram
Apriani Apriani;
Ismarmiaty Ismarmiaty;
Dyah Susilowati;
Kartarina Kartarina;
Wiya Suktiningsih
ADMA : Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol 1 No 2 (2021): ADMA: Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Bumigora
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1183.963 KB)
|
DOI: 10.30812/adma.v1i2.1017
This service activity aims to contribute knowledge to teachers to be able to understand and implement computational thinking in the subjects they are taught. The lack of trained personnel and the lack of understanding in implementing computational thinking gives the Bebras Bureau the opportunity to contribute. This is in line with Mendikbud's desire to implement computational thinking in the children's education curriculum as a provision for more innovative learning to answer the needs of the industrial era 4.0. Computational thinking is the process of thinking in formulating a problem and its solution so that the solution can be represented in a form that can be executed by an information-processing agent. The implementation of the service was carried out on the Mathematics subject teacher at Nurul Islam Mataram Elementary School. The implementation stages consist of planning, preparation, socialization, training, and evaluation. The results of the evaluation showed that most of the teacher participants agreed to apply the results of the training to students and most participants agreed to join the follow-up programs from Bebras. It is hoped that this activity can run continuously and be supported positively by the parties involved.
Sosialisasi Computational Thinking Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Guru-Guru MI dan MTs Wilayah Lombok Tengah
Diah Supatmiwati;
Wiya Suktiningsih;
Anthony Anggrawan;
Katarina Katarina
ADMA : Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol 2 No 1 (2021): Juli 2021
Publisher : LPPM Universitas Bumigora
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1127.612 KB)
|
DOI: 10.30812/adma.v2i1.1257
Computational thinking (CT) or in Indonesian called computational thinking is a method to train thinking skills in solving problems with reasoning and analysis, initially computational thinking is always related to computers. In fact, computational computing does not teach how to use computers or things that are always related to but the thought processes used to support problem science in all disciplines, mathematics, science, social studies, and languages, in this case the socialization of CT in learning English and Indonesian. Computational thinking can teach from an early age, starting from the elementary school level (SD) or the equivalent (MI) by making questions in English and Indonesian subjects by providing examples of simple problem solving found in basic language lessons. Through this community service, you can socialize CT to MI and MTs secondary school teachers in Central Lombok, the content is so that teachers can enter or enter CT into the subject they are taught, so that students are familiar with problems solving problems by means of computational thinking , the sustainable survival of computational thinking, a problem can be resolved properly, quickly and optimally.