Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

PRINSIP DESAIN ARSITEKTUR BIOKLIMATIK PADA IKLIM TROPIS Handoko, Jarwa Prasetya Sih; Ikaputra, Ikaputra
LANGKAU BETANG: JURNAL ARSITEKTUR Vol 6, No 2 (2019): December
Publisher : Department of Architecture, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.075 KB) | DOI: 10.26418/lantang.v6i2.34791

Abstract

Pertumbuhan pembangunan gedung yang tidak mempertimbangkan faktor kondisi alam menyebabkan munculnya potensi penurunan kualitas lingkungan hidup yang diakibatkan oleh konsumsi energi pada bangunan yang mengakibatkan menipisnya sumber daya alam, selain itu dilatar belakangi terjadinya fenomena perubahan iklim global yang menumbuhkan bangunan boros energi dalam kenyamanan fisik bangunan. Hal ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya desain arsitektur berbasis kondisi alam setempat termasuk kondisi iklim setempat atau pemanfaatan potensi Bioklimatik. Arsitektur Bioklimatik adalah adalah suatu pendekatan desain yang mengarahkan arsitek untuk mendapatkan penyelesaian desain dengan mempertimbangkan hubungan antara bentuk arsitektur dengan lingkungan iklim daerah tersebut. Kajian ini membahas prinsip desain Arsitektur Bioklimatik pada iklim tropis. Dengan demikian diharapkan dapat disusun theoritical framework terkait prinsip desain arsitektur pada iklim tropis. Iklim Tropis merujuk pada terminologi letak geografis daerah di sekitar equator diantara Garis Tropic of Cancer dan Tropic of Capricorn. Metode yang digunakan pada kajian ini dengan menggunakan studi pustaka atau studi referensi. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa Prinsip Desain Arsitektur Bioklimatik pada Iklim Tropis terdiri dari 2 (dua) tipe meliputi Prinsip desain untuk bangunan pada daerah Iklim Tropika Basah (Hot humid Climate) yang memiliki 2 musim dan Prinsip desain untuk bangunan pada daerah iklim Tropika kering (Hot Arid Climate) dengan 4 musim. Kedua prinsip desain ini dipengaruhi beberapa perbedaan kondisi iklim diantara kedua wilayah iklim ini. Kedua wilayah ini secara umum memiliki temperature udara tinggi, perbedaannya adalah perbedaan suhu diurnal diantara kedua wilayah iklim tersebut. Kondisi ini memerlukan respon yang berbeda khususnya pada desain selubung bangunan, dimana desain selubung bangunan mempengaruhi tingkat heat gain (perolehan panas) dan heat loss (pembuangan panas) bangunan tersebut dalam upaya menciptakan indoor thermal comfort pada bangunan.PRINCIPLES OF BIOCLIMATIC ARCHITECTURAL DESIGN IN THE TROPICAL CLIMATE The growth of building construction that does not consider natural conditions causes the potential for environmental degradation due to energy consumption in buildings, which and results in the depletion of natural resource. In addition to the occurrence of global climate change phenomena that foster energy-intensive for buildings to fulfill the physical comfort. This condition raises awareness of the importance of architectural design based on local natural conditions including local climatic conditions or the utilization of bioclimatic potential. Bioclimatic Architecture is a design approach that directs architects to get a design finish by considering the relationship between architectural forms and the climate environment of the area. This study discusses the principles of Bioclimatic Architecture design in tropical climates. Thus the theoretical framework is expected to be arranged related to the principles of architectural design in tropical climates. Tropical climate refers to the terminology of the geographical location of the area around the equator between the Tropic of Cancer and Tropic of Capricorn Lines. The method used in this study is a literature study or reference study. From this study it can be concluded that the principles of Bioclimatic Architectural Design in Tropical Climates consist of 2 (two) types, including design principles for buildings in the Hot Humid Climate area which has 2 seasons and design principles for buildings in dry tropical climate regions (Hot Arid Climate) with 4 seasons. These two design principles are influenced by several different climatic conditions between these two climatic regions. These two regions generally have high air temperatures; the difference is the diurnal temperature difference between the two climate regions. This condition requires a different response, especially in the design of the building envelope, where the design of the building envelope influences the level of heat gain and heat loss in the effort to create indoor thermal comfort in the building.
ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Usaha Arsitek Membantu Keseimbangan Alam dengan Unsur Buatan Suwarno, Natalia; Ikaputra, Ikaputra
Jurnal Arsitektur Komposisi Vol 13, No 2 (2020): Jurnal Arsitektur Komposisi
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.102 KB) | DOI: 10.24002/jars.v13i2.3400

Abstract

Earth is an ecological habitat for human and another living creature which consist of the natural environment and artificial environment. The Architect has shared a significant contribution to an environmental issue.  Therefore, the new design concept of architecture and a new environment should consider in protecting the environment and try to minimize the effect of the environment as much as possible. Few ideas emerge in this situation, such as sustainable architecture, green building, ecological architecture, biophilic architecture, and bioclimate architecture. The aim of this article is trying to explain how the application of principal from bioclimatic architecture and the relation with the application to the chosen environment also fulfill user requirements and archive thermal comfort, visual comfort, acoustic comfort, and psychological comfort from its user.
KARAKTER WUJUD BANGUNAN ARSITEKTUR STASIUN KERETA API LAMA (HERITAGE) DI JALUR CIBATU-CIKAJANG Nadya, Janne; Ikaputra, Ikaputra
MODUL Vol 20, No 2 (2020): MODUL vol 20 nomor 2 tahun 2020 (9 articles)
Publisher : architecture department, Engineering faculty, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mdl.20.2.2020.134-144

Abstract

Karakter arsitektur menjadi salah satu perwujudan kebudayaan yang  membentuk sebuah identitas. Stasiun jalur Cibatu-Cikajang merupakan salah satu wujud arsitektur yang dibangun kolonial Belanda yang menggambarkan identitas dari kota Garut. Tujuan dari penelitian ini menemukan karakter wujud arsitektur bangunan stasiun lama pada jalur Cibatu-Cikajang. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif yang menemukan dan mendeskripsikan karakteristik wujud arsitektur berdasarkan perusahaan N.I.S x S.S. dan perusahaan S.S. Penelitian ini memerlukan data dalam mengungkap fakta dengan studi literatur, observasi lapangan, wawancara, dokumentasi sejarah stasiun pada media pendukung. Hasil dari penelitian menemukan adanya karakter dari masing-masing stasiun yang dinaungi oleh perusahaan NISxSS dan perusahaan SS.
Wayfinding dalam Arsitektur Hantari, Anjas Ninda; Ikaputra, Ikaputra
Sinektika: Jurnal Arsitektur Vol 17, No 2: Juli 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2658.894 KB) | DOI: 10.23917/sinektika.v17i2.11561

Abstract

Wayfinding adalah proses menemukan jalan, pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan yang digunakan orang untuk mengarahkan diri mereka, bergerak melalui ruang, serta bagaimana orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dikarenakan keberadaannya selalu ditemui dalam kehidupan sehari-hari, wayfinding dikenali sebagai proses yang mudah dikarakterisasi dan dipahami. Oleh sebab pentingnya peran wayfinding dalam kehidupan manusia, maka diperlukan pembahasan untuk memahami elemen-elemen serta prinsip-prinsip menerapkan wayfinding. Untuk mengoptimalkan wayfinding telah dilakukan sejumlah penelitian yang mengungkapkan bahwasanya wayfinding bersifat sangat kompleks. Makalah ini berupa literature review yang bertujuan untuk menjelaskan pentingnya wayfinding serta kebutuhan untuk memahaminya dengan benar. Untuk tujuan tersebut makalah ini membahas aspek sejarah wayfinding, definisi wayfinding, studi kasus penerapan wayfinding, prinsip-prinsip, faktor-faktor, karakteristik lingkungan dan tata spasial serta elemen-elemen arsitektur yang menunjang sistem wayfinding.
Discussing Javanese House Using Vitruvius Theory Pisei, Mean; Ikaputra, Ikaputra
Sinektika: Jurnal Arsitektur Vol 17, No 2: Juli 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2777.208 KB) | DOI: 10.23917/sinektika.v17i2.11562

Abstract

Javanese House is well-known as one of the significant vernacular architecture Indonesia which is built by indigenous people. The local builder holds on the philosophical and cosmological concept for the spatial plan arrangement of the Javanese house. Each space has its proper function and meaning which is reflected from the society and culture of Java. Javanese architecture has been used on the human scale as its proportion design that gives both aesthetic and symbolic dimension. In addition to the aesthetic and functional value of Javanese house, the indigenous builder builds their house by using their traditional construction method, which is known as teknologi tepat guna. This construction method is not only appropriate to their local availability of material and environment but also have high strength and durability. The vernacular architecture of Java is the product of indigenous people from many times of trials and errors. The aim of this study is to discuss how do indigenous people of Java interpret the Vitruvius theory into their Javanese house. This final design might show that the local builder has followed the application of Vitruvius theory: Firmitas (strength), Utilitas (functionality), and Venustas (beauty).
Elemen Arsitektur Pada Bangunan Bekas Industri Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah Lazmi, Annisa Nurul; Ikaputra, Ikaputra
JURNAL ARSITEKTUR PENDAPA Vol 4, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37631/pendapa.v4i2.444

Abstract

Bangunan bekas industri Pabrik Gula Colomadu merupakan salah satu bangunan peninggalan bersejarah masa Kolonial Belanda yang saat ini kondisinya sudah mengalami revitalisasi. Penelitian ini akan membahas mengenai berbagai elemen arsitektur yang terdapat pada bangunan bekas industri Pabrik Gula Colomadu yang terletak di wilayah Karanganyar, Jawa Tengah sebelum dan sesudah mengalami proses revitalisasi untuk dimanfaatkan kembali menjadi sebuah bangunan museum. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu berdasarkan data yang diperoleh kemudian dilakukan penyusunan dan penjelasan dalam proses analisisnya sehingga dapat dilakukan penarikan kesimpulan. Kajian pada penelitian dilakukan melalui wujud fisik bangunan secara arsitektural yang melingkupi struktur, fasad serta bukaan pintu jendela yang terdapat pada bangunan. Hasil dari penelitian ini adalah kegiatan revitalisasi bangunan bersejarah harus tetap memperhatikan dan mempertimbangkan persyaratan tertentu guna menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang berada didalamnya. Berbagai elemen arsitektur yang terdapat pada fasad, struktur dan bukaan pintu jendela bangunan bekas industri Pabrik Gula Colomadu masih dipertahankan sesuai kondisi eksistingnya serta menerapkan prinsip penataan desain bangunan yang baik berupa penggunaan irama sebagai pengatur bentuk dengan interval yang beraturan ataupun tidak beraturan dan simetri yang seimbang antara pola bentuk dan ruang pada sisi yang berlawanan.
Toward Sustainable Construction Using Wood Material: A Review of Indicator-based Sustainability Assessments Lestari, Lestari; Ikaputra, Ikaputra
International Journal of Environment, Architecture, and Societies Vol. 4 No. 02 (2024): Environmental Futures: Advancing Discourses in Environment, Architecture, and
Publisher : Institute of Research and Community Services of Universitas Tanjungpura and Center of Southeast Asian Ethnicities, Cultures and Societies (Joint collaboration between Universitas Tanjungpura and National Taitung University)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/ijeas.2024.4.02.77-90

Abstract

The largest consumer of resources and contributor to CO2 emissions is the industrial sector. Sustainable construction is an approach that addresses these issues. As a significant factor influencing energy consumption and emissions in the construction industry, there is a notable shift in the use of building materials towards those derived from natural sources. Wood, which has renewable properties and is a CO2 sink, is an alternative material to consider. The objective of this paper is to provide a critical analysis of the utilization of wood as a material in the context of sustainable construction. The paper is structured by a review of the relevant literature on the subject, obtained from various academic database sources. The paper outlines the meaning of sustainability and sustainable construction and reviews wood materials in supporting sustainable construction through existing indicators. The results show the important role of wood in supporting sustainable construction from social, economic, environmental, and technological aspects. Some disadvantages of wood materials are the focus of some literature by providing alternative solutions through technology, responsible management, and policy.
Pola Adaptasi dalam Upaya Mencapai Resiliensi pada Permukiman Tepian Sungai di Kota Banjarmasin Wulandari, Fitri; Ikaputra, Ikaputra
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Vol 19, No 2 (2023): JPWK Volume 19 No. 2 June 2023
Publisher : Universitas Diponegoro, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/pwk.v19i2.39364

Abstract

Keberadaan sungai di Kalimantan ikut membentuk budaya berhuni di tepian sungai. Namun perubahan iklim, proses geomorfologi serta pola bermukim masyarakat memicu disrupsi permukiman tepian sungai seperti kebakaran dan banjir.oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terkait pola adaptasi dalam upaya resiliensi pada Permukiman Tepian Sungai.  Tujuan naskah ini meneliti cara adaptasi pada permukiman tepian sungai di kota Banjarmasin yang diawali dengan kajian teori mendalam terkait adaptasi dan resiliensi. Metode penelitian diawali dengan penelusuran teori resiliensi dan kata kuncinya, yang didapatkan hasil bahwa resiliensi erat kaitannya disrupsi, eksposur dan cara merespon agar dapat pulih seperti kondisi semula. Ketiga komponen tersebut diamati pada Permukiman Tepian Sungai di Banjarmasin, yang diketahui bahwa disrupsi pada permukiman tepian sungai di Banjarmasin adalah erosi dan sedimentasi, banjir dari hulu dan dampak pasang air laut, serta kebakaran. Upaya adaptasi masyarakat antara lain dengan menggunakan elemen interior, meninggikan bangunan eksisting dan membangun bangunan baru lebih tinggi, serta rumah tradisional lanting sebagai upaya adaptasi dan mitigasi. Sedangkan adaptasi terhadap bencana kebakaran, upaya mitigasi dengan sistem sosial Barisan Pemadam Kebakaran dan bantuan swadaya untuk warga yang mengalami kebakaran.
Tinjauan Literatur: Informalitas Permukiman Informal Perkotaan Amalia, Andi Annisa; Ikaputra, Ikaputra
Jurnal Linears Vol 7, No 1 (2024): Jurnal LINEARS
Publisher : Universitas Muhammadiyah Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26618/j-linears.v7i1.14344

Abstract

Permukiman informal seringkali berkembang menjadi struktur yang lebih formal namun sulit untuk diidentifikasi secara jelas. Hal ini disebabkan oleh prinsip informalitas belum sepenuhnya dipahami secara teoritis, terutama pada spasial. Dari sudut pandang teritorial, permukiman informal sering tidak terlihat dalam struktur kota formal, bahkan jalanannya tidak tercatat dalam peta formal. Untuk  memahami prinsip informalitas dalam proses perkembangan permukiman informal, langkah awal yang diperlukan adalah melakukan tinjauan literatur. Tujuan studi literatur dalam penelitian ini adalah untuk menemukan prinsip dasar informalitas dalam permukiman informal perkotaan. Metode penelusuran literatur informalitas permukiman informal menggunakan analisis bibliometrik, State of The Art, etimologi, teoretis dan studi kasus di beberapa negara wilayah global selatan sebagai referensi. Adapun hasil tinjauan literatur: 1) Analisis Bibliometrik Vosviewer menghasilkan lima klasterisasi yaitu informal settlement, informal settlements, housing, urban development dan urban morphology; 2) subyek permukiman informal erat dengan urbanisasi, informalitas, perubahan iklim, daerah terbangun dan hunian terjangkau; 3) lokus permukiman informal umumnya terkonsentrasi di pusat kota, bangunan hunian, slum, squater, dan negara berkembang; 4) Informalitas permukiman informal perkotaan muncul dan tumbuh secara generatif melalui pengorganisasian mandiri dan kumpulan adaptif sebagai strategi bermukim, berkembang dengan spontan, tidak terdaftar dan ilegal; 5) Mode produksi permukiman informal adalah irregular (sporadis), inferior, insecure (tidak terjamin), illegal (ilegal), insurgent (perlawanan), incremental (inkremental) dan improvisation (improvisasi). Informalitas dalam permukiman informal diawali dengan urbanisasi informal, mencakup praktik-praktik spasial permukiman yang berasal dari ide dan inisiatif para pemukim. Secara teknis terbentuk di luar jangkauan peraturan, tidak terkendali dan tidak terencana.
PEMBANGUNAN PERMUKIMAN KOLONIAL BELANDA DI JAWA : SEBUAH TINJAUAN TEORI Wihardyanto, Dimas; Ikaputra, Ikaputra
Nature : National Academic Journal of Architecture Vol 6 No 2 (2019): December
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Science and Technology, Alauddin State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/nature.v6i2a5

Abstract

Abstrak_Kota-kota di Indonesia yang tumbuh dan berkembang pada masa pendudukan Belanda memiliki pola permukiman yang khas yaitu memiliki pembagian wilayah permukiman berdasar penggolongan etnis. Warga Belanda dan kaum kulit putih sebagai warga kelas satu mendapatkan prioritas untuk menikmati kawasan permukiman yang tertata dan memiliki infrastruktur yang relatif lengkap untuk jamannya. Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan Pemerintah Kolonial Belanda merupakan pemilik kewenangandari Kerajaan Belanda dalam melakukan pendudukan terhadap Indonesia yang memiliki perbedaan zaman, karakter dan cara pandang. Pada tulisan kali ini akan dibahas perbedaan karakteristik pembangunan permukiman kolonial Belanda pada masa VOC dan Pemerintah Kolonial Belanda melalui metode konten analisis. Dari kajian yang dilakukan diketahui bahwasanya terdapat perbedaan pendekatan pembangunan permukiman kolonial Belanda berdasarkan visi dan misi penjajahan dari VOC atau Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia.Pada masa VOC, permukiman dibangun secara mandiri untuk memenuhi aspek keamanan dalam perdagangan, berbeda pada masa Pemerintah Kolonial Belanda yang mulai bekerjasama dengan swasta dan lebih memperhatikan aspek kesehatan dan kenyamanan selain keamanan guna melanggengkan usaha kolonialisasi disemua bidang dalam kehidupan. Selain itu didapatkan pula karakteristik umum yaitu terpisah dari permukiman etnis lain, memiliki teritori atau batas yang jelas, memiliki infrastruktur yang relatif lebih lengkap dan tertata jika dibandingkan dengan permukiman untuk etnis lain, serta berbentuk atau cenderung menggunakan pola grid untuk menata permukiman tersebut.Kata kunci: Pembangunan Permukiman; Karakteristik Permukiman Kolonial; Kajian Literatur; VOC; Pemerintah Kolonial Belanda. Abstract_ Cities in Indonesia that grew and developed during the Dutch occupation had a distinctive pattern of settlements that is the division of settlements based on ethnic classification. Dutch citizens and white people as first-class citizens get priority to enjoy the settlement area that is arranged and has a relatively complete infrastructure for its era. Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) and the Dutch Colonial Government are the owners of the authority of the Kingdom of the Netherlands in occupying Indonesia which has different times, characters and perspectives. This article discusses the different characteristics of the construction of Dutch colonial settlements during the VOC and the Dutch Colonial Government through content analysis methods. From the study conducted it is known that there are differences in the approach of the construction of Dutch colonial settlements based on the vision and mission of the occupation of the VOC or the Dutch Colonial Government in Indonesia. During the VOC, settlements were built independently to meet security aspects in trade, in contrast to the Dutch Colonial Government who began working with the private sector and paid more attention to health and comfort aspects other than security in order to perpetuate colonial efforts in all areas of life. In addition, there are also general characteristics that are separate from other ethnic settlements, have clear territories or borders, have the relatively more complete infrastructure and are organized when compared to settlements for other ethnic groups, and are shaped or tend to use grid patterns to organize these settlements.Keywords : Settlement Development; Characteristics of Colonial Settlements; Literature Review; VOC; Dutch Colonial Government