I Made Walesa Putra
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 42 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP GELANDANGAN DAN PENGEMIS (GEPENG) DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAM (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SINGARAJA) Ketut Adi Prasetya Atmaja; A.A. Ngurah Yusa Darmadi; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 02, April 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Vagrants and beggars or often called gepeng is a classic problems that must beaddressed by the government in order to maintain public order. The one way thegovernment act is the regulation of Buleleng regency with Buleleng Local RegulationNo. 6 Year 2009 regarding Public Order containing provisions to criminalize thegepeng. Meanwhile gepeng is part of the poor people that must be protected andpreserved as they have human rights set forth in the Constitution of Republik ofIndonesia Year 1945.
PERANAN TEKNIK UNDERCOVER BUY DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA (STUDI DI POLRESTA DENPASAR) I Putu Wisnu Nugraha; A. A. Ngurah Wirasila; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 05, No. 03, April 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas tentang Peranan Teknik Undurcover Buy Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Narkotika (Studi Di Polresta Denpasar). Undercover Buy adalah teknik khusus dalam penyelidikan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika dimana seorang informan atau anggota polisi (dibawah selubung) bertindak sebagai pembeli dalam jual beli narkotika. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan diantaranya bagaimanakah peranan teknik undercover buy dalam pengungkapan tindak pidana narkotika dan kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaannya serta upaya-upaya untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian emperis hasil yang didapat adalah teknik undercover buy berperan dalam proses penyelidikan tindak pidana narkotika. Kendala-kendala yang muncul saat pelaksanaan teknik undercover buy adalah kendala internal dan kendala eksternal dan upaya dalam mengatasi kendala-kendala tersebut adalah dengan mengoptimalkan kinerja penyidik kepolisian.
TINJAUAN VIKTIMOLOGI TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN MAIN HAKIM SENDIRI (DI WILAYAH POLRES BANGLI) I Wayan Brahmana Putra; Gde Made Swardhana; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 01, Januari 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini berjudul Tinjauan Viktimologi Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Korban Main Hakim Sendiri (Di Wilayah Polres Bangli), dan pokok bahasan dalam tulisan ini adalah mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap korban main hakim sendiri di wilayah Polres Bangli. Tulisan ini merupakan penelitian hukum empiris dengan menggunakan studi kasus dan sumber data. kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Polres Bangli yakni: menerima laporan atau pengaduan dari keluarga korban yang tujuanya adalah mengumpulkan barang bukti, memberikan konseling terhadap korban, Pemberian informasi berkaitan dengan pemeriksaan atau perkembangan kasus  dan melakukan penangkapan terhadap pelaku tindak kekerasan. Serta melakukan upaya preventif dan upaya represif dalam menangani tindakan main hakim sendiri di wilayah Polres Bangli.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETENTUAN PASAL 28 AYAT (2) UU INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK STUDI KASUS BUNI YANI Fransiskus Sebastian Situmorang; Ida Bagus Surya Dharmajaya; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 05, Desember 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan salah satu pasal yang mengatur tentang penyebaran rasa kebencian di media sosial. Ketentuan pasal tersebut masih menimbulkan pemahaman yang multitafsir terkait dengan pengertian dari rasa kebencian yang dimaksudkan oleh pasal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaturan rasa kebencian menurut hukum positif dan pengaturan pasal tersebut di masa yang akan datang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersumber dari peraturan perundang-undangan. Pengaturan terkait rasa kebencian di atur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, namun secara khusus rasa kebencian di media sosial di atur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Penggunaan Pasal 28 ayat (2) UU ITE masih menimbulkan norma kabur terkait dengan penggunaannya dalam banyak kasus seperti kasus Buni Yani dan juga sulitnya untuk menyelesaikan kasus-kasus yang dianggap melanggar pasal tersebut. Ketentuan pasal tersebut masih perlu perbaikan untuk lebih membatasi perbuatan pengguna media sosial. Perubahan terbaru UU ITE hanya berfokus pada sanksi dan perubahan pasal lainnya sedangkan untuk Pasal 28 ayat (2) tidak ada perubahan.
PROSES PENYIDIKAN KASUS PHAEDOFILIA DI POLRESTA DENPASAR I Made Darma Yudha; I Ketut Rai Setiabudhi; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi ini berjudul, “Proses Penyidikan Kasus Phaedofilia di Polresta Denpasar”. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah faktor-faktor penyebab pelaku melakukan kejahatan phaedofilia dan upaya penanggulangan terhadap kejahatan phaedofilia di Denpasar. Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian empiris. Faktor-faktor yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia yakni kelainan seksual yang diderita pelaku dan faktor-faktor dari luar pelaku seperti faktor ekonomi, globalisasi, pornografi, kurangnya perhatian orang tua, pengaruh lingkungan sosial dan faktor hukum. Upaya penanggulangan kejahatan phaedofilia di Denpasar dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif merupakan upaya pencegahan yang dilakukan oleh Kepolisian dan masyarakat sedangkan upaya represif dengan menghukum pelaku kejahatan phaedofilia. Sirnpulan makalah ini adalah faktor yang menyebabkan pelaku melakukan kejahatan phaedofilia terdiri dari faktor intern dan ekstern. Upaya penanggulangan kejahatan phaedofilia dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif. Kata Kunci : Kasus, Kejahatan, Phaedofilia, Denpasar
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TENAGA MEDIS YANG MELAKUKAN MALPRAKTIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN Firdalia Emyta Nurdiana Isliko; Gde Made Swardhana; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sulit untuk membawa kasus malpraktik kedokteran ke jalur hukum, karena belum adanya payung hukum dan kajian hukum khusus yang berlaku di Indonesia. Hal ini merupakan kelemahan dari sistem hukum di Indonesia, yang berdampak pada kekaburan norma. Penelitian hukum normatif dalam jurnal ini berangkat dari norma kabur yang tidak menerangkan secara spesifik mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik berdasarkan Undang-Undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan kebijakan formulasi hukum pidana saat ini dalam menanggulangi tindak pidana malpraktik kedokteran. Metode yang digunakan adalah deskriptif normatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa berat ringannya beban pertanggungjawaban hukum dokter bergantung pada berat ringannya akibat yang diderita oleh pasien. Tindakan medis tentu mengandung risiko yang merugikan pasien. Apa pun risiko tersebut, diprediksi atau tidak dapat diprediksi, dokter tidak dapat sepenuhnya bertanggung jawab. Tanggung jawab dokter baru dapat dimintakan apabila dokter telah jelas dan terbukti melakukan kesalahan/kelalaian yang mengakibatkan kerugian pasien. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak malpraktik ini sulit ditegakan oleh aparat hukum. Salah satu faktor penting yang menjadi kendala adalah kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat penegak hukum terhadap hukum kesehatan, yang berkaitan dengan masalah etik dan hukum. Formulasi pertanggungjawaban pidana terhadap tenaga medis yang melakukan malpraktik dalam perundang-undangan pidana saat ini masih ada kelemahan, sehingga dalam praktik penegakan hukum pidana medis terkesan mengalami kekebalan hukum. Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Tenaga Medis, Malpraktik, Praktik Kedokteran
Efektivitas Penerapan Pidana Denda dalam Pelanggaran Safety Riding ditinjau dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Kasus di Polres Buleleng) Ni Luh Intan Ayu Megawati; A. A. Ngurah Wirasila; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 04, No. 03, September 2015
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Transportasi telah menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat di era sekarang dalam menunjang mobilitas dan pemenuhan kebutuhan hidup. Sehingga jumlah pengendara kendaraan bermotor berkembang pesat, hal ini dibarengi dengan tingginya angka kecelakaan yang disebabkan oleh perilaku berkendara tidak aman. Ketentuan terkait cara berkendara yang aman dan nyaman (safety riding) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Para pengendara wajib melakukan ketentuan tersebut dan bagi yang melanggar dikenakan pidana dimana biasanya pidana yang dikenakan adalah pidana denda. Dari latar belakang tersebut mengangkat jurnal yang berjudul “Efektivitas Penerapan Pidana Denda dalam Pelanggaran Safety Riding ditinjau dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Kasus di Polres Buleleng)”. Permaalahan yang dibahas yaitu untuk mengetahui dan mengkaji efektivitas penerapan pidana denda dalam pelanggaran safety riding dan kendala serta upaya yang dihadapi agar penerapan tersebut menjadi lebih efektif. Jenis penelitian menggunakan metode penelitian hukum empiris dan menggunakan pendekatan kasus dan fakta. Penerapan pidana denda dalam pelanggaran safety riding dirasa belum efektif dalam menekan angka pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor, hal ini melihat pada kondisi di lapangan dan data pelanggaran safety riding.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP GELANDANGAN DAN PENGEMIS (GEPENG) DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAM (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI SINGARAJA) Ketut Adi Prasetya Atmaja; A.A.Ngurah Yusa Darmadi; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 02, No. 02, April 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Vagrants and beggars or often called gepeng is a classic problems that must be addressed by the government in order to maintain public order. The one way the government act is the regulation of Buleleng regency with Buleleng Local Regulation No. 6 Year 2009 regarding Public Order containing provisions to criminalize the gepeng. Meanwhile gepeng is part of the poor people that must be protected and preserved as they have human rights set forth in the Constitution of Republik of Indonesia Year 1945.
Tinjauan Yuridis Pemberian Grasi Oleh Presiden Terhadap Terpidana Kejahatan Narkotika Menurut Hukum Positif di Indonesia Adhyaksa Mahasena; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 03, Juli 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Narcotics crime is a crime that is growing very rapidly along with thedevelopment of social and economic life of the international community, which is verydetrimental to state crime and society itself. But the trouble is that when the polemics ofgranting clemency to convicted narcotics President made widely public tantrum. Oneside of the apparatus to work with communities to fight drug trafficking, but on theother hand the specific reasons need to forgiveness as outlined in the clemency decision.
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ATAS PENYALAHGUNAAN SENJATA API Anak Agung Ngurah Bayu Ariadi; I Made Tjatrayasa; I Made Walesa Putra
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol.2, No.1 Edisi Februari 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Firearms are weapons that release one or more projectiles being driven athigh speed by the gas produced by the burning of a propellant. Criminal liabilityis defined as an objective the continuation of censure for criminal acts and theopinion that there is qualified to be convicted of the offense. Is the basis of theprinciple of legality of criminal acts, while the basic principle can judged themaker of crime is a principle of fault. This means that the makers of crime willonly be liable if he has a fault in committing it.