Claim Missing Document
Check
Articles

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK KOSMETIK YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM BPOM Ni Kadek Ari Sukma Wedayanti; Putu Devi Yustisia Utami
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2023.v12.i01.p15

Abstract

Jurnal ini dibuat dengan tujuan untuk menganalisis perlindungan hukum yang ada di Indonesia khususnya terhadap para konsumen produk kosmetik yang tidak terdaftar dalam BPOM. Tidak hanya itu, tujuan lain daripada pembuatan jurnal ini juga untuk mengkaji pertanggungjawaban serta sanksi apa yang dikenakan kepada para pelaku usaha curang yang tidak menaati peraturan perundangan. Lebih lanjut, jurnal ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan pendekatan undang-undang. Dapat disimpulkan bahwa hasil daripada penelitian ini adalah Indonesia telah memiliki payung hukum yang berkaitan dengan perlindungan konsumen yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, jadi bagi para pelaku usaha curang yang masih kerap melawan aturan perundangan dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administrative maupun pidana. Tidak hanya itu BPOM sebagai Lembaga pengawas juga turut serta secara aktif memantau peredaran produk berbahaya ini bahkan menarik produk tersebut apabila terbukti mengandung bahan berbahaya. ABSTRACT The purpose of this publication is to examine Indonesia's legal protections, particularly for users of cosmetics that aren't BPOM-registered. Not only that, another purpose of making this journal is also to examine the responsibilities and sanctions imposed on fraudulent business actors who do not comply with laws and regulations. Also, a statutory methodology was used in the compilation of this publication together with normative juridical research techniques. The results of this study conclude that Indonesia already has a legal protection related to consumer protection, namely Law Number 8 of 1999, so dishonest corporate actors who repeatedly break rules and regulations may be susceptible to administrative or criminal sanctions. Not only that, BPOM as a supervisory agency also actively participates in monitoring the circulation of these dangerous products and even withdraws these products if they are proven to contain hazardous materials
Edukasi dan Pelatihan Mengolah Limbah Kulit Kopi Arabika Menjadi Cascara Sebagai Minuman Kesehatan Hatiningsih, Sayi; Aryawan, I Komang Budi Mas; Utami, Putu Devi Yustisia; Harsojuwono, Bambang Admadi
CARADDE: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 5 No. 3 (2023): April
Publisher : Ilin Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31960/caradde.v5i3.1809

Abstract

Desa Batur Tengah adalah salah satu daerah penghasil kopi Arabika terbesar di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Limbah kulit kopi Arabika di Desa Batur Tengah saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal, hanya digunakan sebagai bahan tambahan pupuk, sedangkan sisanya hanya dibuang begitu saja. Oleh karena itu, tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan Kelompok Tani Harapan Maju melalui edukasi dan pelatihan mengolah limbah kulit kopi Arabika menjadi Cascara sebagai minuman kesehatan, sehingga bernilai ekonomis. Metode pelaksanaan kegiatan ini dengan menggunakan penyuluhan, demonstrasi, pelatihan produksi Cascara, strategi pemasaran produk, dan manajemen bidang hukum, hingga pendampingan. Tim pelaksana pengabdian juga melakukan upgrading teknologi dengan memberikan bantuan berupa mesin dehydrator. Mitra dalam kegiatan ini adalah Kelompok Tani Harapan Maju sebanyak 13 orang, dan untuk mengetahui keberhasilan program dilakukan pre-test dan post-test lalu dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan pengetahuan mitra dalam pengolahan limbah kulit kopi Arabika dari tidak mengetahui menjadi sebesar 92,31% mengetahui. Mitra dapat menggunakan media pemasaran online, dan hukum tentang izin usaha.
TINDAKAN PENYELAMATAN DAN PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK KONVENSIONAL Sopiani, Ni Luh Ayu; Yustisia Utami, Putu Devi
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 7 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i07.p16

Abstract

Jurnal ini ditulis dengan tujuan agar dapat memahami pengarahan upaya penyelamatan kredit bermasalah dan mengetahui tindakan yang dilakukan oleh Bank Konvensional jika kredit macet tetap terjadi setelah dilakukan upaya penyelamatan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan analisis konsep hukum. Dengan memanfaatkan bahan kepustakaan dan sumber bahan hukum primer serta sekunder menjadi tehnik yang digunakan dalam penulisan ini. Pengaturan penyelamatan kredit bermasalah dapat ditemui pada ketentuan SE BI 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang pada dasarnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum yaitu dengan penjandwalan ulang (rescheduling), penyesuaian ulang (reconditioning), dan penataan ulang (restructuring). Untuk ketentuan tentang restrukturisasi lebih lanjut bisa dilihat pada POJK 40/POJK.03/2019 Tentang Kualitas Penilaian Aset Bank Umum. Upaya yang dilakukan oleh pihak bank dalam menyelesaikan kredit macet pasca dilakukannya upaya penyelamatan adalah dapat melakukan eksekusi jaminan sesuai peraturan yang berlaku pada UU Hak Tanggungan (UUHT) dan UU Jaminan Fidusia (UUJF) dengan eksekusi penjualan dengan pelelangan umum maupun penjualan kembali. ABSTRACT This journal was written with the aim of being able to understand the arrangements for attempt to rescue non-performing loans and to find out the actions taken by Conventional Banks if bad credit persists after rescue efforts have been made. This research is normative research using statutory, analytical, and conceptual approaches. By using library materials and sources of primary and secondary legal materials into the techniques used in this writing. Arrangements for saving problem loans can be found in the provisions of SE BI 26/4/BPPP dated 29 May 1993 which basically regulates saving problem loans before they are resolved through legal institutions, namely by rescheduling, reconditioning, and restructuring. ). For provisions regarding further restructuring, see POJK 40/POJK.03/2019 Concerning Quality of Commercial Bank Asset Valuation. Efforts made by the bank in resolving bad loans after the rescue effort is carried out are executing guarantees in accordance with the regulations that apply to the Mortgage Law (UUHT) and the Fiduciary Guarantee Law (UUJF) by executing sales through public auctions and resale.
KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DAN ANAK LUAR KAWIN TERHADAP HAK WARIS BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA Pramana, Made Winata; Yustisia Utami, Putu Devi
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 3 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i03.p09

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk menjabarkan kompleksitas kedudukan hukum antara anak angkat dan anak luar kawin dalam konteks hukum positif terkait waris di Indonesia dan menitikberatkan pada dibutuhkannya peninjauan ulang dan klarifikasi lebih lanjut dalam perundang-undangan yang relevan. Hal ini guna mengutamakan keamanan hak-hak anak angkat dan luar kawin serta menjaga keadilan di Indonesia dalam pembagian harta waris. Metode penelitian ini yakni menerapkan jenis penelitian yuridis-normatif yang meneliti dengan bahan hukum. Kedudukan anak yang diangkat dan anak dilahirkan diluar kawin berdasarkan positif hukum di Indonesia terdapat berbagai pengaturan serta mengaturnya dengan ketentuan berbeda. Kedudukan anak angkat terhadap hak waris berdasarkan Undang-Undang Perkawinan berkesinambungan sesuai Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917 yaitu "menyamakan bahwa seorang anak angkat dengan anak yang sah dari perkawinan orang yang mengangkat". Namun, ditinjau lebih lanjut berdasarkan hukum positif lainnya. Status anak luar kawin terkait hak waris dapat berdasarkan dari Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 ditentukan bahwa berdasarkan amar putusannya anak luar kawin tetap akan mendapat warisan dari ayah dan ibunya apabila telah diuji serta terbukti biologis berdasarkan teknologi dan ilmu pengetahuan. Terdapat kekosongan hukum anak luar kawin terkait kedudukan hak warisnya dimana tercantum pada Pasal 43 ayat (2) dimana ditentukan regulasi mengenai kedudukan anak yang lahir diluar perkawinan selanjutnya diregulasi melalui Peraturan Pemerintah, tetapi hingga kini belum ada PP yang mengaturnya. ABSTRACT This study aims to describe the complexity of the legal position between adopted and illegitimate childs based the context about Indonesian inheritance law by emphasizes the need for further review and clarification in relevant legislation. This aims prioritizing security for the rights of adopted and illegitimate children and maintain justice for distribution about inheritance in Indonesia. The research method uses types of juridical-normative research that examines legal materials. Position between adopted and illegitimate children is based on positive law in Indonesia, there are various regulations that regulate it with different provisions. Inheritance rights status of adopted children is based on the continuous Act concerning Marriage with Staatsblad Number 129 of 1917, which "equalizing an adopted child with a legitimate child from the marriage of the person who adopted it". However, it is reviewed further based on other positive laws. The position inheritance rights about illegitimate children can be based on the Jurisprudence of Constituonal Court Number 46/PUU-VIII/2010, where based on regulations, illegitimate children will still receive inheritance rights from their parents if they have been tested and proven biologically based on technology and science. There is a legal vacuum regarding the position of inheritance rights of illegitimate children which is stated on Article 43 paragraph (2) that specifies the position illegitimate children would be regulated in a Government Regulation, but to date there is no Government Regulation that regulates this.
KEABSAHAN PERSONAL GUARANTEE DALAM MENJAMIN PINJAMAN KRAMA DESA LAIN DI LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) Yustisia Utami, Putu Devi; Yustiawan, Dewa Gede Pradnya; Dwitayani, Ni Made Ayu Rusmega; Yuliawati, Ni Kadek Gita
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 4 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i04.p04

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit bagi krama desa lain oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) beserta keabsahan Personal Guarantee dalam menjamin pinjaman krama desa lain di LPD. Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan fakta. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa pelaksanaan pemberian kredit bagi krama desa lain oleh LPD tidak memenuhi syarat perjanjian kerjasama antar desa, melainkan digantikan dengan syarat berupa Perjanjian Personal Guarantee dari krama desa setempat. Hal ini disebabkan oleh masih belum adanya bentuk perjanjian kerjasama antar desa yang disepakati dan dapat dijadikan acuan oleh LPD dalam memberikan pinjaman kepada krama desa lain. Keabsahan Personal Guarantee dalam menjamin pinjaman krama desa lain ditinjau dari pasal 1320 KUHPerdata telah melanggar syarat objektif dari perjanjian sebagaimana tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata point 4 (sebab yang halal) yakni tidak memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang mewajibkan adanya perjanjian Kerjasama Antar Desa. Akibat hukum dari tidak sahnya Personal Guarantee dalam menjamin pinjaman krama desa lain adalah perjanjian Personal Guarantee tersebut batal demi hukum, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat pihak penjamin krama desa setempat untuk melunasi kewajiban debitur krama desa lain yang wanprestasi. Pihak LPD juga tidak dapat menuntut pihak penjamin untuk memenuhi isi dari Personal Guarantee karena Personal Guarantee tersebut batal demi hukum, sehingga hal ini tentu sangat merugikan pihak LPD. ABSTRACT The research aims to determine the implementation of providing credit for other village resident by the Village Credit Institution (LPD) along with the validity of the Personal Guarantee in guaranteeing loans for another village resident in the LPD. This article was written using empirical legal research methods with a statute and factual approach. This research shows the results that the implementation of credit provision for other village by the LPD does not fulfill the requirements of the inter-village cooperation agreement, but is replaced by Personal Guarantee Agreement from the local village resident. It’s because there is still no agreed form of cooperation agreement between villages that can be used as a reference by the LPD in providing loans to another village resident. The validity of the Personal Guarantee in guaranteeing other villages' resident loans has violated the objective terms of the agreement as stated in Article 1320 of the Civil Code point 4 (halal causes), namely not fulfilling the provisions of Article 7 paragraph (1) letter c of Bali Provincial Regulation No. 3 of 2017 concerning Village Credit Institutions (LPD) which requires cooperation agreements between villages. The legal consequence of the invalidity of a Personal Guarantee in guaranteeing another village's resident loan is that the Personal Guarantee agreement is null and void, so it has no legal force binding the local village resident guarantor to pay off the obligations of other village resident debtors who are in default. The LPD also cannot demand that the guarantor fulfill the contents of the Personal Guarantee because the Personal Guarantee is null and void, so this is of course very detrimental to the LPD.
PERTANGGUNGJAWABAN MAJELIS PENGAWAS DAERAH TERHADAP KEWENANGANNYA MENGAMBIL PROTOKOL NOTARIS YANG TELAH MENINGGAL DUNIA Trisna Yunita, Komang Anggie; Yustisia Utami, Putu Devi
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 5 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KS.2024.v12.i05.p18

Abstract

Tujuan studi untuk mengetahui dan menganalisis bentuk pertanggungjawaban dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) yang tidak menjalankan kewenangannya dalam mengambil protokol notaris yang telah meninggal dunia dan tidak diserahkan oleh ahli warisnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Ketentuan mengenai kewenangan MPD tersebut telah diatur dalam Pasal 63 ayat (6) UU Jabatan Notaris. Studi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan konseptual (conseptual approach). Hasil studi menunjukan bahwa MPD memiliki kewenangan untuk mengambil protokol notaris dari notaris yang telah meninggal dunia serta tidak diserahkan oleh ahli warisnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Hal ini menunjukan bahwa MPD memiliki tanggung jawab penuh dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya tersebut. Apabila dalam pelaksanaannya MPD melakukan kelalaian, maka dapat dikenakan sanksi sebagai sebuah bentuk pertanggungjawabannya. Penjatuhan sanksi menjadi unsur yang sangat esensial demi menjaga kepastian hukum dari akta-akta notaris sebagai arsip vital negara. ABSTRACT The purpose of the study is to find out and analyze the accountability of the Regional Supervisory Council which does not exercise its authority in taking notary protocols that have died and have not been submitted by their heirs within a period of 30 (thirty) days. Provisions regarding the authority of the MPD have been regulated in Article 63 paragraph (6) UUJNP. This study uses normative legal research methods with statutory and conceptual approaches. The results of the study show that the MPD has the authority to take notary protocols from notaries who have died and not submitted by their heirs within a period of 30 (thirty) days. It evidence that the MPD has full responsibility in carrying out its duties and authorities. If in practice the MPD commits negligence, the MPD can be subject to sanctions as a form of accountability. Imposition of sanctions is a very essential element in order to maintain legal certainty from notarial deeds as vital state archives.
KEABSAHAN KONTRAK ELEKTRONIK PADA TRANSAKSI FINANCIAL TECHNOLOGY DALAM PERSPEKTIF REGULASI OTORITAS JASA KEUANGAN Mandasari, Putu Dita Rahayu; Utami, Putu Devi Yustisia
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 12 No 03 (2024)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami lebih jauh mengenai keabsahan kontrak elektronik perusahaan Financial Technology berdasarkan judicial review. Serta menjelaskan bentuk kontrak elektronik pada perusahaan Financial Technology. Penulisan berikut ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan komparatif. Hasil riset menyebutkan bahwasanya perusahaan Financial Technology telah mendapat pedoman aturan resmi dari Otoritas Jasa Keuangan yaitu dengan adanya POJK No.77/POJK.01/2016. Keabsahan dari kontrak elektronik telah terjawab dengan adanya dasar hukum kontrak elektronik yang dicantumkan dalam UU ITE dan KUHPerdata. Perusahaan fintech telah berdiri dengan iringan perusahaan-perusahaan start-up lainnya, dengan hal itu peranan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengawasi dan memberikan ijin telah didasari dengan peraturan yang berlaku.
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KOSMETIK TIDAK TERDAFTAR BPOM YANG BEREDAR DI E-COMMERCE Pradnyandewi, Anak Agung Ketut Asti; Utami, Putu Devi Yustisia
Kertha Desa Vol 11 No 9 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penulisan dalam artikel ini yaitu guna mengetahaui bagaimana peran pemerintah dalam menangani maraknya peredaran kosmetik di situs e-commerce atau situs online serta untuk mengetahui pula pertanggungjawaban para pelaku usaha atas penjualan produk kosmetik yang tidak terdaftar BPOM terkait telah merugikan para konsumen pengguna kosmetik tersebut dan juga jurnal ini bertujuan mengetahui upaya perlindungan hukum yang bisa melindungi para pengguna atau konsumen dari kerugian atas penggunaan alat kecantikan aau kosmetik yang tidak terdaftar BPOM yang beredar di e-commerce. Penulisan dalam jurnal kali ini mempergunakan metode penelitian hukum normative, yaitu menitikberatkan pada pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum untuk menganalisis suatu isu hukum yang dilandaskan bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen yang mengalami kerugian akibat dari penggunaan kosmetik yang tidak terdaftar BPOM dapat meminta pertanggunggungjawaban dan ganti rugi pada produsen apabila produsen tidak mendaftarkan produknya ke BPOM yang dimana hal tersebut memugkinkan produsen menggunakan bahab-bahan berbahaya dalam produknya. Dalam hal ini berlu adanya instrument hukum dan pemerintah yang mengatur tegas mengenai kosmetik berbahaya namun terjual bebas di dunia maya. Persoalan tersebut merupakan konsekuensi dari berkembangnya zaman yang sudah menyentuh suatu interaksi online. The purpose of writing this article is to find out how the government's role in dealing with the widespread circulation of cosmetics on e-commerce sites or online sites and also to find out the responsibility of business actors for the sale of cosmetic products that are not registered with BPOM has harmed consumers who use cosmetics and This journal also aims to find out legal protection efforts that can protect users or consumers from losses due to the use of beauty tools or cosmetics that are not registered with BPOM circulating in e-commerce. The writing in this journal uses normative legal research methods, namely focusing on the statutory regulation approach and legal concept analysis approach to analyze a legal issue based on primary and secondary legal materials. This research shows that consumers who experience losses as a result of using cosmetics that are not registered with BPOM can ask the manufacturer for responsibility and compensation if the producer does not register their product with BPOM, which allows the producer to use dangerous ingredients in their products. In this case, there is a need for legal and government instruments that strictly regulate dangerous cosmetics that are sold freely in cyberspace. This problem is a consequence of the development of the era which has touched online interactions.
ANALISIS DALAM PEMBERIAN KREDIT OLEH LEMBAGA PERBANKAN DALAM PERSPEKTIF PRECAUTIONARY BANKING PRINCIPLE Dwitayani, Ni Made Ayu Rusmega; Utami, Putu Devi Yustisia
Kertha Desa Vol 11 No 11 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaturan precautionary banking principle dalam hukum positif di Indonesia dan upaya yang dilakukan oleh bank dalam melakukan analisis dalam pemberian kredit guna mencegah timbulnya risiko kredit bermasalah. Riset dilakukan dengan menggunakan metode normative. Ditemukan bahwa Regulasi yang mengatur mengenai Precautionary Banking Principle yakni UU Perbankan, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, PBI dan POJK. Upaya yang dilakukan oleh pihak lembaga perbankan untuk mencegah terjadinya risiko kredit bermasalah dengan mengacu pada prinsip 5C yaitu character, capacity, capital, collateral dan condition of economy. Dengan selalu adanya pengawasan yang cermat dengan diterapkannya precautionary banking principle di dalam lembaga perbankan guna mencegah timbulnya risiko kredit bermasalah. This research was conducted with the aim of knowing the analysis in the provision of credit by banking institutions in the perspective of precautionary banking principle. In this case to prevent the risk of problem loans. The design of the two main issues discussed in this case is how to regulate the precautionary banking principle in positive law in Indonesia and what are the efforts made by banks in conducting analysis in granting credit in order to prevent the risk of non-performing loans. The research was carried out using normative methods It was found that the regulations governing the Precautionary Banking Principle are the Banking Law, the Financial Sector Development and Strengthening Law, PBI and POJK. Efforts made by banking institutions to prevent the risk of problem loans by referring to the 5C principles, namely character, capacity, capital, collateral and conditions of economy. By always having careful supervision by applying the precautionary banking principle in banking institutions to prevent the risk of problem loans.
LEGALITAS RANGKAP JABATAN SEORANG DIREKSI PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI SEKUTU KOMPLEMENTER PADA CV Divayani, Ni Putu Ardelia; Utami, Putu Devi Yustisia
Kertha Desa Vol 11 No 9 (2023)
Publisher : Kertha Desa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji legalitas rangkap jabatan seorang direksi perseroan terbatas sebagai sekutu komplementer pada persekutuan komanditer. Penelitian ini berfokus pada tindakan rangkap jabatan seorang direksi yang berpeluang terhadap terjadinya konflik kepentingan sehingga dapat merugikan perusahaan. Melalui metode penelitian metode yuridis normative dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual, dan analisis yang disajikan secara deskriptif penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier dalam mengemukakan pentingnya tugas serta wewenang masing-masing organ perseroan terbatas dan sekutu pada persekutuan komanditer. Kemudian, penulis menemukan hasil penelitian bahwa tiadanya benang merah atas peraturan mengenai rangkap jabatan yang dilakukan seorang direksi perseroan terbatas khususnya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan tidak adanya larangan bagi sekutu komplementer untuk merangkap jabatan pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang membuka peluang bagi direksi perseroan terbatas untuk merangkap jabatan sebagai sekutu komplementer dalam persekutuan komanditer. This study aims to examine the legality of concurrent positions of a director of a limited liability company as a complementary partner in a limited partnership. This research focuses on the act of concurrent positions of a director which has the opportunity for a conflict of interest to occur which can be detrimental to the company. Through the normative juridical research method with a statutory, conceptual, and analytical approach that is presented descriptively the author uses primary, secondary, and tertiary legal materials in explaining the importance of the duties and authorities of each organ of a limited liability company and partners in limited partnerships. Then, the authors found the results of the research that there is no common thread for regulations regarding concurrent positions carried out by a director of a limited liability company, especially in Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies and there is no prohibition for complementary partners to hold concurrent positions in the Commercial Code. open opportunities for directors of limited liability companies to hold concurrent positions as complementary partners in limited partnerships.