Claim Missing Document
Check
Articles

Exploration, Isolation and Quantification of β-carotene from Bacterial Symbion of Acropora sp. NAELY K. WUSQY; LEENAWATY LIMANTARA; FERRY F KARWUR
Microbiology Indonesia Vol. 8 No. 2 (2014): June 2014
Publisher : Indonesian Society for microbiology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.52 KB) | DOI: 10.5454/mi.8.2.3

Abstract

In the microbial world, pigments are one of the most conspicuous traits. Marine bacteria associated with Acropora sp. collected from Taka Cemara, Karimunjawa Islands were screened for the production of a yellow pigment. The isolation of bacterial symbionts from Acropora sp. on Zobell 2216E medium resulted in one bacterium, KJ5, positively synthesized carotenoids. By reverse phase HPLC analysis, one peak of the pigment types was identified as a β-carotene peak which appeared at 60.24 min. Then, sample of the β-carotene was collected and identified according to their spectral characteristics and compared with the published data in different types of solvent. Based on the HPLC analysis, the total β-carotene contents were calculated by converting the broad absorption of β-carotene. Molecular identification of the bacterium KJ5 using 16S rDNA showed that bacterium KJ5 was closely related to Erythrobacter flavus with 96% homology value.
Pitarah Manusia Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Ceritera Kromosom Y Meti OFI Tefu; Ferry Fredy Karwur
Scientiae Educatia: Jurnal Pendidikan Sains Vol 6, No 2 (2017): December (2017)
Publisher : Tadris Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (855.938 KB) | DOI: 10.24235/sc.educatia.v6i2.1622

Abstract

STUDY OF HUMAN ANCESTORS NUSA TENGGARA TIMUR INDONESIA BASED ON Y CHROMOSOME.Genetic studies conducted in NTT region focused on four islands namely Flores, Sumba, Alor, and Timor. The islands of NTT are a transition zone between Papuan and Austronesian speakers. Genetically there is also an intensive mixing. The dominant genetic of tribes in Alor island is Papua / Melanesia, but on the other islands there is almost uniform mixing. In the western part of Sumba Island there is a majority area of the Papuan/ Melanesian genetic type, while the tribes in eastern Sumba, Sabu and Rote are Austronesian. Genetic mixing is also seen on Timor Island. West Timor is the more dominantly Austronesian type, while central and eastern Timor are a mixture of Papua/ Melanesia with Austronesian. On such Flores islands, the tribes in the eastern and central regions have the Papua/ Melanesian type, while the western part is almost entirely of Austronesian type. The tribes on Solor, Lembata and Adonara Islands also have mixed types between Austronesia and Papua/ Melanesia. Based on paternal lineage, the blood flowing in NTT people consists of seven line ages of East Asia, Taiwan, Southeast Asia, Arab, Japan, Europe and Papua/ Melanesia, characterized by the detection of thirty-two Y-DNA markers: C-M130/ RPS4Y, F-P14/F-M89 (East Asia), NO-M214, O-M175, O-M119, O-M95, O-P203, O-M110, O-M122, O-M134, O-P201, O-JST3002611 (Taiwan), K-M526, K-P397, K-P405, K-P79, K-P336, P-P295, Q-M242, Q-P36 (Southeast Asia), J-M172 (Arab), C-P343, D-M116 (Japan), E-P1 (Europe),C-M38, C-M208, C-P355, M-P256, M-M4, M-P34, S-M230, S-M254, S-P377 (Melanesia).Studi genetik yang dilakukan di daerah NTT difokuskan pada empat pulau yakni Flores, Sumba, Alor, dan Timor. Pulau-pulau di NTT menjadi zona transisi antara penutur Papua dan Austronesia. Secara genetika juga terjadi pembauran yang intensif. Suku di pulau Alor, genetiknya dominan Papua/ Melanesia, namun di pulau-pulau lain terjadi pembauran hampir merata. Di Pulau Sumba bagian barat ada kawasan yang genetikanya mayoritas bertipe Papua/ Melanesia, sedangkan suku di Sumba bagian timur, Sabu dan Rote bertipe Austronesia. Pembauran genetika juga terlihat di Pulau Timor. Timor barat lebih dominan bertipe Austronesia sedangkan Timor bagian tengah dan timur merupakan campuran Papua/ Melanesia dengan Austronesia. Di pulau florespun demikian, yakni suku-suku di bagian timur dan tengah memiliki tipe Papua/ Melanesia, sedangkan bagian barat hampir seluruhnya memiliki tipe Austronesia. Suku-suku di pulau Solor, Lembata dan Adonara juga memiliki tipe campuran antara Austronesia dan Papua/ Melanesia. Berdasarkan garis keturunan ayah, darah yang mengalir dalam orang NTT terdiri atas tujuh garis keturunan yaitu Asia Timur, Taiwan, Asia Tenggara, Arab, Jepang, Eropa dan Papua/ Melanesia, yang ditandai dengan terdeteksinya tiga puluh tiga penanda Y-DNA yakni: C-M130/ RPS4Y, F-P14/F-M89 (Asia Timur), NO-M214, O-M175, O-M119, O-M95, O-P203, O-M110, O-M122, O-M134, O-P201, O-JST3002611 (Taiwan), K-M526, K-P397, K-P405, K-P79, K-P336, P-P295, Q-M242, Q-P36 (Asa Tenggara), J-M172 (Arab), C-P343, D-M116 (Jepang), E-P1 (Eropa),C-M38, C-M208, C-P355, M-P256, M-M4, M-P34, S-M230, S-M254, S-P377. (Melanesia) 
Pitarah Manusia Nusa Tenggara Timur Berdasarkan Ceritera Kromosom Y Meti OFI Tefu; Ferry Fredy Karwur
Scientiae Educatia: Jurnal Pendidikan Sains Vol 6, No 2 (2017): December (2017)
Publisher : Tadris Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (855.938 KB) | DOI: 10.24235/sc.educatia.v6i2.1622

Abstract

STUDY OF HUMAN ANCESTORS NUSA TENGGARA TIMUR INDONESIA BASED ON Y CHROMOSOME.Genetic studies conducted in NTT region focused on four islands namely Flores, Sumba, Alor, and Timor. The islands of NTT are a transition zone between Papuan and Austronesian speakers. Genetically there is also an intensive mixing. The dominant genetic of tribes in Alor island is Papua / Melanesia, but on the other islands there is almost uniform mixing. In the western part of Sumba Island there is a majority area of the Papuan/ Melanesian genetic type, while the tribes in eastern Sumba, Sabu and Rote are Austronesian. Genetic mixing is also seen on Timor Island. West Timor is the more dominantly Austronesian type, while central and eastern Timor are a mixture of Papua/ Melanesia with Austronesian. On such Flores islands, the tribes in the eastern and central regions have the Papua/ Melanesian type, while the western part is almost entirely of Austronesian type. The tribes on Solor, Lembata and Adonara Islands also have mixed types between Austronesia and Papua/ Melanesia. Based on paternal lineage, the blood flowing in NTT people consists of seven line ages of East Asia, Taiwan, Southeast Asia, Arab, Japan, Europe and Papua/ Melanesia, characterized by the detection of thirty-two Y-DNA markers: C-M130/ RPS4Y, F-P14/F-M89 (East Asia), NO-M214, O-M175, O-M119, O-M95, O-P203, O-M110, O-M122, O-M134, O-P201, O-JST3002611 (Taiwan), K-M526, K-P397, K-P405, K-P79, K-P336, P-P295, Q-M242, Q-P36 (Southeast Asia), J-M172 (Arab), C-P343, D-M116 (Japan), E-P1 (Europe),C-M38, C-M208, C-P355, M-P256, M-M4, M-P34, S-M230, S-M254, S-P377 (Melanesia).Studi genetik yang dilakukan di daerah NTT difokuskan pada empat pulau yakni Flores, Sumba, Alor, dan Timor. Pulau-pulau di NTT menjadi zona transisi antara penutur Papua dan Austronesia. Secara genetika juga terjadi pembauran yang intensif. Suku di pulau Alor, genetiknya dominan Papua/ Melanesia, namun di pulau-pulau lain terjadi pembauran hampir merata. Di Pulau Sumba bagian barat ada kawasan yang genetikanya mayoritas bertipe Papua/ Melanesia, sedangkan suku di Sumba bagian timur, Sabu dan Rote bertipe Austronesia. Pembauran genetika juga terlihat di Pulau Timor. Timor barat lebih dominan bertipe Austronesia sedangkan Timor bagian tengah dan timur merupakan campuran Papua/ Melanesia dengan Austronesia. Di pulau florespun demikian, yakni suku-suku di bagian timur dan tengah memiliki tipe Papua/ Melanesia, sedangkan bagian barat hampir seluruhnya memiliki tipe Austronesia. Suku-suku di pulau Solor, Lembata dan Adonara juga memiliki tipe campuran antara Austronesia dan Papua/ Melanesia. Berdasarkan garis keturunan ayah, darah yang mengalir dalam orang NTT terdiri atas tujuh garis keturunan yaitu Asia Timur, Taiwan, Asia Tenggara, Arab, Jepang, Eropa dan Papua/ Melanesia, yang ditandai dengan terdeteksinya tiga puluh tiga penanda Y-DNA yakni: C-M130/ RPS4Y, F-P14/F-M89 (Asia Timur), NO-M214, O-M175, O-M119, O-M95, O-P203, O-M110, O-M122, O-M134, O-P201, O-JST3002611 (Taiwan), K-M526, K-P397, K-P405, K-P79, K-P336, P-P295, Q-M242, Q-P36 (Asa Tenggara), J-M172 (Arab), C-P343, D-M116 (Jepang), E-P1 (Eropa),C-M38, C-M208, C-P355, M-P256, M-M4, M-P34, S-M230, S-M254, S-P377. (Melanesia) 
Aktivitas olahraga bulu tangkis dan respon perubahan asam urat darah usia produktif Angkit Kinasih; Ronaldo Lomi Djara; Ferry Fredy Karwur
Jurnal Keolahragaan Vol 9, No 2: September 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Keolahragaan Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.529 KB) | DOI: 10.21831/jk.v9i2.43271

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya respon perubahan pada kadar asam urat akibat aktivitas olahraga bulu tangkis.  Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen. Sampel yang digunakan sebanyak delapan responden dengan kriteria tertentu. Perlakukan aktivitas fisik dilakukan dua kali pada hari yang berbeda dengan 4 kali pengukuran kadar asam urat. Metode penelitian yang digunakan adalah repeated measure analysis. Ketika subyek diukur berulang kali dengan jumlah yang sedikit per percobaan maka repeated measures analysis dapat digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakukan olahraga bulu tangkis memberikan respon perubahan yang signifikan terhadap perubahan kadar asam urat dengan nilai probabilitas sebesar 0,038. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan uji Greenhouse-Geisser dimana asumsi normalitas dan homogenitas telah terpenuhi. Pada hasil uji marginal menggunakan pairwise comparisons, terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar asam urat 15 menit setelah olahraga dan jam 09.00 hari berikutnya, dimana terjadi penurunan sebesar 1,169 mg/dl. Olahraga bulu tangkis dapat menurunkan kadar asam urat yang ditandai dengan adanya penurunan sebesar 0,15 mg/dl pada jam 09.00 hari berikutnya dibandingkan dengan sebelum olahraga. Secara marginal, penurunan ini tidak signifikan secara statistik, namun olahraga bulu tangkis yang rutin dapat menjadi salah satu pilihan aktifitas fisik bagi yang ingin menurunkan kadar asam urat.The sports activity of badminton and responses to changes in blood uric acid at productive ageAbstractThis study aims to determine whether there was a response to changes in uric acid levels due to the physical activity of badminton. The design of this study is a quasi-experimental. The sample used in this study was eight respondents with certain criteria. Treat physical activity twice on different days with 4 measurements of uric acid levels. The method of this study is repeated measure analysis. When subjects are measured repeatedly, requiring fewer subjects per experiment, then repeated measures analysis can be used. The results showed that the treatment of badminton had a significant effect on changes in uric acid levels with a probability value of 0,038. These results were obtained by using the Greenhouse-Geisser test where the assumptions of normality and homogeneity were satisfied. From the marginal test results using pairwise comparisons, there was a significant difference in the average uric acid levels at 15 minutes after exercise and 9 hours the following day, where there was a decrease of 1.169 mg/dl. Badminton can reduce uric acid levels, which is indicated by a decrease of 0.15 mg/dl at 09.00 the next day compared to before exercise. Marginally, this decrease is not statistically significant, but regular badminton can be an option for physical activity for those who want to reduce uric acid levels.
Transformasi Nitrogen secara Biologis di Air Panas Sarongsong Kota Tomohon Frity Lisa Taroreh; Ferry Karwur; Jubhar Mangimbulude
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia "Kejuangan" 2016: Prosiding SNTKK 2016
Publisher : Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Nitrogen transformation is the alteration process of nitrogen compounds from one form to another occurred in the nature. The transformation can even occur in an extreme environment, such a hot springs, and get through processes, including amonification, nitrification and denitrification. The research objective was to determine the hydrochemicals/ characteristics of water physically and chemically, as well as to determine whether nitrogen transformation occured through the processes of amonification, nitrogen, nitrification and denitrification in Sarongsong hot spring. Samples in the research were taken from Sarongsong Hot spring, Tomohon City at three different stations and were grouped in two: aerobic and anaerobic. This research was undertaken in CARC laboratory, master’s program of biology, SWCU, Salatiga. The level of ammonium, nitrite and nitrate at three stations (S1, S2, S3) at early period of the research were measured. Levels of ammonium, nitrite, and nitrate at S1 respectively are: 4.85mg/ L; 0.00mg/ L; 0.00mg/ L; at S2: 2.45mg/ L; 0.00mg/ L; 0.00mg/ L; on S3: 4.37mg/ L; 0.00mg/ L; 0.00mg / L. following 7 days of treatment, levels of ammonium, nitrite and nitrate in S1, S2, S3 at the condition of the aerobic and anaerobic has altered in concentration, that  is an indication of nitrogen transformation process (amonification process) in Sarongsong hot spring, Tomohon City.
METODE PURIFIKASI VITAMIN E DARI MINYAK KELAPA SAWIT Sabrina Aprilisa Martha; Ferry F. Karwur; Ferdy S. Rondonuwu
Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning Vol 10, No 1 (2013): Seminar Nasional X Pendidikan Biologi
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sejak tahun 2009, Indonesia merupakan produsen terbesar dan eksportir minyak kelapa sawit di pasar dunia. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia meningkat secara signifikan. Pada tahun 2012, Indonesia memproduksi 26,5  juta  ton minyak sawit. Potensi hayati dari minyak sawit tersebut sangat tinggi karena kandungan vitamin E (tokotrienol dan tokoferol) mencapai 600-1.000 ppm. Untuk memurnikannya, tersedia beberapa metode, bergantung tujuan (analitis/preparatif untuk mengisolasi tokoferol/tokotrienol) dan  kandungan  komponen kimiawi  (asam lemak, sterol, pigmen).  Pembahasan mengenai metode pemurnian vitamin E minyak sawit  tersebut masih sangat terbatas. Kajian ilmiah ini bertujuan menganalisis tingkat efektifitas, efisiensi, kelebihan, dan  kekurangan berbagai metode  separasi/pemisahan maupun pemurnian/purifikasi.  Low temperature solvent crystallization dan supercritical fluid chromatography mampu menghasilkan ekstrak vitamin E konsentrasi tinggi, tetapi sangat dipengaruhi rasio pelarut dan materi tak tersaponifikasi, biaya mahal, resiko tinggi, dan peralatan khusus. Prosedur lain yaitu Thin Layer, Column, dan Gas Chromatography (pemisahan-identifikasi), High-Performance Liquid Chromatograph/HPLC (kombinatoris: pemisahan-identifikasi-purifikasi). Karena penerapannya lebih mudah, HPLC merupakan teknik yang lebih sering digunakan. Teknik HPLC menyajikan reproduktifitas yang baik, kolom sangat stabil, kuantitas reagen minimal, tidak toksik bagi teknisi dan lingkungan, dan dapat memisahkan isomer α, β, γ, δ tokoferol maupun tokotrienol.  Kata Kunci: Minyak Kelapa Sawit, Vitamin E, Purifikasi
MEKANISME KERJA DAN FUNGSI HAYATI VITAMIN E PADA TUMBUHAN DAN MAMALIA Sabrina Aprilisa Martha; Ferry F. Karwur; Ferdy S. Rondonuwu
Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning Vol 10, No 1 (2013): Seminar Nasional X Pendidikan Biologi
Publisher : Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Vitamin E  ditemukan oleh Evans dan Bishop pada tahun 1922 sebagai nutrisi penting dalam fungsi reproduksi mamalia. Kemudian ditemukan kembali pada tahun 1950 oleh Klaus Schwarz dalam konteks sistem antioksidan  seluler (bersama asam amino dan selenium). Vitamin E yang meliputi tokoferol dan tokotrienol, merupakan molekul larut lemak yang memainkan peran penting dalam kesehatan mamalia, namun  hingga saat ini, pemahaman mengenai mekanisme  kerja dan fungsi hayatinya masih terbatas. Vitamin E hanya disintesis oleh organisme fotosintetik, salah satunya tumbuhan hijau. Kajian ilmiah ini mengupas fungsi  hayati  vitamin E  pada tumbuhan serta perannya pada  mamalia  (meliputi  peran baru  di luar antioksidan),  didasarkan pada aspek ekofisiologis.  Vitamin E  pada tumbuhan diketahui  memiliki peran sebagai pelindung tilakoid dari cekaman oksidatif, serta sebagai antioksidan dalam respon pertahanan fotosintesis. Hal ini serupa dengan peran pada hewan, bahwa vitamin E mencegah terjadinya penyakit kronis, terutama yang terkait komponen cekaman oksidatif: penyakit jantung, aterosklerosis, dan kanker. Melalui kajian ilmiah secara komprehensif dan mendalam ini, ditemukan beberapa fungsi vitamin E di luar fungsi spesifiknya sebagai antioksidan pada tumbuhan maupun mamalia, terutama peran penting yang ditemukan pada tokotrienol.  Vitamin E  mencegah peroksidasi lipid selama masa dormansi benih, perkecambahan, dan perkembangan awal benih  (pada tumbuhan), memiliki peran dalam ‘cell signaling’, daya proteksi DNA, lemak, protein, dan berperan dalam respon imun  (pada mamalia).   Tokotrienol, sebagai salah satu jenis vitamin E, perlu mendapatkan perhatian lebih karena memiliki fungsi anti-oksidatif, anti-hiperkolesterolemik, anti-angiogenik, dan neuroprotektif yang berbeda dengan tokoferol. Penelitian tambahan diperlukan untuk menentukan situs intraseluler spesifik yang mempengaruhi fungsi tokotrienol untuk sepenuhnya memahami mekanisme efek anti-kanker dan apoptosis. Selain itu, nilai potensi senyawa ini sebagai agen kemoterapi dalam pencegahan dan pengobatan berbagai kanker perlu diteliti lebih lanjut.  Kata kunci: Vitamin E, Fungsi Hayati, Tumbuhan, Mamalia
STUDI KASUS PATOLOGI GIGI: KARIES PADA RANGKA MANUSIA ST1, SONG TERUS, PACITAN, JAWA TIMUR ( Dental Pathology Case Study: Caries On ST1 Human Remains, Song Terus, Pacitan, East Java) Anita Tamu Ina; Dyah Prastiningtyas; Harry Widianto; Florent Détroit; Ferry Fredy Karwur; Andri Purnomo; Anne-Marie Sémah; François Sémah
Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat Vol. 10 No. 2 (2018): November 2018
Publisher : BALAI ARKEOLOGI PAPUA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2137.762 KB) | DOI: 10.24832/papua.v10i2.253

Abstract

Human remains found in Song Terus (Pacitan, East Java), known as ST1, presented an opportunity of in-depth study in reconstructing how human lived during Early Holocene period in the area. This article focuses on palaeopathological aspects by examining lesions of disease observable in bones and dentition of human remains found in archaeological context. The research done for this article focuses more on dental remains, as teeth are known to have durability and longevity as archaeological finds, and could also provide information on age-at-death, types of diet, and oral diseases which may occurred during a person’s life. Dental caries is one of the most common type of oral disease found in archaeological context. Research methods used are macroscopic observation and literature reference comparison.. Results showed there were nine dentition on this individual (from a total of 27 identified dentition) suffered from caries with various degree of severity. Other types of oral disease noted during observation and analysis were periodontal disease. ST1 might have been suffering from severe caries due to lack of oral hygiene, as well as minimum dental treatment towards emerging oral disease. Nevertheless, these diseases did not seem to be directly caused by ST1’s dietary habit during lifetime. ABSTRAK Temuan rangka manusia ST1 di Song Terus (Pacitan, Jawa Timur) memberikan peluang untuk menelusuri lebih jauh pola kehidupan manusia pada periode Holosen Awal di wilayah ini. Artikel ini berfokus pada aspek paleopatologi yang merupakan salah satu kajian ilmu dalam menelusuri jejak kehidupan manusia di masa lalu melalui penyakit pada tulang dan gigi manusia yang ditemukan dalam konteks arkeologi. Materi penelitian dalam artikel ini menitikberatkan pada gigi manusia yang merekam informasi mengenai masa hidup seseorang, termasuk aspek-aspek perkiraan usia saat mati, jenis makanan yang pernah dikonsumsi, dan penyakit yang pernah diderita. Kasus patologi berupa karies menarik untuk diteliti sebab penyakit ini merupakan salah satu kasus yang umum ditemukan pada sisa rangka manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi makroskopis dan metode pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 27 gigi tersisa pada individu ST1, terdapat sembilan gigi yang terdeteksi mengalami karies dan beberapa gigi lain yang menderita penyakit periodontal. Karies pada individu ini tampak disebabkan oleh mikro-organisme yang berkembang di dalam mulut akibat minimalnya perawatan kesehatan gigi dan mulut, serta tidak berhubungan langsung dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh individu ini pada masa hidupnya.
STUDI KASUS PATOLOGI GIGI: KARIES PADA RANGKA MANUSIA ST1, SONG TERUS, PACITAN, JAWA TIMUR ( Dental Pathology Case Study: Caries On ST1 Human Remains, Song Terus, Pacitan, East Java) Anita Tamu Ina; Dyah Prastiningtyas; Harry Widianto; Florent Détroit; Ferry Fredy Karwur; Andri Purnomo; Anne-Marie Sémah; François Sémah
Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat Vol. 10 No. 2 (2018): November 2018
Publisher : BALAI ARKEOLOGI PAPUA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2137.762 KB) | DOI: 10.24832/papua.v10i2.253

Abstract

Human remains found in Song Terus (Pacitan, East Java), known as ST1, presented an opportunity of in-depth study in reconstructing how human lived during Early Holocene period in the area. This article focuses on palaeopathological aspects by examining lesions of disease observable in bones and dentition of human remains found in archaeological context. The research done for this article focuses more on dental remains, as teeth are known to have durability and longevity as archaeological finds, and could also provide information on age-at-death, types of diet, and oral diseases which may occurred during a person’s life. Dental caries is one of the most common type of oral disease found in archaeological context. Research methods used are macroscopic observation and literature reference comparison.. Results showed there were nine dentition on this individual (from a total of 27 identified dentition) suffered from caries with various degree of severity. Other types of oral disease noted during observation and analysis were periodontal disease. ST1 might have been suffering from severe caries due to lack of oral hygiene, as well as minimum dental treatment towards emerging oral disease. Nevertheless, these diseases did not seem to be directly caused by ST1’s dietary habit during lifetime. ABSTRAK Temuan rangka manusia ST1 di Song Terus (Pacitan, Jawa Timur) memberikan peluang untuk menelusuri lebih jauh pola kehidupan manusia pada periode Holosen Awal di wilayah ini. Artikel ini berfokus pada aspek paleopatologi yang merupakan salah satu kajian ilmu dalam menelusuri jejak kehidupan manusia di masa lalu melalui penyakit pada tulang dan gigi manusia yang ditemukan dalam konteks arkeologi. Materi penelitian dalam artikel ini menitikberatkan pada gigi manusia yang merekam informasi mengenai masa hidup seseorang, termasuk aspek-aspek perkiraan usia saat mati, jenis makanan yang pernah dikonsumsi, dan penyakit yang pernah diderita. Kasus patologi berupa karies menarik untuk diteliti sebab penyakit ini merupakan salah satu kasus yang umum ditemukan pada sisa rangka manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi makroskopis dan metode pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 27 gigi tersisa pada individu ST1, terdapat sembilan gigi yang terdeteksi mengalami karies dan beberapa gigi lain yang menderita penyakit periodontal. Karies pada individu ini tampak disebabkan oleh mikro-organisme yang berkembang di dalam mulut akibat minimalnya perawatan kesehatan gigi dan mulut, serta tidak berhubungan langsung dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh individu ini pada masa hidupnya.
STUDI KASUS PATOLOGI GIGI: KARIES PADA RANGKA MANUSIA ST1, SONG TERUS, PACITAN, JAWA TIMUR ( Dental Pathology Case Study: Caries On ST1 Human Remains, Song Terus, Pacitan, East Java) Anita Tamu Ina; Dyah Prastiningtyas; Harry Widianto; Florent Détroit; Ferry Fredy Karwur; Andri Purnomo; Anne-Marie Sémah; François Sémah
Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat Vol. 10 No. 2 (2018): November 2018
Publisher : BALAI ARKEOLOGI PAPUA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2137.762 KB) | DOI: 10.24832/papua.v10i2.253

Abstract

Human remains found in Song Terus (Pacitan, East Java), known as ST1, presented an opportunity of in-depth study in reconstructing how human lived during Early Holocene period in the area. This article focuses on palaeopathological aspects by examining lesions of disease observable in bones and dentition of human remains found in archaeological context. The research done for this article focuses more on dental remains, as teeth are known to have durability and longevity as archaeological finds, and could also provide information on age-at-death, types of diet, and oral diseases which may occurred during a person’s life. Dental caries is one of the most common type of oral disease found in archaeological context. Research methods used are macroscopic observation and literature reference comparison.. Results showed there were nine dentition on this individual (from a total of 27 identified dentition) suffered from caries with various degree of severity. Other types of oral disease noted during observation and analysis were periodontal disease. ST1 might have been suffering from severe caries due to lack of oral hygiene, as well as minimum dental treatment towards emerging oral disease. Nevertheless, these diseases did not seem to be directly caused by ST1’s dietary habit during lifetime. ABSTRAK Temuan rangka manusia ST1 di Song Terus (Pacitan, Jawa Timur) memberikan peluang untuk menelusuri lebih jauh pola kehidupan manusia pada periode Holosen Awal di wilayah ini. Artikel ini berfokus pada aspek paleopatologi yang merupakan salah satu kajian ilmu dalam menelusuri jejak kehidupan manusia di masa lalu melalui penyakit pada tulang dan gigi manusia yang ditemukan dalam konteks arkeologi. Materi penelitian dalam artikel ini menitikberatkan pada gigi manusia yang merekam informasi mengenai masa hidup seseorang, termasuk aspek-aspek perkiraan usia saat mati, jenis makanan yang pernah dikonsumsi, dan penyakit yang pernah diderita. Kasus patologi berupa karies menarik untuk diteliti sebab penyakit ini merupakan salah satu kasus yang umum ditemukan pada sisa rangka manusia. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi makroskopis dan metode pustaka. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 27 gigi tersisa pada individu ST1, terdapat sembilan gigi yang terdeteksi mengalami karies dan beberapa gigi lain yang menderita penyakit periodontal. Karies pada individu ini tampak disebabkan oleh mikro-organisme yang berkembang di dalam mulut akibat minimalnya perawatan kesehatan gigi dan mulut, serta tidak berhubungan langsung dengan asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh individu ini pada masa hidupnya.