Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

Biodiversitas Lamun (Seagrass) di Pesisir Kecamatan Pulutan Kabupaten Kepulauan Talaud Sebagai Database Keanekaragaman Hayati di Propinsi Sulawesi Utara Maabuat, Pience Veralyn; Kolondam, Beivy Jonathan; Langoy, Marnix L. D.; Loho, Jesica C. M.; Makagansa, Marbela
Kalwedo Sains (KASA) Vol 5 No 2 (2024): Kalwedo Sains (KASA), September 2024
Publisher : Program Studi Di Luar Kampus Utama Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/kasav5i2p83-90

Abstract

Lamun (Seagrass) merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang berbeda dengan alga (Seaweed). Ekosistem padang lamun memiliki fungsi penting di lingkungan perairan bagi biota yang hidup di laut. Ekosistem Padang Lamun berfungsi sebagai habitat bagi berbagai biota laut, termasuk ikan kecil, Moluska, dugong dan penyu. Lamun menjadi sumber makanan, menjadi tempat asuhan dan tempat berlindung, selain itu sebagai tempat sirkulasi nutrien Begitu juga dari segi manfaatnya secara ekonomis tinggi dengan dimanfaatan sebagai bahan obat tradisional sampai dijual dalam bentuk kerajinan tangan. Penelitian menyangkut ekosistem ini masih kurang memperoleh perhatian dibandingkan dengan ekosistem Mangrove dan Terumbu Karang, padahal secara fungsional penting dan saling berhubungan erat di pesisir. Selain itu informasi data masih kurang sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk memperoleh informasi berupa data base keanekaragaman lamun di perairan Indonesia. Lamun tumbuh di Pantai Desa Pulutan Kabupaten Kepulauan Talaud, akan tetapi belum ada informasi tentang keberadaannya. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2024 pada saat surut terendah dengan menggunakan metode Purposive random sampling. Hasil penelitian menemukan tiga jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata. Indeks keanekaragaman diperoleh H’ = 0.99 dengan keanekaragaman rendah
Pelatihan Identifikasi dan Konservasi Lamun pada Siswa SD di Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud Propinsi Sulawesi Utara Maabuat, Pience Veralyn; Kolondam, Beivy; Langoy, Marnix L.D.; Koneri , Roni
The Studies of Social Sciences Vol. 6 No. 2 (2024): The Studies of Social Sciences
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35801/tsss.v6i2.58396

Abstract

Pesisir pantai merupakan wilayah yang tidak asing lagi bagi masyarakat, terutama yang hidupnya berada di wilayah tersebut. Banyak hal yang menjadi peruntukan pesisir itu sendiri terutama berhubungan dengan wisata maupun mata pencaharian. Aktivitas yang sering dilakukan masyarakat di pesisir dapat berupa rekreasi karena gratis, atau wisata ekologis lainnya seperti menjadikan pesisir tempat studi lapangan. Ironisnya pesisir juga menjadi tempat pembuangan sampah terakhir bagi masyarakat yang tinggal dekat di lokasi tersebut. Sekolah Dasar mitra dalam kegiatan ini berdomisili di daerah kawasan pesisir Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud. Kecamatan Rainis berada di daratan Pulau Karakelang dan memiliki area pesisir yang luas dengan Ekosistemnya. Pengenalan Lamun itu sendiri mulai dari bentuk morfologinya dan bagaimana berinteraksi di pesisir tanpa merusak ekosistem tersebut. Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang sudah menyesuaikan hidup dan tumbuh di dalam air laut. Ketidaktahuan seringkali membuat masyarakat tidak peduli dan hanya mengabaikan saja keberadaannya saja, diinjak-injak, diambil untuk makanan ternak, bahkan ada yang mencabut. Langkah pengelolaan ekositem pesisir telah banyak dilakukan, akan tetapi perhatian dititikberatkan pada ekosistem Mangrove dan Terumbu Karang, lamun masih sering dilupakan. Untuk itu perlu dilakukan suatu sosialisasi dan pelatihan menyangkut pengenalan akan lamun itu sendiri sehingga wawasan masyarakat dalam hal ini dimulai dari siwa dan guru bisa meningkat dalam upaya pengelolaan ekosistem pesisir. Kegiatan dilaksanakan di SDK PNIEL Rainis dan SDN INPRES Rainis Kecamatan Rainis Kabupaten Kepulauan Talaud. Kata kunci: Lamun, Pelatihan, Siswa, SDK Rainis, Talaud
Integrated DNA Barcoding and Morphometric Characterization of Palm Weevils (Rhynchophorus spp.) in North Sulawesi Balansa, Endrile Golmen; Salaki, Christina Leta; Tarore, Dantje; Mamahit, Juliet Merry Eva; Kolondam, Beivy Jonathan; Tallei, Trina Ekawati
HAYATI Journal of Biosciences Vol. 32 No. 5 (2025): September 2025
Publisher : Bogor Agricultural University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4308/hjb.32.5.1260-1272

Abstract

Palm weevils (Rhynchophorus spp.) are significant pests of sago palms worldwide. Yet, the taxonomy and evolutionary lineage of these species in North Sulawesi remain unclear, likely due to geographic isolation driving genetic variation and species differentiation. This study aimed to investigate the genetic diversity and morphological differentiation of Rhynchophorus across distinct geographic regions in North Sulawesi using an integrative approach combining DNA barcoding and morphometric analysis. Morphometric traits from palm weevil specimens collected in Sangihe Island, Minahasa, and Bolaang Mongondow were measured and statistically analyzed using one-way ANOVA, MANOVA, principal component analysis (PCA), and linear discriminant analysis (LDA) to assess interpopulation morphological differences. For molecular identification, the cytochrome oxidase I (COI) gene was amplified and sequenced. Phylogenetic relationships were inferred using the maximum likelihood method, and a DNA barcode gap analysis was conducted to evaluate the separation between intra- and interspecific genetic distances. Morphometric analysis revealed significant size variations among the specimens, particularly in rostrum dimensions, with the EBBM (Bolaang Mongondow) group showing the highest values. COI-gene-based identification confirmed that all specimens were of R. vulneratus. However, phylogenetic analysis showed EBMin (Minahasa) and EBBM forming a distinct subgroup, while EBMan, EBSTS, EBTam, and EBSTU (all from Sangihe Island) clustered separately. Barcode gap analysis demonstrated a clear distinction between intra- and interspecific divergence, validating COI as a reliable marker for species delimitation. This study concludes that integrating morphometric and genetic analyses reveals geographic structuring within R. vulneratus, highlighting the effectiveness of combined methods for accurate identification and population differentiation.
Comparative Study of DNA Barcoding and Mini-Barcoding based on COI Gene for Species Identification and Phylogeny of Formicidae Family (Insecta: Hymenoptera) Kolondam, Beivy Jonathan; Tallei, Trina Ekawati; Koneri, Roni; Mamahit, Juliet Merry Eva
HAYATI Journal of Biosciences Vol. 32 No. 6 (2025): November 2025
Publisher : Bogor Agricultural University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4308/hjb.32.6.1626-1642

Abstract

DNA barcoding and mini-barcoding are widely used to study insect biodiversity, including ants (Hymenoptera: Formicidae). This study evaluated the effectiveness of both approaches for species identification and phylogenetic inference in ants, with particular attention to the performance of universal primers during PCR amplification. Full-length DNA barcode (658 bp) and mini-barcode (127 bp) regions of the mitochondrial cytochrome c oxidase subunit I (COI) gene were retrieved from GenBank, aligned, and analysed with maximum-likelihood phylogenetics (1,000 bootstrap replicates) under the Tamura-Nei model. The universal DNA barcoding primers (Folmer's LCO1490 and HCO2198) showed generally good alignment with ant COI sequences. However, multiple nucleotide mismatches were observed in LCO1490, including one critical mismatch located within the GC clamp region. In contrast, the universal mini-barcoding primers (UniMinibarF1 and UniMinibarR1) showed critical mismatches at their 3′ ends, likely reducing PCR efficiency. Despite limitations associated with primer mismatches, both DNA barcoding and mini-barcoding are reliable for species identification. DNA barcoding and mini barcoding are both capable of distinguishing ants at the species level, regardless of the length of the sequences being compared. The same sequences have also been used for phylogenetic analysis, showing good ability to distinguish ant species based on phylogenetic tree reconstruction. The comparison of DNA barcoding and mini-barcoding in ants showed that longer sequences offered superior resolution for species identification and phylogenetic reconstruction. These findings underscore the need for primer optimisation in ant-specific applications and highlight the utility of both barcoding strategies for taxonomic and evolutionary studies.