Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Perjalanan Depth Reporting Kurnia, Septiawan Santana
Mediator Vol 2, No 2 (2001)
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Depth reporting merupakan kegiatan yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu, seiring dengan perubahan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat. Konsep-konsep tradisional pada pelaporan, pemilihan sumber, kepekaan jurnalisme, peliputan, dan kinerja wartawan bergeser pada interes khalayak media dan tuntutan profesional. ‘Depth reporting’ sendiri merupakan karya jurnalistik yang memerlukan kesenian, kemampuan, dan perencanaan yang matang dari penulisnya.
Jurnalisme Investigasi Kurnia, Septiawan Santana
Mediator Vol 3, No 1 (2002)
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kisah-kisah jurnalisme investigatif punya ukuran dan keluaran yang tak mudah digenera/isasikan. Ada yang mengukurnya dari pemuatan kisah "seorang korban" (victim), ada pula yang mengaitkannya dengan kelemahan sebuah sistem. Kesemua bahan liputan direkontekstua/isasikan ke dalam klasijikasi dan struktur pengisahan, berdasarkantema dan tipe-tipe spesijikasi kisah. Dari keseluruhan kerja liputan jurnalisme investigatif, pada umumnya ditentukan unsur-unsur yang dapat dikenali, yang menjadi karakteristik wacana reportase investigatif antara lain: subjek investigasi, hipotesis riset, sumber sekunder, pikiran dokumentati, narasumber, teknik riset, berpikir wisdom.
Melihat Bisnis Bias Kapital Media: Asumsi Aksiologi dan Ontologis Sederhana Kurnia, Septiawan Santana
Mediator Vol 4, No 2 (2003)
Publisher : FIkom Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kisah-kisah jurnalisme investigatifpunya ukuran dan keluaran yang tak mudahdigenera/isasikan. Ada yang mengukurnya dari pemuatan kisah "seorang korban" (victim), ada pula yang mengaitkannya dengan kelemahan sebuah sistem. Kesemua bahan liputan direkontekstualisasikan ke dalam klasifikasi dan struktur pengisahan, berdasarkan tema dan tipe-tipe spesijikasi kisah. Dari keseluruhan kerja  liputan jurnalisme investigatif pada umumnya ditentukan unsur-unsur yang dapat dikenali, yang menjadi karakteristik wacana reportase investigatif, antara lain: subjek investigasi, hipotesis riset, sumber sekunder, pikiran dokumentati, narasumber, teknik riset, berpikir wisdom.
Model of Disaster Information Cycle of West Java Television Journalists Septiawan Santana Kurnia; Dadi Ahmadi; Satya Indra Karsa; Doddy Iskandar; Firmansyah Firmansyah
Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Vol 5, No 2 (2020): December 2020 - Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia
Publisher : Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25008/jkiski.v5i2.415

Abstract

Disaster information is an important factor in disaster management efforts, including in West Java. It helps officers and the community to immediately anticipate disasters that may occur. Journalists are among those who play a role in disseminating disaster information. This study aims to describe disaster information cycle model of West Java television journalists in obtaining and disseminating disaster information with the help of technology to increase the speed. This research applies a qualitative method, namely a case study to describe a usage model of disaster information seeking which is uniquely influenced by the developments in information technology. Data collection is carried out through observation, interviews, and documentation. This study finds that smartphone technology contributes to the dissemination of disaster information by television journalists through providing access to social media, online media, and information in group chats. There is an interrelated flow of information between journalists, television editors, local governments, officials and the community. Participation of public and journalists in obtaining and disseminating disaster information helps the government and officers to find out the real conditions of disaster locations and how to handle them.
Jurnalisme Investigasi Septiawan Santana Kurnia
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 3, No 1 (2002): Atas Dasar Apa: Mediator Kali ini
Publisher : Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v3i1.744

Abstract

Kisah-kisah jurnalisme investigatif punya ukuran dan keluaran yang tak mudah digeneralisasikan. Ada yang mengukurnya dari pemuatan kisah "seorang korban" (victim), ada pula yang mengaitkannya dengan kelemahan sebuah sistem. Kesemua bahan liputan direkontekstualisasikan ke dalam klasifikasi dan struktur pengisahan, berdasarkan tema dan tipe-tipe spesifikasi kisah. Dari keseluruhan kerja liputan jurnalisme investigatif, pada umumnya ditentukan unsur-unsur yang dapat dikenali, yang menjadi karakteristik wacana reportase investigatif, antara lain: subjek investigasi, hipotesis riset, sumber sekunder, pikiran dokumentatif, narasumber, teknik riset, berpikir wisdom.
Wacana “Investigative Reporting” Septiawan Santana Kurnia
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 7, No 2 (2006): Bagaimana Kita Menafsirkan Komunikasi Pembangunan?
Publisher : Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v7i2.1289

Abstract

Investigative reporting, as the result of recent journalism development, becomes a new benchmark in journalism practice. To learn more about investigative journalism, one can learn from Ida Tarbell, a legend of investigative journalism, and his works. Tarbell began his journalism practice by doing preliminary research over hundreds of documents. This phase was called paper trail. Tarbell used combination of data gathering methods to gaining in depth and perspective on his issue. In order to enliven his story, Tarbell utilized narrative technique to tell his story. In recent times, Tarbell reportage become a model of basic investigative journalism. As pointed out in this article, data was dig through a series of phases: (1) surface facts; (2) repertorial enterprise; dan (3) interpretation and analysis. Based on this basic procedures, Paul N. Williams described 11 steps of investigative reporting, started from conception to publication and follow-up stories. The key of success in writing investigative reporting is probing and digging, attentively, intensively.
Perjalanan Depth Reporting Septiawan Santana Kurnia
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 2, No 2 (2001): 'Chaos' Komunikasi 'Nothing to Hide'
Publisher : Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v2i2.734

Abstract

Depth reporting merupakan kegiatan yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu, seiring dengan perubahan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat. Konsep-konsep tradisional pada pelaporan, pemilihan sumber, kepekaan jurnalisme, peliputan, dan kinerja wartawan bergeser pada interes khalayak media dan tuntutan profesional. ‘Depth reporting’ sendiri merupakan karya jurnalistik yang memerlukan kesenian, kemampuan, dan perencanaan yang matang dari penulisnya.
Komunikasi “Subkultur” religius NU, Muhamadiyah, Persis dan Syarikat Islam di Universitas Islam Bandung (Unisba) Septiawan Santana Kurnia; Nurrahmawati Nurrahmawati
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 10, No 2 (2017): (Accredited Sinta 3)
Publisher : Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v10i2.2753

Abstract

Indonesia memiliki keragaman kelompok keagamaan Islam, membawa beragam karakteristik budaya komunikasi kelompok keislaman. Dalam komunikasi antarbudaya, hal ini merepresentasikan karakteristik subkultur komunikasi religius dari masing-masing kelompok organisasi keislaman, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan Syarikat Islam (SI). Demikan pula dengan Universitas Islam Bandung (Unisba),yang ber-statuta sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam yang tidak berasas keorganisasian keislaman tertentu. Para pengajarnya, di antaranya, memiliki keragaman subkultur komunikasi religius keislaman.Penelitian ini mengkajibagaimanakah subkultur kelompok keislaman melakukan komunikasi antarbudaya di Unisba. Dengan menggunakan observasi, dan wawancara, sebagai teknik pengumpulan data, penelitian ini mengangkat pemaknaan makrosubjektif (seperti makna norma dan nilai dari misalnya, dalam kajian ini makna budaya keislaman tertentu), dan mikosubjektif (seperti makna ahlak mulia, makna kedewasaan, dan sebagainya). Dari sanalah, penelitian ini merumuskan temuan katagori-katagori dari komunikasi “subkultur” religius dari NU, SI, Persis dan Muhamadiyah, di dalam ruang komunikasi antarbudaya di Unisba. Hasi penelitian ini menunjukkan bahwa setiap individu subkultur kelompok keislaman meluruh ke dalam interaksi ahlakul kharimah keunisbaan, yang bervisi dan misi pengembangan keislaman dalam dunia akademis.
Mengapa Wacana Teks Jurnalistik Itu Unik: Sebuah Esai Septiawan Santana Kurnia
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 1, No 1 (2000): Salam (Pembuka)
Publisher : Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v1i1.764

Abstract

Teknologi media massa membawa kompleksitas hubungan komunikasi manusia. Setiap manusia menjadi memakai wacana pesan yang berbeda dari sifat personal dan kelompok. Ruang sosial peristiwa-berita berkembang selaras dengan kebutuhan masyarakat dalam membuat pola interaksi sosialnya melalui media massa. Media massa, dalam perkembangannya, kemudian menginstitusikan wacana teks yang unik. Karakterisik pesan jurnalistik, sebagai bagian dari komunikasi massa, menjadi memiliki keunikan dalam sampaian dan muatannya.
Melihat Bisnis Bias Kapital Media: Asumsi Aksiologi dan Ontologis Sederhana Septiawan Santana Kurnia
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 4, No 2 (2003): Dari Politik, Media, sampai Lain-Lain
Publisher : Pusat Penerbitan Universitas (P2U) LPPM Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v4i2.857

Abstract

Idealnya, media massa menjadi pilar demokrasi, juga mencerahkan dan memberdayakan warga negara. Akan tetapi, di Indonesia, media massa seringkali mengalami bias: bias kapital, bias kekuasaan, bias kepentingan wartawan sendiri, dan bias-bias lainnya. Contoh sederhana, rubrik Advertorial di media cetak. Rubrik itu dikemas seperti berita, padahal ikLan. Sejalan dengan itu, muncul pula fenomena di mana iklan tidak dipagari oLeh fire wall, untuk membedakannya dengan teks berita. Pengemasan iklan itu seakan untuk mengelabui pembaca. Hal ini menunjukkan,orientasi media makin lama makin bergeser ke pasar. Kini, paradigma ekonomi menjadi salah satu penentu yang mempengaruhi pertumbuhan jurnalisme, selain nilai-nilai responsibilitas sosial dan pelayanan publik dari demokrasi liberal. Media, di banyak kawasan, kini dipengaruhi wacana pemilikan dan kontrol media yang berkembang di dalam jaringan kerja international markets. Liputan pers berhadapan dengan kepentingan ekspansi bisnis multilateral, yang kerap mengakuisisi media sampai ke tingkat journalistic content. Di satu sisi, media mendapat tekanan dari kekuatan sosial-politik setempat dan tuntutan untuk memenuhi harapan khalayaknya. Media mencerminkan, menyajikan, dan kadang berperan aktif untuk memenuhi kepentingan nasional dari para actor dan institusi lain yang lebih kuat. Di sisi lain, media diuji untuk menunjukkan kemampuannya menyediakan informasi yang akurat, jujur, dan fair kepada para pembaca.Media yang baik bakal membantu pembacanya mengambil keputusan yang baik dalam situasi sufit ini.