Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Industri perkebunan kapas Asembagus, Situbondo tahun 1945-1997 Sri Indah Damayanti; R. Reza Hudiyanto
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 2, No 3 (2022)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (903.207 KB) | DOI: 10.17977/um081v2i32022p421-441

Abstract

Cotton is a plantation crop that is planted once a year during the dry season in Indonesia. Cotton plant (Gossypium sp.) is a shrub plant which produce fiber from the fruit, this fiber used as the main raw material in textile manufacturing. This study will discuss about the beginning of the establishment of cotton plantation industry in Asembagus, Situbondo. How the dynamics relationship between cotton development institutions such as cotton mills, cotton experimental gardens and community cotton plantations in the 1945-1997 and their impact on the community in Asembagus District of Situbondo Regency. The title was chosen because Asembagus District of Situbondo Regency famous as center of planting and developing cotton commodities in Java Island since independence of the republic of Indonesia in 1945 until the decline of cotton commodities in Asembagus at the end of the Repelita program around 1997.This study used historical research methods that is topic selection, heuristics, source criticism and verification, interpretation, and historiography by searching written sources such as archives, books and previous research nor oral sources obtained by observation and literature review. From the data collected, it indicates that there is an imbalanced (dualism) in the production activities of the Asembagus cotton plantation industry, This gap has had a chain effect that led to the discontinuity of cotton cultivation in Asembagus, Situbondo. Kapas adalah tanaman perkebunan yang ditanam satu kali setahun yaitu saat musim kemarau di Indonesia. Tanaman kapas (Gossypium sp.) merupakan tanaman jenis semak yang menghasilkan serat melalui buahnya, serat inilah yang menjadi bahan baku utama dalam pembuatan tekstil. Studi ini akan membahas mengenai awal mula berdirinya industri perkebunan kapas di Asembagus, Situbondo. Bagaimana dinamika hubungan antara lembaga pengembangan kapas yaitu pabrik penggilingan kapas, kebun percobaan kapas Asembagus dan perkebunan kapas rakyat pada tahun 1945-1997 serta dampaknya bagi masyarakat di Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Judul tersebut dipilih karena Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo terkenal sebagai pusat penanaman dan pengembangan komoditas kapas di Jawa sejak masa Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945 hingga mundurnya komoditas kapas di Asembagus pada akhir program Repelita sekitar tahun 1997. Studi ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu pemilihan topik, heuristik, kritik atau verifikasi, interpretasi dan historiografi dengan melakukan penelusuran sumber tertulis berupa arsip, artikel, buku dan penelitian terdahulu serta sumber lisan yang didapatkan melalui observasi, studi pustaka. Dari data-data yang terkumpul mengindikasikan adanya ketimpangan (dualisme) pada kegiatan produksi Industri perkebunan kapas Asembagus, ketimpangan ini memberikan dampak berantai hingga menyebabkan terhentinya penanaman kapas di Asembagus, Situbondo.
Perkembangan pabrik gula tanggulangin di Sidoarjo tahun 1835-1933: kajian sejarah ekonomi Alfin Ganendra Albar; Reza Hudiyanto; Ronal Ridhoi
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um081v3i12023p44-58

Abstract

The Tanggulangin sugar factory was one of the sugar factories that reach its peak production in late nineteenth century. As a production unit that involved many labors and capital, this Sugar Factory significantly has ead to the changin on adjacent people. This study described the growth of the Tanggulangin Sugar Factory which affected the surrounding area in 1835-1933. In order to reconstruct its development, the researcher uses historical research methods. The historical research method is achieved by several stages, namely topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historiography. Based on the sources found and with an economic history study approach, this research shows that the Tanggulangin Sugar Factory was the first Chinese-owned sugar factory in Sidoarjo in 1835. Infrastructure was also built to expedite the process of the Tanggulangin Sugar Factory with the Tanggulangin Railway Station and an irrigation system. adequate. The Open-Door Political Policy gave rapid progress to the Tanggulangin Sugar Factory. Tanggulangin Sugar Factory experienced rapid progress after being acquired by Oei Tiong Ham by updating its machines and expanding its land. Even so, this sugar factory has an impact on population growth and employment opportunities as well as the occurrence of social conflicts that arise from the workers and their surroundings. The existence of the Tanggulangin Sugar Factory also gives impetus to the emergence of local economic passion in the surrounding area. The triumph of this factory ended which was marked by a decline in production and a temporary closure during the Malaise Crisis. This study of the development of the sugar factory provides a wealth of writing about Indonesia's economic history.Pabrik Gula Tanggulangin merupakan salah satu pabrik gula yang pernah berjaya di Sidoarjo pada masa Kolonial. Sebagai sebuah unit produksi yang melibatkan banyak tenaga kerja dan modal, pabrik gula ini sangat mempengaruhi masyarakat yang ada di sekelilingnya. Penelitian ini berusaha untuk melihat perkembangan Pabrik Gula Tanggulangin yang mempengaruhi wilayah sekitar pada tahun 1835-1933. Dalam rangka merekonstruksi perkembangannya, peneliti menggunakan metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah dicapai dengan beberapa tahapan, yaitu pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan dari sumber-sumber yang ditemukan dan dengan pendekatan kajian sejarah ekonomi, penelitian ini menunjukkan bahwa Pabrik Gula Tanggulangin merupakan pabrik gula pertama milik Tionghoa di Sidoarjo pada tahun 1835. Infrastruktur juga dibangun untuk melancarkan proses Pabrik Gula Tanggulangin dengan Stasiun Kereta Api Tanggulangin dan sistem irigasi yang memadai. Kebijakan Politik Pintu Terbuka memberikan kemajuan pesat terhadap Pabrik Gula Tanggulangin. Pabrik Gula Tanggulangin mengalami kemajuan yang pesat setelah diakuisisi oleh Oei Tiong Ham dengan memperbarui mesin-mesinnya dan meluaskan lahannya. Sekalipun demikian, pabrik gula ini berdampak pada pertumbuhan penduduk dan adanya lapangan pekerjaan serta terjadinya konflik sosial yang muncul dari para pekerja dan sekitarnya. Keberadaan Pabrik Gula Tanggulangin juga memberikan dorongan terhadap munculnya gairah ekonomi lokal di wilayah sekitar. Kejayaan pabrik ini berakhir yang ditandai dengan penurunan produksi dan penutupan sementara ketika terjadi Krisis Malaise. Kajian perkembangan pabrik gula ini memberikan kekayaan terhadap penulisan sejarah ekonomi Indonesia
Prostitusi Semarang Pasca 1852 Iman Dwi Hartanto; R Reza Hudiyanto
Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah Vol 6, No 1 (2023): Sejarah untuk Pembelajaran Sejarah
Publisher : Prodi. Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan APPS (Asosiasi peneliti dan Pendidik Sejarah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/historia.v6i1.42217

Abstract

AbstractThe mention of women who choose a profession to work in the field of prostitution, every era has a different mention, there is a mention of jalir which was used in the previous royal era, there is also a mention of public women which was used during the Dutch East Indies period, followed by prostitutes and when this term becomes more refined as a prostitute. During the Dutch East Indies era, the prostitution sector received special attention from the government at that time because it had a direct impact on workers in the Dutch East Indies, from soldiers to government officials. At first the Colonial Government only gave burdens to the perpetrators without having binding laws related to prostitution so that the resulting impact was the spread of venereal diseases among the citizens of the Dutch East Indies. This was the end of the Dutch East Indies Government requiring special efforts to deal with the emerging social phenomena. The concrete effort that was made was the enactment of a rule in 1852 so that the government had control over the effects of rampant prostitution. The writing of this article uses historical methods to trace how the Colonial Government's efforts to deal with the problem of prostitution in the colonies.Keywords: prostitution, Dutch East Indies, modernizationAbstrakPenyebutan perempuan-perempuan yang memilih profesi untuk bekerja di bidang prostitusi, setiap zaman memiliki penyebutan yang berbeda-beda, ada penyebutan jalir yang dipakai pada zaman kerajaan terdahulu, ada juga penyebutan wanita publik yang digunakan selama masa Hindia Belanda, diikuti dengan pelacur serta pada saat ini penyebutannya menjadi lebih halus sebagai wanita tuna susila. Pada masa Hindia Belanda, sektor prostitusi ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintahan saat itu dikarenakan memiliki banyak sekali dampak secara langsung terhadap para pekerja di Hindia Belanda, mulai dari para tentara, hingga para pejabat pemerintahan. Pada mulanya Pemerinahan Kolonial hanya memberikan kebebaan pada para pelakunya tanpa memiliki hukum yang mengikat terkait prostitusi sehingga dampak yang dihasilkan adalah menyebarnya penyakit kelamin pada warga Hindia Belanda. Inilah akhirnya Pemerintahan Hindia Belanda memerlukan usaha khusus untuk menangani fenomena sosial yang muncul tersebut. Usaha konkit yang dilakukan adalah dengan diberlakukannya suatu aturan pada tahun 1852 agar pemerintah memiliki kendali terhadap damak prostitusi yang merajalela. Penulisan artikel ini mengguakan metode sejarah untuk melacak bagaimana usaha Pemerintah Kolonial menangani permasalahan prostitusi di tanah jajahan.Kata kunci: prostitusi, hindia belanda, modernisasi
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN ANIMASI DAN KUIS SEJARAH (AKIRA) DENGAN MATERI KEDATANGAN BANGSA-BANGSA EROPA KE INDONESIA DI KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI 1 LAWANG Nuzulul Hidayati Marsudi; R. Reza Hudiyanto; Wahyu Djoko Sulistyo
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Vol 6, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um0330v6i1p44-54

Abstract

Some of the potential and problems found at SMAN 1 Lawang include the existing facilities at school and also the ability of students and teachers who are able to use available technology. The problem arises where the media that has been used so far is felt by teachers at the school to be less effective in conveying material during short lesson hours. Therefore, this research will develop media, namely animation media and historical quizzes (AKIRA). This research uses Sugiyono's development method. Based on the results of product trials, it can be concluded that AKIRA media is effective and able to attract students' interest in understanding the material compared to using media in the form of textbooks.Beberapa potensi dan masalah yang ditemukan di SMAN 1 Lawang diantaranya adalah fasilitas yang ada disekolah dan juga kemampuan peserta didik dan guru yang mampu menggunakan teknologi yang tersedia. Masalah muncul dimana media yang selama ini digunakan dirasa guru di sekolah tersebut kurang efektif dalam menyampaikan materi pada jam pelajaran yang singkat. Oleh karenanya pada penelitian ini akan mengembangkan media yaitu media animasi dan kuis sejarah (AKIRA). Penelitian ini menggunakan metode pengembangan Sugiyono. Berdasarkan hasil ujicoba produk dapat disimpulkan bahwa media AKIRA efektif dan mampu menarik minat peserta didik dalam memahami materi dibandingkan menggunakan media berbentuk buku teks.
Daya tarik wisata sejarah budaya di Malang Raya Daya Negri Wijaya; Ismail Lutfi; Reza Hudiyanto; Deny Yudo Wahyudi; Fitri Ariska
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 3, No 3 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um081v3i32023p401-410

Abstract

Wilayah Malang Raya yang mencakup Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu berada di Provinsi Jawa Timur, menawarkan kombinasi kekayaan sejarah, warisan budaya, dan keindahan alam yang menakjubkan. Hal ini menjadikannya sebagai destinasi wisata yang menarik bagi para pengunjung. Namun, dalam masyarakat sering kali situs sejarah di wilayah tersebut tidak mendapat perhatian yang cukup, baik dalam hal perawatan maupun pemahaman terhadap cerita sejarah yang berkembang di sekitarnya. Dalam penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dan ethnohistory. Metode kepustakaan digunakan untuk memperoleh informasi dari sumber-sumber tertulis yang ada, sedangkan ethnohistory memberikan wawasan tentang perspektif budaya dan masyarakat lokal terkait dengan situs-situs sejarah tersebut. Penelitian ini mengulas wisata sejarah budaya di berbagai masa, termasuk masa Hindu-Budha, masa Islam, masa kolonial, dan masa pendudukan Jepang. Tujuannya adalah memberikan pandangan objektif tentang situasi sebenarnya dan mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran serta apresiasi terhadap warisan sejarah yang ada di Malang Raya. Dengan adanya artikel ini, diharapkan masyarakat dapat memahami akar budaya mereka sendiri, memperkuat jati diri bangsa, serta menjaga warisan berharga ini bagi generasi mendatang.The Greater Malang area, which includes Malang City, Malang Regency, and Batu City, is in East Java Province, offering a combination of rich history, cultural heritage, and stunning natural beauty. This makes it an attractive tourist destination for visitors. However, in society, historical sites in the region often do not receive sufficient attention, both in maintaining and understanding the historical stories that develop around them. This study uses the methods of literature study and ethnohistory. The literary method is used to obtain information from existing written sources, while ethnohistory provides insight into the cultural and local community perspectives related to these historical sites. This research reviews cultural history tourism in various eras, including the Hindu-Buddhist period, the Islamic period, the colonial period, and the Japanese occupation period. The aim is to provide an objective view of the actual situation and invite the public to increase awareness and appreciation of the historical heritage of Malang Raya. With this article, it is hoped that people can understand their cultural roots, strengthen their national identity, and protect this valuable heritage for future generations. 
The Concept of Love of Country in 19th-Century Painting Shela Dwi Utari; Reza Hudiyanto; Deny Yudo Wahyudi
Yupa: Historical Studies Journal Vol. 8 No. 1 (2024)
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/yupa.v8i1.2936

Abstract

Love for the country does not only focus on the physical resistance carried out at that time but can also take other forms. In this case, painting artists realized their love for their homeland through visual aspects. This research explores the forms of the concept of love for the country in Indonesian painting, especially in the 19th century. This research uses the historical method with five stages: topic selection, heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The result of this research is that paintings in the 19th century illustrate the concept of patriotism as seen from the objects depicted. The object of the painting is not only fixated on the role and power of the colonial nation but also gives the impression that the Indonesian nation also has a role. This can be seen from some of Raden Saleh's paintings such as Daendels' potert, the painting Between Life and Death, and the painting of Prince Diponegoro's arrest, which gives the meaning that Indonesians also played a role in historical events that occurred at that time.
MODEL PEMBELAJARAN ORICON SEBAGAI PERSPEKTIF BARU DALAM MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SEJARAH SISWA Utari, Shela Dwi; Widiadi, Aditya Nugroho; Hudiyanto, Reza
Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia Vol 6, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um0330v6i2p254-263

Abstract

Abstract:Today's development of history learning is very complex, primarily when the independent curriculum is implemented. Students must possess various skills based on learning outcomes in the independent curriculum. One of those skills is historical thinking skills. Based on observations, it was found that teachers still need to learn about historical sources, even though this is very important in learning history. This void raises the problem that students need help to think historically. Based on this, the author wants to develop a learning model with a new perspective by applying historical sources in the learning process. The method used in this study is qualitative, with data collection techniques in the form of distributing questionnaires to history teachers. The data obtained is analyzed through three stages: the data reduction stage, data presentation, and conclusions. The result of this article is that there is a recommendation for the new learning model, Oricon. This Oricon model has five aspects: orientation, identification, collecting, construction, and evaluation. This model can be used by using historical learning resources following the material the teacher wants to explain to foster historical thinking skills. Then students will interact directly and reconstruct historical narratives from sources that have been found. Abstrak:Perkembangan pembelajaran sejarah saat ini sangat kompleks utamanya ketika kurikulum merdeka diberlakukan. Terdapat berbagai keterampilan yang wajib dimiliki oleh siswa berdasarkan capaian pembelajaran pada kurikulum merdeka. Salah satu dari keterampilan itu adalah keterampilan berpikir sejarah (historical thinking skills). Berdasarkan hasil observasi ditemukan guru masih jarang sekali menggunakan sumber sejarah padahal hal ini sangat penting dalam pembelajaran sejarah. Adanya kekosongan ini menimbulkan sebuah permasalahan bahwa siswa belum memiliki kemampuan berpikir sejarah. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengembangkan sebuah model pembelajaran dengan perspektif baru dengan menerapkan sumber sejarah dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa menyebarkan angket kepada guru sejarah. Data yang diperoleh dianalisis melalui tiga tahap, yaitu tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil dari artikel ini yaitu adanya sebuah rekomendasi model pembelajaran baru yaitu Oricon. Pada model Oricon ini terdapat lima aspek yaitu orientasi (orientation), identifikasi masalah (identification), merencanakan dan mengumpulkan informasi (collecting), mensitesis informasi (construction), serta evaluasi (evaluation). Model ini dapat digunakan dengan menggunakan sumber belajar sejarah sesuai dengan materi yang ingin dijelaskan oleh guru sebagai upaya menumbuhkan kemampuan berpikir sejarah. Kemudian siswa akan berinteraksi secara langsung dan merekonstruksi narasi sejarah dari sumber yang telah ditemukan.
Kehidupan buruh perkebunan kopi di Dampit tahun 1870-1930 Syarifudin, Muhammad Bahtiar; Sapto, Ari; Hudiyanto, Reza
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 3, No 2 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um081v3i22023p174-185

Abstract

The end of the cultuurstelseel policy and the emergence of the Agrarian Law of 1870 led to the development of plantations on a large scale, because this system gave private parties the right to develop their business in the field of export commodities by leasing native land. This has caused many people to migrate from villages to plantation areas to work as plantation labourers. This study attempts to describe the development of plantations which have begun to expand into inland areas on the island of Java, especially in Malang. Besides that, how is the life of plantation workers as plantation workers, where plantation workers occupy the lowest strata in stratification. This paper is reviewed using the historical method with sources that have been collected in the form of photo archives and documents, as well as several written sources in the form of books and articles. The policies implemented by the Dutch East Indies government greatly influenced the life of the indigenous people, especially from a social and economic point of view of the community itself. Berakhirnya kebijakan cultuurstelsel dan munculnya UU Agraria tahun 1870 menyebabkan perkembangan perkebunan secara besar besaran, karena sistem tersebut memberikan hak kepada pihak swasta untuk mengembangkan bisnisnya dibidang komoditas ekspor dengan cara menyewa tanah bumiputera. Hal itu menyebabkan banyaknya migrasi masyarakat dari desa menuju ke kawasan perkebunan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan. Kajian ini berusaha menggambarkan perkembangan perkebunan yang mulai meluas ke area pedalaman di pulau Jawa terutama di Malang. Selain itu bagaimana kehidupan buruh perkebunan sebagai tenaga kerja yang menempati strata paling bawah dalam stratifikasi. Tulisan ini dikaji menggunakan metode sejarah dengan sumber yang sudah dikumpulkan berupa arsip foto maupun dokumen, serta beberapa sumber tertulis berupa buku dan artikel. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Hindia-Belanda sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat bumiputera, terutama dari segi sosial maupun ekonomi masyarakat itu sendiri. 
Rumah sakit Zending Mojowarno di Jombang 1894-1942 Kusuma, Ananta Dharma; Hudiyanto, R. Reza
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 4, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um081v4i12024p93-110

Abstract

Abstract This research was created to give readers an overview of the history of the Mojowarno Hospital during the Dutch colonial era. The topics discussed in this article include the development process of the Zending Mojowarno Hospital in 1894-1942 and the resulting impact of the development of the Zending Hospital for the people of Jombang. In making this research the authors used historical perspective on health in explaining past events. The study uses historical methods which consist of five stages, namely topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results of this study indicate that the development of hospitals has positive implications for society such as the inclusion of Western medicine in the midst of traditional medicine, the presence of paramedical education who plays an active role in improving public health services, eradicating disease, and increasing public trust in Western methods due to the efficacy of the care provided. Abstrak Penelitian ini dibuat untuk memberi gambaran kepada pembaca tentang sejarah Rumah Sakit Mojowarno di masa pemerintahan kolonial Belanda. Topik yang dibahas dalam artikel ini diantaranya mengenai proses perkembangan Rumah Sakit Zending Mojowarno pada 1894-1942 serta dampak yang dihasilkannya dari adanya perkembangan rumah sakit zending bagi masyarakat Jombang. Dalam pembuatan penelitian ini penulis menggunakan perspektif sejarah kesehatan dalam menerangkan peristiwa masa lampau. Penelitian menggunakan metode sejarah yang terdiri lima tahapan yakni pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan rumah sakit membawa implikasi positif bagi masyarakat seperti masuknya pengobatan Barat di tengah-tengah pengobatan tradisional, hadirnya pendidikan paramedis berperan aktif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit, serta adanya peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap metode Barat akibat kemujaraban perawatan yang diberikan.
PEMANFAATAN BUKU PASUKAN M SEBAGAI SUMBER BELAJAR UNTUK MEMBANGUN KESADARAN SEJARAH DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI IPS DI SMAN 1 GLAGAH Suryansyah, Ronni; Hudiyanto, Reza; Sayono, Joko
Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 16, No 1 (2022): Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um020v16i12022p9-17

Abstract

The book of Pasukan M is a story that tells about the resistance to maintain independence in the Bali Strait, which was spearheaded by Captain Markandi. In this material, students are invited to visualize local historical events that have occurred so that they can examine the struggles of independence figures in defending their territory and encourage the formation of thinking patterns towards rational, critical, empirical, and can also develop attitudes of human values, respect for others, and mutual cooperation. Building historical awareness and critical thinking skills through Pasukan M provides an overview of how local history can have an impact on students in their lives. As a means of building historical awareness and critical thinking skills of students. Finding solutions to existing problems, thinking actively and creatively in developing critical thinking patterns are also included in the skills students need as life skills. Buku Pasukan M merupakan sebuah kisah yang menceritakan tentang perlawanan mempertahankan kemerdekaan yang berada di Selat Bali yang dipelopori oleh Kapten Markandi. Materi ini siswa diajak untuk visualisasi dari kejadian sejarah lokal yang telah terjadi sehingga dapat menelaah perjuangan para tokoh kemerdekaan dalam mempertahankan wilayahnya dan mendorong terbentuknya pemikiran rasional, berpikir kritis dan juga dapat mengembangkan karakter yang menghargai sesama, dan gotong royong. Membangun kesadaran sejarah dan kemampuan berpikir kritis melalui Pasukan M memberikan sebuah gambaran mengenai bagaimana sejarah lokal bisa memberikan dampak pada siswa dalam kehidupannya. Sebagai sarana membangun kesadaran sejarah dan kemampuan berpikir kritis siswa. Menemukan solusi dari masalah yang ada, berpikir secara aktif dan kreatif dalam mengembangkan pola pikir kritis juga termasuk dalam keterampilan yang dibutuhkan siswa sebagai bekal kecakapan hidup.