Articles
            
            
            
            
            
                            
                    
                        KEKUATAN HUKUM JUAL BELI TANAH DI BAWAH TANGAN DALAM PERSPEKTIF HAK MILIK TERKAIT PENDAFTARAN TANAH 
                    
                    Hinda Warda Sakinah; 
Istijab Istijab; 
Ronny Winarno                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 4, No 1 (2022): APRIL 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v4i1.67                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Perubahan sistem pendaftaran tanah di Indonesia sejak masa kolonial hingga berlakunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berimplikasi pada kedudukan jual beli tanah di bawah tangan, khususnya berkaitan dengan hak milik atas tanah. Kewajiban pembuktian jual beli tanah dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk kepentingan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 37 ayat (1) PP RI No. 24 Tahun 1997, menyebabkan akta di bawah tangan tidak memperoleh kepastian hukum, dan secara otomatis pemiliknya tidak memperoleh perlindungan hukum dari timbulnya sengketa pertanahan. Sementara di sisi lain jual beli tanah di bawah tangan telah dan masih hidup di tengah masyarakat, karena juga memiliki dasar hukum. Meski demikian kekuatan hukum jual beli tanah di bawah tangan tentu berbeda dengan kekuatan hukum jual beli tanah yang dibuktikan dengan akta PPAT. Jual beli tanah di bawah tangan yang diakui, hanya mempunyai daya kekuatan pembuktian formil dan materiil.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        POLITIK HUKUM NIKAH DINI SEBAGAI PENEROBOSAN HUKUM PERKAWINAN 
                    
                    Ronny Winarno; 
Kristina Sulatri                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 2, No 1 (2019): APRIL 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v2i1.8                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Secara normatif Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974, menentukan batasan usia diizinkan kawin yaitu pihak pria berusia 19 Tahun dan pihak wanita berusia 16 Tahun. Jika usia kawin tidak sesuai ketentuan ini (masih dini) harus ada dispensasi perkawinan dari Pengadilan, sebab hal ini merupakan penyimpangan Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974. Penyimpangan ini dianggap merupakan politik hukum nikah dini, karena bisa menimbulkan penerobosan hukum perkawinan yang bisa berdampak terjadinya nikah dini dalam bentuk perkawinan siri. Nikah dini inilah yang memerlukan perlin-dungan hukum terkait legalitas nikah dini sejalan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974.Kata Kunci :Politik Hukum, Nikah Dini, Penerobosan Hukum Perkawinan.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Menjamin Hak Rakyat Atas Air Sebagai Parameter Hukum Kinerja Pasangan Terpilih Pilkada Serentak di Tengah Pandemi Covid-19 
                    
                    Ronny Winarno                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 5, No 1 (2023): APRIL 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v5i1.99                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Negara menjamin hak rakyat atas air, karena air adalah refleksi hajat hidup orang banyak. Pengelolaan sumber daya air mengutamakan kepentingan hak dasar masyarakat, seperti pemenuhan kebutuhan air bersih. Jaminan negara menentukan terpenuhinya nilai keadilan atas air. Isu hukumnya (1) negara menjamin hak rakyat atas air apakah sudah memenuhi nilai keadilan (2) apa saja parameter hukum menjamin hak rakyat atas air pada negara hukum yang bermartabat di tengah pandemi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian hukum, Metode penelitian menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan ruang lingkup jaminan hak rakyat atas air. Hasil penelitian, negara menjamin hak rakyat atas air berdasar penguasaan negara atas air. Namun kebijakan pengelolaan masih lemah, pelayanan lamban serta belum optimal nilai keadilannya. Sehingga parameter hukum yang menjamin hak rakyat atas air menjadi konsekwensi hukum dan kinerja utama pasangan terpilih Pilkada serentak Kota Pasuruan Tahun 2020 di tengah pandemi Covid-19. Kesimpulannya negara menjamin hak rakyat atas air merupakan keniscayaan yang memenuhi nilai keadilan, dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan penuh tanggung jawab dan memiliki parameter hukum sebagai negara hukum yang bermartabat.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        TANGGUNG GUGAT OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN PERUSAHAAN INVESTASI DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ADANYA INVESTASI ILEGAL YANG BERGERAK DI BIDANG PASAR MODAL 
                    
                    Ronny Winarno; 
Muhammad Mashuri; 
Ad Putri Balqissiyah                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 3, No 1 (2020): DESEMBER 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v3i1.39                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Pada masa globalisasi ekonomi yang menguat, banyak orang yang tergiur untuk melakukan kegiatan investasi karena tergiur dengan tawaran keuntungan besar yang diberikan. Ketidakpahaman masyarakat tentang cara berinvestasi membuat masyarakat rentan akan penipuan yang berkedok investasi. Investasi sendiri memiliki arti yaitu penanaman modal untuk proses produksi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.  Masyarakat yang menjadi korban investasi ilegal dapat menuntut hak-haknya, salah satunya dengan ganti rugi, dengan membawa barang bukti bahwa mereka telah menjadi korban penipuan dari sebuah kegiatan investasi. Dalam menuntut adanya ganti rugi dengan dasar  Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata  terkait dengan Perbuatan Melawan Hukum. Hal tersebut karena perusahaan investasi telah melakukan suatu kegiatan ilegal atau tidak sesuai dengan hukum serta adanya kerugian yang diderita korban. Perlindungan hukum terhadap korban investasi ilegal tersebut juga harus dipenuhi oleh perusahaan yang telah melakukan hal tersebut. Perusahaan investasi haruslah memberikan hak-hak korban investasi ilegal yang berupa pemberian ganti rugi.Kata Kunci : Otoritas Jasa Keuangan, Investasi Ilegal, dan Ganti Rugi
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        TINJAUAN YURIDIS PP NO. 7 TAHUN 2021 TENTANG KEMUDAHAN, PERLINDUNGAN, DAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH TERHADAP UMKM YANG TIDAK MEMILIKI SERTIFIKAT STANDAR PRODUK 
                    
                    Zahrotul Ula; 
Ronny Winarno; 
Wiwin Ariesta                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 4, No 2 (2022): SEPTEMBER 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v4i2.79                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Banyaknya masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pedagang, baik pedagang kecil ataupun pedagang besar. Contoh bagian dari perdagangan yang kerap ditemui adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau sering kita sebut dengan UMKM. Jumlah UMKM yang terus bertambah banyak dari tahun ke tahun, yang kenyataannya banyak sekali UMKM yang belum dan tidak mengetahui bahwasannya terdapat syarat-syarat yang wajib untuk dipenuhi dan tidak diabaikan oleh para pelaku usaha UMKM tersebut menurut pada aturan yang berlaku, salah satunya adalah melengkapi produknya dengan sertifikat standar. Penulisan ini memakai pengamatan yuridis normatif. Maksud dari pengamatan ini adalah untuk mencari tau mengenai urgensi hukum dari PP No. 7 Tahun 2021 ttg Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap UMKM yg tidak memiliki sertifikat standar produk serta untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari perlindungan hukum kepada konsumen yang mengkonsumsi produk dari UMKM yang tidak memiliki sertifikat standar produk
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        KONSEKUENSI YURIDIS YANG TIMBUL DARI PERJANJIAN KONTRAK KERJA YANG MEMUAT NON COMPETITION CLAUSE 
                    
                    Lailatul Murod; 
Ronny Winarno; 
Yudhia Ismail                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 4, No 1 (2022): APRIL 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v4i1.69                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Non Competition Clause  atau klausula tidak bersaing merupakan salah satu klausula yang terdapat dalam kontrak kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh, di dalamnya berisi tentang batasan-batasan terhadap hak-hak pekerja/buruh yang bertentangan dengan Pasal 31 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Hak pekerja tersebut juga diperkuat dengan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur bahwa setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil. Kedua Pasal tersebut sejalan dengan hak konstitusi warga negara Indonesia yang dijelaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945 yang menjamin hak setiap orang untuk bekerja serta mendapat imbalan yang sesuai dan layak dalam hubungan kerja. Pencantuman Non Competition Clause dalam kontrak kerja dilakukan oleh PT.Nawakarya Persada Nusantara dalam perjanjian kontrak kerja dengan karyawan/buruh. Meskipun tidak semerta-merta menyebutkan dengan jelas adanya Non Competition Clause, namun jika dicermati secara seksama beberapa pasal dalam perjanjian kerjanya mengandung Non Competition Clause di dalamnya, sehingga mengakibatkan kerugian terhadap hak-hak buruh.Penelitian ini dilakukan pada prinsipnya untuk mengetahui konsekuensi yuridis yang timbul akibat adanya perjanjian kontrak kerja yang memuat Non Competition Clause. Non Competition Clause dalam perjanjian kontrak kerja termasuk dalam kategori klausula legal yang dilarang oleh Undang-Undang apabila dalam pemberlakuannya tidak dilakukan batasan-batasan yang jelas yang menyebabkan hak-hak pekerja/buruh dirugikan. Hal tersebut menimbulkan konsekuensi yaitu kontrak kerja tersebut batal demi hukum dan apabila pengadilan memutuskan Non Competition Clause tersebut masuk dalam klasifikasi perselisihan hubungan industrial, maka pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan melalui pengadilan hubungan industrial.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        STUDI KOMPARATIF HUKUM TERHADAP FREIES ERMESSEN DENGAN IJTIHAD DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA 
                    
                    Muchammad Andy Pradana; 
Ronny Winarno; 
Humiati Humiati                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 4, No 3 (2022): DESEMBER 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v4i3.89                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Freies Ermessen merupakan kewenangan bebas yang diberikan kepada pejabat pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi warga masyarakat, yang merupakan konsekuensi dari adanya konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan ini lahir untuk mengisi kekosongan hukum yang menjadi dasar perlindungan terhadap pengambilan keputusan dan/atau tindakan (diskresi) dari badan dan/atau pejabat pemerintahan dan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan diskresi itu sendiri. Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. Tidak semua hasil ijtihad merupakan pembaruan bagi ijtihad yang lama sebab ada kalanya hasil ijtihad yang baru sama dengan hasil ijtihad yang lama. Bahkan sekalipun berbeda hasil dari ijtihad baru juga tidak bisa mengubah status ijtihad yang lama. Penulisan ini menggunakan metode penelitian perbandingan hukum dan yuridis normatif. Tujuan penelitian ini karena banyaknya pejabat tata usaha negara sekarang ini yang notabene mereka berasal dari golongan yang mengerti agama (Islam), justru mereka belum mampu membedakan yang sebenarnya konteks dan hakikat dari freies ermessen dan ijtihad itu sendiri. Seringkali menjadikan ijtihad sebagai alat pelindung untuk dirinya dalam membuat kebijakan atau keputusan agar dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat karena seolah olah mereka berijtihad layaknya pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya terdahulu.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        ANALISA HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA AKSES BANDWIDTH TANPA IZIN PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI 
                    
                    M. Yogi Prianto; 
Ronny Winarno; 
Muhhamad Mashuri                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 4, No 2 (2022): SEPTEMBER 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v4i2.80                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Semakin berkembangnya teknologi informasi mengakibatkan perubahan terhadap sisi kehidupan dari segi sosial, semakin maju teknologi akan banyak akibat, baik akibat positif atau akibat negatif, karena turut serta dalam meningkatkan kemakmuran, kemajuan serta perkembangan manusia, tapi pada akibat lain sangat ampuh menimbulkan tindakan pelanggaran hukum. Perbuatan tersebut tidak terkecuali pada tindak pidana akses bandwidth tanpa izin pada perusahaan telekomunikasi. Suatu penyalahgunaan yang memicu timbulnya perbuatan melawan hukum merupakan sisi negatif dari kemajuan teknologi. Tindak pidana akses bandwith tanpa izin merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Tujuan dari penelitian ini yakni mengetahui serta menjelaskan tentang unsur-unsur tindak pidana akses bandwidth tanpa izin pada perusahaan telekomunikasi juga menjelaskan bentuk perlindungan hukum pada korban tindak pidana akses bandwidth tanpa izin.Adapun penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif yakni pendekatan hukum yang menggunakan bahan-bahan pustaka sebagai sumber dasar dan mempelajari dan menganalisa peraturan-peraturan, penggunaan beberapa literatur yang berkaitan. Berdasarkan analisa hukum yang digunakan maka penulis memberikan kesimpulan bahwa tindak pidana akses bandwidth tanpa izin telah menimbulkan kerugian bagi penyelenggara jasa layanan akses internet resmi, dalam hal ini adalah Indihome dari PT. Telkom, juga mengakibatkan kerugian kesempatan berusaha bagi penyelenggara jasa layanan internet lainnya yang resmi. Untuk itu, hendaknya para pelaku diberikan sanksi yang tepat.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Tinjauan Yuridis Proses Peralihan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah 
                    
                    Muchammad Agung Laksono; 
Ronny Winarno; 
Istijab Istijab                    
                     Yurijaya : Jurnal Ilmiah Hukum Vol 5, No 2 (2023): AGUSTUS 
                    
                    Publisher : Universitas Merdeka Pasuruan 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.51213/yurijaya.v5i2.104                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Tanah merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan masyarakat. Selain kebutuhan pokok berupa makanan dan pakaian, manusia juga perlu adanya tanah untuk ditinggali sebagai tempat tinggal dan kediaman mereka. Dalam memberikan suatu kepastian hukum serta menjamin hak milik tanah kepada pemegang hak atas tanah, maka masyarakat harus memiliki alat bukti beruoa sertifikat hak milik (SHM). Rumah tinggal merupakan kebutuhan yang yang dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya, sebaiknya tanah yang dipakai sebagai rumah tinggal yang berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) harus diubah menjadi Hak Milik.Peningkatan HGB menjadi Hak Milik merupakan bentuk dari penegakan dan penegasannya terkait hapusnya hak atas tanah semula/asal atas pemberian hak atas tanah baru. Dengan dihapusnya hak atas tanah asal itu maka dengan sendirinya, hapus juga hak tanggungan yang membebaninya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui urgensi peningkatan HGB menjadi Hak Milik. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah terkait prinsip hukum kepemilikan tanah yang berstatus HGB dan mengapa peningkatan HGB menjadi Hak Milik dalam PP RI No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah perlu diupayakan.Pendekatan penelitian ini mengarah pada studi kepustakaan peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis ada metode penelitian yuridis normatif, artinya penelitian ini mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai aturan, norma atau kaidah yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat serta menjadi acuan perilaku dan tingkah laku setiap orang. Penelitian hukum normatif ini adalah proses yang berguna untuk menemukan prinsip hukum, aturan hukum dan/atau doktrin hukum dalam menjawab isu hukum yang sedang dibahas dan diteliti.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBANGUNAN HUKUM MEWUJUDKAN GOOD GOVERMENT 
                    
                    Winarno, Ronny                    
                     JURNAL LEGISIA Vol 15 No 2 (2023): Juli 
                    
                    Publisher : Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Sunan Giri Surabaya 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.58350/leg.v15i2.261                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
The law reflects the culture of society. Every society always produces culture, so the law always exists in society and appears with its distinctiveness. Community culture is part of local wisdom that reflects character, noble values, rules, order as a reflection of living law, hereditary has & been recognized by the wider community. Its perspective, concept and simplicity can be a source of law to realize good governance. Legal development, not only preparing normative or regulatory aspects, but also the role of legal development in realizing good governance. The results showed that in some regions there are still commendable actions such as corruption, hampering the good governance process.