Bencana Gempa dapat menyebabkan timbulnya krisis kepariwisataan. Dampaknya terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara karena bencana gempa tersebut. Gempa Lombok berdampak besar pada aktifitas pariwisata. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai leader berperan penting dalam menangani bencana dan krisis kepariwisataan di Kabupaten Lomtara melalui kebijakan hukum pemulihan pariwisata agar pariwisata dapat berkelanjutan. Penelitian ini untuk merekonstruksi formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan penanggulangan bencana (PB) sektor pariwisata pasca gempa di Kabupaten Lomtara. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, paradigma fenomenologis, metode studi kasus dengan fokus penelitian pada krisis kepariwisataan akibat gempa Lombok tahun 2018. Penelitian menggunakan konsep kebijakan pemulihan pariwisata, pasca gempa, formulasi, implementasi, dan evaluasi PB. Analisis terhadap fomulasi, implementasi dan evalusi PB menggunakan Theory of decision Making dan teori Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK) dengan Authority theory sebagai teori payung. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam dan studi dokumen. Teknik analisa data dengan deskriptif kualitatif model Creswell. Penyanjian hasil analisa data secara naratif, dikomparasi dengan teori untuk mengkaji lebih dalam terkait permasalahan dan temuan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan penanggulangan gempa formulasinya mengikuti hirarki regulasi, kebijakan hukum meso lebih dominan. Implementasi tahap pra-bencana tidak maksimal, karena keterpaduan dengan tanggap darurat dan pasca bencana tidak implementatif. Starting dan finising status bencana PB dan MKK ditentukan oleh pusat meskipun dinyatakan deklarasi non bencana nasional, sehingga ambiguitas bagi leader dan operator dalam pemulihan pariwisata. Evaluasi PB berjalan baik sedang MKK tidak diaplikasikan dalam program Pemda. Kebaruan penelitian, ditemukannya vacum of norm makro, meso dan mikro (3M) dengan penerapan kebijakan hukum (3M) melalui semangat filosofis Tioq, Tata, Tunaq. Temuan empirik, saat tanggap darurat spirit peasant community memperkuat kolaborasi stakeholder. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, formulasi kebijakan PB pasca gempa di sektor pariwisata merupakan regulasi berlaku secara hirarki dan diikuti oleh Pemda. Implementasi penerapan formulasi regulasi secara efektif dan efisien. Evaluasi terhadap kebijakan pemulihan sektor pariwisata pasca gempa terhadap implementasi dari formulasi empat pilar kebijakan pembangunan pariwisata yaitu destinasi, pemasaran, industri dan kelembagaan pariwisata