Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Negosiasi Identitas Gender dalam Arena Politik Hukum Islam: Studi Kasus RUU Ketahanan Keluarga dan Respons Ormas Islam: Studi Kasus RUU Ketahanan Keluarga dan Respons Ormas Islam munandar, arism; Endang Susanti
Al Fuadiy Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 6 No. 2 (2024): Al Fuadiy : Jurnal Hukum Keluarga Islam
Publisher : Nurul Qarnain College of Sharia Studies, Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/af.v6i2.1293

Abstract

Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang sempat diusulkan dalam Prolegnas DPR RI menimbulkan kontroversi karena memuat pasal-pasal yang dihapus dari tafsir Islam konservatif, terutama dalam hal peran gender dalam keluarga. Di tengah masyarakat Indonesia yang plural dan multitafsir, RUU ini mencerminkan upaya negara dalam mengarahkan moralitas masyarakat berdasarkan interpretasi agama tertentu. Penelitian ini penting untuk melihat bagaimana legislasi menjadi arena produksi kebenaran moral yang berdampak langsung pada hubungan kekuasaan dalam rumah tangga serta posisi perempuan di ruang sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi pustaka dan analisis wacana kritis. Data diambil dari naskah RUU, pernyataan organisasi keagamaan, dan literatur akademik mengenai hukum keluarga dan gender dalam Islam. Analisisnya terfokus pada aspek empat: kontradiksi dengan prinsip kesetaraan gender, dominasi tafsir konservatif, fragmentasi respons ormas Islam, serta peran negara dalam menginstitusionalisasi tafsir agama. Hasil kajian menunjukkan bahwa legislasi ini tidak netral, melainkan bermuatan ideologi dan politik. Oleh karena itu, hukum keluarga harus dirumuskan secara partisipatif, kontekstual, dan menjunjung nilai-nilai keadilan serta pluralisme. Peran masyarakat sipil dan ormas progresif menjadi sangat penting dalam menjaga demokrasi substantif. Kata kunci : legislasi, gender, tafsir Islam, negara, demokrasi.
Media Sosial antara Hegemoni dan Emansipasi : Tinjauan Kritis terhadap Peran Edukatif dalam Demokrasi Digital Aris Munandar; Fakih Fadilah Muttaqin; Endang Susanti
Prosiding Seminar Nasional Ilmu Pendidikan Vol. 2 No. 1 (2025): Juni : Prosiding Seminar Nasional Ilmu Pendidikan
Publisher : Asosiasi Riset Ilmu Pendidikan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62951/prosemnasipi.v2i1.129

Abstract

This research aims to explore the role of social media in Indonesia's digital democracy, by highlighting the tension between its function as a tool of hegemony or a means of emancipation. The background of this study is the increasing use of social media by political actors and civil society in voicing, shaping or criticizing public narratives ahead of the 2024 elections. This study uses a critical qualitative approach with a descriptive study design, and applies the Critical Discourse Analysis method and netnographic observation of political content on three main platforms: Twitter, TikTok, and Instagram. Data was collected through literature studies, digital documentation, and observation of user interactions in digital political campaigns. The results show that the digital space is dominated by hegemonic actors such as political elites, partisan buzzers, and platform algorithms that reinforce certain narratives. However, there are also spaces of emancipation formed by digital communities and independent content creators who use social media as a means of political education and symbolic resistance. Counter-narratives that emerge tend to be temporary and are often limited by distribution and visibility controls. These findings have important implications for the development of more critical and participatory digital literacy policies. In addition, this study contributes to the enrichment of critical communication theory, by affirming the importance of viewing social media as a complex pedagogical and ideological field in contemporary democratic practice.
Politik Identitas Dalam Masyarakat Multikultural : (Studi Kasus Politik Sosial di Indonesia) Munandar, Aris; Susanti, Endang
Jurnal Ilmu Pendidikan, Sosial dan Humaniora Vol 1 No 1 (2025): Maret
Publisher : CV. Lentera Literasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58472/jipsh.v1i1.20

Abstract

This research aims to analyse the role of identity politics in Indonesia's multicultural society and its impact on social and political dynamics, particularly through social media in political campaigns. In Indonesia, which has high ethnic, religious and cultural diversity, political parties and legislative candidates often utilize identity politics to mobilise support from certain groups. Social media, as a key platform in modern political campaigns, plays an important role in reinforcing or defusing identity-based social polarisation. This research uses a literature study approach to review literature related to identity politics, social conflict, and the impact of social media in strengthening or defusing tensions between groups. The results show that identity politics, while it can strengthen solidarity within certain groups, also has great potential to increase social polarisation to the detriment of social cohesion. Intensive identity-based campaigns on social media often exacerbate tensions between ethnic or religious groups, which risks undermining national political stability. This research also found that while social media can exacerbate social divisions, it also has the potential to ease tensions through inclusive narratives that reinforce pluralism. Overall, this research provides insight into the challenges and opportunities faced in managing identity politics in Indonesia, as well as how social media can be used wisely to maintain political and social stability.
Pengaruh Media sosial Instagram dan Sponsorship terhadap Brand Image Extra Joss di Jakarta Febbyani, Kharisma Putri; Susanti, Endang; Akib, Syubhan; Ekasari, Retno; Sholeh, Muhammad
LUGAS Jurnal Komunikasi Vol. 9 No. 1: Juni 2025
Publisher : Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31334/lugas.v9i1.5249

Abstract

Studi ini menyelidiki pengaruh strategi media sosial dan sponsorship terhadap citra merek Extra Joss. Secara khusus, studi ini membahas kekhawatiran mengenai inkonsistensi dalam pesan merek, keterlibatan konsumen yang rendah di Instagram, dan sponsorship yang mungkin tidak selaras dengan target pasar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana media sosial dan sponsorship Instagram memengaruhi citra merek Extra Joss di kalangan konsumen di Jakarta. Pendekatan kuantitatif digunakan, menggunakan metode survei dengan data yang dikumpulkan dari 110 responden melalui kuesioner. Hasilnya menunjukkan bahwa media sosial dan sponsorship Instagram memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap citra merek. Kehadiran media sosial Instagram menyumbang 55,9% kontribusi, sementara sponsorship menyumbang 47,7%. Lebih lanjut, ketika dipertimbangkan secara bersamaan, kedua variabel ini secara kolektif menjelaskan 58,1% variasi dalam citra merek, dengan 41,9% sisanya dikaitkan dengan variabel lain yang tidak termasuk dalam studi ini. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya mengoptimalkan komunikasi digital dan sponsorship strategis untuk menumbuhkan citra merek yang kuat.
Peran Dunia Islam dalam Membangun Perdamaian Global: Perspektif Hubungan Internasional Munandar, Aris Munandar; Susanti, Endang
Mondial: Jurnal Hubungan Internasional Vol 2, No 1 (2025): Maret 2025
Publisher : Universitas Al-azhar Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36722/mondial.v2i1.4707

Abstract

Islam dan perdamaian adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain, karena Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin. Sehingga sudah menjadi keniscayaan bagi umat Islam untuk berkontribusi aktif dalam upaya mewujudkan dan memelihara perdamaian dunia. Makalah ini bertujuan menganalisis peran politik Islam dalam kontribusi perdamaian di dunia internasional. Politik Islam sebagai subjek aktif dalam perdamaian global di artikel ini dibagi ke tiga tingkatan, yaitu individu, negara, dan global. Pendekatan analisis konsep terhadap tiga tingkatan ini diambil dari kajian ilmu Hubungan Internasional. Untuk tingkatan individu, penerima Nobel Perdamaian dapat dijadikan salah satu tolak ukur analisis. Karena penghargaan tersebut merupakan pengakuan internasional. Pada tingkat negara, artikel ini mengambil contoh peran Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Sedangkan pada tingkatan terakhir yaitu global, beberapa organisasi seperti Organisasi Kerjasama Islam (OKI), Liga Arab, dan Liga Muslim Dunia menjadi organisasi yang representatif untuk melihat sejauh mana peran politik Islam dalam memelihara perdamaian dunia.
Cultural Diplomacy in Global Governance: Reimagining Indonesia’s Soft Power Through Nahdlatul Ulama’s Islam Nusantara Paradigm Muttaqin, Fakih Fadilah; Munandar , Aris; Susanti, Endang; Gutierrez, Yamil Hassan Rozo; Riaz, Farman
JURNAL INDO-ISLAMIKA Vol. 15 No. 1 (2025): (JUNE) INDO-ISLAMIKA: Journal of Interdisciplinary Studies on Islam in Indones
Publisher : Graduate School of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jii.v15i1.47006

Abstract

This study analyzes Nahdlatul Ulama (NU)’s deployment of Islam Nusantara as cultural soft power to counter global Islamophobia. Through case studies of NU’s diaspora networks (PCINU) in Japan and Australia—using interviews, discourse analysis, and policy documents—the research reveals cultural diplomacy strategies: haul (commemorative rituals), shalawatan (devotional chants), interfaith education, and cross-cultural dialogues. These promote moderate Islam rooted in local traditions, contrasting state-centric models (e.g., Saudi Arabia, Iran). Challenges include intra-Muslim fragmentation and Salafi-Wahhabi-driven digital radicalization, yet NU fosters global perceptions of Islam as adaptive and peaceful. The study urges integrating NU’s grassroots efforts into Indonesia’s foreign policy while enhancing multilingual digital counter-radicalization outreach. Theoretically, it redefines soft power by shifting discourse to position civil society as diplomatic agents, demonstrating how religious-cultural movements reshape transnational narratives of Islamic moderation. NU’s model elevates Indonesia’s global image as an inclusive Islamic hub, though sustained impact requires institutional collaboration, resource mobilization, and strategic communication.
The Role of The Organization Of Islamic Cooperation (OIC) in Strengthening Islamic Diplomacy And Conflict Resolution Munandar, Aris; Umar Lubis, Amany Burhanuddin; Faiqoh, Fadhilah; Susanti, Endang
ARMADA : Jurnal Penelitian Multidisiplin Vol. 3 No. 10 (2025): ARMADA : Jurnal Penelitian Multidisplin, Oktober 2025
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi 45 Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/armada.v3i10.1779

Abstract

This research aims to analyze the concept and implementation of Islamic diplomacy as an alternative paradigm in global conflict resolution. Islamic diplomacy departs from the ethical principles of the Qur'an such as 'adl (justice), sulḥ (peace), ṣidq (honesty), and rahmah (compassion) which place morality at the core of relations between countries. Through a library research approach, this study examines classical and contemporary literature on international relations theory, Islamic political thought, and the diplomatic practices of Islamic world institutions such as the Organization of Islamic Cooperation (OIC) and the Arab League. The results of the study show that Islamic diplomacy is not just a political instrument, but a value system that serves to build global justice and sustainable peace. In the modern context, Islamic diplomacy can be actualized through a model  of clean diplomacy that is free from narrow interests, political manipulation, and power hegemony. This reactualization includes the integration of Islamic values in foreign policy, strengthening the role of Islamic multilateral institutions, and ethics-based digital diplomacy. In conclusion, Islamic diplomacy offers a moral and spiritual paradigm that is able to correct the ethical void in conventional diplomacy and become the foundation for a peaceful, just, and civilized world order
The Contribution of Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah in Strengthening Democracy in Indonesia: A Study of Moderate Islamic Politics munandar, aris; Aris; Susanti, Endang
Almustofa Journal of Islamic Studies and Research Vol 1 No 01 (2024): Transformasi Nilai-Nilai Islam dalam Era Digital: Harmoni Tradisi dan Wahyu
Publisher : BAMALA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi kontribusi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai dua organisasi Islam terbesar di Indonesia dalam memperkuat demokrasi melalui pendekatan politik Islam moderat. Latar belakang penelitian ini berangkat dari tantangan demokrasi Indonesia, seperti ancaman radikalisme, polarisasi politik, dan lemahnya kepercayaan publik terhadap institusi negara, yang membutuhkan pendekatan berbasis nilai-nilai keislaman inklusif. NU dan Muhammadiyah, dengan legitimasi dan basis massa yang luas, memiliki peran strategis dalam menjaga keberlanjutan demokrasi melalui pendidikan politik dan advokasi sosial yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif-analitis, yang menelaah berbagai dokumen, karya ilmiah, dan literatur terkait. Analisis dilakukan dengan pendekatan sosio-historis untuk memahami peran kedua organisasi dalam konteks sosial dan politik Indonesia. Data dikumpulkan dari buku, jurnal, dan dokumen relevan untuk mendalami strategi, tantangan, dan capaian NU dan Muhammadiyah dalam memperkuat demokrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NU dan Muhammadiyah memainkan peran penting dalam memperkokoh nilai-nilai demokrasi melalui konsep seperti Hubbul Wathan Minal Iman, Darul Ahdi wa Syahadah, dan Risalah Islam Berkemajuan. Kedua organisasi ini berkontribusi dalam membangun masyarakat sipil yang kritis, mempromosikan toleransi, serta menjaga stabilitas politik dan keadilan sosial. Dengan pendekatan Islam moderat, NU dan Muhammadiyah terbukti efektif menghadapi tantangan internal maupun eksternal, menjadikan mereka sebagai pilar utama dalam keberlanjutan demokrasi di Indonesia.
FRAGMENTASI POLITIK ISLAM PASCA-PILPRES 2024: DINAMIKA DUKUNGAN POLITIK NU DAN MUHAMMADIYAH Munandar, Aris; Susanti, Endang; Faiqoh, Fadhilah
Madika: Jurnal Politik dan Governance Vol. 5 No. 1 (2025): Madika: Jurnal Politik dan Governance
Publisher : Program Studi Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24239/madika.v5iNo.2.3972

Abstract

Pemilihan Presiden 2024 menjadi titik krusial dalam peta politik Islam di Indonesia, di mana organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah kembali menjadi sorotan utama dalam dinamika kontestasi pemilu. Penelitian ini membahas fragmentasi politik Islam pasca-Pilpres 2024, dengan fokus pada peran strategi dua organisasi Islam terbesar tersebut dalam membentuk lanskap sosial-politik nasional. Secara kelembagaan, NU dan Muhammadiyah memang menyatakan netral dalam pemilu, namun kenyataannya menunjukkan tidak adanya keterlibatan aktif para anggotanya dalam partai politik tertentu. Fragmentasi ini ditandai dengan polarisasi ideologi antara kelompok moderat dan konservatif, serta tidak adanya konsolidasi suara Islam dalam struktur kekuasaan nasional. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (library study) dengan pendekatan analisis konten dan komparatif-historis untuk memahami dinamika politik Islam kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fragmentasi menyebabkan melemahnya posisi politik Islam tawar dalam mempengaruhi kebijakan publik, serta membuka ruang bagi kelompok pragmatis dan sekuler untuk mendominasi kekuasaan. Namun demikian, terdapat peluang rekonsolidasi melalui dialog lintas organisasi dan penguatan peran sosial-keagamaan NU dan Muhammadiyah. Kontribusi mereka dalam memperkuat demokrasi, baik melalui pendidikan politik warga maupun peran sebagai penyeimbang kekuasaan, sangat krusial dalam menjaga stabilitas dan inklusivitas demokrasi Indonesia. Studi ini merekomendasikan pendekatan kolaboratif antarorganisasi Islam untuk mengatasi fragmentasi dan membangun basis politik Islam yang progresif dan adaptif terhadap demokrasi modern.
Etika Politik Islam dalam Konsep Kenegaraan Moh. Natsir dan S.M. Kartosuwiryo: Analisis Filsafati-Komparatif Munandar, Aris; Suwendi, Suwendi; Susanti, Endang
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 24 No. 1 (2025)
Publisher : Pascasarjana UIN ANTASARI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/albanjari.v24i1.17206

Abstract

This study examines Islamic political ethics in the thought of Mohammad Natsir and Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo through a philosophical-comparative approach. The two figures represent opposing poles in the discourse on Islam and the state in Indonesia, Natsir with his inclusive constitutional-democratic approach, and Kartosuwiryo with his exclusive theocratic-revolutionary vision. The study focuses on the construction of political ethics in their views on democracy, power, law, and plurality within the context of the modern state. This research employs a qualitative method based on library research, with thematic analysis of primary and secondary works by both figures. A philosophical approach is used to explore the moral-political dimensions of ethics, including the normative basis of political action, the legitimacy of authority, and the relationship between religion and the state. The findings reveal fundamental differences: Natsir perceives democracy as an ethical and constitutional means to promote Islamic values peacefully, while Kartosuwiryo considers only a theocratic system based on sharia as legitimate, rejecting democratic states entirely. These differences are also reflected in their concepts of power, law, and plurality Natsir emphasizes inclusivity and public ethics, while Kartosuwiryo adopts an exclusive and confrontational stance. This study not only clarifies the divergent paradigms of postcolonial Islamic political ethics in Indonesia but also offers theoretical contributions to understanding the relevance of constitutional versus revolutionary approaches in contemporary Islamic politics.