Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Hubungan antara Red Cell Distribution Width dan Kejadian Sepsis Neonatorum Bayi Prematur Raymond Warouw; Susi Susanah; Tetty Yuniati
Sari Pediatri Vol 22, No 2 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.2.2020.104-8

Abstract

Latar belakang. Sepsis neonatorum merupakan penyebab utama kematian bayi. Perjalanan awal neonatus sepsis sulit dikenali sehingga diperlukan penilaian klinis dan laboratorium menyeluruh. Red cell distribution width (RDW) sebagai parameter karakteristik eritrosit telah digunakan pada pasien dewasa, anak, dan neonatus cukup bulan sepsis. Belum banyak studi dilakukan pada bayi prematur. Tujuan. Mengetahui hubungan antara RDW dan kejadian sepsis neonatorum bayi prematur.Metode. Penelitian observasional potong lintang pada bayi prematur gestasi 28-<37 minggu dengan risiko infeksi yang dirawat di Bagian Neonatologi Rumah Sakit Hasan Sadikin bulan Desember 2018. Subjek memenuhi kriteria inklusi dilakukan penilaian kejadian sepsis dengan skor modifikasi Tollner dan pemeriksaan RDW. Analisis data menggunakan uji chi-kuadrat dan uji Kruskal-Wallis.Hasil. Dari 39 subjek ditemukan 7 bayi (17,9%) sepsis neonatorum, 11 bayi (28,2%) diduga sepsis dan 21 bayi (53,8%) tidak sepsis. Seluruh subjek memiliki rerata berat badan lahir 1732 gram dan median gestasi 34 minggu. Bayi prematur sepsis memiliki median RDW lebih besar (17,8%) dibandingkan bayi diduga (16,5%) dan tidak sepsis (16,7%). RDW normal didapati pada 55% bayi tidak sepsis, 33% bayi diduga sepsis dan 12% bayi sepsis. Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan RDW dan kejadian sepsis neonatorum dengan p=0,006 (p<0,05). Kesimpulan. Peningkatan RDW berhubungan dengan neonatus prematur sepsis.
Korelasi Kadar Feritin dengan Jumlah CD4, CD8, dan Rasio CD4/CD8 pada Penyandang Talasemia Mayor Anak Bonnie Arseno; Djatnika Setiabudi; Susi Susanah
Sari Pediatri Vol 19, No 2 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.834 KB) | DOI: 10.14238/sp19.2.2017.76-80

Abstract

Latar belakang. Pada talasemia mayor, peningkatan penyerapan besi dan transfusi darah regular mengakibatkan penumpukan besi pada berbagai organ dan gangguan sistem imun melalui berbagai mekanisme. Keadaan ini berkaitan dengan risiko infeksi pada penyandang talasemia mayor anak.Tujuan. Untuk menganalisis korelasi kadar feritin dengan jumlah CD4, CD8, dan rasio CD4/CD8 pada penyandang talasemia mayor anak.Metode. Penelitian observasional analitik menggunakan rancangan potong lintang, subjek 30 anak yang memenuhi kriteria penelitian. Analisis data menggunakan uji korelasi.Hasil. Didapatkan jumlah CD4 absolut, CD4%, CD8 absolut dan rasio CD4/CD8 menurun. Selain itu, terdapat jumlah CD4 absolut, CD8 absolut dan CD8% meningkat. Pada kelompok usia ≤5 tahun, korelasi kadar feritin dengan CD8 absolut, CD8%, dan rasio CD4/CD8 berturut-turut menghasilkan koefisien korelasi 0,691, 0,557, -0,680, dan p<0,05. Sementara pada kelompok lama terapi ≤5 tahun korelasi kadar feritin dengan CD8 absolut, CD8%, dan rasio CD4/CD8 menghasilkan koefisien korelasi 0,709, 0,571, -0,726 dengan p<0,05. Kesimpulan. Tidak terdapat korelasi antara kadar feritin dengan jumlah CD4, CD8, rasio CD4/CD8. Peningkatan kadar feritin akan diikuti dengan peningkatan jumlah CD8 absolut dan CD8%, serta penurunan rasio CD4/CD8 pada penyandang talasemia mayor anak berdasar atas usia dan lama terapi ≤5 tahun.
Hubungan antara Nilai C−Reactive Protein, Immature To Total Neutrophil Ratio, dan Red Cell Distribution Width dengan Kejadian Sepsis Neonatorum Bayi Prematur Fouad Hakiem; Susi Susanah; Tetty Yuniati
Sari Pediatri Vol 21, No 4 (2019)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp21.4.2019.218-25

Abstract

Latar belakang. Bayi prematur rentan terhadap infeksi yang berisiko sepsis akibat sistem imun yang belum sempurna. Deteksi dini sepsis neonatorum dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian modifikasi Tollner yang berdasarkan penilaian klinis dan parameter laboratorium, seperti C-Reactive Protein (CRP), rasio Immature to Total Neutrophil (rasio I/T), dan Red Cell Distribution Width (RDW). Pemeriksaan RDW menunjukkan heterogenitas eritrosit akibat detruksi eritrosit oleh suatu proses infeksi.Tujuan. Mengetahui hubungan antara nilai CRP, rasio I/T, dan RDW dengan kejadian sepsis neonatorum bayi prematur. Metode. Studi kasus kontrol menggunakan data sekunder rekam medis dengan subjek penelitian bayi prematur usia gestasi 28-<37 minggu yang dirawat di ruang neonatus Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) periode Desember 2018−Mei 2019. Kelompok kasus adalah bayi prematur sepsis, sedangkan kelompok kontrol adalah bayi prematur sakit tidak sepsis yang dilakukan pemeriksaan CRP, rasio I/T, dan RDW. Data dianalisis secara bivariat dan multivariat dengan regresi logistik menggunakan program SPSS dan STATA.Hasil. Penelitian ini melibatkan 30 bayi prematur sepsis dan 30 bayi prematur tidak sakit (kontrol). Analisis bivariat menunjukkan nilai CRP dan rasio IT berhubungan bermakna terhadap kejadian sepsis dengan masing-masing p<0,001 dan p<0,011. Analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan nilai CRP >0,64 mg/dL berisiko 32 kali terhadap kejadian sepsis (p<0,001) dibandingkan rasio I/T >0,119 dan RDW >18,7% yang masing-masing 3,2 kali (p=0,446) dan 0,9 kali (p=0,947) terhadap kejadian sepsis.Kesimpulan. Pemeriksaan CRP merupakan pemeriksaan yang lebih baik dalam membantu menegakkan diagnosis sepsis neonatorum bayi prematur dibandingkan pemeriksaan rasio I/T dan RDW.
Perbedaan Kadar Feritin Serum Pada Penyandang Talasemia β Mayor yang Mengalami Hipotiroid dan Eutiroid Burhan Nasaruddin; Susi Susanah; Sri Sudarwati
Sari Pediatri Vol 19, No 3 (2017)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.3.2017.161-5

Abstract

Latar belakang. Komplikasi penumpukan besi pada organ tiroid berupa hipotiroid. Sebagian besar penelitian yang meneliti hubungan feritin serum dan hipotiroid mendapatkan hasil yang tidak bermakna. Penumpukan besi pada organ dapat dipengaruhi oleh faktor genetik sehingga menyebabkan perbedaan hasil penelitian.Tujuan. Menentukan perbedaan feritin serum pada penyandang talasemia β mayor dengan hipotiroid dan eutiroid.Metode. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional rancangan cross sectional pada penyandang talasemia β mayor di poliklinik anak Hemato-Onkologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Subjek diperiksakan TSH, FT4, T3 dan feritin, dibagi menjadi kelompok hipotiroid dan eutiroid, kemudian diklasifikasikan menjadi hipotiroid nyata, subklinis, sekunder dan eutiroid. Analisis menggunakan Uji Mann Whitney dan Kruskall Wallis.Hasil. Subjek penelitian 68 anak, 38 subjek (55%) mengalami hipotiroid. Feritin serum kelompok hipotiroid 3275 ng/dL, berbanding 3648 ng/dL pada eutiroid, tidak berbeda bermakna (p=0,443). Terdapat hubungan feritin serum dengan klasifikasi hipotiroid. Feritin serum berdasarkan klasifikasi hipotiroid nyata, subklinis, sekunder dan eutiroid secara berurutan sebesar 6575, 2687, 4089, dan 3648 ng/mL (p=0,027). Analisis posthoc mendapatkan hipotiroid nyata dan subklinis berbeda bermakna.Kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan feritin serum tidak berbeda pada kelompok hipotiroid dan eutiroid, tetapi berbeda pada hipotiroid nyata dan subklinis. Hasil penelitian mendorong dilakukan evaluasi profil tiroid secara rutin sejak dini.
Korelasi Feritin Serum dengan Neopterin Serum pada Penyandang Talasemia-β Mayor Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Idham Fadhillah; Susi Susanah; Dzulfikar Djalil Lukmanul Hakim
Sari Pediatri Vol 20, No 2 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (822.719 KB) | DOI: 10.14238/sp20.2.2018.85-89

Abstract

Latar belakang. Penyandang talasemia-β mayor berisiko lebih tinggi mengalami infeksi akibat disfungsi sistem imun karena kelebihan besi. Beban besi tubuh dapat ditunjukkan oleh kadar feritin serum (FS) sementara kadar neopterin serum (NS) merupakan penanda sensitif imunitas seluler tubuh.Tujuan. Mengetahui korelasi kadar FS dengan NS pada penyandang talasemia-β mayor anak.Metode. Studi potong lintang dilakukan pada penyandang talasemia-β mayor anak secara konsekutif yang telah mengalami kelebihan besi di Klinik Talasemia Anak RSUP Dr Hasan Sadikin pada Februari 2018. Subjek penelitian dipilih secara konsekutif. Kadar FS diperiksa dengan metoda immunoassay (CLIA), sedangkan NS dengan ELISA. Analisis statistik menggunakan korelasi rank Spearman, kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05. Hasil. Empat puluh anak memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 58% laki-laki dan 48% berusia lebih dari 10 tahun. Median kadar FS dan NS adalah 3391,1 ng/mL dan 0,57 nmol/L dengan rentang FS dan NS, yaitu 1038,1–7490,2 ng/mL dan 0,118–2,220 nmol/L. Secara keseluruhan korelasi kadar FS dengan NS diperoleh r= -0,474; p=0,002, sementara pada kadar FS <2000ng/mL didapatkan korelasi positif (r= 0,250).Kesimpulan. Kadar neopterin serum berkorelasi dengan kadar feritin serum, FS tidak dapat digunakan untuk memprediksi status imun pada penyandang talasemia-β mayor anak.
Laporan kasus berbasis bukti: Pedoman Skrining Populasi dengan Risiko Tinggi Talasemia Nur Melani Sari; Irene Arini; Nur Suryawan; Susi Susanah; Lelani Reniarti; Harry Raspati Achmad; Ponpon Idjradinata
Sari Pediatri Vol 21, No 5 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp21.5.2020.322-8

Abstract

Latar belakang. Talasemia merupakan penyakit keturunan akibat kelainan sel darah merah yang belum dapat disembuhkan, tetapi dapat dicegah. Berbagai studi memperlihatkan bahwa program pencegahan melalui skrining talasemia jauh lebih menguntungkan dibandingkan pengobatan. Skrining dapat dilakukan melalui berbagai metode, di antaranya skrining populasi umum dan populasi khusus. Sampai saat ini belum ada pedoman skrining khusus pada populasi dengan risiko tinggi. Tujuan. Mengumpulkan bukti ilmiah mengenai validitas, manfaat, dan rekomendasi metode skrining keluarga (cascade family screening) pada penyandang talasemia.Metode. Penelusuran pustaka secara daring lewat Pubmed Clinical Queries, Cochrane Library, dan Google Scholar.Hasil. Didapatkan tiga artikel studi potong lintang yang berhubungan dengan pertanyaan klinis penelitian. Ketiga penelitian tersebut mempraktikan skrining kaskade pada anggota keluarga pasien talasemia-β mayor dalam tiga generasi. Studi pertama (Ansari, dkk) menunjukkan 62,2% anggota keluarga yang diskrining merupakan pembawa sifat talasemia beta. Studi kedua (Gorakshakar, dkk) menunjukkan angka pembawa sifat sebesar 21,9%. Studi ketiga (Baig, dkk) menunjukkan angka pembawa sifat sebesar 44,4%. Angka ini lebih besar dari frekuensi pembawa sifat talasemia dari populasi umum sebesar 5−8%. Kesimpulan. Skrining kaskade merupakan pilihan yang efektif dan praktikal dibandingkan dengan skrining populasi pada negara-negara dengan keterbatasan biaya dan sumber daya fasilitas kesehatan.
PENGARUH TERAPI BEKAM TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI POLIKLINIK TRIO HUSADA MALANG Susi Susanah; Ani Sutriningsih; Warsono Warsono
Nursing News : Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol 2, No 3 (2017): Nursing News : Jurnal Ilmiah Keperawatan
Publisher : Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.759 KB) | DOI: 10.33366/nn.v2i3.651

Abstract

Hipertensi adalah salah satu penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia danmerupakan penyebab kematian ketiga untuk semua umur (7,4%). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanandarah yang melebihi dari 140/90 mmHg. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan pendekatansecara farmakologi, non farmakologi, tersier dan komplementer. Salah satu terapi komplementer yang digunakan yaitu bekam. Bekam merupakan metode pembersihan dengan mengeluarkan darah dan angin dari dalam tubuh melalui permukaan kulit dengan cara menyedot. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Desain penelitian ini adalah quasi experimental dengan one group pretest-posttest design. Jumlah sampel sebanyak 23 responden sesuai kriteria inklusi yaitu tahap 2 hipertensi dengan melakukan 1 kali intervensi sebelum dan sesudah terapi bekam. Hasil uji statistik ditemukan adanya perubahan pada tekanan darah yaitu terjadi penurunan dengan selisih nilai mean pada sistole (11,74) dan diastole (7,39). Uji statistik yang digunakan yaitu uji wilcoxon pada sistole dan diastole menunjukan nilai (p = 0,000) yang berarti nilai p < 0,50 sehingga H1 diterima yang artinya terdapat pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Poliklinik Trio Husada Malang. Saran peneliti untuk peneliti selanjutnya adalah meneliti faktor pola makan yang dapat mempengaruhi tekanan darah, menggunakan true experiment dan efek terapi bekam jangka panjang.
The Peer Counseling Model in Adolescents Reproductive Health for Senior High School Students Indah Nurfazriah; Deni Kurniadi Sunjaya; Susi Susanah
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 6, No 3 (2018)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.081 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v6i3.3108

Abstract

Premarital sexual behavior in adolescents is at risk of sexual intercourse. One of the teenagers' factors in premarital sexual intercourse is a lack of knowledge about adolescent reproductive health. One method that can be given to increase knowledge about reproductive health is peer counseling. Peer counseling service improvement can be supported by the availability of modules or teaching materials to be used as a guide for peer counselors. The purpose of this study was to analyze the substance of the peer counseling module, analyze the perspective of the prospective module user on the development of peer counseling modules, and develop a model of the peer counseling module. The design of this study was the concurrent mixed method was divided into two stages, namely in-depth interviews with the experts and interviews and surveying with module users. The data was collected from the senior high school students in Cimahi and Bandung, West Java from March to July 2017. The result of this study showed that the substances developed in this module were the adolescents’ reproductive health, adolescents’ preparation in family planning, and adolescents’ ethics. Based on results of the analysis using the Rasch model, in the module user’s perspective, there is a need for the development of peer counseling modules. Evaluation of the module’s model from participants showed that they mostly agreed with the module’s model and the substances that were developed. MODEL MODUL KONSELING SEBAYA DALAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATASPerilaku seksual pranikah pada remaja berisiko melakukan hubungan seksual. Salah satu faktor remaja melakukan hubungan seksual pranikah adalah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja yang kurang. Salah satu metode yang dapat diberikan untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah konseling sebaya. Peningkatan pelayanan konseling sebaya dapat ditunjang oleh ketersediaan modul atau bahan ajar sebagai panduan bagi konselor sebaya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis substansi modul konseling sebaya, menganalisis perspektif pengguna modul tentang pengembangan modul konseling sebaya, dan mengembangkan model modul konseling sebaya. Desain penelitian yang digunakan concurrent mixed methods  yang dibagi menjadi dua tahap, yaitu wawancara mendalam dengan para pakar serta wawancara dan survei dengan pengguna modul. Data dikumpulkan dari siswa SMA di Cimahi dan Bandung, Jawa Barat mulai Maret hingga Juli 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substansi yang perlu dikembangkan dalam modul konseling sebaya adalah kesehatan reproduksi remaja, persiapan remaja dalam perencanaan keluarga, dan etika remaja. Berdasar atas hasil analisis menggunakan model Rasch, perspektif dari para pengguna modul adalah perlu pengembangan modul konseling sebaya. Evaluasi model modul dari partisipan menunjukkan bahwa kebanyakan mereka setuju dengan model modul dan substansi modul yang dikembangkan.
Kajian Kualitatif Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pernikahan Remaja Perempuan Dian Fitriyani; Gaga Irawan; Susi Susanah; Farid Husin; Johanes Cornellius Mose; Hadyana Sukandar
Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan Indonesia (Indonesian Journal of Education and Midwifery Care Vol 2, No 3 (2015): September
Publisher : Program Studi Magister Kebidanan FK UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (65.013 KB) | DOI: 10.24198/ijemc.v2i3.75

Abstract

WHO bekerjasama dengan UNICEF untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di 25negara penyumbang angka kematian ibu tertinggi, salah satunya Indonesia. Kehamilan remaja akanmeningkatkan risiko kesehatan bagi ibu maupun bayinya. Kematian ibu mencapai 70.000 kematiansetiap tahun, dan kematian ibu tersebut berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran oleh remaja usia15−19 tahun diseluruh dunia. Tujuan Penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhipernikahan remaja perempuan di Wilayah Kabupaten Indramayu. Penelitian ini menggunakan metodekualitatif dengan paradigma fenomenologi. Pengambilan subyek diambil dengan teknik purposivesampling. Populasi penelitian adalah remaja perempuan yang telah menikah berusia <20 tahun,suaminya, dan keluarganya sebanyak 21 informan. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktoreksternal yang memengaruhi pernikahan remaja perempuan di Wilayah Kabupaten Indramayu yaitusosial budaya, stigma di masyarakat tentang perawan tua, menutupi aib kehamilan diluar nikah,kontrol sosial yang masih tabu mengenai pergaulan antara laki-laki dan perempuan, aprioripendidikan, prostitusi, dan pergeseran budaya. Keterbatasan penelitian yaitu terdapat subyek yangsetelah menikah tinggal diluar kota karena mengikuti suami ataupun bekerja, sehingga kemungkinanmasih banyak faktor yang belum terungkap. Simpulan dalam penelitian ini adalah faktor yangmemengaruhi pernikahan remaja perempuan di Wilayah Kabupaten Indramayu, yaitu faktor sosialbudaya yang meliputi, stigma, menutupi aib, kontrol keluarga, apriori pendidikan, prostitusi, danpergeseran budaya.
KEBUTUHAN SUBSTANSI MODUL KONSELING SEBAYA TENTANG KELUARGA BERENCANA DALAM KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA Ismiyati Ismiyati; Deni k Sunjaya; Susi Susanah
JPP JURNAL KESEHATAN POLTEKKES PALEMBANG Vol 14 No 1 (2019): JPP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang)
Publisher : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36086/jpp.v14i1.278

Abstract

Latar Belakang: Keluarga Berencana dapat mengurangi proporsi kehamilan yang dianggap berisiko tinggi dan aborsi yang tidak aman karena kehamilan tidak diinginkan. Keluarga Berencana tersebut mencegah penyebab kematian ibu sekitar 28%−30% kehamilan dengan risiko tinggi salah satunya karena hamil pada usia muda. Kehamilan pada usia muda merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi pada usia remaja di Provinsi Banten. Metode: Desain penelitian ini adalah exploratory sequential mixed method. Wawancara dan Focus Group Disscusion dilakukan pada pakar dan remaja. Pada desain kuantitatif, pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan survei pada remaja usia 18–24 tahun. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan permodelan RASCH. Hasil: Substansi modul konseling sebaya dari hasil penelitian terdiri dari gender, mitos, keterampilan hidup (life skill), advokasi dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi), serta pendekatan agama dalam kesehatan reproduksi. Sebesar 75% dari total responden menyetujui bahwa seluruh materi (kesehatan reproduksi, napza, pendekatan agama dalam kespro, keterampilan hidup, gender, penyakit seksual, tumbuh kembang remaja, keluarga berencana, advokasi dan KIE, dan mitos) tersebut ada didalam modul dan sebesar 94,4% dari total responden membutuhkan materi Keluarga Berencana. Kesimpulan: Remaja membutuhkan materi tentang tumbuh kembang remaja, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual, Napza, gender, keterampilan hidup, mitos, pendekatan agama dalam kesehatan reproduksi, serta advokasi dan KIE