Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

KESIAPAN PELAKU PARIWISATA DI LOMBOK BARAT TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) PASCA DIRESMIKANNYA KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) PARIWISATA MANDALIKA Muhammad Saiful Fahmi; Ricardo Goncalves Klau; Gusti Ayu Utami
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 5 No. 3 (2022): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v5i3.55951

Abstract

Secara sederhana Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah suatu hak yang timbul bagi hasil pemikiran yang menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi manusia. Objek atau hal-hal yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang lahir dari kemampuan intelektual (daya pikir) manusia. Dengan kata lain HKI adalah hak ekslusif yang diberikan Pemerintah kepada penemu atau pencipta atau pendesain atas hasil karya cipta dan karsa yang dihasilkan. Karya-karya yang dihasilkan atas kemampuan intelektual manusia melalui waktu, tenaga, pikiran, daya cipta, rasa, karsa manusia tersebut sudah sewajarnya diamankan dengan cara menumbuhkembangkan sistem perlindungan hukum atas kekayaan tersebut yang dikenal sebagai HKI. Pasca diresmikannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Mandalika yang terletak di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat pada 20 Oktober 2017 diharapkan Kabupaten Lombok Barat bisa mendapatkan dampak secara langsung dari pengembangan sektor pariwisata tersebut. Sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan antara industri dengan pelaku industri pariwisata itu sendiri maka hal-hal yang berkenaan dengan HKI juga harus mendapatkan perhatian khusus. Artikel ini membahas tentang bagaimana kesiapan pelaku pariwisata di Lombok Barat terhadap perlindungan hukum HKI pasca diresmikannya KEK Pariwisata Mandalika. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empirik dengan pendekatan perundang-undangan (Statue Approach), pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), dan pendekatan Sosio-Legal (Sosio-Legal Approach). Untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini digunakan data dalam penelitian empirik di lapangan untuk mengetahui adanya keterkaitan antara peraturan perundang-undangan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat yang diperoleh melalui wawancara dan observasi pelaku industri pariwisata di Kabupaten Lombok Barat dan semua data sekunder yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PERDATA RUMAH SAKIT TERHADAP TINDAKAN MEDIS DOKTER MITRA YANG MERUGIKAN PASIEN Ricardo Goncalves Klau; Muhammad Saiful Fahmi; Gusti Ayu Utami
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 5 No. 3 (2022): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v5i3.56323

Abstract

Rumah sakit tidak saja bersifat kuratif tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif), promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dalam hal sumber daya manusia Pasal 12 di atas, berarti sebuah rumah sakit dapat mempekerjakan tenaga tidak tetap seperti halnya tenaga medis atau dokter dari luar rumah sakit. Dokter tidak tetap atau dokter out (dokter tamu). Tanggung jawab rumah sakit terhadap dokter mitra tersebut masih perlu mendapat perhatian. Timbul pertanyaan bagaimana andai kata dalam melakukan tindakan medis ada tenaga kesehatan organik yang terlibat dalam pelayanan dokter mitra. Misalnya dokter bedah dalam melakukan tindakan bedah akan melibatkan perawat operator dan sebagainya. Apakah dokter mitra secara serta merta juga dapat bertanggung jawab atas kelelaian yang dilakukan perawat operator tersebut atau rumah sakit yang bertanggungjawab sebagaimana disebutkan dalam Pasal 46 UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah. Penelitian in merupakan penelitiaan hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) yang digunakan untuk melihat kesesuaian dan konsistensi dari suatu peraturan perundang-undangan dengan perundang undangan yang lain dengan menggunakan analisis kualitatif. Tindakan medis dokter mitra yang merugikan pasien dalam kaitannya pertanggungjawaban rumah sakit apabila terjadi tindakan medis yang merugikan pasien baik itu secara fisik maupun materi yang dilakukan dokter mitra maka, rumah sakit bertanggungjawab terhadap semua kegiatan pelayanan pada aspek preventif,kuratif maupun reabilitatif. Pola hubungan kerja dan terapeutik dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di rumah sakit menjadi tanggung jawab penuh pihak rumah sakit. Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menyebutkan rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit baik dokter tetap maupun dokter mitra. Dalam pasal 1367 KUH Perdata yang menyebutkan seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orangorang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
TINJAUAN HUKUM REKAM MEDIS SEBAGAI ALAT BUKTI MALPRAKTIK Gusti Ayu Utami; Mulyadi Alrianto Tajuddin; Ricardo Goncalves Klau; Muhammad Saiful Fahmi
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 5 No. 3 (2022): November, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v5i3.56326

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa terkait bagaimana Alat Pembuktian Malpraktik dengan Rekam Medis yang meliputi keterangan ahli dalam bentuk catatan, dimaksudkan untuk membantu penyidik dalam menemukan tindak pidana, khususnya dalam menetapkan kelalaian medis. Hal ini dapat dilihat dalam, Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Dalam hukum pidana kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati atau kealpaan disebut culpa dan Konsekuensi Hukum Malpraktek bagian dari hukum pidana jika memenuhi kriteria kejahatan yang diatur dalam pasal-pasal hukum pidana tertentu. Hal ini sesuai dengan kaidah yang dianut oleh hukum pidana, yaitu bahwa suatu perbuatan hanya merupakan kejahatan jika ditentukan oleh hukum pidana. Di sini, kata "Pidana" dilihat dari sudut pandang hukum. Kejahatan adalah setiap tindakan yang melawan hukum dan disertai dengan ancaman pidana tertentu bagi siapa saja yang tidak mengikuti aturan. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif atau pendekatan masalah, Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa Perbuatan yang melanggar etika, disiplin, dan hukum, tidak mematuhi aturan dan pedoman, dan baik disengaja, tidak disengaja, atau akibat dari kelalaian merupakan Tindakan malpraktik. Malpraktik medik dapat mengakibatkan penderitaan, luka-luka, ketidakmampuan, kerusakan tubuh, kematian, dan kerugian lain yang secara administratif, perdata, dan pidana menjadi tanggung jawab dokter, perawat atau tenaga Kesehatan lainnya.
Analisis Hukuman Pidana Dalam Kasus Penyebaran Informasi Kesehatan Palsu Atau Menyesatkan Andi Ervin Novara Jaya; Ilham Majid; Ricardo Goncalves Klau
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 6 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i6.6602

Abstract

Analisis hukuman pidana dalam kasus penyebaran informasi kesehatan palsu atau menyesatkan mencakup evaluasi dampak hukuman terhadap keadilan, kesehatan masyarakat, dan integritas informasi kesehatan. Aspek-aspek kritis seperti proporsionalitas, asas legalitas, dan prinsip-prinsip hukum pidana menjadi fokus dalam memastikan efektivitas dan keadilan penegakan hukum. Kesimpulannya, penanganan hukum memerlukan keseimbangan antara hukuman yang sebanding dengan beratnya pelanggaran dan upaya pencegahan serta pendidikan masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan lembaga penegak hukum menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman dan terpercaya bagi masyarakat. penanganan hukum harus menggabungkan hukuman yang tepat dengan upaya pendidikan masyarakat dan peningkatan literasi kesehatan, memastikan perlindungan kesehatan masyarakat dan integritas informasi kesehatan yang akurat.Hukuman pidana, jika diterapkan dengan tepat, menjadi alat yang efektif dalam melindungi kesehatan masyarakat dan menjaga integritas informasi kesehatan. Kata Kunci : Analisis hukuman pidana, Hukuman pidana, Informasi kesehatan palsu, Penyebaran informasi
KEPASTIAN HUKUM AKTA NOTARIS PENGGANTI: TINJAUAN ATAS LEGALITAS DAN KEABSAHAN Klau, Ricardo Goncalves; Muhammad Saiful Fahmi; Andi Ervin Novara Jaya
Collegium Studiosum Journal Vol. 7 No. 1 (2024): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v7i1.1301

Abstract

Notaris adalah pejabat yang diangkat oleh Negara dan diberikan kewenangan untuk membuat akta otentik. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa, “Notaris pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana tanggungjawab hukum dan kepastian hukum akta yang sudah dibuat dan ditandatangani oleh Notaris Pengganti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasilnya Notaris yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti. Konsep Notaris Pengganti berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Jabatan Notaris (Pengganti No. 2 Tahun 2014) adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatan sebagai Notaris.
Analisis Profiling Surat Wasiat Bunuh Diri Ibu Paruh Baya: Studi Kasus Linguistik Forensik Diliana, Ekfindar; Klau, Ricardo Goncalves
ANWARUL Vol 3 No 2 (2023): APRIL
Publisher : Lembaga Yasin AlSys

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58578/anwarul.v3i2.1595

Abstract

This study intends to (1) identify the features of language in a middle-aged mother named Pini's suicide will in Talang Village, Sendang District, Tulung Agung on October 23, 2022, and (2) identify the motive for suicide in this case. This study is a qualitative descriptive study that analyzes language aspects using Osslon's (2008) forensic linguistics theory. The investigation yielded (1) the language elements in Pani's suicide will, written by a 41-year-old woman in Tulungagung, were a text structure with certain characteristics that are common in suicide notes, as stated by prokofyeva (2013), there were many spelling, punctuation, and letter errors capital, the use of the pronoun 'aku', and grammar which used a lot of declarative sentences (commands), and some of the emotions implied by the words in the will show emotions of doubt, despair, and the actors' desperation stems from a lack of self-control in the face of unforeseen occurrences. In this scenario, it's conceivable that she was stressed out because her ex-husband remarried. (2) While the perpetrator's suicide was considered to be motivated by mental problems such as depression. This could be seen in various word choices that demonstrated the players' desperation as a result of their inability to control themselves in unforeseen situations. In this scenario, it's conceivable that she was stressed out because her ex-husband remarried. Furthermore, the offender feels alone and without family support; this is classified as egoistic suicide due to a lack of social engagement with people closest to them.
Perlindungan Hukum atas Hak Kekayaan Intelektual Komunitas Band di Kabupaten Merauke Fahmi, Muhammad Saiful; Klau, Ricardo Goncalves; Rado, Rudini Hasyim; Majid, Ilham
AHKAM Vol 3 No 2 (2024): JUNI
Publisher : Lembaga Yasin AlSys

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58578/ahkam.v3i2.3121

Abstract

The creative industries have been set by the government as one of the pillars of national economic development, according to OPUS Creative Economy 2020 report, the contribution of the creative economy subsector to the national PDP reached Rs. McKinsey & Company through its research in 2016 stated that Indonesia is becoming one of the four most potential countries for the digital music industry in Asia, revenue or market value of streaming music in Indonesia in 2020 is estimated to reach $148 million or around IDR 2.1 Trillion and the growth rate is expected to reach 6.4 percent by 2024, creating market value around $190 million. One of the forms of music produced by the people in Indonesia and in particular in Merauke district was born from the local community of bands, such as Coffe Break, Kaki Abu, Amandus (Black Lebel One Scout), Jeppo (KANADA), and Anjhas Noya. (No Name Crew). Nevertheless, the potential economic gain cannot be achieved optimally if the importance of legal protection of intellectual property rights (IPR) is disregarded. In general, this research is intended to find out and analyze the extent to which the legal protection of IPR for music/song creations in the Band Community in Merauke district. This research uses the method of empirical juridic research.
Gratifikasi dalam Perspektif Etika dan Hukum: Antara Budaya Pemberian dan Korupsi Novara Jaya, Andi Ervin; Majid, Ilham; Utami, Gusti Ayu; Klau, Ricardo Goncalves
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 6 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i6.16574

Abstract

Gratification is generally considered a gift to public officials as a form of appreciation and thanks. However, this good intention is often misused due to hidden motives that can damage integrity and, worse, lead to acts of corruption that violate the law. The purpose of this research is to examine gratification from ethical and legal perspectives to distinguish between lawful gifts and those that violate regulations based on applicable rules. Gratification, from both ethical and legal perspectives, can damage integrity, trigger conflicts of interest, and harm public interests. In conclusion, the role of law enforcement is needed in implementing the Anti-Corruption Law, which can differentiate between potential bribery and gifts with no special intent. The public also plays a role in preventing gratification by reporting suspected cases, while the Corruption Eradication Commission (KPK) plays a role in combating gratification practices.
Critical Discourse Analysis of Megawati Soekarno Putri’s Amicus Curiae Letter for MK trial of Presidential Election Disputes Diliana, Ekfindar; Nova Lina Sari Haheahan; Tobias Nggaruaka; Ricardo Goncalves Klau
Nusantara Journal of Multidisciplinary Science Vol. 2 No. 3 (2024): NJMS - Oktober 2024
Publisher : PT. Inovasi Teknologi Komputer

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study analyzes Megawati’s Amicus Curiae letter using discourse analysis, focusing on the construction of in-groups and out-groups, representation of social actors, and discursive strategies. The data analysis method involves Critical Discourse Analysis (CDA), focusing on how Megawati’s letter constructs in-group and out-group identities, represents social actors positively or negatively, and employs discursive strategies to legitimize in-group actions while criticizing the out-group. This approach utilizes frameworks from Van Dijk, Van Leeuwen, and Wodak to explore linguistic devices that shape audience perceptions. The findings revealed that the letter constructs the in-group as morally superior and aligned with justice, while the out-group is implied to be responsible for undermining democracy. Discursive strategies, such as moral appeals, historical references, and passive voice, are employed to legitimize in-group actions and subtly criticize the out-group. Additionally, Megawati's motives are highlighted as an effort to assert her political identity, position herself as a defender of democratic values, and enhance her influence in a competitive political landscape.
Tinjauan Yuridis Hak Pasien Dalam Perspektif Hukum Perdata Klau, Ricardo Goncalves; Ervin Novara Jaya, Andi; Saiful Fahmi, Muhammad; Majid, Ilham; Ayu Utami, Gusti
Jurnal Administrasi Karya Dharma Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Administrasi Karya Dharma (Maret 2025)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Karya Dharma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Patient rights in the context of civil law become an important issue in the relationship between patients and health workers as a form of engagement based on a therapeutic contract. This study aims to examine patients' rights from a civil law perspective, focusing on the aspect of legal responsibility in the contractual relationship between patients and health care providers. This study refers to the principles in the Civil Code as well as relevant regulations, such as Law No. 17 of 2023 on Health. The study uses a normative juridical method with a conceptual approach and case analysis to identify the implementation of patient rights, such as the right to proper medical services, the right to obtain information, and the right to sue in the event of negligence or violation of rights. The results show that the legal relationship between patients and health workers places patients as parties who have the right to demand the fulfillment of health workers' obligations, including the right to obtain compensation for losses arising from medical negligence. However, the implementation of patient rights in the perspective of civil law often faces obstacles, such as inequality of legal knowledge between patients and health workers, complex evidentiary processes, and the unpreparedness of the community in understanding their legal rights. This study recommends strengthening legal education for the community, providing more inclusive access to justice, and strict law enforcement to ensure the protection of patients' rights within the framework of civil law.