Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

EKSISTENSI MAFQUD DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA: IMPLIKASI TERHADAP HAK WARIS DAN PERKAWINAN Humaira; Anggun Mareta; Dedy Sumardi
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 20 No 1 (2025): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33059/jhsk.v20i1.11312

Abstract

Perubahan zaman modern mengakibatkan pergeseran teori mafqud dan keyakinan seorang hakim menentukan seorang yang mafqud. Persoalan ini menjadi polemik di zaman modern baik terkait dengan kelanjutan perkawinannya maupun kewarisan. Baik dalam hukum Islam maupun hukum positif Indonesia, status mafqud tidak bisa langsung disamakan dengan orang mati. Ada prosedur hukum dan waktu tunggu tertentu yang harus dilalui untuk menyatakan seseorang mafqud sebagai telah wafat. Hal ini penting untuk menjaga hak-hak istri, anak, dan ahli waris, serta menghindari kerugian hukum di kemudian hari. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dan sumber dan jenis data studi kepustakaan yang bersumber pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Hal ini dipicu karena adanya berbagai kemaslahatan yang terkait dengan mafqud ini, sehingga perlu ditetapkan keberadaannya. Akan tetapi, anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan terus menerus, karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu, penyelesaian ini harus digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud. Para ulama Fikih telah sepakat bahwa yang berhak untuk menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim yang berijtihad serta berbuat sesuatu yang mendatangkan kemaslahatan, baik untuk menetapkan bahwa orang hilang telah meninggal atau belum. Keyakinan hakim dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu seorang mafqud tersebut dapat ditentukan dari jangka waktu dan suatu peristiwa yang terjadi
Implementasi Kebijakan Moderasi Beragama Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) Aceh Maizuddin, Maizuddin; Sumardi, Dedy; Zulihafnani, Zulihafnani
AL-ADYAN Vol 18 No 2 (2023): Al-Adyan: Jurnal Studi Lintas Agama
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24042/al-adyan.v18i2.16292

Abstract

This article describes the implementation of religious moderation at the State Islamic Religious University (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri/PTKIN) Aceh. Religious moderation has become a strong discourse and policy in the Ministry of Religion, including PTKIN as part of the Ministry of Religion. This article attempts to describe two aspects of religious moderation. The first, describes the formulation of the religious moderation policy at PTKIN Aceh. Second, discusses the implementation of the religious moderation policy. The research was conducted in four locations, namely: UIN Ar-Raniry, IAIN Lhokseumawe, IAIN Takengon, and STAIN Meulaboh with a descriptive qualitative approach. The results showed that the formulation of a religious moderation policy had the power of having been well prepared, but there was still a long time span between one policy and the next so that PTKIN experienced problems in its implementation.  The implementation budget is charged to each institution. Second, the implementation of the policy of religious moderation has begun at PTKIN Aceh. In general, the Religious Moderation House has been established even though it is late and has not been active due to various obstacles. However, the socialization of the narrative has been running even though it is not carried out by the Religious Moderation House. Seminars, workshops, public lectures, and scheduled study forums are forms of socializing the narrative of religious moderation. The obstacles faced are more related to the financing of activities that are increasingly difficult due to the refocusing of the budget that has been in several stages.
Islam, Pluralisme Hukum dan Refleksi Masyarakat Homogen Sumardi, Dedy
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 50 No 2 (2016)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v50i2.240

Abstract

Pluralisme hukum bukanlah konsep baru yang muncul dalam sistem hukum modern, melainkan sebuah pendekatan menganalisa bekerjanya berbagai sistem hukum secara berdampingan dalam sistem pemerintahan negara bangsa. Hukum dalam arti syariah mengandung konsep normatif berlaku universal-sentralistik, sedangkan hukum dalam arti fikih memiliki aspek kognitif bersifat lokal sebagai manifestasi dari ajaran pluralistik. Pengalaman masyarakat Madinah dijadikan bukti bahwa ajaran pluralisme hukum melahirkan kesadaran hukum masyarakat dan penguasa Islam melalui interaksi keragaman sistem nilai, budaya dan suku. Hasil penelitian menunjukkan pluralisme hukum tidak melahirkan nalar konflik, tetapi mengedepankan nalar dialogis sebagai upaya mengharmonisasikan keragaman sistem hukum dalam satu kesatuan ilahi, yaitu prinsip syariah atau konstitusi. Disamping itu, pluralisme hukum menjadi instrumen pembentukan kesadaran hukum masyarakat dan penguasa untuk mewujudkan konsep civil society yang selama ini masih didominasi oleh hukum negara berorientasi pada prinsip keseragaman hukum melalui semangat integritas bangsa.
PERAN MUKIM DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA TAPAL BATAS TANAH DI KEMUKIMAN SILANG CADEK KEC. BAITUSSALAM KAB. ACEH BESAR MENURUT KONSEP SYURA Sahfitri Saraan, Lia; Sumardi, Dedy; Umur, Azmil
As-Siyadah Vol. 2 No. 2 (2023): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/as-siyadah.v2i2.3151

Abstract

Aceh sebagai daerah istimewa melalui Qanun Nomor 8 tahun 2009 tentang Pemerintahan Mukim, terkait dengan peran mukim dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah di kemukiman Silang Cadek. Mukim sebagai penyelesai sengketa di dalam masyarakat dan sebagai tokoh utama dalam pembuat keputusan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi, sehingga pengambilan keputusan nantinya menjadi pemecahan masalah yang dihadapi, dapat diselesaikan dengan tegas dan memberikan setiap jawaban atas permasalahan dan tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Tak terkecuali pemerintahan mukim yang ada kemukiman Silang Cadek. Imeum mukim juga harus mampu menyelesaikan setiap persoalan dan permasalahan yang muncul di wilayahnya dapat diselesaikan dengan baik. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana peran mukim dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah di kemukiman Silang Cadek kecamatan baitussalam kabupaten Aceh Besar, dan bagaimana tinjauan konsep syura terhadap peran mukim dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah di kemukiman Silang Cadek. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan metode wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ini, peran imeum mukim Silang Cadek dalam menyelesaikan sengketa tapal batas tanah antara gampong Baet dan gampong Blangkrueng masih belum maksimal, dimana tidak adanya langkah-langkah kongkrit atau penuntasan dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Dalam hukum islam syura adalah salah satu cara menyelesaikan masalah atau sengketa, di dalam penyelesaian sengketa ini mukim menyelesaikannya dengan konsep syura (musyawarah), namun penyelesaian sengketa tersebut belum berakhir damai sampai sekarang, dikarenakan adanya ego masing-masing gampong dan tidak adanya keputusan yang ditetapkan oleh imeum mukim. Ditinjau dari konsep syura seorang pemimpin berhak membuat keputusan dan menetapkan suatu penyelesaian yang sudah di musyawarahkan. Sebagai pemimpin dalam konsep syura harus mempunyai suatu kemampuan yang melekat pada dirinya untuk melakukan kewajibannya sebagai fungsi kepemimpinan penentu arah tujuan, menyelesaikan tugas, pimpinan juga harus memiliki sikap tegas dalam mengambil keputusan.
HAK MATERNITIS TENAGA KERJA PEREMPUAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus di Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan) Difa Mutia Dara; Dedy Sumardi
As-Siyadah Vol. 1 No. 1 (2022): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/as-siyadah.v1i1.2049

Abstract

Penelitian ini membahas tentang penerapan hak maternitas tenaga kerja perempuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 di Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan. Hak maternitas adalah hak-hak kesehatan reproduksi yang terdapat pada perempuan. Hak maternitas merupakan salah satu hak yang diterima para tenaga kerja. Hak maternitas tenaga kerja perempuan telah diatur dalam undang-undang tersebut, akan tetapi terdapat hak-hak maternitas tenaga kerja perempuan yang terabaikan oleh Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan. Studi ini mengkaji bagaimana hak maternitas tenaga kerja perempuan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan bagaimana Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan memenuhi hak-hak maternitas tenaga kerja perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan yuridis-empiris. Data diperoleh melalui teknik observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan belum sepenuhnya memenuhi hak-hak tenaga kerja perempuan seperti hak mendapatkan cuti menstruasi, dan hak mendapatkan fasilitias menyusui. Hak mendapatkan cuti menstruasi dikarenaka minimnya pengetahuan dari tenaga kerja perempuan, sehingga hak-hak ini sering terabaikan di Kampus Politeknik Industri Teknologi Medan. Sedangkan hak mendapatkan fasilitas menyusui dikarenakan terbatasnya alokasi anggaran Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan untuk menyediakan fasilitas perempuan menyusui atau ibu hamil. Di samping itu juga minimnya pengawasan dan sosialisasi dari dinas tenaga kerja dan transmigrasi.
ANALYSIS OF UNILATERAL PRICE STANDARD IN THE PALM OIL TRADING SYSTEM REVIEWED FROM AN ISLAMIC LAW PERSPECTIVE: A case study in South Aceh District, Indonesia Haryadi; Dedy Sumardi
JURISTA: Jurnal Hukum dan Keadilan Vol. 9 No. 2 (2025): JURISTA: Jurnal Hukum dan Keadilan
Publisher : Centre for Adat and Legal Studies of Aceh Province (CeFALSAP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jurista.v9i2.294

Abstract

Farmers conduct the purchase and sale of palm oil in Gampong Malaka after the harvest is completed by directly contacting their regular agents. Generally, farmers wait for agents to come and buy their harvest, paying directly at the transaction site. However, some agents also visit the farmers' plantations to weigh the harvest. The agent typically makes payment to the farmers after the palm oil is resold to the processing factory, and the price is determined unilaterally by the agent. The method used in this study is the empirical legal method, with informants consisting of agents/tauke and the palm oil farmer community. Data collection was conducted through interviews and documentation. The study's findings indicate that, according to Islamic economic law, there is an element of gharar in the unilateral deduction carried out by the ram. This unilateral deduction has become a custom (urf) for the people of Gampong Malaka because the practice has been carried out for a long time and is deeply ingrained in the community. However, the gharar here falls under the category of minor gharar, which is still permissible or allowed because the community of Gampong Malaka understands and has no issues with it, as it is considered to be within reasonable limits and does not cause any problems that need to be debated regarding unilateral deductions in oil palm transactions.