Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Gamelan Gambang Dalam Prosesi Upacara Pitra Yadnya Di Bali Yudarta, I Gede
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 2 No 1 (2016): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8134.972 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v2i1.122

Abstract

Gamelan gambang  merupakan  seperangkat gamelan Bali yang memiliki fungsi sebagai sarana pengiring upacara adat di Bali. Salah  satu fungsinya  adalah  sebagai  pengiring  dalam prosesi  upacara pitra yadnya yaitu upacara yang diperuntukkan bagi roh atau arwah orang yang sudah meninggal. Di dalam kehidupan masyarakat Bali, terdapat berbagai jenis upacara pitra yadnya sesuai dengan tingkatan pelaksanaannya dari ritual pengabenan  hingga nilapati atau ngalinggihan. Dari berbagai  tingkatan upacara  tersebut  gamelan gambang biasanya difungsikan di dalam prosesi pengabenan yaitu upacara pembakaran jenazah bagi orang yang meninggal. Dari berbagai jenis tingkatan upacara pengabenan, penggunaan  gamelan  gambang  lumrah  dipergunakan  di dalam tingkatan upacara Sawa Preteka dan Nyawa Wedana merupakan tingkatan upacara tertinggi atau tingkatan utama (mewangun). Di dalam studi ini secara  khusus akan dibabas  tentang  persoalan  mengapa  gamelan  gambang digunakan sebagai sarana penting di dalam upacara pitra yadnya,jenis-jenis gending apa saja yang dimainkan di dalam upacara pitra yadnya serta sesajen yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan upacara tersebut.
Revitalisasi Musik Tradisional Prosesi Adat Sasak Sebagai Identitas Budaya Sasak Yudarta, I Gede; Pasek, I Nyoman
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 3 (2015): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.462 KB) | DOI: 10.31091/sw.v3i0.175

Abstract

Masyarakat Sasak sangat kaya dengan budaya musik, khususnya musik tradisional. Di samping gendang beleq yang sudah dipakai sebagai ikon dan disahkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda oleh UNESCO, terdapat berbagai jenis musik tradisional lainnya seperti: tawaq-tawaq, barong tengkoq, kelentang, rebana gending, gula gending, tambur, gong suling yang juga merupakan tradisional yang lahir dari tradisi dan budaya Sasak serta menjadi identitas budaya Sasak.  Keberadaan berbagai jenis seni musik tradisional tersebut, jumlahnya semakin menyusut bahkan beberapa diantaranya mengalami kepunahan. Mengamati fenomena tersebutlah topik ini perlu diangkat, dikaji dalam bentuk penelitian ilmiah, sehingga pemahaman terhadap keberadaan musik tersebut bisa diperkuat kembali. Revitalisasi sebagai salah satu upaya untuk mengangkat kembali seni musik tradisional sebagai salah satu ikon dan identitas budaya Sasak sangat penting untuk dilaksanakan. Sebagai langkah awal dalam revitalisasi akan dilakukan identifikasi serta mendiskripsikan terhadap jenis-jenis ensambel musik prosesi yang terdapat dalam tradisi budaya masyarakat Sasak. Hal ini dilaksanakan agar dapat diketahui jenis-jenis ensambel dengan berbagai instrumen yang terdapat di dalamnya serta keberadaannya di dalam berbagai jenis prosesi ritual adat Sasak. Untuk dapat menganalisa, identifikasi serta diskripsinya dipergunakan metode diskriptif kualitatif melalui pendekatan musikologis dan etnomusikologis dengan dukungan beberapa teori yang terkait dengan bentuk dan struktur musik.Sasak communities were very rich with musical culture, especially traditional music. In addition to beleq drum which has been used as an icon and passed as one of the intangible cultural heritage by UNESCO, there are various types of traditional music such as tawaq-tawaq, barong tengkoq, kelentang, rebana gending, gula gending, tambur, gong suling which also is traditionally born of tradition and culture as well as being a cultural identity Sasak. The existence of various types of traditional music, the numbers dwindling even some of them to extinction. Observing the phenomenon on this topic is exactly needs to be raised and studied in the form of scientific research, so an understanding of where the music existence can be reinforced. Revitalization as an effort to revive traditional music as one of the Sasak culture icons and identities is very important to be implemented. As the first step in the revitalization it will be identifications and descriptions on musical ensembles procession types contained in Sasak community cultural traditions. This step is performed to determine the types of ensembles with various instruments contained in it as well as its presence in various types of indigenous Sasak ritual procession. Qualitative descriptive method through musicological approach and ethnomusicology is used to be able to analyze, identify, and describe the descriptions with the support on several theories related to the form and structure of the music.
Patra Dalung, Sebuah Komposisi Karawitan Bali Yang Lahir Dari Fenomena Sosial Di Desa Dalung Putra Adnyana, Made; Yudarta, I Gede; Santosa, Hendra
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 5 No 1 (2019): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (827.203 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v5i1.670

Abstract

Garapan ini bertujuan untuk mentranspormasikan dinamika perubahan dari masyarakat di Desa Dalung menjadi sebuah karya seni karawitan Bali dengan mengangkat kearifan lokal Desa Dalung. Suasana kehidupan sosial di Desa Dalung dituangkan dalam sebuah karya seni karawitan dengan memadukan dua gamelan yaitu gamelan Semaradhana dan gamelan Selonding, melalui pengolahan unsur-unsur karawitan, diharapkan garapan ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan karawitan dalam bentuk teknik, komposisi, ornamentasi dan unsur-unsur pengembangannya. Situasi Desa Dalung tempo dulu dan kini penata gambarkan melalui bagian-bagian, yang masing-masing bagian memiliki karakter suasana yang berbeda. Suasana yang terungkap di desa Dalung diimplikasikan melalui dinamika, nada, tempo, dan unsur-unsur musikal lainnya. Tahapan penyusunan komposisi terdiri dari: (1) Kleteg, (2) Pangrancana, (3) Nuasen, (4) Makalin, (5) Ngadungin, (6) Ngerarasin, dan (7) Ngalangin. Struktur garapan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pangawit, pangawak, dan pangecet dengan karakternya masing-masing. Komposisi karawitan “Patra Dalung” diwujudkan dalam bentuk musik karawitan inovatif, yang masih menggunakan pola-pola tradisidengan mendapat pengayaan dan pengembangan, baik dari ornamentasi, unsur musikalitas. Pembagian garapan dimaksudkan agar mempermudah penata dalam penggarapan, penghayatan setiap bagian dari struktur garapan, karena setiap bagian menampilkan suasana yang berbeda-beda, sebagai penggambaran perubahan atau transformasi yang terjadi di Desa Dalung.
Gamelan Palawasan Di Dusun Peninjoan Desa Golong Kecamatan Narmada, Lombok Barat Weka Sajjana, I Nengah; Yudarta, I Gede; Muryana, I Ketut
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 5 No 1 (2019): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1325.565 KB) | DOI: 10.31091/kalangwan.v5i1.727

Abstract

Gamelan Palawasan adalah salah satu ensambel tradisional yang hidup dan berkembang pada kalangan masyarakat Bali di Lombok. Gamelan ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Bali di Lombok yang berkaitan dengan pelaksaan ritual keagamaan. Berbagai jenis ritual keagamaan yang di iringi oleh gamelan palawasan diantaranya upacara Dewa Yadnya (Pujiawali), Pitra Yadnya (ngaben), Rsi Yadnya, Manusa Yadnya (perkawinan), dan Bhuta Yadnya.Gamelan palawasan yang ada di Dusun Peninjoan ini mempunyai keunikan dimana dipakai untuk mengiringi tarian sakral yaitu Tari Rejang Lilit dan Abuang.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan memakai teori Estetika, teori Organologi, dan teori Fungsi seni yang didukung dengan studi perpustakaan dan informasi-informasi yang diperoleh dari narasumber. Penelitian gamelan Palawasan sekaa gong Werdhi Mandala Peninjoan dengan topik gamelan Palawasan di Dusun Peninjoan Desa Golong Kecamatan Narmada, Lombok Barat dengan mengangkat beberapa permasalahan diantaranya : a) bentuk instrumen gamelan Palawasan di Dusun Peninjoan Desa Golong Kecamatan Narmada, Lombok Barat. b) komposisi tabuh gamelan Palawasan di Dusun Peninjoan Desa Golong Kecamatan Narmada, Lombok Barat. c) fungsi gamelan Palawasan di Dusun Peninjoan Desa Golong Kecamatan Narmada, Lombok Barat. fungsi dari gamelan Palawasan ini dibagi menjadi dua yaitu fungsi primer dan sekunder. Fungsi primernya adalah sebagai pengiring suatu upacara keagamaan baik dari upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya maupun Pitra Yadnya. Sedangkan fungsi sekundernya adalah sebagai wadah atau tempat untuk melestarikan seni dan budaya yang ada di Lombok.
Gamelan Gambang Kwanji Sempidi Kajian Sejarah, Musikalitas dan Fungsi Mariyana, I Nyoman; Arya Sugiartha, I Gede; Yudarta, I Gede
Kalangwan : Jurnal Seni Pertunjukan Vol 5 No 2 (2019): Desember
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1338.211 KB)

Abstract

Gamelan Gambang adalah salah satu gamelan Bali yang tergolong langka. Gamelan Gambang Kwanji Sempidi merupakan salah satu jenis gamelan klasik di Kabupaten Badung yang memakai laras pelog tujuh nada dengan instrumentasi dan musikalitas yang khas serta fungsi yang menarik. Gamelan Gambang ini berbeda dengan Gambang-Gambang lainnya yang ada di Badung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan sejarah, musikalitas, dan fungsi gamelan Gambang Kwanji Sempidi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mempergunakan jenis metode penelitian deskriptif kualitatif dan pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, discografi, dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori difusi, etnomusikologi, kognitif, dan teori relegi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diketahui bahwa Gamelan Gambang termuat dalam berbagai karya sastra, dimulai sejak abad IX-XIV dengan diketemukannya relief Gambang pada Candi Penataran, relief Candi Borobudur abad IX (tahun 824 masehi), zaman kerajaan Bali Kuno (Abad XIV-XIX), Raja Gelgel (abad XIV-XIX) dan cerita raja-raja yang memerintah di Bali seperti Dalem Waturenggong (1460-1550 M). Gamelan Gambang yang ada di Desa Adat Kwanji, merupakan warisan leluhur yang keberadaannya diakui dan diayomi oleh Desa Adat Kwanji dengan nama sekaa Gambang “”Candra Metu”. Gambang Kwanji Sempidi adalah Gambang Kuno, warisan leluhur yang diterima oleh keturunan Kak Sri (1880), diwarisi kepada keturunannya, kerabatnya, hingga masyarakat yang menekuninya. Musikalitas gamelan Gambang Kwanji Sempidi dilihat dari instrumentasi yang terdiri dari dua tungguh instrumen gangsa Gambang dan empat tungguh instrumen Gambang. Tujuh nada pokok dalam Gambang terdiri nada adalah o I O A e u a (dong Ding Dong Dang deng dung dang). Dalam instrumen Gambang terdapat dua instrumen Gambang yang memiliki susunan nada yang sama yakni Gambang pengenter dan pemetit. Jarak nada tiap instrumennya diatur dengan mempertimbangkan aspek harmoni Kord, Kwint, dan Oktaf nada. Pola ritme sangat jelas terdengar dan terlihat pada teknik pukulan nyading dari pola ritme 2/4 menuju ke pola ritme ¾. Instrumen penyelat mempunyai tugas sebagai pengatur dinamika lagu yang dimainkan. Istilah modulasi disebut dengan istilah sengkeran, yang ada pada gending Labdha dan Manukaba. Teknik yang dijumpai pada Gambang Kwanji Sempidi seperti kekenyongan, tutul/ nultul, nyelangkit, dan nyelag. Gending-gending Gambang yang dimainkan pada saat ngaben memberikan pengaruh psikologis. Fungsi Gambang pada upacara ngaben di Desa Kwanji Sempidi adalah sebagai kesenian wali. Guna menjaga eksistensinya, gamelan Gambang Kwanji kerap kali digunakan sebagai musik prosesi pada upacara ngaben khususnya saat memandikan jenazah. Gamelan Gambang ditabuh sebagai pengantar roh orang yang meninggal menuju sunia loka.
REPRODUCTION OF KAKEBYARAN ART IN MATARAM CITY, WEST NUSA TENGGARA YUDARTA, I GEDE; Kusuma, Nyoman Weda; Dibia, I Wayan; Parimartha, I Gde
E-Journal of Cultural Studies Vol 9, No 2 (2016): May 2016
Publisher : Cultural Studies Doctorate Program, Postgraduate Program of Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kakebyaran art is a performing art with the Balinese identity; it is not only popular in Bali but also in the other provinces in Indonesia and different parts of the world. In Indonesia, such a performing art is also performed in Mataram City, West Nusa Tenggara. The policy with the jargon “Maju, Religious and Berbudaya” (Being Developed, Religious, and Cultured),  which was issued by the ruler of Mataram City, affirms that the development in Mataram City is oriented toward the Islamic religious values, meaning that the other religious and cultural symbols are reduced. Such a situation has motivated the Balinese ethnic community to develop its art, tradition, and culture in general and the kekebyaran art in particular. Such a phenomenon is a domain of cultural studies which is very interesting to be explored in depth. There are three problems related to such a phenomenon. They are 1) the form and function of the reproduction of the kekebyaran art, 2) the factors contributing to the reproduction of the kekebyaran , 3) the impact of the reproduction of the kekebyaran art on and its meaning to the society of Mataram City, West Nusa Tenggara. The present study was conducted using the qualitative method, in accordance with the scientific norm and paradigm of cultural studies. Three theories were used to analyze such problems; they are the theory of cultural reproduction, the theory of identity, and the theory of semiotics. They were eclectically used to discuss the substance of the topic of discussion. The results of analysis were formulated as follows: first, the form of the reproduction of the kekebyaran art is made up of musicality, the instrumental form, the way of presenting it, its function as part of a ritual and a performing art, and its function to strengthen the local culture. Second, the factors contributing to the reproduction of the kakebyaran art are as follows:  the culture, economy and cultural communication. Third, the impact and meaning of the reproduction of the kakebyaran art are as follows:  the spiritual impact, the socio-cultural impact, the economic impact, the aesthetic meaning, and the cultural meaning.
Yowana Egar Suatu Kebahagiaan Remaja Trisna Nugraha, I Putu; Yudarta, I Gede; Muryana, I Ketut
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 8 No 1 (2020): Maret
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (266.466 KB)

Abstract

Seorang anak akan tumbuh menjadi seorang remaja yang mandiri dalam hal berbuat, emosional, maupun berprinsip, apa bila cara didik orang tuanya yang baik dalam lingkungan keluarga. Mandiri dalam tingkah laku yang diartikan bebas untuk bertindak atau berbuat, tanpa terlalu bergantung pada pertolongan orang lain. Kebebasan yang sering dituntut oleh sang remaja dikarenakan mereka tidak menyukai kekangan, rishi dengan pertanyaan yang mendetail, aturan-aturan yang berlebihan sehingga menyebabkan terbatasnya gerak dan waktu si remaja. Mereka merasa orang tua selalu mengawasi gerak-gerik mereka dan menentukan keputusan yang sering tidak disetujui oleh si remaja, hal tersebut sering menyebabkan pertengkaran antara orang tua dan si remaja. Rumusan konsep karya adalah sebuah ringkasan yang dapat diartikan sebagai suatu karya yang abstrak atau konkret. Di dalam karya Yowana egar penata merumuskan untuk membedahnya menjadi 3 topik pembahasan, yaitu 1) Bagaimana wujud karya Yowana Egar, 2) Bagaimana proses pembentukan karya Yowana Egar, dan 3) Bagaimana analisis estetik dari karya Yowana Egar. Media yang digunakan dalam garapan Yowana Egar adalah gamelan Gong Suling. Wujud karya ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu pengawit, pengawak, bapang, dan pengecet. Dengan proses kreativitas menggunakan proses krativitas yang di kembangkan oleh Alma M. Hawkins dalam bukunya Creating Through Dance yang melalui tiga tahapan, yaitu eksplorasi, percobaan, dan pembentukan. Sedangkan dalam analisa estetis menggunakan kajian estetis Djelantik, dengan empat hal yang mendasar yang menimbulkan keindahan, yaitu kerumitan (complexsity), penonjolan (dominance), keutuhan (Unity), keseimbangan (Balance).
Kajian Elemen-elemen Lukisan Cerita Ramayana Karya I Ketut Budiana Adi Putra Wiwana, I Putu; Yudarta, I Gede
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 24 No 1 (2020): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

I Ketut Budiana awalnya menggeluti seni patung, namun ia lebih menekuni bidang seni lukis. Karya lukis beliau memiliki kesan kebaruan ketimbang lukisan tradisional pada umumnya. Penulis akan menggunakan metoda kualitatif guna mengkaji elemen-elemen karya beliau meliputi garis, warna, bidang, ruang, dan tekstur. Penulis akan menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara, dokumentasi dan observasi. I Ketut Budiana menampilkan garis dengan dua cara. Pertama dengan menggabungkan dua warna yang berbeda, dan kedua dengan mempergunakan alat berupa kuas kecil dengan warna yang dituangkan lebih gelap daripada objek. Pewarnaan yang terkesan hitam dan putih, namun pada bagian tertentu dituangkan warna yang berbeda untuk memperkuat kesan objek. Pewarnaan semacam ini menimbulkan kesan kaya warna namun tetap harmonis. Ia menampilkan kesan ruang ilusi, kesan yang tercipta dalam karya dua dimensi. Ruang yang ditampilkan memberi kesan perspektif pada karyanya. Tekstur yang ditampilkan adalah tekstur semu, disebabkan oleh penempatan gelap terang yang jelas. Bentuk dalam karyanya sudah menampilkan anatomi yang terkesan realistik. Sehingga terlihat bervolume. Tujuan penulis mengkaji karya beliau adalah untuk memotifasi seniman tradisional Ubud agar menciptakan karya yang unik dan diharapkan dapat melahirkan seniman muda.
Kajian Elemen Wayang Kulit Lakon Kang Ching Wie Oleh Dalang I Dewa Gede Agung Sutresna Intan Handayani, Ni Ketut; Yudarta, I Gede
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 24 No 1 (2020): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wayang Kulit Kang Ching Wie merupakan sebuah pertunjukan wayang yang kaya akan kreativitas dan kreasi senimannya. Bertambahnya wawasan, kemampuan dan kreativitas dalang I Dewa Gede Agung Sutresna membuat kemasan pertunjukan Wayang Kang Ching Wie menjadi salah satu pembaharuan wayang kulit Bali, hal tersebut menambah pada aspek-aspek pendukungnya tanpa terkecuali unsur-unsur pertunjukannya yaitu yaitu antawacana (dialektika), alur dramatik, gerak (tetikesan), pembabakan, setting dan iringan pertunjukannya. Wayang Kang Ching Wie oleh dalang I Dewa Gede Agung Sutresna menjadi sebuah pertunjukan wayang kulit inovatif yang diakui memiliki keunggulan terutama dalam antawacana atau olah vocal dan gaya berbicara khas Bangli yang mengandung unsur komedi sehingga membuat penonton terhibur, juga tetiksan atau gerak, penentuan pembabakan dan setting serta pemilihan iringan dalam pertunjukannya. Metode yang digunakan dalam mengkaji pertunjukan Wayang Kang Ching Wie yang dilakukan oleh dalang I Dewa Gede Agung Sutresna adalah metode penelitian kualitatif, menggunakan teknik penelitian berupa observasi, dan wawancara terbuka. Ruang lingkup pembahasan mengarah pada uraian antawacana (dialektika), alur dramatik, tetikesan (gerak), pembabakan, setting dan iringan dalam pertunjukan Wayang Kang Ching Wie.
Revitalisasi Musik Tradisional Prosesi Adat Sasak Sebagai Identitas Budaya Sasak I Gede Yudarta; I Nyoman Pasek
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 3 (2015): November
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.462 KB) | DOI: 10.31091/sw.v3i0.175

Abstract

Masyarakat Sasak sangat kaya dengan budaya musik, khususnya musik tradisional. Di samping gendang beleq yang sudah dipakai sebagai ikon dan disahkan sebagai salah satu warisan budaya tak benda oleh UNESCO, terdapat berbagai jenis musik tradisional lainnya seperti: tawaq-tawaq, barong tengkoq, kelentang, rebana gending, gula gending, tambur, gong suling yang juga merupakan tradisional yang lahir dari tradisi dan budaya Sasak serta menjadi identitas budaya Sasak.  Keberadaan berbagai jenis seni musik tradisional tersebut, jumlahnya semakin menyusut bahkan beberapa diantaranya mengalami kepunahan. Mengamati fenomena tersebutlah topik ini perlu diangkat, dikaji dalam bentuk penelitian ilmiah, sehingga pemahaman terhadap keberadaan musik tersebut bisa diperkuat kembali. Revitalisasi sebagai salah satu upaya untuk mengangkat kembali seni musik tradisional sebagai salah satu ikon dan identitas budaya Sasak sangat penting untuk dilaksanakan. Sebagai langkah awal dalam revitalisasi akan dilakukan identifikasi serta mendiskripsikan terhadap jenis-jenis ensambel musik prosesi yang terdapat dalam tradisi budaya masyarakat Sasak. Hal ini dilaksanakan agar dapat diketahui jenis-jenis ensambel dengan berbagai instrumen yang terdapat di dalamnya serta keberadaannya di dalam berbagai jenis prosesi ritual adat Sasak. Untuk dapat menganalisa, identifikasi serta diskripsinya dipergunakan metode diskriptif kualitatif melalui pendekatan musikologis dan etnomusikologis dengan dukungan beberapa teori yang terkait dengan bentuk dan struktur musik.Sasak communities were very rich with musical culture, especially traditional music. In addition to beleq drum which has been used as an icon and passed as one of the intangible cultural heritage by UNESCO, there are various types of traditional music such as tawaq-tawaq, barong tengkoq, kelentang, rebana gending, gula gending, tambur, gong suling which also is traditionally born of tradition and culture as well as being a cultural identity Sasak. The existence of various types of traditional music, the numbers dwindling even some of them to extinction. Observing the phenomenon on this topic is exactly needs to be raised and studied in the form of scientific research, so an understanding of where the music existence can be reinforced. Revitalization as an effort to revive traditional music as one of the Sasak culture icons and identities is very important to be implemented. As the first step in the revitalization it will be identifications and descriptions on musical ensembles procession types contained in Sasak community cultural traditions. This step is performed to determine the types of ensembles with various instruments contained in it as well as its presence in various types of indigenous Sasak ritual procession. Qualitative descriptive method through musicological approach and ethnomusicology is used to be able to analyze, identify, and describe the descriptions with the support on several theories related to the form and structure of the music.