Claim Missing Document
Check
Articles

POLA SPASIAL TERITORI PADA LANSKAP-HUNIAN MASYARAKAT PELADANG DESA JURUAN LAOK MADURA TIMUR Febrianto, Redi Sigit; Wulandari, Lisa Dwi; Santosa, Herry
ARTEKS Jurnal Teknik Arsitektur Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30822/artk.v2i1.140

Abstract

Masyarakat etnis Madura dikenal sebagai masyarakat peladang jagung yang individual, mandiri dan berpola subsistensi, diidentifikasi memiliki tiga teritori utama yaitu: teritori hunian, teritori ruang terbuka dan teritori lanskap pertanian. Jarak antar cluster hunian berjauhan menyebabkan disebut sebagai masyarakat individual sekaligus mandiri. Ketergantungan hidup terhadap hasil panen menyebabkan jarak hunian dengan lanskap pertaniannya sangat dekat sehingga disebut masyarakat subsistensi. Moral ekonomi berorientasi pada tanah (land ethics),karena kegigihan mempertahankan spasial teritorinya. Sehingga pertanyaan mendasar penelitian adalah  bagaimana pola spasial ketiga teritori pada desa Juruan Laok Madura? Strategi yang digunakan adalah etnografi, dengan rancangan penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data utama berupa wawancara mendalam, tak-tik pertanyaan terbuka, dengan teknik sampling kasus tipikal pada empat hunian berdasarkan lima kriteria yaitu: civitas, aktivitas, pola hunian, pola lanskap pertanian dan eksistensi artefak berupa obyek penyimpanan panen. Validasi internal berupa observasi, pengukuran dan dokumentasi arsitektural, disebabkan sifat subsistensi etnis madura, sehingga kepala desa bukan nara sumber validasi internal, melainkan partisipan selaku pemilik hunian. Analisis dilakukan dengan mengkomparasi dengan konsep arsitektural-antropologis, konsep human space, juga dengan studi tema terkait. Hasil yang diperoleh adalah perwujudan  konsep pola spasial yang disebut habitat. Konsep pola spasial yang disebut habitat ini terdiri dari : place, environment dan landscape. Susunan ketiganya membentuk satu gelembung hirarki yaitu place berada di dalam  environment, sedangkan place dan environment berada di dalam landscape. Merujuk konsep dari arsitektural-antropologis, hirarki ketiga unsur ini disebut sebagai: habitat. Kata kunci: teritori utama, eksistensi artefak arsitektural-antropologis dan habitat
SPASIAL RUANG PADA HUNIAN MASYARAKAT PELADANG-MUSLIM DESA JURUAN LAOK MADURA TIMUR Febrianto, Redi Sigit; Wulandari, Lisa Dwi; Santosa, Herry
MODUL Vol 17, No 1 (2017): MODUL vol 17 nomor 1 tahun 2017 (8 articles)
Publisher : architecture department, Engineering faculty, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.287 KB) | DOI: 10.14710/mdl.17.1.2017.1-10

Abstract

Jagung dan Islam adalah identitas kultur etnis Madura, sehingga dikenal sebagai masyarakat peladang-muslim.Mereka juga dikenal sebagai masyarakat mandiri, subsistensi dan sangat bergantung pada lanskap agrarisnya.Penelitian sebelumnya banyak membahas spasial hunian-kekerabatan dan spasial hunian-kesakralan terutama padahunian Madura perantauan. Penelitian ini berbeda karena berusaha memahami spasial lanskap-hunian padamasyarakat peladang jagung di desa Juruan Laok Madura Timur, pada lingkup mikro. Rancangan penelitian bersifatkualitatif dengan strategi etnografi. Pengumpulan data primer utama berupa wawancara mendalam dengan tak-tikpertanyaan terbuka dan sampling bertujuan. Validasi internal menggunakan observasi, pengukuran dan dokumentasiarsitektural, mengingat sifat subsistensinya dan kepala desa bukan narasumber utama. Diambil empat kasus hunianterpilih berdasarkan civitas, aktivitas, pola hunian, pola lanskap pertanian dan eksistensi obyek penyimpanan panen
Karakteristik Sosial Masyarakat yang Berpengaruh Pada Tipologi Hunian Warga Desa Polaman Kabupaten Malang Damayanti, Fifi; Redi Sigit Febrianto
Prosiding SENTIKUIN (Seminar Nasional Teknologi Industri, Lingkungan dan Infrastruktur) Vol 3 (2020): PROSIDING SENTIKUIN
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The Polaman village society is Javanese. The characteristics of the Polaman village are closely related to the socio-cultural values ​​of the population. The character of the settlement environment is not only influenced by the character of the people who inhabit it but also the natural conditions surrounding it. Humans, the environment, and socio-cultural conditions are three factors that must be understood integrally in understanding humans as a whole. The natural environment around humans provides the carrying capacity for humans to survive and make choices based on their culture. Space is a very important element in architecture. Lay space is interpreted as the physical existence of a three-dimensional object that can be measured length, width, and height. An understanding of space and other related elements such as socio-cultural conditions and psychological conditions in the relationship between individuals and their environment must be present. Based on the typology of housing, there are no striking differences in residential houses between village officials, village elders, and ordinary citizens. The qualitative descriptive method was determined because the researcher wanted to examine the social and cultural characteristics of the community with non-numeric data. Naturalistic or natural paradigms are used in research, where researchers observe without giving an influence, to obtain factual and significant data. The approach used is the phenomenological approach. The observation method used was the passive participatory observation in which the researcher observed the activities of Polaman residents. In this study, the interview method used was a semi-structured depth interview.
Tata Laku, Tata Nilai dan Sistem Spasial pada Hunian Masyarakat Peladang Jagung di Madura Timur Redi Sigit Febrianto; Fifi Damayanti
Prosiding SENTIKUIN (Seminar Nasional Teknologi Industri, Lingkungan dan Infrastruktur) Vol 3 (2020): PROSIDING SENTIKUIN
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Tribhuwana Tunggadewi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The identity of the Madurese ethnic community, especially in the eastern part, is known as a devout Muslim community as well as a corn farming community. This is reflected in the values ​​and practices and the spatial system. This research is different because it tries to explore the relationship between the practices, values ​​, and spatial systems of the farming community in eastern Madura. Exploration of the spatial system starting from the landscape area, yard area to the residential area. The aim is to form a descriptive narrative about the relationship between values, behavior, and the spatial system of the maize farming community in East Madura. The theoretical study of the spatial system (object) in this study refers to the landscape-settlement concept from Kusdiwanggo and the habitat concept from Egenter. The theoretical study of the farming community (subject) refers to the concept of behavior and values ​​from the Boelaars. The research design is qualitative, the data is not numerical. The research strategy is descriptive type, namely trying to explore narrative data. The data collection method uses focused interviews and field observations. Validated with field sketches and field documentation. In-depth interviews use a semi-structured interview type. The data analysis method used is inductive, where the results are in the conclusion section. The conclusion of this research is that the spatial system, values ​​, and behavior of the farming community in East Madura are based on Islam.
MUSEUM SINGHASARI DI KABUPATEN MALANG TEMA: ARSITEKTUR KONTEMPORER Antika Achiyarini; Gatot Adi Susilo; Redi Sigit Febrianto
Pengilon: Jurnal Arsitektur Vol 5 No 02 (2021): Pengilon: Jurnal Arsitektur
Publisher : Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Museum adalah bangunan yang digunakan untuk mengumpulkan, merawat, dan melestarikan warisan budaya maupun benda-benda koleksi yang memiliki wujud maupun tidak memiliki wujud. Museum merupakan sarana yang penting untuk menilai kemjuan budaya di suatu daerah. Namun semakin lama jumlah pengunjung museum mengalami penurunan yang disebabkan kurangnya daya tarik pada bangunan museum. Sarana dan prasarana fisik yang menjadi dasar fungsi permuseuman pun masih belum memenuhi syarat fungsi dasar museum. Museum di Indonesia rata-rata memiliki bentuk bangunan tipologi yang konvensional dan kuno. Hal ini dialami oleh beberapa museum yang berada di kabupaten malang. Sehingga pada perancangan Museum Singhasari di Kabupaten Malang ini dilakukan dengan menerapkan tema arsitektur kontemporer pada bangunan. Arsitektur kontemporer ini memiliki konsep bangunan yang kekinian dengan harapan dapat meningkatkan daya tarik museum.
PERANCANGAN ISLAMIC CENTER DI KOTA MALANG TEMA: ARSITEKTUR MODERN Satria Pramadhanu; Breeze Maringka; Redi Sigit Febrianto
Pengilon: Jurnal Arsitektur Vol 5 No 02 (2021): Pengilon: Jurnal Arsitektur
Publisher : Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kota Malang adalah pusat dari kota-kota kecil disekitarnya dan juga pusat dari pemerintahan, memiliki potensi kuat untuk dijadikan tempat kegiatan keagamaan yang berskala kotamadya dikarenakan mayoritas beragama islam jadi kegiatan keagamaan yang dominan adalah kegiatan agama islam. Maka dari itu sangat tepat jika di malang dibangun Islamic Center yaitu sebagai pusat dari seluruh kegiatan agama islam yang ada di malang (kabupaten Malang dan sekitarnya). Bentuk Islamic Center yang ada di kota-kota lainnya kebanyakan belum mencerminkan aktivitas ibadah sekaligus pendidikan begitu pula dengan tata ruang dari kebanyakan Islamic Center yang ada di Indonesia. Sarana tersebut merupakan pengembangan lebih lanjut dari fungsi masjid yang mampu menampung berbagai kegiatan pengajian, pembinaan dan pengembangan agama serta kebudayaan yang bersifat non formal. Pendekatan desain yang diterapkan pada Islamic Center ini adalah pendekatan Arsitektur Modern. Prinsip-prinsip dari arsitektur modern akan digunakan dalam pendekatan bentuk bangunan Islamic Center. Sehingga nantinya akan menghasilkan bentuk –bentuk ruang yang fungsional, bentuk fasad yang simetris dan seimbang, penerapan fleksibilitas ruang pada bangunan, perencanaan bentuk massa bangunan disesuaikan dengan adanya kondisi lingkungan sekitar, dan menciptakan bangunan yang nyaman dan juga menggunakan material-material yang sesuai dengan jaman sekarang. Perancangan ini menggunakan metode kualitatif yang sumber datanya didapat dari studi literatur dan juga studi banding. Kesimpulannya, bangunan ini diharapkan dapat mengakomodir segala aktivitas manusia dengan manusia begitu juga antara manusia dengan tuhannya dengan baik dan nyaman.
ASRAMA HAJI KABUPATEN JEMBER TEMA: ARSITEKTUR MODERN Ferdinal Hidayatulloh; Lalu Mulyadi; Redi Sigit Febrianto
Pengilon: Jurnal Arsitektur Vol 5 No 02 (2021): Pengilon: Jurnal Arsitektur
Publisher : Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Asrama Haji menyediakan jamaah sebagai akomodasi atau tempat istirahat dan digunakan sebagai tempat untuk melatih atau mempersiapkan prosesi haji. Tetapi faktanya masih banyak bentuk bangunan dan tata ruang asrama haji yang saat ini sangat kurang dan belum di definisikan dengan baik. Padahal setiap tahunnya jamaah haji selalu didominasi dengan jamaah yang berusia lanjut, sehingga pendekatan desain arsitektur yang akan diterapkan pada pembangunan asrama haji di Jember ini melalui sistem utilitas dengan pendalaman kenyamanan pada setiap ruang. Sistem utilitas yang tepat dan sesuai digunakan sebagai acuan dasar untuk proses perancangan asrama haji ini. maka dari itu dengan menerapkan prinsip-prinsip arsitektur modern diharapkan dapat mewujudkan bentuk bangunan dan tata ruang asrama haji yang representatif di kabupaten Jember.
PUSAT SENI BUDAYA SUKU TIDUNG DIKABUPATEN TANA TIDUNG PROVINSI KALIMANTAN UTARA TEMA: ARSITEKTUR NEO VERNAKULAR Hadi Jul Yadi; Breeze Maringka; Redi Sigit Febrianto
Pengilon: Jurnal Arsitektur Vol 5 No 02 (2021): Pengilon: Jurnal Arsitektur
Publisher : Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalahan umum penelitian ini (bangunan pusat seni budaya bertema neo-vernakular) adalah (1) Bentuk bangunan dan (2) Tata ruang yang belum representatif, namun pusat seni merupakan bangunan yang menjadi sumber kebudayaan suku tidung. tetapi saat ini masih kurangnya perhatian tehadap kebudayaan suku tidung Misalnya kebudayaan suku tidung tentang adat istiadat, seni tari, seni musik, kuntau, drama dan masih banyak lagi. Suku tidung memiliki kebudayaan sehingga menjadi ciri khas dari suku tidung. namun suku tidung ini memiliki nilai arsitektural dari ciri khas kebudayaan suku tidung sehingga perlunya dipertahankan sehingga ciri khas suku tidung tetap ada dari genersi ke generasi berikutnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fungsi bangunan dengan pendekatan neo- vernakular sehingga bentuk dan ruang harus menanam kaidah-kaidah kebudayaan suku tidung.
DOMAIN RUANG PEREMPUAN PADA HUNIAN MASYARAKAT PELADANG DESA JURUAN LAOK MADURA TIMUR Redi Sigit Febrianto; Lisa Dwi Wulandari; Herry Santosa
Tesa Arsitektur Vol 15, No 1 (2017)
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v15i1.1014

Abstract

Primodial domain ruang perempuan pada masyarakat peladang di Madura timur tak jauh berbeda dengan masyarakat agraris nusantara lain, yaitu tak lepas dari formasi gender. Domain ruang laki mengandung nilai primer, maskulin bersifat terbuka, sedangkan domain ruang perempuan mengandung nilai sekunder, feminin dan bersifat tertutup. Dengan strategi etnografi dan rancangan kualitatif, penelitian ini berusaha mendeskripsikan bagaimana domain ruang perempuan (lingkup mikro) pada hunian masyarakat peladang etnis Madura desa Juruan Laok, Madura timur. Pengumpulan data primer utama berupa wawancara mendalam dengan tak-tik pertanyaan terbuka dan sampling bertujuan. Validasi internal menggunakan observasi, pengukuran dan dokumentasi arsitektural, mengingat sifat subsistensinya dan kepala desa bukan narasumber utama. Diambil empat kasus hunian terpilih berdasarkan civitas, aktivitas, pola hunian, pola lanskap pertanian dan eksistensi obyek penyimpanan panen (jhuurung). Analisis bersifat induktif terhadap kerangka tema-tema, diawali analisis tematik kemudian dikomparasi dengan konsep human space dan space syntax dan dilanjutkan komparasi studi terkait dengan analisis lanjutan teknik flip-flop. Hasil penelitian yang diperoleh setidaknya dua hal yaitu: deskripsi domain ruang perempuan terbentuk berdasarkan hirarki privasi ruang dan organisasi pola ruang; juga ditemukannya obyek tempat penyimpanan panen sebagai kategorisasi penelitian etnografi dalam hunian yang bersifat intim, selalu ada dan menjadi domain ruang perempuan, disebut: jhuurung.
The spatial pattern of teritory on the landscape-dwelling community Juruan Laok Village East Madura Redi Sigit Febrianto; Lisa Dwi Wulandari; Herry Santosa
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur Vol 2 No 1 (2017): ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur | Juli 2017 ~ Desember 2017
Publisher : Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (783.776 KB) | DOI: 10.30822/arteks.v2i1.41

Abstract

The Madurese community is known as an individual, independent and subsistent corn farming community, identified as having three main territories: residential territory, open space territory and agricultural landscape territory. The distance between clusters of distant residential causes is referred to as individual society as well as independent. The dependence of life on crops causes the distance of dwelling with the agricultural landscape so close that it is called subsistence society. Land-based economic morality, due to the persistence of maintaining spatial territory. So the fundamental question of research is how the third spatial pattern of territory in the village of Laok Madura Madura? The strategy used is ethnography, with qualitative research design. The main data collection methods were in-depth interviews, no open questions, with typical case sampling techniques in four occupancy based on five criteria: civitas, activity, shelter pattern, agricultural landscape pattern and artifacts existence of crop storage object. Internal validation in the form of observation, measurement and architectural documentation, caused by the characteristic of ethnic sub-ethnic of Madura, so that the head of village is not a source of internal validation, but the participant as the owner of the dwelling. The analysis is done by comparing with anthropological-architectural concept, human space concept, also with related theme study. The results obtained at least found the embodiment of the concept of spatial patterns called habitat. The concept of a spatial pattern called habitat consists of: place, environment and landscape. The arrangement of the three forms a hierarchical bubble that places in the environment, while place and environment are in the landscape. Referring to the concept of architectural-anthropological, the hierarchy of these three elements is referred to as: habitat.