cover
Contact Name
Deasy Sylvia Sari
Contact Email
redaksi.padjir@unpad.ac.id
Phone
+6285222251435
Journal Mail Official
redaksi.padjir@unpad.ac.id
Editorial Address
Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Jln. Ir Soekarno, KM. 21, Jatinangor Sumedang, 45363
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Padjadjaran Journal of International Relations
ISSN : -     EISSN : 26848082     DOI : https://doi.org/10.24198/padjir.v1i1
Core Subject : Humanities, Social,
Politik Global, Ekonomi Politik Global, Organisasi dan Kerjasama Internasional, Tata Kelola Global dan Hukum Internasional, Diplomasi, Kebijakan Luar Negeri, dan Studi Keamanan, Gender dan Feminisme, serta Studi Budaya.
Articles 123 Documents
Upaya UNESCO dalam Menekan Angka Buta Huruf di Sudan Selatan dalam Rangka Implementasi SDG Nainggolan, Tiffany Abigail; Azzumar, Muhammad Arsy; Heryadi, R. Dudy; Sari, Deasy Silvya
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.61771

Abstract

Sudan Selatan merupakan negara yang memiliki tingkat iliterasi tertinggi di Sub-Sahara. Menurut UNESCO, Sudan Selatan merupakan negara ke-3 di dunia dengan tingkat angka buta huruf orang dewasa terendah. Data ini membuktikan bahwa angka buta huruf di Sudan Selatan menjadi permasalahan yang memerlukan perhatian khusus. Tercatat 2,8 juta anak-anak berhenti sekolah disebabkan oleh kurangnya kemampuan guru dalam mengajar, fasilitas yang tidak memadai, kelaparan, konflik, perubahan iklim, pernikahan dini, kurangnya mobilitas dan alat bantu bagi siswa disabilitas. Isu ini mendorong pemerintah dan organisasi internasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui usaha menekan angka buta huruf di Sudan Selatan sebagai upaya implementasi SDG 4. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan studi pustaka sebagai metode pengumpulan data, artikel ini ditulis untuk menganalisis peran UNESCO dalam menekan angka buta huruf di Sudan Selatan sebagai salah satu upaya implementasi SDG 4. Untuk memahami dan menjelaskan isu tersebut, penulis menggunakan konsep Sustainable Development Goals 4.6 dan konsep organisasi internasional. Berdasarkan studi ini, penulis menemukan bahwa UNESCO turut melakukan upaya melalui berbagai agenda dengan tujuan mendorong kualitas pendidikan di Sudan Selatan. Upaya UNESCO mendorong implementasi SDG 4.6 yang memiliki fokus terhadap peningkatan angka literasi dan numerasi masyarakat. South Sudan has the highest illiteracy rate in Sub-Saharan Africa. According to UNESCO, South Sudan has the world's third-lowest adult illiteracy rate. This statistic demonstrates that the illiteracy rate in South Sudan is a serious issue. 2.8 million children have dropped out of school owing to a lack of teaching skills, poor facilities, starvation, violence, climate change, early marriage, and a lack of mobility and assistive equipment for students with impairments. This problem urges the government and international organizations to enhance the quality of education in South Sudan by reducing illiteracy as part of the implementation of SDG 4. By using a qualitative approach and literature studies as data collection methods, this article was written to analyze UNESCO's role in reducing illiteracy in South Sudan as part of SDG 4 implementation. To understand and explain that issue, the authors use Sustainable Development Goals 4.6 concept and the international organization concept. Based on this study, the authors found UNESCO is also working to improve the quality of education in South Sudan through various programs. UNESCO's efforts to promote the implementation of SDG 4.6, which focuses on improving literacy and numeracy rates.
Kontribusi Aktor Nonnegara terhadap Lingkungan Global dalam Perdagangan Karbon melalui Penerapan Sistem Registri Nasional-Pengendalian Perubahan Iklim di Indonesia (SRN-PPI) Sihotang, Ficho Marcelo Parluhutan
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.62312

Abstract

Studi ini mengeksplorasi kontribusi penting aktor nonnegara terhadap kelestarian lingkungan global melalui perdagangan karbon. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yang difokuskan pada penerapan lembaga IDX Carbon dan Sistem Registri Nasional-Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) di Indonesia. Penelitian ini juga menggambarkan partisipasi aktif beragam entitas dalam perdagangan karbon untuk memitigasi jejak karbon mereka. Aktor nonnegara berperan penting dalam mendorong keberhasilan pasar karbon dengan menetapkan dan mematuhi komitmen pengurangan karbon. IDX Carbon sebagai platform pertukaran karbon pertama di Indonesia telah memfasilitasi perdagangan kredit karbon, sehingga mendorong industri untuk berinvestasi pada aksi mitigasi dan adaptasi terhadap lingkungan. Pada saat yang sama, SRN-PPI menjadi dasar sistem pembuatan karbon kredit yang teregulasi di Indonesia. Studi ini menggarisbawahi dampak penting aktor nonnegara dalam membentuk pasar karbon yang efektif, dan menggambarkan bagaimana mekanisme pasar dapat memanfaatkan keterlibatan sektor swasta untuk memberikan manfaat bagi lingkungan. Analisis IDX Carbon dan SRN-PPI menunjukkan potensi untuk memperluas inisiatif tersebut secara global dengan memperkuat upaya kolaboratif antar aktor negara dan nonnegara dalam mencapai tujuan pengendalian perubahan iklim.This study explores the significant contribution of non-state actors to global environmental sustainability through carbon trading. The research method used is a qualitative method that focuses on the implementation of the IDX Carbon institution and the National Registry System-Climate Change Control (SRN-PPI) in Indonesia. This study also describes the active participation of various entities in carbon trading to mitigate their carbon footprint. Non-state actors play a significant role in driving the success of the carbon market by setting and complying with carbon reduction commitments. The first carbon exchange platform in Indonesia, IDX Carbon, has facilitated carbon credit trading to encourage industries to invest in environmental mitigation and adaptation actions. At the same time, SRN-PPI is the basis for Indonesia's regulated carbon credit creation system. This study also focuses on the contribution of non-state actors in shaping a carbon market that benefits Indonesia and the global environment. In addition, it describes the market mechanism in utilizing private sector involvement to provide benefits for the environment. The analysis of IDX Carbon and SRN-PPI shows the potential to expand these initiatives globally by strengthening collaborative efforts between state and non-state actors in achieving climate change control goals.
Objektifikasi Perempuan Etnis Tionghoa: Studi Perbandingan antara Indonesia, Malaysia, dan Amerika Serikat dalam Perspektif Human Security Pranto, Celonyta Calysta Sutjio
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.53200

Abstract

Objektifikasi perempuan etnis Tionghoa merupakan fenomena yang terjadi dalam berbagai konteks sosial, historis, dan budaya di Indonesia, Malaysia, dan Amerika Serikat. Di Indonesia dan Malaysia, objektifikasi perempuan Tionghoa berakar pada warisan kolonialisme, politik rasial, serta bias. Sementara itu, di Amerika Serikat, fenomena yellow fever fetish semakin memperkuat seksualisasi perempuan Asia, yang berakar dari orientalisme dan sejarah kolonialisme Barat. Objektifikasi ini berdampak pada keamanan pribadi, komunitas, dan budaya perempuan Tionghoa, meningkatkan risiko pelecehan seksual, diskriminasi, serta pembatasan ekspresi identitas mereka. Masalah ini bukan hanya sekadar persoalan sosial, tetapi juga ancaman terhadap keamanan manusia secara menyeluruh. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dalam kebijakan publik, perlindungan hukum, serta edukasi sosial untuk mengatasi stereotip dan diskriminasi yang terus berlanjut terhadap perempuan Tionghoa di berbagai negara.The objectification of ethnic Chinese women is a phenomenon that occurs in various social, historical, and cultural contexts in Indonesia, Malaysia, and the United States. In Indonesia and Malaysia, the objectification of Chinese women is rooted in the legacy of colonialism, racial politics, and bias. Meanwhile, in the United States, the yellow fever fetish phenomenon further reinforces the sexualization of Asian women, which is rooted in orientalism and the history of Western colonialism. This objectification impacts the personal, community, and cultural safety of Chinese women, increasing the risk of sexual harassment, discrimination, and restrictions on the expression of their identities. This issue is not only a social issue, but also a threat to human security as a whole. Therefore, a more inclusive approach is needed in public policy, legal protection, and social education to address the ongoing stereotypes and discrimination against Chinese women in various countries.
Heritage Diplomacy Indonesia-Belanda dalam Repatriasi Warisan Budaya menurut Perspektif Poskolonialisme Abdillah, Muhammad Zulfan; Nuraeni, Nuraeni
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.62609

Abstract

Artikel ini membahas heritage diplomacy yang dilaksanakan oleh Indonesia dan Belanda melalui repatriasi benda warisan budaya pada periode 2021–2024 dengan perspektif poskolonialisme. Riset menggunakan konsep cultural heritage dalam hubungan internasional, heritage diplomacy, repatriasi, dan perspektif poskolonialisme. Metode riset yang digunakan bersifat kualitatif dengan teknik pengumpulan data primer melalui wawancara serta data sekunder melalui riset berbasis digital. Riset ini menemukan bahwa aktivitas repatriasi warisan budaya Indonesia dan Belanda merupakan bentuk heritage diplomacy dengan penggunaan warisan budaya dalam aktivitas pertukaran, kolaborasi, dan kerja sama. Dalam konteks poskolonialisme, repatriasi warisan budaya beserta provenance research di dalamnya merupakan bentuk dekolonisasi yang bermakna menghadapi masa lalu kolonial yang kompleks dan upaya untuk mendekolonisasi cara berpikir kolonial. Heritage diplomacy melalui repatriasi warisan budaya menjadi jembatan dalam membangun kepercayaan kedua negara dalam menyelesaikan isu-isu historis, membina kedudukan kedua negara dengan modalitas kesetaraan, serta menjadi upaya dalam mewujudkan kompensasi atas ketidakadilan yang terjadi di masa lampau. This article discusses heritage diplomacy conducted by Indonesia and the Netherlands through the repatriation of cultural heritage objects during the period of 2021–2024 from a postcolonial perspective. The research employs the concept of cultural heritage in international relations, heritage diplomacy, repatriation, and postcolonialism. The study uses a qualitative method with primary data collected through interviews and secondary data obtained from digital-based research. The study finds that the repatriation of cultural heritage between Indonesia and the Netherlands constitutes a form of heritage diplomacy, involving the use of cultural heritage in exchange, collaboration, and cooperation activities. In the context of postcolonialism, the repatriation process and the accompanying provenance research represent a form of decolonization—an effort to confront a complex colonial past and to decolonize colonial ways of thinking. Heritage diplomacy through cultural heritage repatriation serves as a bridge to build mutual trust between the two countries in addressing historical issues, fostering relations on the basis of equality, and pursuing compensation for past injustices.
Kerja Sama Indonesia dengan Uni Emirat Arab dalam Meningkatkan Industri Halal Indonesia Tahun 2018-2023 Adawiyah, Rabhiatul; Yulianti, Dina; Khansa, Naurah
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.62524

Abstract

Artikel ini membahas kerja sama Indonesia dengan Uni Emirat Arab atau United Arab Emirates (UAE) terkait industri halal pada tahun 2018-2023. Indonesia dan UAE merupakan negara dengan mayoritas Muslim serta memiliki potensi besar dalam industri halal. Industri halal telah berkembang pesat dan menjadi perhatian internasional sebagai sektor yang menguntungkan dan berkontribusi kepada perekonomian global. Industri ini tidak hanya mencakup bidang makanan dan minuman saja, tetapi bidang pariwisata, kosmetik, farmasi, fashion, serta media dan rekreasi. Hubungan bilateral yang baik antara Indonesia dan UAE memberikan peluang besar terhadap kerja sama dalam industri halal, di antaranya kerja sama badan akreditasi Indonesia dan UAE serta perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif. Penelitian ini bertujuan menganalisis kerja sama Indonesia-UAE dalam industri halal pada tahun 2018-2023, baik itu melalui aktor negara maupun non-negara. Dengan menggunakan konsep kerja sama internasional dan industri halal, serta metode kualitatif dengan analisis deskriptif. Temuan riset ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menjalin beberapa kerja sama dengan UAE terkait industri halal, seperti kerja sama ESMA-KAN dalam akreditasi halal, IUAE-CEPA, serta kolaborasi dalam pameran internasional. Diharapkan, kerja sama tersebut diimplementasikan secara optimal, sehingga memberikan dampak positif yang signifikan dalam peningkatan industri halal Indonesia. This article discusses Indonesia's cooperation with the United Arab Emirates (UAE) related to the halal industry from 2018 to 2023. Indonesia and the UAE are countries with Muslim majorities and have significant potential in the halal industry. The halal industry has grown rapidly and gained international attention as a profitable sector that contributes to the global economy. This industry includes food and beverages, tourism, cosmetics, pharmaceuticals, fashion, as well as media and recreation. The strong bilateral relations between Indonesia and the UAE provide opportunities for cooperation in the halal industry, including collaboration between the countries’ accreditation bodies and the Comprehensive Economic Partnership. This study aims to analyze Indonesia-UAE cooperation in the halal industry during the 2018–2023 period, involving both state and non-state actors. This research applies the international cooperation and the halal industry concept, employing a qualitative method with descriptive analysis. The research findings indicate that Indonesia has established several forms of cooperation with the UAE in the halal industry, including the ESMA-KAN cooperation, the IUAE-CEPA, and collaboration at international exhibitions. It is expected that these collaborations will be implemented optimally to generate a significant positive impact on the development of Indonesia's halal industry.
Media Narratives in the Israel-Palestine Conflict: A Constructivist Approach to Analyzing Media Bias and Digital Activism Taufiq, Fariz Tsabit; Alam, Gilang Nur; Dermawan, Windy
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.61812

Abstract

The Israel-Palestine conflict, one of the most complex and protracted international disputes, has been profoundly shaped by media representations that influence public opinion and international relations. This study identifies three key factors shaping narratives through mainstream and social media: (i) Western mainstream media bias favoring Israel, (ii) the use of emotional language and selective reporting, and (iii) the rise of social media activism, exemplified by campaigns such as “All Eyes on Rafah”, which amplify marginalized Palestinian voices. Using a qualitative descriptive approach based on Creswell’s framework, the research explores the existence and interaction of these factors in shaping media roles. The study highlights the dynamic interplay between media narratives, public opinion, and foreign policy-making, shaped by historical context, social values, and norms. Findings reveal that while mainstream media historically demonstrate bias and selective framing, social media platforms create space for counter-narratives and more diverse perspectives. This analysis provides deeper insight into how these three factors collectively construct media discourse and potentially influence global public opinion and policy responses to the Israel-Palestine conflict. Konflik Israel-Palestina, sebagai salah satu sengketa internasional paling kompleks dan berkepanjangan, sangat dipengaruhi oleh representasi media yang membentuk opini publik dan hubungan internasional. Penelitian ini mengidentifikasi tiga faktor utama yang memengaruhi narasi melalui media arus utama dan media sosial: (i) bias media arus utama Barat yang cenderung mendukung Israel, (ii) penggunaan bahasa emosional dan pelaporan yang selektif, serta (iii) munculnya aktivisme media sosial yang dicontohkan oleh kampanye “All Eyes on Rafah” yang memperkuat suara-suara Palestina yang termarginalkan. Dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berdasarkan kerangka Creswell, penelitian ini menelaah keberadaan dan interaksi ketiga faktor tersebut dalam membentuk peran media. Studi ini menekankan interaksi dinamis antara narasi media, opini publik, dan pembuatan kebijakan luar negeri yang dipengaruhi konteks historis, nilai sosial, dan norma. Temuan menunjukkan bahwa meskipun media arus utama secara historis menampilkan bias dan pembingkaian selektif, media sosial menyediakan ruang bagi narasi tandingan dan perspektif yang lebih beragam. Analisis ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana ketiga faktor tersebut secara kolektif membentuk wacana media serta berpotensi memengaruhi opini publik global dan respons kebijakan terhadap konflik Israel-Palestina.
Kerja Sama Indonesia dan UNICEF dalam Rangka Menuju Indonesia Bebas Stunting Tahun 2021-2025 Aulia, Kirana Putri; Hidayat, Nashwa Safa; Ahmad, Radja Kusuma Maulidhan; Heryadi, R. Dudy; Sari, Deasy Silvya
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.60585

Abstract

Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia, dengan dampak jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak. Untuk dapat mempercepat penurunan prevalensi stunting, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNICEF melalui program Country Program Action Plan (CPAP) 2021–2025. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk kerja sama tersebut dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan analisis tematik. Teori fungsi organisasi internasional dari Harold K. Jacobson digunakan untuk mengkaji peran UNICEF dalam kerja sama ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UNICEF menjalankan fungsi informatif, normatif, pengawasan, dan operasional, namun tidak terlibat langsung dalam pembuatan peraturan. Melalui dukungan teknis, edukasi, evaluasi kebijakan, dan penyaluran dana sebesar US$150 juta, kerja sama ini terbukti memberikan kontribusi signifikan dalam upaya penurunan stunting. Kolaborasi multisektoral ini menjadi contoh penting peran organisasi internasional dalam pembangunan kesehatan anak. Stunting remains a significant public health issue in Indonesia, with long-term impacts on child growth and development.  The Indonesian government partnered with UNICEF through the Country Program Action Plan (CPAP) 2021–2025 to reduce the stunting cases to 14% by 2024. This study aims to analyze the nature of this cooperation using a qualitative method and thematic analysis approach. This article applies Harold K. Jacobson’s theory of international organization functions to examine UNICEF’s role. The findings show that UNICEF performs informative, normative, monitoring, and operational functions, though it does not directly engage in rule-making. Through technical assistance, education campaigns, policy evaluation, and financial support amounting to US$150 million, the cooperation has significantly contributed to reducing stunting. This multisectoral collaboration highlights the major role of international organizations in promoting child health development.
Kampanye Digital Citizen Diplomacy Pandawara Group Indonesia dan Sài Gòn Xanh Vietnam sebagai Inisiasi Pembersihan Lingkungan di Asia Tenggara Arifin, Muhammad Ariq Aulia; Herningtyas, Ratih
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.61448

Abstract

Permasalahan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah, telah menjadi isu global yang mendesak. Di Indonesia, Pandawara Group muncul sebagai gerakan sosial yang memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan kesadaran dan menginisiasi aksi bersih-bersih sampah. Keberhasilan mereka menginspirasi komunitas lain, termasuk Sài Gòn Xanh di Vietnam yang kemudian membentuk kerja sama transnasional di kawasan Asia Tenggara melalui kampanye digital di bidang lingkungan. Penelitian ini bertujuan menganalisis kerjasama tersebut yang mencerminkan harmonisasi antara konsep keberhasilan kampanye digital dan konsep citizen diplomacy dalam meningkatkan partisipasi publik terhadap isu lingkungan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis studi literatur dan wawancara, penelitian ini menemukan bahwa kerjasama sinergis kedua kelompok citizen diplomacy ini berhasil memperluas implementasinya di kawasan Asia Tenggara melalui aksi bersih-bersih langsung dan distribusi konten digital di platform media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diplomasi warga melalui media sosial dapat menjadi instrumen penting dalam memperluas gerakan sosial dan mendorong keterlibatan publik. Studi ini merekomendasikan penelitian lebih lanjut mengenai dampak jangka panjang kampanye digital terhadap perubahan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Aespa dan Diplomasi Selebriti Korea Selatan: Representasi Global Activism dalam Forum PBB Pasca-Pandemi Diningrat, Aqil; Dewi, Anggia Utami
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.65237

Abstract

Pandemi COVID-19 mempercepat transformasi digital global, melahirkan masyarakat “kronis daring” yang mendorong munculnya praktik diplomasi baru melalui ruang virtual. Studi ini menganalisis keterlibatan grup K-Pop Aespa dalam Forum Politik Tingkat Tinggi PBB (HLPF) 2022 sebagai bentuk diplomasi selebritas dan aktivisme global Korea Selatan di era pascapandemi.  Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, penelitian ini memadukan analisis tematik dan analisis verbatim terhadap pidato Aespa guna mengeksplorasi identitas metaverse, nilai etis global, dan performa diplomatik mereka. Dengan mengutilisasi kerangka Diplomasi Selebritas dari Kogen (2015). Temuan menunjukkan bahwa Aespa merepresentasikan bentuk baru komunikasi diplomatik yang simbolik dan digital, dengan memanfaatkan narasi keberlanjutan dan teknologi sebagai jembatan global dengan membawa nilai-nilai universal. Namun, posisi mereka sebagai aktor non-negara dibatasi oleh kerangka komersial dan risiko instrumentalisasi oleh negara atau agensi. Studi ini menyoroti dinamika baru diplomasi selebritas dan pentingnya membaca ulang agensi selebritas dalam arena internasional, di mana nilai moral dan representasi publik menjadi alat utama diplomasi budaya pascapandemi. The COVID-19 pandemic accelerated global digital transformation, giving rise to a “chronically online” society that has spurred the emergence of new diplomatic practices through virtual spaces. This study analyzes K-Pop group Aespa's involvement in the 2022 UN High-Level Political Forum (HLPF) as a form of celebrity diplomacy and global activism in South Korea in the post-pandemic era. Using a descriptive qualitative approach, this study combines thematic analysis and verbatim analysis of Aespa's speeches to explore their metaverse identity, global ethical values, and diplomatic performance. Utilizing the frameworks of Celebrity Diplomacy by Kogen (2015). The findings show that Aespa represents a new form of symbolic and digital diplomatic communication, utilizing narratives of sustainability and technology as a global bridge, conveying universal values. However, their position as non-state actors is constrained by commercial frameworks and the risk of instrumentalization by states or agencies. This study highlights the new dynamics of celebrity diplomacy and the importance of re-reading celebrity agency in the international arena, where moral values and public representation become key tools of post-pandemic cultural diplomacy.
Prinsip Kerja Sama dalam Diplomasi Multilateral pada High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships dan Indonesia–Africa Forum 2024 Ketaren, Emma Ennina br; Sundjaja, Felicia Natalie; Habsji, Lulu; Damarwulan, Lauren Zetira; Haque, Dhiaul; Darmawan, Mikail Mahdi Muhammad
Padjadjaran Journal of International Relations Vol 7, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/padjir.v7i2.59864

Abstract

Diplomasi multilateral Indonesia memainkan peran penting dalam kerja sama yang berfokus pada kemitraan internasional. Sejak Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung, Indonesia telah mendorong kerja sama global dengan negara-negara di berbagai kawasan. Indonesia–Africa Forum (IAF) 2024 bertujuan untuk memperkuat ikatan ekonomi dan diplomatik dengan negara-negara Afrika, serta memperkenalkan inisiatif di sektor energi terbarukan, teknologi, dan perdagangan. Selain itu, High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024 yang dilaksanakan di Bali, dilaksanakan untuk mempercepat pencapaian SDGs 2030 dan visi Indonesia Emas 2045. Penelitian ini mengkaji penerapan prinsip kerja sama Tomasello dalam diplomasi multilateral Indonesia, yang melibatkan konsep mutualisme dan shared intentionality. Prinsip ini berperan penting dalam membangun kemitraan yang saling menguntungkan antara negara-negara yang terlibat. Analisis menunjukkan bahwa prinsip saling memahami dan kepercayaan menurut Tomasello telah memperkuat niat bersama dan kerjasama yang saling menguntungkan antara negara-negara peserta forum. Prinsip ini memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional, menciptakan kerja sama yang lebih baik, dan membuka peluang untuk memperkuat hubungan bilateral, meningkatkan perdagangan, dan berkontribusi pada perkembangan global. Indonesia's multilateral diplomacy plays a pivotal role in its foreign policy strategy, emphasizing international partnerships. Since the 1955 Asia-Africa Conference in Bandung, Indonesia has promoted global cooperation with countries across various regions. The Indonesia-Africa Forum (IAF) 2024 aims to strengthen economic and diplomatic ties with African nations and introduce initiatives in renewable energy, technology, and trade sectors. Additionally, the High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024 in Bali is designed to accelerate the achievement of the 2030 SDGs and Indonesia’s Golden Vision 2045. This study examines the application of Tomasello’s principles of cooperation in Indonesia’s multilateral diplomacy, focusing on concepts of mutualism and shared intentionality. These principles play a critical role in fostering mutually beneficial partnerships among participating nations. The analysis shows that the principle of mutual understanding and trust according to Tomasello has strengthened the common intention and mutually beneficial cooperation between the participating countries of the forum. This principle strengthens Indonesia's position in the international world, creates better cooperation, and opens up opportunities to strengthen bilateral relations, increase trade, and contribute to global development.

Page 12 of 13 | Total Record : 123