cover
Contact Name
Yulia
Contact Email
yulia@unimal.ac.id
Phone
+6281321565468
Journal Mail Official
yulia@unimal.ac.id
Editorial Address
Jalan Jawa, Kampus Bukit Indah, Universitas Malikussaleh, Blang Pulo, Muara Satu, Lhokseumawe
Location
Kota lhokseumawe,
Aceh
INDONESIA
Suloh : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
ISSN : 16937074     EISSN : 27155455     DOI : https://doi.org/10.29103/sjp.v9i2.4799
Core Subject : Humanities, Social,
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh adalah jurnal ilmiah peer-review bidang Hukum di Indonesia. Jurnal ini diterbitkan oleh Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. Jurnal ini adalah media untuk menyebarkan informasi tentang hasil pemikiran dan penelitian dari dosen, peneliti, dan praktisi yang tertarik pada bidang Hukum di Indonesia. Jurnal ini pernah terbit dalam bentuk offline (versi cetak) hingga Volume 6 dan mulai dari Volume 7 edisi 1 akan terbit secara online 2 kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober. Scope: Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 15 Documents
Search results for , issue "Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024" : 15 Documents clear
PELAKSANAAN ISBAT NIKAH TERHADAP PERKAWINAN SIRI (STUDI KASUS DI MAHKAMAH SYARIYAH LHOKSUKON) melizar, melizar; jamaluddin, jamaluddin; Faisal, Faisal
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.16337

Abstract

Isbat nikah merupakan upaya legalisasi suatu perkawinan melalui Penetapan Hakim pada Mahkamah Syariyah. Isbat nikah dilakukan dengan berbagai motif dan alasan misalnya karena perkawinan yang dilangsungkan sebelumnya hanya dilakukan berdasarkan hukum Islam saja dan tidak dicatatkan ke Kantor Urusan Agama. Fenomena perkawinan siri banyak ditemui di Aceh tidak terkecuali di wilayah Aceh Utara. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dengan pendekatan kasus, dan bersifat preskriptif, pengumpulan data dilakukan secara kualitatif, data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pelaksanaan isbat nikah terhadap perkawinan siri yang diajukan ke Mahkamah Syariyah Lhoksukon dimulai dengan melakukan pengajuan permohonan, membayar panjar biaya perkara, menunggu panggilan sidang dan melakukan pengumuman isbat nikah selama 14 hari, dan menghadiri persidangan. Faktor yang menyebabkan Mahkamah Syariyah Lhoksukon menolak permohonan isbat nikah terhadap perkawinan siri diantaranya kurangnya bukti bahwa telah terjadinya perkawinan secara agama, isbat nikah yang diajukan oleh janda/duda cerai hidup yang belum memiliki akta cerai, perkawinan yang melanggar ketentuan Undang-Undang No.1 Tahun 1974, dan perkawinan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan persyaratan dalam Pasal 14-29 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Adapun akibat hukum bagi penolakan perkara isbat nikah terhadap suami isteri adalah tidak memiliki hak atas harta warisan maupun harta gono gini apabila terjadinya perpisahan, karena perkawinan mereka dapat dianggap tidak pernah terjadi. Sedangkan terhadap anak yaitu dianggap sebagai anak tidak sah dari perkawinan yang tidak dicatatkan dan akan sangat sulit untuk megurus akta kelahiran, karena anak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya saja.
POLITIK HUKUM PENGANGKATAN PENJABAT (PJ) KEPALA DAERAH DI ACEH BERDASARKAN PRINSIP DEMOKRASI Br.Sitepu, Ema Sinlis Junita; Mukhlis, Mukhlis; Yusrizal, Yusrizal
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.16410

Abstract

Pemilihan umum dilakukan secara serentak pada tahun 2024, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah di Indonesia maka diangkat penjabat kepala daerah. Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah di Aceh adalah implementasi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, data diperoleh dari data primer, sekunder dan tersier serta akan di analisis, kemudian hasil penelitian akan disusun secara sistematis untuk memperoleh kejelasan dari permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian menjelaskan bahwa politik hukum pengangkatan Penjabat Kepala Daerah di Aceh adalah implementasi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Adapun ditinjau dari karakteristik konfigurasi politik, pengangkatan Penjabat Kepala Daerah ini tergolong pada kategori konfigurasi politik ortodoks, karena pengangkatan Penjabat Kepala Daerah dilakukan tidak melalui proses yang demokratis. Implikasi hukum terhadap pengangkatan Penjabat Kepala Daerah di Aceh menyebabkan pengangkatan dilakukan melalui penentuan dari pemerintah pusat (Presiden dan Mendagri), tanpa adanya pedoman khusus, sehingga mengakibatkan pengangkatan secara tertutup dan tanpa adanya partisipasi masyarakat.
PERAN MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DALAM MENDUKUNG INDUSTRI PRODUK KOPI UNTUK MENDUKUNG EKONOMI DAERAH YANG BERKELANJUTAN Citra Dewi, Marini; Fatimah Maddisila, Sitti; Ratna Korompot, Ratu
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.18119

Abstract

Hadirnya peraturan merek dan indikasi geografis yang terbaru yang perubahannya lebih luas lagi dengan disebutkannya Indikasi Geografis dalam penamaannya, namun sejak diundangkannya peraturan tersebut masih ada yang belum menjadi perhatian dari para pelaku usaha dan juga instansi terkait, apalagi pada wilayah Kabupaten, Kota yang masih kurang kesadaran betapa pentingnya perlindungan akan merek barang atapun merek jasa tersebut bagi pelaku usaha. Bagi pelaku  usaha kecil dan menengah yang perlu pembinaan dan bantuan untuk mendaftarkan merek, diuntungkan dengan dukungan  instansi yang lebih mudah dan murah biaya pendaftarannya.  Metode yang digunakan adalah empiris . Mengingat Kopi adalah pilihan peneliti saat ini karena disemua daerah memiliki tanaman kopi dan menghasilkan cita rasa kopi yang khas ditiap daerah. Hasil ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan akan perlindungan terhadap produk dan kemasan yang perlu dilabel dan terdaftar perlindungan Dirjen Hukum dan Ham demi menjaga dari peniruan merek serta pemboncengan merek yang dapat merugikan pelaku usaha itu sendiri, sehingga Masyarakat dimudahkan mendapatkan informasi dan fasilitas. Karena mendapatkan perlindungan yang diberikan oleh negara tidak hanya sebatas pemilik merek tetapi kepada konsumen yang menginginkan aman, nyaman, terjamin dalam mendapatkan merek yang asli, dan tidak tertipu dengan barang palsu atau tiruan.  Perlindungan hukum hanya diberlakukan terhadap merek yang telah terdaftar.  Pendaftaran merek memberikan perlindungan yang lebih kuat khususnya merek identik atau yang mirip. Peran aktif pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendorong permohonan pendaftaran merek dan indikasi geografis bagi produk kopi untuk kemajuan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini telah terwujud dengan telah dijalinnya kerjasama antara pemerintah daerah dengan akademisi untuk penyusunan dokumen deskripsi persiapan pendaftaran indikasi geografis.   
OFFICE OF RELIGIOUS AFFAIRS BANAWA'S EFFORTS IN MINIMIZING STUNTING CASES IN DONGGALA REGENCY Susilawati, Susi; Nokoe, Nurhayati Sutan; Pusadan, Sulwan; Nurman, Ilham
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.18091

Abstract

This article is based on research entitled "The Role of KUA Banawa in Maximizing Efforts to Accelerate Stunting Reduction in Donggala Regency" motivated by the impact of stunting cases which are very concerning and the rate is getting higher. The impact of stunting is a decrease in intelligence and productivity, susceptibility to disease, thereby hindering economic growth and increasing poverty and inequality which has a long-term effect on themselves, their families, and the Government. Therefore, all efforts and policies to prevent and reduce the stunting rate until now must continue to be tried to overcome it to the maximum.  The role of KUA as a Government at the sub-district level that has religious and family programs is no exception. Indonesia society is a religious society. If the approach through religion and family is expected to help accelerate efforts to reduce stunting in Indonesia, then the role of KUA is highly anticipated. The method used is an empirical legal research method with primary data sources from the Head of KUA Banawa, Banawa District, Donggala Regency.  The conclusion is that the role of KUA Banawa in maximizing efforts to accelerate stunting reduction in Donggala Regency is very important, by requiring health screening and elsimil examination (electronic system ready for marriage, ready to get pregnant) for catin. Collaborate with the District Office, BKKBN, and Puskesmas in participating in implementing regulations on stunting and making it a success.
PENETAPAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG TERKAIT DENGAN PERNIKAHAN BEDA AGAMA (STUDI PENETAPAN NOMOR 959/Pdt.P/2020/PN. Bdg Anggriani, Cici; Yulia, Yulia; Sastro, Marlia
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.16207

Abstract

Perkawinan beda agama ialah perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang berbeda agama (tunduk pada hukum agama yang berlainan). Perkawinan semacam ini juga tidak dibenarkan menurut Undang-Undang Perkawinan juga hukum agama, tetapi dalam kenyataannya perkawinan beda agama bisa ditempuh dengan alternatif salah satunya yakni melalui penetapan pengadilan, seperti dalam hal ini Penetapan Pengadilan Negeri Bandung No. 959/Pdt.P/2020/PN. Bdg yang mengabulkan perkawinan beda agama tersebut. Sehingga penelitian ini akan membahas terkait dengan apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan hakim, dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan atas Penetapan No. 959/Pdt.P/PN. Bdg.Penelitian dalam tesis ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, pendekatan yang digunakan ialah pendekatan normatif yang dibantu juga dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach), sifat penelitian preskriptif, bahan hukum yang digunakan ada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dasar hukum hakim Pengadilan Negeri Bandung yakni Ibu Femina Mustikawati dalam penetapan No. 959/Pdt.P/PN. Bdg antara Jefri Indraputra (beragama Islam) dengan Stefani Emilia (beragama Katolik) berdasarkan pada Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1400/K/1986; kemudian pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini pada: 1) bahwa Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tidak melarang perkawinan beda agama; 2) sesuai dengan Pasal 28B ayat 1 UUD 1945; 3) perkawinan beda agama tidaklah larangan sebagaimana yang dimaksud larangan perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan; 4) perkawinan beda agama tidak mengganggu ketertiban umum dan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pelaksanaan perkawinan beda agama atas penetapan No. 959/Pdt.P/2020 ini hakim tidak memberikan penetapan bagaimana pelaksaan perkawinan dilangsungkan melainkan hakim hanya memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan Kota Bandung untuk mencatatkan perkawinan tersebut. Akibat hukum yang ditimbulkan atas adanya penetapan tersebut ialah perkawinan diakui sah oleh negara dengan dicatatkan perkawinan tersebut kemudian akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum juga berakibat pada hak dan kewajiban suami istri sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan.
STUDI KOMPARATIF FIQH SYAFIIYYAH DAN HUKUM POSITIF TENTANG RUJUK DI LUAR KUA Nidal, Ahmad
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.16816

Abstract

Terdapat dua garis hukum perkawinan yang dipakai oleh masyarakat Islam di Indonesia, yaitu hukum perkawinan menurut Undang-Undang di Indonesia (hukum Positif) dan perceraian menurut hukum Islam yang mengacu pada pandangan fiqh. Hukum Positif memandang bahwa perceraian dan rujuk merupakan perbuatan hukum yang harus dicatatkan. Pencatatan perkawinan bagi penduduk beragama Islam, pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 menentukan bahwa kewajiban instansi pelaksana untuk pencatat nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA. Sedangkan menurut hukum Islam, antara perceraian dan rujuk dapat terjadi apabila telah memenuhi unsur syariat walaupun tanpa adanya pencatatan melalui institusi pemerintahan. Pendapatnya Imam SyafiŸi dalam hal ini berpendapat bahwa rujuk itu harus dengan ucapan yang jelas bagi orang yang dapat mengucapkannya dan tidak sah jika hanya perbuatan, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 167 ayat 4 yaitu setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani buku pendaftaran rujuk. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, dimana objek utamanya adalah buku-buku perpustakaan dan literatur-literatur lainnya yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode komparatif, yaitu analisis terhadap letak persamaan dan perbedaannya untuk ditarik suatu alternatif yang komparatif. Penelitian ini membandingkan perbedaan dan penyelesaian rujuk menurut fiqh syafii dan hukum Positif di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tentang ketentuan rujuk berdasarkan fiqh Syafiiyyah dan hukum positif yang di lakukan di luar KUA.
TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PEMBATASAN DISTRIBUSI MINUMAN KEMASAN: TINJAUAN DALAM UU KESEHATAN Nainggolan, Indra Lorenly; Zainab, Nina
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.17881

Abstract

Pembatasan distribusi minuman kemasan perlu dilakukan dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pembatasan yang dimaksud berkaitan dengan minuman kemasan yang marak dan berdampak buruk pada kesehatan Masyarakat. Sementara Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga tidak mengatur pembatasan makanan dan minuman, hanya mengatur pengelolaan keamanan, mutu, gizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya Masyarakat. Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, mengkaji hukum dalam wujud peraturan perundang-undangan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil kajian menunjukkan bahwa UU Kesehatan memasukkan makanan dan minuman menjadi elemen penting dalam kesehatan Masyarakat. Tidak ada pengaturan pembatasan distribusi makanan dan minuman, telah menyebabkan proses legislasi dalam UU Kesehatan tidak mengevaluasi norma UU Pangan. Padahal minuman kemasan menyebabkan degradasi kualitas kesehatan masyarakat. Apabila masyarakat mengalami permasalahan dan gangguan kesehatan maka akan berdampak simultan bagi kerugian negara. Tanggung jawab negara untuk membatasi distribusi minuman kemasan adalah mutlak dilakukan. UU Pangan dan UU Kesehatan tidak mempertimbangkan aspek kesehatan dalam distribusi minuman kemasan, hanya memperhatikan aspek terpenuhinya kebutuhan dasar individual. Pemenuhan kebutuhan dasar harus ditujukan pada peningkatan kualitas hidup sehat dan demi kesejahteraan umat manusia. Setiap distribusi minuman yang ada harus memenuhi standar kesehatan, bahkan pembatasan distribusi produk minuman kemasan wajib dilakukan. Hukum administrasi kesehatan mengarah pada pemenuhan hidup yang sehat dan terpenuhinya kebutuhan dasar individual. Pembatasan distribusi minuman kemasan dilakukan untuk memberikan kehidupan yang baik, sehat, serta sejahtera lahir dan batin sebagai bagian dari jaminan hak asasi manusia.
EFEKTIVITAS PERSIDANGAN SECARA ELEKTRONIK DALAM PERKARA PERDATA (Studi Penelitian Di Pengadilan Negeri Lhokseumawe) Saragih, Mas Juan Pratama; Sulaiman, Sulaiman
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.16611

Abstract

Secara teori persidangan yang dilakukan secara elektronik dapat menekan tingginya biaya perkara. Hal ini dikarenakan para pihak yang berperkara tidak perlu datang dan mengantri ke Pengadilan sehingga tidak mengeluarkan biaya transportasi dan efesiensi waktu. Namun secara statistik masih sedikit perkara perdata yang diselesaikan melalui persidangan elektronik. hal ini dikarenakan Persetujuan para pihak adalah hal mutlak. Mengingat terdapat banyak kekurangan didalam pelaksanaan persidangan elektronik ini, Mahkamah Agung kemudian pada tanggal 11 oktober 2022 telah memperbarui Peraturan Mahkamah Agung sebelumnya digantikan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik. Adanya pembaharuan di Peraturan Mahkamah Agung ini tentunya tidak serta merta dapat terlaksana dan efektif sesuai apa yang diharapkan.Penelitian bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 dan mengkaji efektivitas persidangan secara elektronik khususnya dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan menggunakan pendekatan Undang Undang dan studi kasus yang secara khusus mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Lhokseumawe.Hasil penelitian menunjukkan persidangan secara elektronik dalam perkara perdata telah dilaksanakan di Pengadilan Negeri Lhokseumawe menurut tata cara yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 dan peningkatan penggunaan persidangan secara elektronik naik signifikan dibuktikan oleh peningkatan penyelesaian perkara perdata melalui persidangan secara elektronik. Efektivitas Persidangan secara elektronik di Pengadilan Negeri Lhokseumawe dapat dikatakan belum efektif karena faktor sarana masih terdapat kekurangan personil baik Hakim maupun staf di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, masih ada bagian dari bangunan yang belum selesai diperbaiki, dan masih terdapat kendala jaringan dalam proses persidangan secara elektronik walaupun telah diatasi dengan progresif oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe.
PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PEMBANGUNAN FOOD ESTATE DI KAWASAN HUTAN SEBAGAI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Syofiarti, Syofiarti
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.18405

Abstract

Pada bulan Maret 2020, Food and Agriculture Organization (FAO) melalui laporannya memberikan peringatan tentang ancaman krisis pangan global akibat Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid- 19). Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan melalui program strategis nasional (PSN) yang salah satunya adalah food estate. Dalam sejarahnya food estate telah empat kali dilaksanakan di Indonesia dan seluruhnya dinyatakan gagal. Namun Presiden Joko Widodo tetap menginisiasi pembentukan program food estate 2020-2024. Oleh karena itu penelitian ini memfokuskan analisis terhadap upaya perlindungan hukum terhadap hak masyarakat hukum adat di kawasan hutan dalam  food estate sebagai program ketahanan pangan nasional. Untuk menjawab fokus kajian, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam pembangunan food estate, MHA menjadi kaum yang termarjinalkan. Hal ini dikarenakan kawasan hutan MHA menjadi objek dalam pembangunan food estate, namun dalam pengaturan terkait food estate, tidak sama sekali ditemukan pengaturan berupa perlindungan kepada MHA sebagai pihak yang akan terdampak. Sehingga, hal ini berimplikasi kepada kesewenang-wenangan pemerintah dalam menetapkan kawasan hutan adat untuk pembangunan food estate. Sehingga dari hasil tersebut, pemerintah selaku pembuat kebijakan, dalam mengupayakan apapun bentuk pembangunan dengan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tidak boleh bertentangan dengan hak-hak yang telah dilindungi oleh konstitusi, termasuk hak MHA.
PENERAPAN MEDIASI PERKARA PIDANA BERDASARSARKAN HUKUM ADAT (Studi Penelitian Di Kota Lhokseumawe) Diras, Diras
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i2.16321

Abstract

Bagi   masyarakat   Aceh   adat   istiadat   sendiri   sangatlah   dijunjung   tinggi   oleh masyarakatnya,  oleh  sebab  itu  masyarakat  Aceh  juga  menggunakan  hukum  atau  aturan  adat sebagai aturan   atau  hukum   yang  dijadikan  acuan  atau  pedoman  pada  kegiatan  sosial masyarakatnya. Sebagian dari rakyat Aceh mencari dan memperoleh keadilan melalui penyelesaian masalahnya menggunakan tradisi adat, yang walaupun seringkali masyarakat tidak memahami tata cara dan alur penyelesaian sengketa dengan menggunakan hukum adat, karena alasannya yaitu hukum adat pada dasarnya memiliki sifat tidak tertulis, turun menurun dan abstrak dalam aktivitas masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan mediasi pada perkara pidana di lembaga adat Kota Lhokseumawe yakni  peran lembaga adat dalam mediasi untuk penyelesaian perkara pidana.Hasil penelitian menunjukkan dengan dibentuk dan disahkannya aturan Qanun Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga atau badan Adat, maka menjelaskan terbentuknya 13 lembaga adat seperti Keuchik, Tuha Peuet yang akan menjadi objek kajian penelitian ini. Terkait dengan perkara pidana ringan yang terdapat dalam Qanun dalam menyelesaikan perselisihan dapat diselesaikan oleh lembaga adat tingkat gampong yakni dengan keuchik, tuha peuet serta imeum menasah untuk mendamaikan pihak yang berperkara. Dengan ketentuan tindak pidana tersebut termasuk kedalam  perkara-perkara yang dapat diselesaikan oleh lembaga adat gampong serta perselisihan lainnya yang melanggar adat dan adat istiadat. Terdapat beberapa peraturan terkait dengan kebijakan peradilan adat yakni Keputusan Bersama Gubernur Aceh, Kepala Kepolisian Daerah Aceh Dan Ketua Majelis Adat Aceh Nomor: 189/677/2011, Nomor: 1054/MAA/XII/2011, Nomor: B/121/1/2012 tentang Penyelenggaraan Peradilan Adat Gampong Dan Mukim yang bersifat ringan wajib di selesaikan terlebih dahulu melalui peradilan adat atau lembaga adat dan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat Dan Adat Istiadat.Indonesia has not ratified the 1951 Refugee Convention. The principle of non-refoulement is universally recognized. In 2016, the Indonesian government issued Presidential Decree Number 125 of 2016 which regulates the handling of refugees from abroad. In Aceh, the first refugees to arrive by sea were handled by Panglima Laot. Although Panglima Laot has no official authority according to law, in practice he is involved in providing first aid due to his role as an indigenous leader of the sea responsible for security and welfare in the sea area.The study aims to analyze the existence of Panglima Laot in handling refugees in North Aceh and Lhokseumawe; constraints on the existence of Panglima Laot in handling refugees from abroad in North Aceh and Lhokseumawe and Panglima Laot's efforts in handling refugees from abroad. This research is an empirical research using an empirical juridical approach that specifically takes the research location in North Aceh and Lhokseumawe.The results showed that Panglima Laot provided assistance to refugees based on humanitarian considerations and customs. The existence of Panglima Laot as the chairman of the sea has an important role in carrying out customary customs and customary law and maintaining security and welfare in coastal areas, in accordance with Aceh Qanun Number 9 of 2008. However, obstacles to the existence of Panglima Laot in handling refugees include legal uncertainty, security issues, official incompetence, and limitations of the law. This makes it difficult for Panglima Laot to provide assistance to refugees because there is no official recognition of his role. Efforts made by Panglima Laot on handling refugees include providing basic needs, coordinating with the government, strengthening security, public awareness, psychosocial assistance, as well as advocacy and diplomacy

Page 1 of 2 | Total Record : 15


Filter by Year

2024 2024


Filter By Issues
All Issue Vol. 13 No. 1 (2025): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2025 Vol. 12 No. 2 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2024 Vol. 12 No. 1 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2024 Vol. 11 No. 2 (2023): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2023 Vol. 11 No. 1 (2023): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2023 Vol 11, No 1 (2023): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2023 Vol 10, No 2 (2022): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh - Oktober 2022 Vol 10, No 1 (2022): Suloh Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2022 Vol 10, No 1 (2022): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2022 Vol 9, No 2 (2021): Suloh Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2021 Vol 9, No 2 (2021): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2021 Vol 9, No 1 (2021): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2021 Vol 9, No 1 (2021): Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 8, No 2 (2020): Edisi Khusus - Oktober 2020 Vol 8, No 1 (2020): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2020 Vol 8, No 1 (2020): Suloh Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 7, No 2 (2019): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 7, No 1 (2019): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh More Issue