Articles
182 Documents
EFEKTIFITAS SANKSI ADMINISTRASI DALAM MEMINIMALISIR PELANGGARAN HUKUM TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BATAM
Rabu Rabu
PETITA Vol 1, No 2 (2019): PETITA Vol. 1 No. 2 Desember 2019
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v1i2.4051
Peraturan Perundang-undangan dijadikan suatu alat sosial kontrol terhadap setiap masyarakat untuk melakukan segala kegiatannya. Salah satu Peraturan yang mengontrol segala kegiatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dimuat dalam Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan ini memberikan beberapa jenis sanksi, salah satunya adalah sanksi administrasi. Pelanggaran-pelanggaran hukum lingkungan di Kota Batam bermacam-macam disebabkan status Kota Batam sebagai daerah industri yang memberikan peluang besar dalam pengelolaan lingkungan. Banyaknya permasalahan-permasalhan akibat pelanggaran lingkungan membuat peneliti mengkaji Efektifitas Sanksi Administrasi Dalam Meminimalisir Pelanggaran Hukum Di Kota Batam Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN WANPRESTASI DEBITUR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA (Studi Kasus PT. ADIRA DINAMIKA MULTI Tbk)
PETITA Vol 2, No 2 (2020): PETITA, 2 Desember 2020
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v2i2.2871
Dalam suatu perjanjian para pihak mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing yang harus di penuhinya. Perjanjian adalah suatu peristiwa yang mana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Peristiwa ini timbul suatu hubungan hukum di antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Hubungan hukum yang merupakan suatu perikatan ini menjadi dasar adanya bagi salah satu pihak untuk menuntut suatu prestasi dari pihak lain yang berkewajiaban untuk memenuhi tuntutan dari pihak lain.Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum perikatan yang di atur dalam Buku III Pasal 1233 KUHPerdata berbunyi :‘’Tiap-tiap perikatan dilahirkan karena persetujuan atau karena Undang-undang’’Adapun rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini yaitu Bagaimana bentuk dan isi perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan Jaminan Fidusia di PT. Adira Dinamika Multi Finance dan Bagaimana cara penyelesaian wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang di atur dalam undang-undang fidusia. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui bentuk dan isi perjanjian kredit kendaraan bermotor dengan Jaminan Fidusia di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk dan Untuk mengetahui cara penyelesaian wanprestasi pada perjanjian kredit dengan jaminan fidusia yang di atur dalam undang-undang fidusia.Perjanjian kredit bank umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku. Perjanjian baku merupakan istilah yang dipakai untuk menunjuk pada apa yang dikenal sebagai standard contract atau standart voorwaarden dalam bahasa Belanda. Badrulzaman menerjemahkan dengan istilah perjanjian baku, dimana baku berarti patokan, ukuran, acuan.cara penyelesaiaan nya dengan Pemberian teguran terhadap debitur yang wanprestasi tersebut telah diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menentukan bahwa “Teguran itu harus dengan surat perintah atau dengan akta sejenis”.
KESEJAHTARAAN MASYARAKAT VS KERUSAKAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN SUMENEP
Dian Novita;
Zainuri Zainuri
PETITA Vol 2, No 1 (2020): PETITA Vol. 2 No. 1 Juni 2020
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v2i1.3994
Kekayaan alam di bumi Indonesia khususnya di kabupaten Sumenep sangatlah melimpah ruah, hal tersebut bisa kita lihat dari banyaknya kekayaan alam yang tersimpan di bumi kabupaten Sumenep, adapun kekayaan alam yang banyak tersimpan di bumi Sumenep diantaranya adalah bahan bahan galian C yaitu berupa pasir, batuan, kerikil, tanah, dll. Kegiatan pertambangan di bumi kabupaten Sumenep bisa dikatakan seperti buah simalakama, disatu sisi kegiatan pertambangan tersebut dapat menjadi salah satu mata pencaharian penduduk di sekitar lokasi pengelolaan pertambangan, namun di sisi lain kegiatan pertambangan tersebut dapat mengancam kerusakan lingkungan yang dapat membahayakan keselamatan jiwa pada masyarakat lingkar tambang.
TAX AMNESTY DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERPAJAKAN INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DI INDONESIA
PETITA Vol 1, No 1 (2019): PETITA Vol.1 No.1 Juli 2019
Publisher : PETITA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v6i1.1841
Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty telah disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sebagai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 pada tanggal 1 Juli 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pendaftaran Amnesty tersebut sudah dibuka sejak awal bulan Juli 2016. Pendaftaran dilakukan diseluruh Kantor Pajak Pratama (KPP). Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian hukum yuridis normatif yang merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber-sumber data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, teori hukum, dan pendapat para sarjana. Oleh sebab itu, digunakan analisis secara normatif kualitatif karena datanya bersifat kualitatif. Hakekatnya implementasi tax amnesty maupun sunset policy sekalipun secara psikologis sangat tidak memihak pada wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak. Kalaupun kebijakan itu diterapkan di suatu negara, harus ada kajian mendalam mengenai karakteristik wajib pajak yang ada di suatu negara tersebut karena karakteristik wajib pajak tentu saja berbeda-beda.mKarakteristik wajib pajak memang banyak yang tidak patuh, sehingga tax amnesty tidak akan menyinggung para WP yang taat membayar pajak. Pola tax amnesty seperti model sunset policy hanya bisa diterapkan. Sekali dalam seumur hidup wajib pajak. Tax Amnesty ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 dan juga aturan Kementrian Keuangan PMK No. 118/PMK.03/2016.
RUANG LINGKUP PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN SYARIAH DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL
Rizki Tri Anugerah Bhakti;
Tri Artanto
PETITA Vol 3, No 2 (2021): PETITA Vol. 3 No. 2 Desember 2021
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v3i2.3739
Pembiayaan perbankan syariah pada sistem hukum nasional merupakan bagian dari sistem keuangan Indonesia. Sistem keuangan adalah tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran dalam menyediakan jasa-jasa di bidang keuangan oleh lembaga-lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penunjang lainnya. Adapun yang menjadi fungsi dan peranan perbankan syariah sama dengan fungsi dan peranan perbankan pada umumnya yaitu adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Yang membedakannya dengan bank konvensional, yakni bahwa mekanisme perbankan syariah didasarkan pada prinsip mitra usaha dan bebas bunga. Bila pada perbankan konvensional hanya menggunakan satu prinsip yaitu bunga, maka pada lembaga keuangan syariah terdapat pilihan prinsip yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, yaitu prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip sewa, dan prinsip jasa. Secara umum prinsip bagi hasil dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu mudharabah, musyarakah, muzara’ah, dan musaqah. Permasalahan yang sering muncul adalah masih sering terjadi kesalahan persepsi atau bahkan istilah yang tidak pada tempatnya padahal sistem dari pembiayaan pada perbankan konvensional dan perbankan syariah jauh berbeda.
KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKAITAN DENGAN KETERANGAN PALSU
Tuti Herningtyas;
Seftia Azrianti;
Tri Artanto;
Agus Riyanto
PETITA Vol 4, No 1 (2022): PETITA Vol. 4 No. 1 Juni 2022
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v4i1.4353
Peran vital Notaris sebagai pembuat akta perjanjian secara tidak langsung juga merupakan saksi yang mengakui telah terjadi suatu perjanjian antara para pihak yang hadir di hadapannya dan membuat suatu perjanjian yang akhirnya ditetapkan menjadi suatu perjanjian tertulis berupa akta perjanjian. suatu akta sehingga menjadi kekuatan hukum dan berupa undang-undang yang mengikat para pihak yang membuatnya.
PENGARUH KELEMAHAN ALAT BUKTI TES URINE PADA KASUS NARKOTIKA
Parningotan Malau;
Rizki Tri Anugerah Bhakti;
Aulia Putri
PETITA Vol 4, No 1 (2022): PETITA Vol. 4 No. 1 Juni 2022
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v4i1.4348
Dalam menghadapi penyalahgunaan Narkotika, iperan iaparat ipenegak ihukum iterutama pihak ikepolisian isangatlah ipenting. iKetika isuatu iperistiwa iyang ididuga isebagai tindak pidana, maka iproses iselanjutnya iyaitu iproses penyidikan, yang mana proses ipenyidikan diatur idalam iKitab iUndang-Undang iHukum iAcara iPidana iuntuk mencari serta mengumpulkan ibukti. Berbicara tentang bukti, untuk imembuktian ibenar tidaknya iseseorang mengonsumsi inarkotika Menurut iPasal i75 ihuruf il iUndang-Undang Nomor i35 iTahun 2009 iTentang iNarkotika iada ibeberapa icara iuntuk imenentukan benar iatau itidak seseorang itelah imenggunakan inarkotika iyaitu idengan imelakukan ites urin, ites idarah, tes irambut, ites iasam idioksiribonukleat i(DNA). Permasalah yang terjadi masih tersangka atau pihak lain dapat mengurangi atau menghilangkan kandungan narkotika, terutama pada urine tersangka yang tentu saja mempengaruhi upaya penegakkan ihukum. Metode penelitian ini dilakukan dengan penelitian normative yuridis dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan kajian pustaka. Penelitian menyimpulkan masih terdapat kelemahan ialat test-test, isarana idan ifasilitas dalam mengungkap ikasus-kasus inarkotika, karena dengan berbagai cara sesuai dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan iada isaja icara dari itersangka menurunkan atau menghilangkan ikandungan narkotika ipada iurine yang artinya tes urine. Karena itu disarankan, selain menyempurnakan alat-alat test, sarana dan fasilitas yang ada maka perlu terobosan dengan menggunakan teknik pengetesan lain agar kadar narkotika dari tersangka lebih akurat.
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH MELALUI LEMBAGA ARBITRASE
Tri Novianti;
Ricky Fadila
PETITA Vol 4, No 1 (2022): PETITA Vol. 4 No. 1 Juni 2022
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v4i1.4354
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat diselesaikan melalui jalur litigasi dan juga non litigasi. Cara penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan jalur litigasi yaitu melalui Pengadilan Agama sedangkan penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui jalur non litigasi ialah melalui lembaga arbitrase syariah.Belum efektifnya penyelesaian mediasi di perbankan syariah dan belum optimalnya penyelesaian perkara ekonomi syariah yang diselesaikan melalui Pengadilan Agama mendorong penulis untuk mengkaji terkait penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui lembaga arbitrase. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang diselesaikan melalui lembaga arbitrase tentunya diselesaikan melalui Basyarnas yang mana untuk saat ini telah berjalan dengan baik, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih memerlukan evaluasi. Penulis akan menggali kajian permasalahan mengenai bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui lembaga arbitrase, yang mana dalam penelitian ini ialah Badan Arbitrase Syariah Nasional.Mekanisme penyelesaian sengketa di bagi atas dua yakni penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non litigasi). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan meliputi pengadilan umum dan pengadilan niaga. Proses penyelesaian sengketa yang diajukan melalui Basyarnas harus dilandasi dengan adanya perjanjian arbitrase yang disepakati para pihak yang bersengketa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hanya sengketa yang terdapat perjanjian tertulis yang dapat diproses melalui cara arbitrase.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERUBAHAN UUD 1945 BENTUK KEWAJIBAN DAN TUGAS ANGGOTA MPR
Emy Hajar Abra;
Parningotan Malau
PETITA Vol 4, No 1 (2022): PETITA Vol. 4 No. 1 Juni 2022
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v4i1.4349
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan, pada perubahan yang pernah terjadi tersebut dinilai lebih bernuansa kebutuhan politik semata. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum tertinggi yang seharusnya mampu menjadi suara rakyat justru didominasi tarik menarik kepentingann partai politik. Perubahan-perubahan Pasal pun hanyalah pasal-pasal yang berkaitan dengan kewenangan kepala pemerintahan dan kelembagaan Indonesia. Oleh karenanya Konstitusi Republik Indonesia secara substansi dan prosedural belum mampu menyentuh kebutuhan dan partisipasi masyarakat. Jika dilihat pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebenarnya kebutuhan partisipasi masyarkat menjadi bagian dari tugas MPR, namun hingga sekarang tugas atas amanah undang-undang tersebut sama sekali belum mampu diimplementasikan.
LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI OUTPUT DARI SISTEM PERADILAN PIDANA SEBAGAI RESIKO PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN PIDANA KEPADA NEGARA
Ferry Asril;
Beni Sukri
PETITA Vol 4, No 1 (2022): PETITA Vol. 4 No. 1 Juni 2022
Publisher : Universitas Riau Kepulauan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33373/pta.v4i1.4358
Judul tulisan ini tentang Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Output Dari Sistem Peradilan Pidana Sebagai Resiko Pertanggungjawaban Perbuatan Pidana Kepada Negara. Penelitian yang dilakukan pada makalah ini merupakan penelitian normatif. Tulisan ini membahas tentang bagaimana Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Output Dari Sistim Peradilan Pidana Sebagai Resiko Pertanggungjawaban Perbuatan Pidana Kepada Negara. Hasil analisis didapat bahwa ketika seseorang tersandung dalam perbuatan pidana yang didasarkan kepada unsur-unsur pidana dan alat bukti yang terungkap dalam fakta persidangan. Maka seorang terpidana wajib menjalankan hukuman dilembaga pemasyarakatan yang bertujuan untuk mempertanggungjawabakan perbuatan pidananya kepada negara guna memberikan ketentramanan kepada masyarakat.