cover
Contact Name
Dhini Dewiyanti
Contact Email
jlbi@iplbijournals.id
Phone
+628122184048
Journal Mail Official
dhinijlbi@gmail.com
Editorial Address
Jl. Antropologi 20. Komp. UNPAD. Cigadung. Bandung
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia
ISSN : 23019247     EISSN : 26220954     DOI : https://doi.org/10.32315/jlbi
Jurnal ini menerima tulisan ilmiah dalam bentuk artikel hasil penelitian, artikel diskursus, dan artikel metode penelitian. Ruang lingkup keilmuan yang diwadahi oleh jurnal ini meliputi bidang arsitektur lanskap, arsitektur perilaku dan lingkungan, pengelolaan pembangunan dan pengembangan kebijakan, perancangan arsitektur, perencanaan dan perancangan kota, perencanaan wilayah dan perdesaan, perumahan dan permukiman, sains dan teknologi bangunan, sejarah dan teori arsitektur dan kota, sistem infrastruktur wilayah dan kota, serta bidang keilmuan lingkungan binaan lainnya.
Articles 237 Documents
Dimensi Kesadaran dan Perilaku Pekerja Terhadap Penghematan Energi di Kantor Alfikhairina Jamil; Hanson E. Kusuma; Angela Upitya Paramitasari
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 10 No. 3 (2021): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (809.373 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v10i03.60

Abstract

Penelitian mengenai penghematan energi selama ini masih terfokus kepada penghematan yang dilakukan pada tingkat rumah tangga. Namun, faktanya adalah, bangunan komersil, terutama bangunan perkantoran adalah salah satu pengguna energi terbesar di dunia. Oleh sebab itu, permasalahan mengenai penghematan energi di kantor seharusnya lebih diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dimensi kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan penghematan energi di kantor. Hasil dari dimensi ini juga bertujuan untuk dijadikan landasan apabila sebuah bangunan ingin menerapkan intervensi untuk membantu mengurangi penggunaan energi. Pada penelitian ini, dibahas mengenai dimensi kesadaran dan perilaku pekerja terhadap penghematan energi di kantor. Kesadaran pada penelitian ini lebih merujuk kepada motivasi dan alasan seseorang mengapa melakukan atau tidak melakukan kegiatan penghematan energi, dan perilaku adalah hal yang dilakukan dan dibutuhkan yang berkaitan dengan penghematan energi itu sendiri. Metode yang digunakan adalah kuantitatif, pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner daring dengan metode non-random sampling dengan teknik snow-ball. Analisis data pada pendekatan ini menggunakan analisis komponen prinsip dan analisis faktor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pada 10 kelompok kesadaran, yaitu ‘Sadar akan Penghematan’, ‘Pencegah’, ‘Perbaikan lingkungan’, ‘Penghematan di rumah’,’ Keuangan’, ‘Penghematan di kantor’, ‘Moral’, ‘Sumber dana dan biaya’, ‘Sumber energi’, dan ‘Kewajiban’. Sedangkan pada kelompok perilaku ada lima kelompok, yaitu ‘Konektivitas’, ‘Kebutuhan listrik’, ‘Ketergantungan energi’, ‘Kebutuhan energi’, dan ‘Alat elektronik’.
Spasialitas dan Temporalitas Arsitektur Bambu dalam Konteks Masyarakat Tradisional dan Kontemporer Sukmayati Rahmah; Yulia Eka Putrie
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 10 No. 3 (2021): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (993.132 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v10i03.65

Abstract

Diskusi tentang spasialitas dan temporalitas arsitektur diangkat karena dapat menghubungkan elemen-elemen arsitektur dengan pengalaman manusia di dalam ruang dan waktu. Pembahasan arsitektur bambu dalam konteks masyarakat dan masa yang berbeda bertujuan memberikan interpretasi tentang arah perkembangan arsitektur berkelanjutan secara umum. Kajian eksploratif – interpretif ini dilakukan terhadap beberapa kasus arsitektur bambu vernakular dan kontemporer di Indonesia. Pembahasan spasialitas dan temporalitas arsitektur bambu tak hanya melibatkan perkembangan teknologi, inovasi desain, dan aspek-aspek teraga, namun juga memberikan gambaran pergeseran cara pandang terhadap bambu dan cara manusia dalam berinteraksi dengan arsitektur bambu. Melalui kajian eksploratif – interpretif ini dapat disimpulkan adanya perubahan pada konteks ruang dan waktu arsitektur bambu. Namun, perubahan terjadi bukan dalam bentuk diskontinuitas nilai, meski terdapat eksplorasi dan cara pandang baru terhadap bambu. Dalam berbagai konteks, kontinuitas hadir melalui kemampuan arsitektur bambu untuk menghubungkan pengalaman ruang dan waktu manusia dengan lingkungan alam, sekaligus menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan masa depan.
Preferensi Wisatawan dalam Memilih Hotel pada Lokasi yang Tidak Strategis Dhini Dewiyanti; Takara Tantarto
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 10 No. 3 (2021): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1170.749 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v10i03.68

Abstract

Selama ini banyak teori yang menyatakan bahwa lokasi hotel, desain bangunan, interior, kelengkapan fasilitas, dan faktor kepuasan pelanggan terhadap pelayanan hotel, merupakan hal yang dipilih wisatawan. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi dan maraknya operator travel online yang menawarkan berbagai kemudahan, pilihan lokasi tidak lagi menjadi bagian penting di era milenial ini. Penelitian ini dilakukan melalui metode eksplorasi, yaitu dengan mencari dan mengamati tingkat kepuasan konsumen berdasarkan rating dan komentar yang ditulis konsumen, pada website operator travel di hotel-hotel yang memenuhi kriteria objek penelitian. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi preferensi wisatawan dalam memilih hotel yang terletak di lokasi yang tidak strategis. Yogyakarta dipilih sebagai objek penelitian karena merupakan salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori lokasi yang ada.
Space dalam Arsitektur Batak Karo Jhon Tuah Aditya Saragih; M. Nawawiy Loebis; Dwi Lindarto
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 10 No. 1 (2021): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (581.462 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v10i1.17

Abstract

Arsitektur Batak Karo merupakan salah satu arsitektur nusantara yang tercipta dari budaya, pemikiran dan kearifan lokal suku tersebut, salah satu arsitektur Karo adalah rumah adat Karo. Masri Singarimbun menjelaskan bahwa rumah adat Karo tidak hanya terkait fungsinya tetapi berkaitan dengan proses pendirian dan cara berdiam di dalamnya, ada begitu banyak peraturan adat ketika mendirikan dan menempati rumah tersebut. Sekarang masyarakat suku Batak Karo sudah beralih ke arsitektur kontemporer dan telah kehilangan makna dalam arsitekturnya. Penelitian ini akan mengkaji space dalam arsitektur Karo dengan teori space yang dikemukakan oleh Christian Noberg Schultz yaitu architectural space dan existential space. Metodologi dengan pendekatan kualitatif deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa arsitektur Karo merupakan manifestasi dari worldview masyarakat Karo yang menganggap dunia terbagi menjadi tiga bagian yaitu dunia bawah, dunia tengah, dunia atas dan juga konkretisasi dari hubungan kekerabatan mereka yaitu kalimbubu, senina dan anak beru dan yang disebut dengan Sangkep Nggeluh.
Inventarisasi Bangunan Cagar Budaya: Masjid Raya Cipaganti Karya C. P. Wolff Schoemaker Dewi Retno Prameswari; Arif Sarwo Wibowo; Fauzi Mizan Prabowo Aji
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 10 No. 1 (2021): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (832.234 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v10i1.16

Abstract

Masjid Raya Cipaganti karya C. P. Wolff Schoemaker dibangun pada tahun 1933. Data terkait masjid ini hilang bersamaan dengan kebakaran yang terjadi di rumah C. P. Wolff Schoemaker pada tahun 1948, sementara bangunan masjid itu sendiri saat ini telah jauh berubah dibandingkan dengan bangunan asalnya. Merespon permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap bentuk asal Masjid Raya Cipaganti, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu proses inventarisasi bangunan cagar budaya di Kota Bandung serta menjadi rujukan dalam kegiatan konservasi khususnya yang terkait dengan bangunan Masjid Raya Cipaganti itu sendiri di masa mendatang. Penelitian kualitatif ini dilakukan melalui dua tahapan, dimulai dari tahap pengumpulan data yang dilanjutkan dengan tahap verifikasi data untuk mendapatkan data bangunan asal Masjid Raya Cipaganti. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa, C. P. Wolff Schoemaker menggunakan modul kelipatan 2,5 meter dan 3 meter pada rancangan denahnya, sementara dominasi modul 1,5 m terlihat pada ketinggian massa bangunannya. Selain itu, massa bangunan masjid juga dirancang simetri sebagaimana karya C. P. Wolff Schoemaker pada  umumnya.
Respons Arsitektur Pos Ronda Sebagai Ruang Belajar di Masa Pandemi COVID-19 Dina Shafira Irawan; Ikaputra; Muhammad Sani Roychansyah
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 10 No. 2 (2021): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (978.84 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v10i02.35

Abstract

Di masa pandemi COVID-19, pos ronda mengalami perubahan peran sosial sebagai ruang belajar daring. Penelitian ini menganalisis respons spasial dan arsitektur pos ronda terhadap perubahan. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Pengambilan data dilakukan melalui observasi perilaku pengguna dan layout furniture. Dari studi kasus empat pos ronda yang digunakan sebagai ruang belajar di masa pandemi COVID-19, peneliti menganalisis respons spasial pada variabel peletakan pos ronda, ukuran pos ronda, serta morfologi ruang terbukanya. Ditemukan tiga tipe ruang terbuka pada pos ronda yang digunakan sebagai ruang belajar, yaitu, pos ronda dengan satu ruang terbuka. ruang terbuka tipe selasar, serta ruang terbuka berbentuk lorong. Keterbatasan ruang menyebabkan pengguna ruang cenderung menggunakan furnitur yang mudah dipindahkan untuk mengatur tempat duduk saat melakukan kegiatan belajar. Penggunaan furnitur portable menyebabkan pola pengaturan tempat duduk cenderung mengikuti bentuk ruang pos ronda. Pos ronda merespon perubahan peran sosialnya sebagai ruang belajar daring semasa pandemi dengan menlakukan adaptasi spasial, dengan penambahan furnitur portable yang menyebabkan pola penyusunan tempat duduk pengguna ruang cenderung mengikuti bentuk ruang pos ronda.
Ruang-Emosi: Place Attachment Karyawan Kantor terhadap Ruang di dalam Bangunan Kantor Azwar; Jasmine C. U. Bachtiar
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 11 No. 1 (2022): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (384.202 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v11i01.95

Abstract

Manusia dan ruang merupakan subjek dan objek yang akan selalu saling mengikat satu sama lain karena manusia butuh tempat berlindung. Ruang ‘space’ hanya akan disebut tempat ‘place’ ketika manusia memberi makna terhadap ruang. Konsepsi ruang yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna masih terus dilakukan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kategori ruang yang menyenangkan dan menakutkan bagi pengguna dan untuk melihat kecenderungan hubungan variabel jenis kelamin dengan penilaian pengguna terhadap ruang. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Data dari responden (N=124) dikumpulkan dan diolah dengan open coding, axial coding, dan selective coding. Hasil penelitian menunjukkan empat kelompok persepsi berdasarkan jenis kelamin yaitu “persepsi laki-laki”, “persepsi perempuan”, “kesepahaman persepsi”, dan “perbedaan persepsi”. Laki-laki cenderung memersepsikan ruangan dengan menilai perilaku manusia yang berada di dalam ruang, sementara perempuan cenderung kepada utilitasnya. Terdapat beberapa kategori penilaian ruang, seperti: fungsi, lingkungan, perilaku, ruang dan utilitas. Kategori tersebut menjadi faktor yang berperan dalam menentukan persepsi ruang yang menyenangkan ataupun menyeramkan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan dalam desain ruang kantor sehingga penggunaan ruangan diharapkan menjadi lebih produktif. Humans and space, respectively, were subjects and objects that bind each other since humans need shelter. A space could only be identified as a place when humans gave meaning to it. Previous research related to space conceptions and users' needs was still being carried out. This study aims to identify categories of space that were fun and scary by analyzing the tendency of the relationship between gender and the user's assessment of space. The study used a qualitative method with a grounded theory. Data from respondents (N=124) were collected and analyzed by open, axial, and selective coding. The results show four office perceptions based on gender: men's perceptions, women's perceptions, approval perception, and different perceptions. Men tend to perceive the room by judging human behavior, while women's perception tends to assume from the utility. There are several spatial assessment categories: function, environment, behavior, space, and utility. These categories are the factors that determine whether the space is fun or scary. The findings of this study are likely to be used in a design, particularly for office space, to make that environment more productive at work.
Hubungan antara Pendapatan dan Pola Kunjungan pada Kawasan Wisata Kuliner di Indonesia Arisa Aulia R. Sukardi; Hanson E. Kusuma; Annisa Safira Riska
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 11 No. 1 (2022): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.871 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v11i01.71

Abstract

Perkembangan pariwisata yang sangat pesat merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Keanekaragaman kuliner di Indonesia menyimpan potensi pariwisata yang besar untuk dikembangkan. Kawasan wisata kuliner merupakan sebuah kawasan wisata yang tidak hanya menyediakan ragam kuliner tetapi aktivitas lain yang dapat mendukung kegiatan berwisata seperti area berolahraga, arena bermain, area hiburan, tempat berbelanja dan lain-lain. Sehingga dalam menyusun perencanaan pengembangan kawasan wisata yang optimal maka perlu untuk mengetahui pola kunjungan wisawatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kunjungan masyarakat di kawasan wisata kuliner berdasarkan penghasilan yang mereka dapatkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif – eksploratif. Data dikumpulkan dengan kuesioner daring yang berisi pertanyaan terbuka dan tertutup. Hubungan antara data kegiatan, intensitas, durasi, mitra dan tingkat pendapatan dianalisis dengan analisis korespondensi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa masyarakat dengan kategori pendapatan Lower Middle Income (LMI) lebih menyukai jenis Wisata Hedonis, masyarakat dengan pendapatan Upper Middle Income (UMI) lebih menyukai jenis Wisata Atraksi, berbanding terbalik dengan masyarakat High Income (HI) justru hanya melakukan wisata yang masih berkaitan dengan produktivitas. One of the catalysts of a country's economic success is the rapid rise of tourism. Indonesia's culinary variety has much promise for tourist development. The culinary tourism area is a tourist area that provides a variety of culinary and other activities that could support travel activities such as sports areas, playgrounds, entertainment areas, shopping places, and others. So it is vital to determine the pattern of tourist visits to compile an appropriate tourism area development plan. This research aims to figure out the pattern of community visits in culinary tourist zones dependent on the amount of money they make. The approach used in this study was qualitative - exploratory. An online questionnaire with open and closed questions was used to collect data. Correspondence analysis was used to examine the link between activity data, intensity, duration, and income levels. According to the findings, persons in the Lower Middle Income (LMI) category choose hedonic tourism. In contrast, those in the Upper Middle Income (UMI) income category favor attraction type. Those in the High Income (HI) category only conduct tours still tied to productivity.
Prinsip Keberlanjutan dan Ketahanan Lingkungan pada Rumah Tongkonan Toraja Muhammad Bintang Nabilunnuha; Didit Novianto
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 11 No. 1 (2022): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.643 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v11i01.79

Abstract

Rumah Tongkonan merupakan rumah adat Suku Toraja dari Provinsi Sulawesi Selatan yang mencoba bertahan hingga saat ini sebagai wujud kekayaan Arsitektur Nusantara. Meskipun begitu, rumah konstruksi kayu sudah mulai ditinggalkan karena diklaim tidak tahan lama dan tidak sesuai dengan kebutuhan manusia modern. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang prinsip struktur, keberlanjutan, ketahanan, dan pemaknaan bangunan Rumah Tongkonan serta kaitannya terhadap lingkungan. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode deskriptif-kualitatif melalui studi literatur dan analisis eksplorasi yang diharapkan mampu memperoleh pembuktian yang sulit didapat dari lapangan. Hasil dari analisis eksplorasi pada studi ini ditemukan bahwa, pertama, desain berwawasan lingkungan Rumah Tongkonan merupakan wujud respon arsitektural terhadap kondisi alam, iklim dan geografi di suatu daerah. Kedua, dari segi struktur dan konstruksi, struktur Tongkon pada Rumah Tongkonan menerapkan sistem konstruksi yang berkelanjutan dan memiliki ketahanan yang baik. Ketiga, rancangan berkelanjutan tidak hanya melalui bentuk fisik tetapi juga dari pemaknaan dalam Rumah Tongkonan melalui bahasa bentuk. Artikel ini menyimpulkan, karena keseluruhan prinsip desain arsitekturnya membuat rumah ini bertahan hingga kini maka Rumah Tongkonan masih relevan dan perlu diadaptasi serta dikembangkan dalam arsitektur kontemporer di Indonesia. Tongkonan is a traditional Toraja house from South Sulawesi that attempts to remain as an example of Archipelago (Nusantara) architecture. Nonetheless, due to concerns about longevity and compatibility with modern lives, timber-built houses have begun to be abandoned. The purpose of this research is to examine the Tongkonan building's structural principles, sustainability, resilience, significance, and relationship to the environment. The research methodologies included doing a descriptive-qualitative literature review and exploratory analysis to gather evidence that was difficult to get from the field survey. The findings revealed that, first and foremost, Tongkonan House's environmentally friendly design is a sort of architectural reaction to the site's natural circumstances, climate, and geography. Secondly, the Tongkon structure applied a sustainable construction system and was highly resilient in terms of structure and construction. Finally, in Tongkonan, sustainability is about physical form and meaning through the language of form. According to this report, the general architectural design principles have allowed this home to exist till now. Therefore, Tongkonan House is still relevant, and it has to be updated and improved in modern Indonesian architecture.
Makna Elemen Shared Space Street Bagi Pesepeda pada Jalur Pedestrian di Koridor Komersial Pecinan Kota Magelang Dwiwangga Sang Nalendra Hadi; Hastuti Saptorini; Hilmi Nur Fauzi
Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol. 11 No. 1 (2022): JLBI
Publisher : Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.167 KB) | DOI: 10.32315/jlbi.v11i01.90

Abstract

Trotoar Timur di Koridor Komersial Pecinan Kota Magelang dimanfaatkan sebagai shared space street dimana pengguna formalnya adalah pejalan kaki dan pesepeda. Sebelum pandemik, pejalan kaki menjadi pengguna dominan. Semakin tingginya minat bersepeda khususnya saat pandemik, membuat pesepeda juga mulai mengimbangi dominansi pejalan kaki sehingga menimbulkan potensi konflik. Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengamati fisik jalur, aktivitas yang terjadi, berpartisipasi aktif sebagai pesepeda, dan wawancara mendalam dengan pesepeda. Data diperkuat dengan studi literatur yang berkaitan dengan placemaking, makna, dan shared space street. Analisis data dilakukan berdasarkan teori placemaking oleh Relph, PPS.org, dan pendekatan menemukan makna menurut Rapoport. Makna secara semiotik dieksplisitkan pada elemen signage bagi pesepeda yang lebih lengkap, jalur yang menarik secara visual, dan koridor jalur yang dilingkupi pohon peneduh membuat elemen-elemen tersebut bermakna dalam mendukung kegiatan bersepeda, seperti bersepeda santai hingga beristirahat. Peneliti merekomendasikan penambahan street furniture yang dieksplisitkan sebagai traffic calming pesepeda untuk meminimalisir konflik yang mungkin terjadi akibat penggunaan jalur secara bersama dengan pejalan kaki.  The east sidewalk in the Magelang City Chinatown Commercial Corridor is used as a shared space street where the formal users are pedestrians and cyclists. Before the pandemic, pedestrians were the dominant users. The increasing interest in cycling, especially during a pandemic, makes cyclists also begin to balance the dominance of pedestrians, causing potential conflicts. Data collection methods were carried out by observing the physical path, the activities that occurred, actively participating as cyclists, and in-depth interviews with cyclists. The data is strengthened by literature studies related to placemaking, meaning, and shared space street. Data analysis was conducted based on the placemaking theory by Relph, PPS.org, and the meaning-finding approach according to Rapoport. Semiotic meanings are expressed in signage elements for cyclists that are more complete, visually attractive trails, and pathway corridors covered by shade trees make these elements meaningful in supporting cycling activities, such as relaxing cycling to resting. The researcher recommends adding street furniture which is explicit as a traffic calming cyclist to minimize conflicts that may occur due to the use of the lane together with pedestrians.

Page 4 of 24 | Total Record : 237