cover
Contact Name
Masduki
Contact Email
lppi@ums.ac.id
Phone
+62856-4096-0975
Journal Mail Official
lppi@ums.ac.id
Editorial Address
Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Jln. A. Yani, Pabelan, Kartasura, Surakarta - 57162
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal Jurisprudence
ISSN : 18295045     EISSN : 25495615     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Jurisprudence is an academic journal published twice a year by the Magister Law Program of Universitas Muhammadiyah Surakarta
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 61 Documents
Comparison Of Legal Reasoning Models In Consideration Of Decision No. 064/G/2014/PTUN SMG, NO. 135/B/2015/PT.TUN.SBY, And No. 99/PK/TUN/2016 In The Case Of Pt Semen Gresik (Persero) Tbk Environmental Permit In Rembang Regency, Central Java Dwi Utomo, Hery; Absori, Absori; Kachippa Suvirat; Khudzaifah Dimyati; Wardiono, Kelik; Rochman, Saepul
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1707

Abstract

ABSTRACT  Purpose of the study: This study aims to understand the lawsuit of the Samin Community in Rembang Regency against Governor's Decree No. 660.1/17/2012, which permits the development and exploitation of natural resources in the Kendeng Mountains. This dispute not only shows a lawsuit but, more broadly, is the counter-hegemonic movement between local law and national law, which is marked by the victory of the Samin Community at the level of Judicial Review at the Supreme Court. Methodology: The research was carried out through observation, interview, and literature review to explain local and national legal disputes, which were analyzed qualitatively using legislation, unwritten law, and the Gramsci Counter Hegemony approach. Results: The study revealed that: first, local law disputes against national law in Rembang Regency occurred because of the dominance of national law over local law, which recognizes indigenous people only when stated in the law. Second, the Samin Indigenous people still adhere to traditions, myths, and ecological principles called Saminism, which only allow them to farm and serve as a cultural identity. Therefore, they may not be able to survive if they have another profession. Third, the judge's decision in the form of a caliph on earth is influenced by the soul of the mother earth community of the Samin Community and forms a new norm so that it becomes a new hegemony against national law. Application of the study: This research can be used by law enforcers so that their legal decisions rely on not only legal positivism values but also transcendental local legal concepts. Novelty/Originality of research: No previous research has linked the dispute over permits for constructing a cement factory in the Rembang Regency and Decision No. 99/PK/TUN/2016 with a counter-hegemonic approach and transcendental-based local laws. Keywords: legal comparison, legal reasoning, environmental law, court judgment   ABSTRAK  Tujuan Kajian: Kajian ini bertujuan untuk memahami gugatan masyarakat Samin di Kabupaten Rembang terhadap Keputusan Gubernur No. 660.1/17/2012 yang mengizinkan pembangunan dan ekspolitasi sumber daya alam di pegunungan Kendeng. Sengketa ini tidak hanya menunjukan gugatan hukum namun yang lebih luas adalah gerakan kontra hegemoni antara hukum lokal dengan hukum nasional yang ditandai dengan kemenangan masyarakat Samin pada tingkat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Metodologi: Penelitian dilaksanakan dengan melakukan observasi, wawancara, dan kajian literatur yang dimaksudkan untuk menjelaskan sengketa hukum lokal dan nasional yang dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan perundang-undangan, hukum tidak tertulis dan pendekatan Kontra Hegemoni Gramsci. Hasil-hasil: Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa pertama, Sengketa hukum lokal melawan hukum nasional di Kabupaten Rembang terjadi karena adanya dominasi hukum nasional atas hukum lokal yang hanya mengakui masyarakat adat hanya jika disebutkan oleh Undang-Undang. Kedua, masyarakat Adat Samin masih berpegang pada tradisi, mitos dan prinsip-prinsip ekologis yang disebut Saminisme yang yang hanya mengizinkan mereka untuk bertani saja dan sebagai identitas budaya, sebab itu mereka tidak mungkin mampu bertahan hidup apabila berprofesi lain; dan Ketiga, Amar putusan hakim berupa khalifah di muka bumi dipengaruhi oleh jiwa masyarakat ibu bumi masyarakat Samin dan membentuk norma baru sehingga menjadi hegemoni baru melawan hukum nasional. Aplikasi Kajian: Penelitian ini dapat digunakan bagi penegak hukum agar putusan hukumnya tidak hanya bersandar pada nilai-nilai positivisme hukum, namun juga konsep hukum lokal yang bersifat transendental. Kebaruan/Originalitas Penelitian: Belum ada penelitian sebelumnya yang menghubungkan sengketa izin pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Rembang dan putusan No. 99/PK/TUN/2016 dengan pendekatan kontra hegemoni dan hukum local berbasis transendental. Katakunci : Perbandingan Hukum, Penalaran Hukum, Hukum Lingkungan, Putusan Pengadilan
The Notary's Right of Refusal in Examination: Study of Judicial Consideration of Decision Number 1003 K/PID/2015 Farina, Thea; Ali, Nuraliah; Ruzian Markom
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1739

Abstract

ABSTRACT Objective: This research was conducted to present considerations to the judge regarding the notary's right of refusal in the case of an examination (Study on Case Decision Number 1003 K/PID/2015) and the consequences related to the notary's right utilization according to the law on the notary's office and code of ethics in Indonesia. Methodology: This research adopted normative juridical law research, employing statute and case approaches. The materials obtained from the research findings were systematically collected and classified according to the subject matter and then qualitatively analyzed. Results: This research emphasized that the right of refusal in the position of a notary is contained in the notary oath of office, which prohibits disseminating the contents of the data. Regarding the consequences of the notary refusal, the notary will be discharged from witness obligations or a general testimony for the release of the notary from various demands related to all parties' interests. Applications of this study: The study provides a reference conceptualized into norms that can be accepted and implemented in society and become a moral guideline regarding the notary's right of refusal in the case of an examination. Novelty/Originality: This research concerns the notary's right of refusal in the examination context and its consequences. This study focuses on the judge's consideration investigation and its relation to the law on notary office and the notary code of ethics, which are relatively uncommon in Indonesia.  Keywords: Notary, Right of Refusal, Law on Notary Office, Code of Ethics   ABSTRAK  Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk memberikan pertimbangan kepada hakim mengenai hak ingkar notaris dalam perkara pemeriksaan (Studi Putusan Perkara Nomor 1003 K/PID/2015) dan akibat yang terkait dengan penggunaan hak notaris menurut hukum tentang jabatan notaris dan kode etik di Indonesia. Metodologi: Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang dan kasus. Bahan-bahan yang diperoleh dari temuan penelitian dikumpulkan secara sistematis dan diklasifikasikan menurut pokok bahasan kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil: Penelitian ini menegaskan bahwa hak ingkar jabatan notaris tertuang dalam sumpah jabatan notaris yang melarang penyebarluasan isi data. Mengenai akibat penolakan notaris tersebut, notaris akan dibebaskan dari kewajiban saksi atau keterangan umum untuk pembebasan notaris dari berbagai tuntutan yang berkaitan dengan kepentingan semua pihak. Aplikasi penelitian: Kajian ini memberikan acuan yang dikonseptualisasikan ke dalam norma-norma yang dapat diterima dan dilaksanakan di masyarakat serta menjadi pedoman moral mengenai hak ingkar notaris dalam hal pemeriksaan. Kebaruan/Orisinalitas: Penelitian ini menyangkut hak ingkar notaris dalam konteks pemeriksaan dan akibatnya. Kajian ini berfokus pada pemeriksaan pertimbangan hakim dan kaitannya dengan undang-undang jabatan notaris dan kode etik notaris yang relatif jarang ditemui di Indonesia. Kata kunci: Notaris, Hak Menolak, UU Jabatan Notaris, Kode Etik
Judges' Consideration On Decision Number 582/PDT.G/2019/PN.JKT.TIM Related Legitieme Portie From The Perspective Of The Civil Law Regarding The Division Of Inheritance Zhuo, Mariana; Benny Djaja
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1779

Abstract

ABSTRACT  Purpose: The research aims to determine which comes first and is the higher heir according to law or will on the legal basis of the District Court Judge's Decision Number: 582/PDT.G/2019/PN.JKT.TIM between JM, who sued FN, FTN, AR, and JK. In her case, as the fifth child of the heirs, plaintiff/JM demanded a fair and equitable distribution of inheritance for all the heirs, both sons and daughters, where it turned out that the inheritance was only for daughters in the will. For this reason, this study aims to analyze (1) the basis for Decision Number: 582/PDT.G/2019/PN.JKT.TIM and determine (2) which heir takes precedence based on a will or law. Methodology: The research method used was descriptive analysis, with a normative juridical approach, i.e., library research conducted on secondary data. Results: The study concluded that the consideration of the judge's decision rejected the lawsuit because the lawsuit contained formal defects, was unclear or obscure (obscuur libel), and was unacceptable (Niet Onvantkelijk Verklaard). The selection of heirs based on a will must take precedence by winning the contents and distribution in a will, which is not against the law. The legal consideration is because the will is the testator's last will, but it still conflicts with the absolute portion of the legal property of the testator. Application of this study: This study provides input to readers to better know and understand the rights of heirs in Indonesian laws and regulations. Novelty/Originality of this study: There is a need for outreach to the community, especially couples who are getting married and notaries or related parties, in the event of a purchase or transfer of movable or immovable property which can be inherited. Keywords: Legitime Fortie; Civil law; Inheritance   ABSTRAK Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui ahli waris yang lebih dahulu dan lebih tinggi menurut hukum atau ahli waris menurut wasiat, dengan dasar hukum Putusan Hakim Pengadilan Negeri Nomor: 582/PDT.G/2019/PN.JKT.TIM antara JM, yang menggugat FN, FTN, AR, dan JK. Penggugat/JM, dalam perkaranya sebagai anak kelima ahli waris, menuntut adanya pembagian harta waris yang adil dan merata bagi semua anak ahli waris yang meninggal, baik putra maupun putri, yang ternyata dalam wasiat, harta peninggalan hanya untuk anak perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) dasar putusan Undang-Undang Nomor: 582/PDT.G/2019/PN.JKT.TIM dan mengetahui (2) manakah yang didahulukan antara ahli waris berdasarkan surat wasiat  atau ahli waris berdasarkan undang-undang. Metodologi: Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analisis, dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan yang dilakukan terhadap data sekunder. Temuan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa pertimbangan putusan hakim menolak gugatan karena gugatan mengandung cacat formil, tidak jelas atau kabur (obscuur libel), dan gugatan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijk Verklaard). Pemilihan ahli waris berdasarkan wasiatlah yang harus didahulukan dengan memenangkan isi dan pembagiannya dalam suatu wasiat yang tidak bertentangan dengan hukum. Pertimbangan hukumnya adalah karena wasiat merupakan wasiat terakhir dari ahli waris tetapi tetap bertentangan dengan pembagian mutlak dari ahli waris yang sah. Kegunaan: Studi ini memberikan masukan kepada pembaca untuk lebih mengetahui dan memahami hak-hak ahli waris dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kebaruan/Originalitas: Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat, khususnya pasangan yang akan menikah dan kepada notaris atau pihak terkait, dalam hal terjadi pembelian atau pemindahtanganan barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat dijadikan warisan. Kata kunci: Legitime Fortie; Hukum Perdata; Pewarisan
Dissenting Opinion on the Constitutionality of Capital Punishment for Narcotics Crime Palevo, Ernesto; Hi Arsad, Jamal; Faisal, Faisal; Muhammad, Amin; Laha, Fatma; Alwan, Sultan
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1794

Abstract

ABSTRACT Purpose of the study: This paper aimed to answer the issues of the judicial analysis of cases No. 2 and 3/PUU-V/2007 and the reasons the judge assembly chose to present dissenting opinions. Methodology: This research employed the normative juridical method. It applied literary materials as well as the literary and statute approaches. The statute approach functioned to analyze regulations that became the judges' consideration sources. Results: The Constitutional Court assessed whether the crime of narcotics punishable by death is the most serious crime. According to the Constitutional Court, the phrase “the most serious crimes” must also be recited with the phrase “according to the law that is applicable during the occurrence of that crime.” The Constitutional Court assessed that at the national level, the law applicable at that time was the Law on Narcotics. Then, at the international level, Indonesia ratified the International Convention on Narcotics and Psychotropics in 1997. The Constitutional Court argued that capital punishment was constitutional based on Article 28J Paragraph (2) of the 1945 Constitution stating that, “In exercising his/her rights and freedoms, every person shall have the duty to accept the restrictions established by law for the sole purposes of guaranteeing the recognition and respect of the rights and freedoms of others and of satisfying just demands based upon considerations of morality, religious values, security and public order in a democratic society.” Applications of this study: Society and the government can use this research's results to understand why the death penalty is constitutional in Indonesia. It will motivate both parties to avoid committing crimes, particularly the serious ones. Novelty/Originality of this study: This writing proves how capital punishment is constitutional in the Indonesian legal system. Keywords: Narcotics, Drugs, Capital Punishment, Constitutional Court, Decision, Constitutional, Death Penalty.   ABSTRAK  Tujuan: Tulisan ini bertujuan untuk menjawab persoalan analisis hukum perkara No. 2 dan 3/PUU-V/2007 serta alasan mengapa majelis hakim mengajukan pendapat berbeda. Metodologi: Penelitian ini mengaplikasikan metode yuridis normatif. Peneliti mengguakan bahan-bahan kepustakaan serta pendekatan pustaka dan undang-undang. Pendekatan undang-undang bertujuan untuk menganalisis peraturan yang menjadi sumber pertimbangan hakim. Temuan: Mahkamah Konstitusi mengevaluasi apakah tindak pidana narkotika yang diancam dengan hukuman mati merupakan tindak pidana yang paling berat. Menurut Mahkamah Konstitusi, kata “kejahatan yang paling berat” juga harus diartikan bersama dengan kata “menurut hukum yang berlaku selama terjadinya kejahatan tersebut”. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa hukum yang berlaku secara nasional adalah UU Narkotika. Sedangkan di tingkat internasional, Indonesia mengesahkan Konvensi Internasional Narkotika dan Psikotropika pada tahun 1997. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pidana mati bersifat konstitusional berdasarkan Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.” Kegunaan: Masyarakat dan pemerintah dapat mengaplikasikan hasil penelitian ini agar memahami mengapa hukuman mati bersifat konstitusional di Indonesia. Hal ini akan memotivasi kedua belah pihak untuk menghindari perbuatan kejahatan, terutama kejahatan serius. Kebaruan/Orisinalitas: Tulisan ini membuktikan bagaimana pidana mati bersifat konstitusional dalam sistem hukum Indonesia. Kata Kunci: Narkotika, Narkoba, Hukuman Mati, Pengadilan Konstitusional, Putusan, Konstitusional, Hukuman Mati
Sexual Gratification As A Serious Threat In Modern Criminal Reasoning On Aspects Of Judges' Considerations In Court Judgment Muhamad Iqbal; Susanto; Bhanu Prakash Nunna
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 2, December 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i2.1819

Abstract

ABSTRACT Objective: This research aims to examine and analyze the problem of sexual gratification as a serious threat in modern criminal reasoning. Methodology: In this research, the authors used a normative juridical method. This method was employed to examine many types of legal materials by referring to diverse norms found in legislation and encompassing several related legal principles, history, doctrine, and jurisprudence. Thus, this method applied a statutory approach. Finding: Over time, since all kinds of gifts within the scope of gratification have developed, the segmentation has become wider. This suggests that valuable facilities and objects are not only money and luxury facilities but also anything that can facilitate all kinds of individual biological needs, such as sexual. Sexual gratification, which originated from prohibited activities against the law with different scopes, such as prostitution, has now been targeted as a gift in the form of sexual facilities as an effort or reward for prohibited services provided by legal subjects in the Corruption Eradication Law. In relation to several things, in this aspect, the regulation in practice still has difficulty enforcing the law on the issue of gratification, considering the difficulty of providing evidence in the regulation. As such, an alternative step in this aspect is to find a legal breakthrough, one of which is using the judge's authority at the examination stage. As happened in Court Judgment Number 87/PID.SUS/TPK/2013/PN.BDG, the fact was discovered that one of the witnesses in court stated that the Defendant asked for sexual services every Thursday or Friday night, but this was not considered in legal considerations. In fact, her statement should have been used as evidence against the Defendant. For this reason, modern criminal reasoning in the form of adjustments to the development of sexual gratification crimes is an effort to protect the nation. In arrangements relating to gratuities, there is a context relating to "other facilities"; here, it is considered that the context of sexuality can be included in the realm of gratification. In the context of "means," it is often categorized as a form of tool to achieve a desired goal. Application of this study: It is expected that this research can support literacy in society in all segments in responding to developments in the context of gratification to carry out prevention and legal developments regarding society's need for protection from threats, especially regarding morality in society. Sexual gratification is considered to be a serious threat to the moral values that live in society, considering that sexual gratification is not only a loss to the state but also a threat to the norms of decency that live in society. Novelty/Originality: In contrast to previous research, this research focuses on aspects of sexual gratification and the impact of morality in the interests of modern criminal law in criminal acts of corruption, which have not been specifically researched until now. Keywords: Criminal Act; Corruption; Sexual Gratification ABSTRAK Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan kepuasan seksual sebagai ancaman serius dalam penalaran pidana modern. Metodologi: Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif. Metode ini digunakan untuk mengkaji berbagai jenis bahan hukum dengan mengacu pada beragam norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan mencakup beberapa asas hukum, sejarah, doktrin, dan yurisprudensi yang terkait. Dengan demikian, metode ini menerapkan pendekatan perundang-undangan. Temuan: Seiring berjalannya waktu, sejak berkembangnya segala jenis pemberian dalam lingkup gratifikasi, maka segmentasinya menjadi lebih luas. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas dan benda yang berharga bukan hanya sekedar uang dan fasilitas kemewahan tetapi juga segala sesuatu yang dapat memfasilitasi segala macam kebutuhan biologis individu, misalnya seksual. Gratifikasi seksual yang bermula dari kegiatan-kegiatan yang dilarang melawan hukum dengan cakupan yang berbeda-beda, misalnya prostitusi, kini di sasaran sebagai pemberian berupa fasilitas seksual sebagai upaya atau imbalan atas jasa-jasa terlarang yang diberikan oleh subjek hukum dalam UU Pemberantasan Tipikor. Terkait dengan beberapa hal, pada aspek ini, peraturan tersebut dalam praktiknya masih mengalami kesulitan dalam menegakkan hukum terhadap masalah gratifikasi, mengingat sulitnya pembuktian dalam peraturan tersebut. Oleh karena itu, langkah alternatif dalam aspek ini adalah dengan mencari terobosan hukum, salah satunya dengan menggunakan kewenangan hakim pada tahap pemeriksaan. Sebagaimana terjadi dalam Putusan Pengadilan Nomor 87/PID.SUS/TPK/2013/PN.BDG, ditemukan fakta bahwa salah satu saksi di persidangan menyatakan bahwa Terdakwa meminta layanan seksual setiap hari Kamis atau Jumat malam, namun hal tersebut tidak dipertimbangkan. dalam pertimbangan hukum. Padahal, keterangannya seharusnya dijadikan alat bukti yang memberatkan Terdakwa. Untuk itu penalaran pidana modern berupa penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan gratifikasi seksual merupakan upaya perlindungan bangsa. Dalam pengaturan terkait gratifikasi, terdapat konteks yang berkaitan dengan “fasilitas lain”; di sini, konteks seksualitas dianggap bisa masuk dalam ranah gratifikasi. Dalam konteks “sarana”, sering kali dikategorikan sebagai suatu bentuk alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kegunaan: Diharapkan penelitian ini dapat mendukung literasi masyarakat pada semua segmen dalam menyikapi perkembangan dalam rangka gratifikasi untuk melakukan pencegahan dan pengembangan hukum mengenai kebutuhan masyarakat akan perlindungan dari ancaman khususnya mengenai moralitas dalam masyarakat. Gratifikasi seksual dinilai dapat menjadi ancaman serius terhadap nilai-nilai moral yang hidup dalam masyarakat, mengingat kepuasan seksual tidak hanya merugikan negara tetapi juga merupakan ancaman terhadap norma kesusilaan yang hidup dalam masyarakat. Kebaruan/Keaslian: Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini berfokus pada aspek kepuasan seksual dan dampak moralitas untuk kepentingan hukum pidana modern dalam tindak pidana korupsi yang hingga saat ini belum diteliti secara khusus. Kata Kunci: Tindak Pidana; Korupsi; Kepuasan Seksual
Constitutional Court Judges’ Constitutional Court Judges’ Interpretation Regarding the Limitation on the Presidential and Vice-Presidential Term of Office Iriani, Dewi; Fauzan , Muhammad; Ningrum , Esti
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1835

Abstract

ABSTRACT Purpose of the study: This paper aims to analyze the philosophical meaning of the Constitutional Court Judges' interpretation of Decision No. 117/PUU-XX/2022 on the limitation of presidential and vice-presidential terms of office. It also seeks to examine the limitations of the presidential and vice presidential terms of office in Indonesia's legal transformation and renewal. Methodology: This normative research used the qualitative method. The writers employed development law theory, judges’ interpretation, and philosophical theory. Results: It was revealed that the Constitutional Court Judges' interpretation of Decision No. 117/PUU-XX/2022 considered the grammatical, sociological, systematic, historical, comparative, and futuristic interpretations. The term limits for the president and vice president are part of Indonesia's legal reform and renewal efforts, which aim to establish a system of checks and balances among the state's highest institutions. The 1945 Constitution previously established this limitation. Applications of this study: Since presidential and vice-presidential candidates can only hold office for two terms, this research may motivate political parties to choose candidates who exhibit integrity, morals, and character. Finding the best persons to represent the nation is therefore preferable. Novelty/Originality of this study: There has not been any previous research that analyzes Constitutional Court Judges' interpretation of Decision No. 117/PUU-XX/2022 on the limitation of presidential and vice-presidential terms of office. The transformation and renewal of the law in Indonesia regarding term limits for the president and vice president should be guided by the applicable legal politics in Indonesia. Law No. 7 of 2017 concerning General Elections continues to be referenced in legal politics made by election organizers. The president's term of office is limited to two terms, according to Article 169 letter n and 227 letter i. Keywords: Judicial interpretation, constitutional court, term of office, president, Indonesia.   ABSTRAK  Tujuan Kajian: Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis makna filosofis dibalik interpretasi hakim Mahkamah Konstitusi terhadap Putusan Nomor 117/PUU-XX/2022 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Selain itu juga bertujuan untuk menganalisis pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden dalam transformasi dan pembaharuan hukum di Indonesia. Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan metode kualitatif. Penulis menggunakan teori hukum pembangunan dan interpretasi hakim serta teori filosofis. Hasil Temuan Penelitian: Ditemukan bahwa interpretasi hakim konstitusi terhadap Putusan Nomor 117/PUU-XX/2022 mempertimbangkan interpretasi gramatikal, interpretasi sosiologis, interpretasi sistematis, interpretasi historis, interpretasi komparatif, dan interpretasi futuristik. Dalam transformasi dan pembaharuan hukum di Indonesia, pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden bertujuan untuk menciptakan sistem check and balances antar lembaga tinggi negara. Pembatasan ini sudah sesuai dengan UUD 1945. Aplikasi Studi: Penelitian ini dapat memotivasi partai politik untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden yang memiliki integritas, moral, dan akhlak, karena presiden dan wakil presiden hanya dapat menjabat selama dua periode. Jadi, yang terbaik adalah menemukan kandidat terbaik untuk mengabdi pada negara. Kebaruan/Originalitas penelitian: Belum ada penelitian sebelumnya yang menganalisis interpretasi hakim Mahkamah Konstitusi terhadap Putusan Nomor 117/PUU-XX/2022 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Tranformasi dan pembaharuan hukum di Indonesia terhadap Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Hendaknya  berperdoman pada politik hukum yang berlaku di Indonesia, politik hukum berupa pembuatan kebijakan dari penyelenggara pemilu tetap mengacu pada Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 169 huruf n, dan Pasal 227 huruf I yang mempertahankan masa jabatan Presiden hanya berlaku dua kali masa jabatan. Kata kunci: Penafsiran yudisial, mahkamah konstitusi, masa jabatan, Presiden, Indonesia
Constitutional Perspective of Human Rights Values in Local Wisdom in the Special Region of Yogyakarta (Study of Constitutional Court Decision No. 88/PUU-XIV/2016) Triwahyuningsih, Triwahyuningsih; Zuliyah, Siti; Putri, Uni Tsulasi; Febriani, Hanifah; Zulfiani Ayu Astutik
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1846

Abstract

ABSTRACT Purpose: This research aims to (1) explore the local wisdom values of the Special Region of Yogyakarta (DIY), which can constitutionally strengthen human rights values in Indonesia, and (2) analyze the judge's consideration of the Constitutional Court Decision No. 88/PUU-XIV/2016 from the perspective of universalism versus particularism of human rights in Indonesia. Methodology: This normative legal research employed a philosophical and statutory approach. This research used only secondary data consisting of primary and secondary legal materials refined through Focus Group Discussion. The data were then analyzed by descriptive qualitative philosophy to find the meaning behind the object under study through data reduction, classification, interpretation, display, and drawing conclusions. Results: The study revealed that (1) constitutional human rights values in DIY’s local wisdom are explicitly stated in the DIY Regional Regulations (Perda) and Special Regional Regulations (Perdais). DIY’s local wisdom can philosophically strengthen human rights values in Indonesia based on Pancasila, confirming that Pancasila as a constitutional identity crystallizes cultural customs and religious values throughout Indonesia. (2) The judges’ opinion for the Constitutional Court Decision No. 88/PUU-XIV/2016 is relative-particular; other than human rights is universal as there is no differentiation between the male and female to be the Governor of Yogyakarta Special Region, in the particular case of Yogyakarta, it remains upholding the local wisdom values as the requirement to be the Governor of Yogyakarta Special Region, where he shall be the reigning monarch of Sultan Hamengku Buwono, and the requirement to be the Sultan relies on the hereditary internal law of the Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta Palace) since 1755. Applications of the study: This study is applied (1) to maintain and preserve the local wisdom values of the Special Region of Yogyakarta (DIY) for the upholding of human rights in Indonesia as mandated by the 1945 Constitution and (2) to support the government’s program in the 2019-2024 RANHAM so that every Indonesian’s human rights receive perfect protection, in which the administrators of state power uphold human rights values in carrying out their duties to serve the community. Novelty/Originality: This research explored the local wisdom values of the DIY which can strengthen human rights values in Indonesia from various existing regulations in DIY with a broader approach, including raising local wisdom from human rights enforcement cases in Indonesia. Keywords: Constitutional Perspective, Human Rights, DIY’s Local Wisdom, Constitutional Court Decision No. 88/PUU-XIV/2016   ABSTRAK  Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk (1) menggali nilai-nilai kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang secara konstitusional dapat memperkuat nilai-nilai HAM di Indonesia dan (2) menganalisis pertimbangan hakim terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016 dari perspektif universalisme versus partikularisme hak asasi manusia di Indonesia. Metodologi: Penelitian hukum normatif ini menggunakan pendekatan filosofis dan perundang-undangan. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder yang disempurnakan melalui Focus Group Discussion. Data tersebut kemudian dianalisis dengan filosofi kualitatif deskriptif untuk menemukan makna dibalik objek yang diteliti melalui reduksi data, klasifikasi, interpretasi, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Temuan: Kajian menunjukkan bahwa (1) nilai-nilai konstitusional HAM dalam kearifan lokal DIY dinyatakan secara eksplisit dalam Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Daerah Khusus (Perdais) DIY. Kearifan lokal DIY dapat memperkuat nilai-nilai hak asasi manusia di Indonesia secara filosofis berdasarkan Pancasila dan menegaskan bahwa Pancasila sebagai identitas konstitusional merupakan kristalisasi adat budaya dan nilai-nilai agama di seluruh nusantara. (2) Pendapat hakim terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88/PUU-XIV/2016 bersifat relatif-khusus; selain hak asasi manusia bersifat universal karena tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, khusus Yogyakarta, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal sebagai syarat untuk menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, di mana beliau akan menjadi raja yang bertahta Sultan Hamengku Buwono dan syarat menjadi Sultan didasarkan pada hukum internal turun temurun dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Istana Yogyakarta) sejak tahun 1755. Kegunaan kajian: Penelitian ini diterapkan untuk (1) menjaga dan melestarikan nilai-nilai kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk penegakan hak asasi manusia di Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan (2) untuk mendukung program pemerintah dalam RANHAM 2019-2024 agar hak asasi manusia setiap orang di Indonesia mendapat perlindungan yang sempurna, di mana penyelenggara kekuasaan negara menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dalam menjalankan tugasnya melayani masyarakat. Kebaruan/Orisinalitas: Penelitian ini menggali nilai-nilai kearifan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dapat memperkuat nilai-nilai HAM di Indonesia dari berbagai regulasi yang ada di DIY dengan pendekatan yang lebih luas, termasuk mengangkat kearifan lokal dari kasus-kasus penegakan HAM di Indonesia. Kata Kunci: Perspektif Konstitusi, Hak Asasi Manusia, Kearifan Lokal DIY, Putusan MK No. 88/PUU-XIV/2016
Measuring the Boundaries of Criminal Liability for Obscene Acts in Medical Treatments (Case Study of Decision Number 114/Pid.Sus/2021/PN.Idi) ohoiwutun, Y.A. Triana; Sapti Prihatmini; Windy Puri Astuti; Aleya Zeneizha
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1858

Abstract

ABSTRACT  Objectives of the study: This study examined the boundaries of criminal liability for the obscene act of doctors in providing medical treatments to patients beyond their authority. In addition, this study further investigated the panel of judge ratio decidendi towards the case. Methodology: This study employed a doctrinal method with a statutory approach, a conceptual approach, and a qualitative analysis. Results: The defendant's actions in Decision Number 114/Pid.Sus/2021/PN.Idi is categorized as malpractice or obscene acts, in which determining parameters are related to acts of violation of medical ethics, medical discipline and/or violations of criminal law. The assessment of the boundaries of criminal liability of doctors in the process of proving a case in court requires information from examination sessions by the MKEK and/or MKDI institutions. The role of MKEK and/or MKDI is urgent; however, their authorities are dissimilar, and the results of their examinations do not bind the criminal court decision. Applications of this study: This study evaluated the liability of doctors in both criminal and ethical liability. In addition, this study serves as an evaluation tool for judges' logical approach. Novelty/ Originality of this study: This study examined the criminal and ethical liability of doctors in a case study. Keywords: Malpractice, Standard Operating Procedure, Competency Standard ABSTRAK  Tujuan: Penelitian ini mengkaji batas-batas pertanggungjawaban pidana atas perbuatan cabul dokter dalam memberikan perawatan medis kepada pasien di luar kewenangannya. Selain itu, penelitian ini menyelidiki lebih lanjut tentang pertimbangan majelis hakim (rasio decidendi) terhadap kasus tersebut. Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan pendekatan statute (perundang-undangan), pendekatan konseptual, dan analisis kualitatif. Temuan: Tindakan tergugat dalam Putusan Nomor 114/Pid.Sus/2021/PN.Idi dikategorikan sebagai malpraktik atau perbuatan cabul, dimana parameternya mengacu pada tindak pelanggaran etika kedokteran, disiplin kedokteran, dan/atau pelanggaran hukum pidana. Penilaian batas-batas pertanggungjawaban pidana dokter dalam proses pembuktian suatu perkara di pengadilan memerlukan keterangan dari sesi pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga MKEK dan/atau MKDI. Peran MKEK dan/atau MKDI sangat penting, namun kewenangan dua lembaga tersebut berbeda, dan hasil pemeriksaan dua lembaga ini tidak mengikat pada putusan MK. Kegunaan: Penelitian ini mengevaluasi tanggung jawab dokter dalam pertanggungjawaban pidana dan etika. Selain itu, penelitian ini berfungsi sebagai alat evaluasi untuk pendekatan logis para hakim. Kebaruan/Orisinalitas: Penelitian ini mengkaji tanggung jawab pidana dan etika para dokter dalam sebuah studi kasus. Kata kunci: Malpraktik, Standar Operasional Prosedur, Standar Kompetensi
Analysis of Judgement on Cancellation of Bankruptcy of Intidana Saving and Loan Cooperative (Review of the Authority to File for Bankruptcy and PKPU against Cooperatives) Triharyani, Anik; Yitawati, Krista; Wildaniyati , Arini; Iswati , Retno; Sirichai , Tanawat; Sarjiyati
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1859

Abstract

ABSTRACT Purpose: This scientific paper aims to analyze the review of the cancellation of the Intidana Cooperative bankruptcy associated with the authority to submit bankruptcy and PKPU to the cooperative. Methodology: Using normative legal research methods, this study examined primary legal materials, including Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU, Law Number 25 of 1992 concerning Cooperatives, and Decision Number 43 PK/Pdt.Sus-Pailit/2022, as well as secondary journals, books, and scientific publications related to cooperative bankruptcy. Results: Bankruptcy proceedings against cooperatives do not have any special requirements, like those against other institutions such as banks, securities companies, stock exchanges, clearing and guarantee agencies, and other institutions. In this case, a cooperative can be petitioned for bankruptcy in the Commercial Court if it has two or more creditors and against whom a debt that is due and collectible has not been paid. The application can be filed by 2 (two) parties, namely the cooperative itself as the debtor and its creditors. The absence of regulations governing the mechanism for filing for bankruptcy in cooperatives has a negative impact on the sustainability of cooperatives. Currently, many problematic cooperatives are filing for bankruptcy and PKPU. One of the problematic cooperatives that the authors are currently studying is the Intidana Cooperative. To overcome the problems in these troubled cooperatives, the government issued SEMA Number 1 of 2022 on the Special Civil Chamber Law Formulation regarding Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations for Cooperatives, where applications for bankruptcy and PKPU statements against cooperatives can only be submitted by the Minister in charge of government affairs in the field of cooperatives, i.e., the Minister of Cooperatives and SMEs and Cooperatives that run the business of Microfinance Institutions whose licenses are from OJK can only be submitted by OJK. Applications of the study: The government is expected to immediately make changes to the Bankruptcy Law and the Cooperatives Law in terms of the mechanism for filing bankruptcy and PKPU for cooperatives, determining clear and firm boundaries between open loop and close loop cooperatives, and where OJK will supervise cooperatives that carry out financial services business activities. Novelty/Originality of this study: Analyzing the decision of the judge's cancellation of the Intidana Cooperative Bankruptcy in the Decision of Reconsideration is associated with the authority to submit bankruptcy and PKPU in SEMA Number 1 of 2022. Keywords: Decision, Bankruptcy, Cooperative.   ABSTRAK Tujuan: Tulisan ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis kajian pembatalan pailit Koperasi Intidana terkait dengan kewenangan mengajukan pailit dan PKPU kepada koperasi. Metodologi: Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian ini mengkaji bahan hukum primer, antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dan Putusan Nomor 43 PK/Pdt.Sus-Pailit/2022, serta jurnal sekunder, buku, dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan kepailitan koperasi. Temuan: Perkara pailit terhadap koperasi tidak memiliki persyaratan khusus, seperti terhadap lembaga lain yakni bank, perusahaan sekuritas, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, dan lembaga lainnya. Dalam hal ini, koperasi dapat dimohonkan pailit di Pengadilan Niaga jika mempunyai dua atau lebih kreditur dan terhadapnya suatu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih belum dibayar. Permohonan dapat diajukan oleh 2 (dua) pihak, yaitu koperasi itu sendiri sebagai debitur dan krediturnya. Tidak adanya peraturan yang mengatur tentang mekanisme pengajuan pailit pada koperasi berdampak negatif terhadap keberlangsungan koperasi. Saat ini, banyak koperasi bermasalah yang mengajukan pailit dan PKPU. Salah satu koperasi bermasalah yang sedang dikaji oleh penulis adalah Koperasi Intidana. Untuk mengatasi permasalahan pada koperasi bermasalah tersebut, pemerintah menerbitkan SEMA Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perumusan Undang-undang Kamar Perdata Khusus tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Koperasi, dimana permohonan pailit dan pernyataan PKPU terhadap koperasi hanya dapat diajukan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi, yaitu Menteri Koperasi dan UKM yang menyelenggarakan usaha Lembaga Keuangan Mikro, dimana izin dari OJK hanya dapat diajukan oleh OJK. Kegunaan: Pemerintah diharapkan segera melakukan perubahan terhadap UU Kepailitan dan UU Koperasi dalam hal mekanisme pengajuan pailit dan PKPU bagi koperasi, penetapan batasan yang jelas dan tegas antara koperasi open loop dan close loop, dan keberadaan OJK akan mengawasi koperasi yang melakukan kegiatan usaha jasa keuangan. Kebaruan/Originalitas: Menelaah Putusan Hakim Pembatalan Pailit Koperasi Intidana dalam Putusan Peninjauan Kembali dikaitkan dengan kewenangan mengajukan Pailit dan PKPU dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2022.  Kata kunci: Putusan, Pailit, Koperasi
Critical Study of the Characteristics of the Judicial Decision on the Judicial Review of Supreme Court Decision Number 72 P/HUM/2022 on the Minimum Wage Septyanun, Nurjannah; Yogi Hadi Ismanto; Dwi Martini; Yulias Erwin
Jurnal Jurisprudence Vol. 13, No. 1, June 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v13i1.1867

Abstract

ABSTRACT  Purpose of study: This study aims to analyze the conflict of norms in the Regulation of the Minister of Manpower Number 18/2022 and Government Regulation Number 36/2022 on the Minimum Wage Determination Method. As a result of the conflict, losses will be borne by business actors on the increasing minimum wage based on Government Regulation Number 36/2021 and the Regulation of Minister of Manpower Number 18/2022. This creates legal uncertainty for business actors and laborers. Methodology: This study was conducted using the normative (doctrinal) research method with the approach of legislation and legal reasoning. Data sources were taken from primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials using descriptive analysis and analytical critical thinking. Results: The Regulation of the Minister of Manpower contradicts the Law on Manpower in conjunction with Law on Job Creation. The conflict rose because the Manpower Law in conjunction with the Job Creation Law, has limited some of the additional advances of the Wage Determination Law to only the Government Regulation level. Special subjects are: 1) the procedure of the minimum wage regulation; and 2) the formula of the minimum wage calculation. On the judicial review, the judges declared the objection to the judicial review of the petitioner unacceptable. The lawsuit was deemed premature because the Regulation in lieu of Job Creation Law has not reached inkracht (permanent legal force). Applications of this study: This will be useful and beneficial for the development of legal science, especially aspects of legal reasoning involving court decisions. The results are also practical for businesses and laborers when using the methods of determining the legal and fair minimum wage. Novelty/Originality of this study: Judge's Legal reasoning in decision number 72 P/HUM/2022 on Minimum wage was not one of the objection points of the petitioners or the answer to them. A judicial decision outside of a lawsuit, or so-called ex parte decision, is a decision taken by the court without involving the parties to the trial. Keywords: Characteristics of Judge's Decision, Judicial Review, Minimum Wage Method  ABSTRAK  Tujuan: Untuk menganalisis pertentangan norma pada Permenaker Nomor 18/2022 dengan PP Nomor 36/2021, materi pokoknya terkait metode penetapan upah minimum. Akibat pertentangan tersebut, maka kerugian bagi pelaku usaha terhadap perbandingan kenaikan upah minimum berdasarkan PP 36/2021 dengan Permenaker 18/2022. Hal tersebut berdampak kepada ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha dan pekerja. Metodologi: Metode penelitian normative doctrinal, dengan pendekatan Perundang-undangan, dan pendekatan penalaran hukum. Sumber data berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Menggunakan analisis deskriptif analitis dan critical thinking. Temuan: Ketentuan Permenaker bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan juncto UU Cipta Kerja. Pertentangan tersebut, karena UU Ketenagakerjaan juncto UU Cipta Kerja telah membatasi beberapa pengaturan lanjutan dibawah UU terkait pengupahan hanya pada tingkat PP. Berlaku materi muatan yaitu: 1) tata cara penetapan upah minimum; dan 2) formula perhitungan upah minimum. Pada uji materiil, putusan Hakim, Menyatakan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon tersebut tidak dapat diterima. Gugatan dianggap masih premature, karena Perpu Cipta Kerja belum incrah. Kegunaan: Berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya aspek penalaran hukum dengan objek kajian putusan pengadilan. Berguna bagi pelaku usaha dan pekerja dalam pemilihan metode penetapan upah minimum, yang berkepastian hukum dan berkeadilan Kebaruan/Orisinalitas: Legal reasoning hakim pada putusan nomor 72 P/HUM/2022 tentang Upah Minimum, bukan merupakan salah satu poin keberatan para pemohon maupun poin jawaban dari termohon. Putusan Hakim, diluar gugatan atau disebut ex parte decision, yaitu keputusan yang diambil oleh pengadilan tanpa melibatkan para pihak dalam persidangan.   Kata Kunci: Karakteristik Putusan Hakim, Uji Materiil, Metode Upah Minimum