cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota kendari,
Sulawesi tenggara
INDONESIA
JITRO (Jurnal Ilmiah dan Teknologi Peternakan Tropis)
Published by Universitas Halu Oleo
ISSN : 24067489     EISSN : 24069337     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis (JITRO) adalah jurnal ilmiah mempublikasikan hasil penelitian dan review bidang peternakan.
Arjuna Subject : -
Articles 471 Documents
Perbandingan Susu Sapi Perah Pada Pemerahan Pagi dan Sore Terhadap Total Plate Count dan Colioform di KUD Gemah Ripah Sukabumi Jawa Barat Raden Febrianto Christi; Didin Supriat Tasripin; Dwi Suharwanto; Eka Wulandari
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 1 (2020): JITRO, Januari
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (566.266 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i1.8989

Abstract

ABSTRAKSusu adalah cairan putih yang keluar dari ambing sapi perah yang memiliki kandungan gizi yang baik. Kualitas susu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah Total Plate Count dan Colioform. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan  susu sapi perah pada pemerahan pagi dan sore terhadap TPC dan Colioform di KUD Gemah ripah, Sukabumi. Metode penelitian yang digunakan adalah uji t berpasangan dengan sampel ternak sapi perah 14 ekor yang masing-masing diulang sebanyak 7 ekor dengan masa laktasi sama. Sampel susu diambil 100ml dari setiap ekor dengan waktu pemerahan berbeda kemudian dimasukkan pada coolbox untuk dilakukan pengujian nilai TPC dan Colioform di Laboratoium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TPC dan colioform pada pemerahan susu pagi hari menghasilkan pengaruh nyata (P<0,05) dibandingkan pada susu hasil pemerahan sore yaitu 1,1 x 106 CFU/ml dan 6985,714 CFU/mL. Kesimpulan menunjukkan bahwa TPC dan colioform pada susu pada berbagai waktu pemerahan yang berada di KUD gemah ripah, sukabumi termasuk pada kualitas yang premium jika dibandingkan dengan kualitas SNI.Kata kunci : colioform, pemerahan pagi sore, susu sapi perah, total plate count,ABSTRACKMilk is a white liquid that comes out of a dairy cow's udder which has good nutritional content. Milk quality is strongly influenced by several factors, one of which is the Total Plate Count and Coloform. The purpose of this study was to determine the comparison of milk from dairy cows in the morning and evening milking of TPC and Colioform in Kemah Gemah ripah, Sukabumi. The research method used was paired t test with samples of 14 dairy cows, each of which was repeated as many as 7 with the same lactation period. Milk samples were taken 100ml from each tail with different milking times and then put in a coolbox for testing the value of TPC and Coloform in Laboratory. The results showed that TPC and colioform in milking in the morning produced a significant effect (P<0.05) compared to milk produced by afternoon milking namely 1.1 x 106 CFU / ml and 6985.714 CFU / mL. The conclusions show that TPC and colioform in milk at various milking times in KUD Gemah ripah, sukabumi are included in premium quality when compared to SNI quality.Keywords: colioform, dairy cow milk, milking morning afternoon, total plate count
Pengaruh Pemberian Moringa oleifera Terhadap Kuantitas dan Kualitas Semen Sapi Peranakan Ongole Lukman Affandhy; Muchamad Luthfi; Dian Ratnawati; Frediansyah Firdaus
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.528 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.10886

Abstract

ABSTRAK  Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bubuk daun Moringa oleifera (MO) terhadap kuantitas dan kualitas semen sapi peranakan ongole (PO). Metode penelitian menggunakan percobaan lapang dengan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan pemberian MO sebesar 0 kg/ekor/hari (P1); 0,05 kg/ekor/hari (P2) dan 0,1 kg/ekor/hari (P3). Analsis data menggunakan one way analysis of variance. Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ekor dengan tiga periode pengamatan sebagai ulangan, yaitu periode pertama dan ketiga tanpa MO, dan periode kedua diberikan MO pada P2 dan P3. Hasil penelitian menunjukan bahwa volume dan pH semen perlakuan P1, P2 dan P3 tidak berbeda semua periode pengamatan. Motilitas massa spermatozoa P2 dan P3 periode kedua dan ketiga menunjukan nilai +++ berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan P1 (++); motilitas individu  perlakuan P1 menunjukkan nilai terendah 60,56±2,94 % (P<0,05) dibandingkan P2 dan P3 pada periode kedua dan ketiga (75,50±2,29 dan 72,50±2,34%). Konsentrasi spermatozoa P2 dan P3 periode kedua dan ketiga menunjukkan rata-rata  >1.350 juta/ml berbeda nyata (P<0,05) daripada P1 (876±152juta/ml), sedangkan total spermatozoa motil menunjukkan nilai tertinggi 5.647±829 juta/ml pada P3 periode kedua.Viabilitas spermatozoa P2 dan P3 menunjukkan nilai >88-89 % beda nyata (P<0,05) daripada P1 (<84 %) pada periode kedua dan ketiga, sedangkan nilai abnormalitas spermatozoa yang terbaik adalah P2 sebesar 4,30% pada periode kedua dan P3 sebesar 5,33% pada periode ketiga. Disimpulkan pemberian bubuk daun MO dengan dosis 0,1 kg/ekor/hari dapat memperbaiki kuantitas dan kualitas semen (viabilitas dan total spermatozoa motil) sapi pejantan PO.Kata kunci:  kuantitas dan kualitas semen, Moringa oleifera, sapi pejantan ABSTRACTThe research aimed to determine the effect of Moringa oleifera (MO) leaf powder on the quantity and quality of semen of ongole crossbreed. The research method used was a field experiment with a completely randomized design with three treatments giving MO of 0 kg/head/day (P1); 0.05 kg/head/day (P2) and 0.1 kg/head/day (P3). Each treatment consisted of four heads with three periods of observation as replications, namely the first and third periods without MO, and the second period was given MO on P2 and P3. Data analysis used a one-way analysis of variance. The results showed that the volume and pH of semen treated P1, P2, and P3 didn’t different in all observation periods. The second and third period spermatozoa mass motility of P2 and P3 showed that the value of +++ was significantly different (P<0.05) compared to P1 (++); Individual motility of P1 treatment showed the lowest value 60,56±2,94 % (P<0.05) compared to P2 and P3 in the second and third periods (75,50±2,29 and 72,50±2,34%). The second and third periods of P2 and P3 spermatozoa concentrations showed an average of >1,350 million/cc significantly different (P<0.05) than P1 (876±152 million/cc), while the total motile spermatozoa showed the highest value of 5,647±829 million/cc in the second period P3. The spermatozoa viability of P2 and P3 showed values >88-89% significantly different (P<0.05) than P1 (<84%) in the second and third periods, while the best spermatozoa abnormalities were P2 at 4.30% in the second period and P3 at 5.33% in the third period. It was concluded that the giving of MO leaf powder at a dose of 0,1 kg/head/day could improve the quantity and quality of semen (viability and total motile spermatozoa) of Ongole Crossbreed bulls. Keywords: bulls, Moringa oleifera, quantity and quality of semen
Evaluasi Penggunaan Tepung Keladi terhadap Kualitas Fisik dan Kandungan Nutrien Pelet Pakan Ayam Alex Sandro Liu; Tri Anggarini Yuniwaty Foenay; Theresia Nur Indah Koni
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.549 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.10940

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung keladi dalam ransum ayam terhadap kualitas fisik dan kimia pelet. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung, bekatul, garam, konsentrat broiler, tepung ikan dan tepung talas. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL). Ada lima perlakuan yaitu 0, 2,4, 6, dan 8% tepung keladi dengan empat ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji jarak berganda duncan. Parameter yang diukur adalah ketahanan pelet terhadap gesekan, ketahanan pelet terhadap benturan, kadar air, protein kasar, dan kadar lemak kasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung keladi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ketahanan gesekan dan protein kasar pelet. Namun, itu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap ketahanan benturan, kadar air dan kadar lemak kasar. Disimpulkan bahwa penggunaan tepung umbi keladi hingga 6% menghasilkan pelet dengan ketahanan benturan yang baik. Kualitas nutrien yaitu kadar air terendah, kadar lemak tertinggi dan serat kasar terendah pada penggunaan tepung umbi keladi 4%. Disarankan tepung umbi keladi dapat digunakan hingga 4% dalam pakan pelet ayam.Kata kunci: kualitas fisik, kualitas kimia, pellet, tepung keladiABSTRACTThis study conducted to evaluate the effect of using taro meals in chicken rations on the physical and chemical quality of pellets. Materials used in this study are corn, rice bran, salt, broiler concentrates, fish meal, and taro meal. This study using an experimental method with a completely randomized design (CRD). These five treatments were 0, 2,4, 6, and 8% taro meal with four replications. The data were analyzed by using analysis of variance (ANOVA) and Duncan multiple range test. Parameters were pellet durability, pellet durability index, moisture content, crude protein, and crude fat content. The result showed that using taro meal not significantly affect (P>0.05) to durability and crude protein of pellet. However, it has a significant effect (P<0.05) on the durability index, moisture content and crude fat content. The concluded was using of taro tubers meal up to 6% produced pellets with good durability index. Nutrient quality is the lowest moisture content, the highest crude fat content and the lowest crude fiber in the use of 4% taro tuber meal. So it is recommended taro tuber meal can be used up to 4% in  chicken pellet feedKeywords: physical quality, chemical quality, pellet, taro tuber meal
Potensi Pengembangan Komoditas Peternakan di Sulawesi Tenggara Siti Rahmah Karimuna; Sri Bananiek; Syafiuddin Syafiuddin; Waode Al Jumiati
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.068 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.12215

Abstract

ABSTRAKSektor pangan merupakan sektor yang menjadi prioritas di Indonesia dalam pembangunan nasional. Salah satu sub-sektor pangan yaitu peternakan. Produksi daging, telur dan susu merupakan bagian utama produksi hasil peternakan. Sub-sektor peternakan memegang peranan penting dalam pengembangan agrobisnis di Provinsi Sulawesi Tenggara. Komoditas peternakan yang diusahakan rakyat di Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari 7 jenis yaitu: sapi potong, kerbau, kuda, kambing, babi, ayam dan itik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi unggulan dan penyebaran komoditi sub-sektor peternakan dan kemungkinan budidayanya di Provinsi Sulawesi Tenggara. Data dianalisis dengan menggunakan analisis location quotien (LQ) untuk mengetahui potensi pengembangan komoditas peternakan di tiap kabupaten, dengan menggunakan indikator volume produksi daging semua komoditas peternakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan potensi pengembangan komoditas peternakan diperoleh, ayam buras merupakan komoditas peternakan terunggul di Sulawesi Tenggara karena memiliki nilai LQ>1 yang tersebar di 9 kabupaten, dan kedua adalah komoditas sapi potong dan kambing dengan sebarannya di 8 kabupaten yang berbeda. Berdasarkan potensi daerah, kabupaten yang memiliki keragaman komoditas peternakan tertinggi adalah kabupaten Kolaka Utara, karena memiliki 6 komoditas yang memiliki nilai LQ>1, diikuti kabupaten Wakatobi yang memiliki 5 komoditas dengan nilai LQ>1.Kata Kunci: komoditas peternakan, location quotient, potensi unggulanABSTRACTThe food sector is a priority sector in Indonesia in national development. One of the food sub-sectors is livestock. Meat, egg, and milk production are the main parts of livestock production. The livestock subsector plays an important role in the development of agribusiness in Southeast Sulawesi Province. Livestock commodities cultivated by the people in Southeast Sulawesi Province consist of 7 types, namely: beef cattle, buffalo, horse, goat, pig, chicken, and duck. The aim of this study is to find out the superior potential and distribution of livestock sub-sector commodities and possible cultivation in Southeast Sulawesi Province. Data were analyzed using the location quotient (LQ) analysis to determine the potential for livestock commodity development in each district, using an indicator of the volume of meat production of all livestock commodities. The results showed: 1) Based on the potential development of livestock commodities obtained, free-range chicken is the leading livestock commodity in Southeast Sulawesi because it has an LQ value>1 spread in 9 districts, and second is the Beef and Goat commodity with its distribution in 8 different districts, and 2) Based on the regional potential, the district which has the highest diversity of livestock commodities is the North Kolaka district, because it has 6 commodities that have LQ value >1. Followed by the Wakatobi district which has 5 commodities with LQ value >1.Keywords: livestock commodities, location quotient, superior potential
Utilitas Asam Organik Sari Belimbing Wuluh dan Asam Sitrat Sintetis Sebagai Acidifier Terhadap Performa Produksi Puyuh (Coturnix coturnix Japonica) Fase Grower Hamdan Has; Astriana Napirah; Widhi Kurniawan; La Ode Nafiu; Takdir Saili
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (239.386 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.11072

Abstract

ABSTRAKPenggunaan acidifier baik organik atau sintetis dapat meningkatkan optimalisasi nutrien di dalam saluran pencernaan.  Optimalisasi nutrien diharapkan dapat meningkatkan performa ternak khususnya puyuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dua macam acidifier terhadap performa puyuh fase grower. 100 ekor unsexed puyuh (Coturnix coturnix Japonica) fase grower umur 14-40 hari digunakan dalam penelitian yang menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Bahan pakan yang digunakan adalah jagung kuning, dedak, konsentrat puyuh komersil, sari belimbing wuluh, dan asam sitrat sintetis. Perlakuan yang dicobakan terdiri dari perlakuan kontrol (P0), penggunaan 0,3% asam sitrat sintetis (P1), penggunaan 0,25% sari belimbing wuluh (P2), penggunaan 0,6% asam sitrat sintetis (P3), dan penggunaan 0,5% sari belimbing wuluh (P4). Variabel yang diamati adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum mingguan. Penggunaan sari belimbing wuluh memiliki konsumsi pakan yang lebih rendah  (P<0,05) pada minggu pertama dibanding kontrol dan asam sitrat sintetis.  Penggunaan asam sitrat sintetis meningkatkan pertambahan bobot badan pada minggu pertama (P<0,05). Penggunaan asam sitrat sintetis nyata dapat menurunkan konversi pakan minggu ke tiga dan empat dibanding kontrol dan asam organik belimbing wuluh. Kesimpulan penelitian ini yaitu penggunaan sari belimbing wuluh sebagai acidifier belum menunjukkan perbaikan performa yang signifikan sedangkan penggunaan asam sitrat sintetis memiliki performa yang lebih baik dibanding perlakuan kontrol dan penggunaan sari belimbing wuluh.Kata kunci: acidifier, asam sitrat, belimbing wuluh, puyuh fase growerABSTRACTThe organic and synthetic acidifiers could improve the optimization of nutrients utilization in the quail digestive tract. Furthermore, the optimization of nutrients is expected to improve quail performance. This study was aimed to determine the effect of using two types of acidifiers (Averrhoa bilimbi juice and synthetic citric acid) on the grower phase of quail performance. Total of 100 unsexed quails (Coturnix coturnix japonica) grower phase aged 14-40 days were used in this research and designed as a completely randomized design of five treatments and four replications. Feed ingredients used were yellow corn, rice bran, commercial quail concentrate, Averrhoa bilimbi juice (organic acidifier), and synthetic citric acid. The treatments consisted of control (P0), 0.3% synthetic citric acid (P1), use of 0.25% Averrhoa bilimbi juice (P2), use of 0.6% synthetic citric acid (P3), and use of 0.5% Averrhoa bilimbi juice (P4). The variables observed were weekly feed intake, body weight gain, and feed conversion. The result showed that utilization of Averrhoa bilimbi juice has lower feed consumption (P<0.05) in the first week compare to control and synthetic citric acid, and synthetic citric acid utilization increases body weight gain in the first week (P<0.05). The use of synthetic citric acid significantly reduces feed conversion in the third and fourth weeks compared to control and organic acid groups. The conclusion of this study is the utilization of Averrhoa bilimbi juice as an acidifier has not shown significant improvements in quail performance. The use of synthetic citric acid has a better performance compared to control and Averrhoa bilimbi juice utilization.Keywords: acidifier, organic acidifier, citric acid, growing quail
Review: Dampak Negatif Indospicine dalam Indigofera sp. pada Ternak Yanuartono Yanuartono; Hary Purnamaningsih; Soedarmanto Indarjulianto; Alfarisa Nururrozi; Slamet Raharjo
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.569 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.8976

Abstract

ABSTRAKPakan merupakan aspek penting dari peternakan dan peningkatan produksi daging dapat dicapai melalui nutrisi dan manajemen yang tepat. Indigofera sp adalah salah satu spesies leguminosa hijauan yang potensial untuk ruminansia dan merupakan sumber penting protein, mineral, vitamin, serat serta memiliki palatabilitas  tinggi. Genus Indigofera terdiri atas sekitar 700 spesies yang berbeda, banyak di antaranya adalah tanaman penting yang secara agronomis digunakan sebagai pakan ternak dan suplemen pakan. Namun, beberapa spesies Indigofera mengandung faktor antinutrisi dikenal sebagai indospicine yang merupakan asam amino nonprotein toksik (2,7- diamino-7-iminoheptanoic acid) dan diketahui bersifat  hepatotoksik pada ruminansia. Ternak yang mengonsumsi Indigofera dilaporkan mengalami efek hepatotoksik dengan adanya lesi pada hati, efek teratogenik dan kematian embrio. Oleh karena itu, indospicine harus dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab rendahnya penampilan ternak, khususnya penurunan berat badan dan gangguan reproduksi pada ruminansia yang diberi pakan indigofera sp dalam jumlah yang berlebihan. Di Indonesia spesies Indigofera zollingeriana merupakan pilihan paling tepat untuk dibudidayakan dan dikembangkan sebagai pakan ternak rumiansia  karena memiliki kandungan indospicine yang rendah untuk menghilangkan kejadian keracunan indospicine.Kata kunci: faktor antinutrisi, hepatotoksik, indigofera, indospicineABSTRACTThe feed is an important aspect of animal production, an increase in meat production can be achieved through proper nutrition and good management. The Indigofera sp is one of the potential forage legume species which are important sources of protein, minerals, vitamins, fiber, and has high palatability that provide essential nutrients for ruminants. The Indigofera genus contains approximately 700 different species, many of which are agronomically important plants that are used as grazing forages and feed supplements. Some Indigofera species, however, contain antinutritional factors (ANF) known as indospicine, a toxic nonprotein amino acid (2,7- diamino-7-iminoheptanoic acid) and is thought to be hepatotoxic in ruminants. Cattle and sheep consuming Indigofera have been reported to experience both hepatotoxic effects with associated liver lesions, and also teratogenic and embryo-lethal effects. Therefore, indospicine should be considered as a possible cause of animal poor performance, particularly reduced weight gain and reproductive disorders in ruminants that are fed with excessive amounts of indigofera sp. in Indonesia Indigofera zollingeriana species are the most appropriate choice to be cultivated and developed as ruminat livestock feed because they have a low indospicine content to eliminate the incidence of indospicine poisoning.Keywords: antinutritional factor, hepatotoxic,  Indigofera sp, indospicine
Pengaruh Level Glutathione terhadap Kualitas Post-Thawing Semen Kambing Peranakan Etawah Nurcholidah Solihati; Soeparna Soeparna; Siti Darodjah Rasad; Rangga Setiawan; Annisaa Yusrina
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (115.433 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.10473

Abstract

ABSTRAK Glutathione merupakan antioksidan yang berfungsi melindungi sel dari kerusakan akibat oksigen reaktif (ROS) sehingga dapat mencegah reaksi peroksidasi lipid. Penggunaan glutathione dalam pengencer harus sesuai supaya tidak menimbulkan efek negatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh level glutathione terhadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah post thawing dan mengetahui level glutathione yang menghasilkan kualitas semen yang terbaik. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan laboratorium. Penelitian ini mengunakan rancangan acak kelompok dengan lima kelompok kambing dan lima level glutathione (0, 4, 6, 8 dan 10 mM), setiap perlakuan diulang dua kali. Semen ditampung dengan vagina buatan dan dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis, selanjutnya dilakukan pengolahan menjadi semen beku Data dianalisis dengan analisis ragam dan perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji lanjut Duncan. Parameter yang diamati adalah kualitas semen post-thawing meliputi motilitas, abnormalitas, membran plasma utuh dan tudung akrosom utuh (TAU). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan level glutathione berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kualitas semen post-thawing. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa motilitas, TAU dari perlakuan level glutathione 6 mM dan 8 mM tidak berbeda nyata, namun MPU hasil 8 mM nyata lebih tinggi dari level lainnya. Disimpulkan bahwa level glutathione berpengaruh terhadap kualitas semen post-thawing, dan level glutathione 8 mM menghasilkan kualitas semen yang terbaik.Kata kunci: glutathione, kualitas semen, post-thawing, kambing peranakan etawahABSTRACT Glutathione is an antioxidant that functions to protect cells from damage caused by reactive oxygen (ROS) so that it can prevent lipid peroxidation reactions. The use of glutathione in diluents must be suitable so as not to cause negative effects The aim of the research was to knew the effect of glutathione level on semen quality of Etawah Crossbreed goat and to know the level of glutathione that produce the best post-thawed semen quality. This research used grouped randomized design with five groups of goat and five glutathione levels (0, 4, 6, 8, and 10 mM), every treatment was repeated twice. Semen was collected with an artificial vagina and was evaluated as macroscopic and microscopic, they were being processed as frozen semen. Data were analyzed with analysis of variance and differences between treatments were analyzed using the Duncan test. Parameter was observed is pot-thawed semen quality consist of motility, abnormality, intact plasma membrane (IPM) and intact acrosome cup (IAC). The result showed that treatment of glutathione level significantly (p<0.05) affect on post-thawed semen quality. Duncan test showed that motility and IAC from treatment glutathione of 6 mM and 8mM were not significant, nevertheless IPM from treatment 8 mM glutathione significantly higher than other levels. It is concluded that the glutathione level significantly affect on post-thawed semen quality, and 8 mM glutathione level resulted in the best quality.Keywords:  glutathione, semen quality, post-thawed, etawah crossbreed goat
Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering dan Bahan Organik Kulit Singkong Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Firman Nasiu; Wa Laili Salido; Andi Murlina Tasse; Syamsuddin Syamsuddin; Hairil A. Hadini; Amiluddin Indi
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (90.629 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.11482

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik kulit singkong yang difermentasi menggunakan jamur Aspergillus niger dan EM-4 sehingga dapat memberikan informasi tambahan mengenai kualitas kulit siongkong yang difermentasi maupun tanpa fermentasi.  Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 4 ulangan.  Perlakuan yang diberikan terhadap kulit singkong adalah P1 (tanpa fermentasi), P2 (fermentasi dengan Aspergillus niger), P3 (fermentasi dengan EM-4), P4 (fermentasi dengan kombinasi A. niger dan EM-4).  Evaluasi kecernaan in vitro ini dilakukan dengan menggunakan metode Tilley and Terry.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jamur A. niger dan EM-4 dalam proses fermentasi kulit singkong dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan kering kulit singkong secara signifikan dimana hasil terbaik diperoleh pada penambahan kombinas A. niger dan EM-4.Kata kunci: Aspergillus niger, bahan kering, bahan organik, EM-4, kecernaan in vitroABSTRACTThe aim of this study was to evaluate the in vitro digestibility of dry matter and organic matter of fermented cassava peel using Aspergillus niger and EM-4 inoculant to provide additional information about the quality of fermented and unfermented cassava peel. The study design used was a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 4 replications. The treatments were P1 (without fermentation), P2 (fermented with Aspergillus niger), P3 (fermented with EM-4), P4 (fermented with a combination of A. niger and EM-4). This in vitro digestibility evaluation was conducted by using the Tilley and Terry method. The results showed that the addition of A. niger fungi and EM-4 in the fermentation process of cassava peel could significantly improve the digestibility of dry matter and dry matter of cassava peel where the best results were obtained on the addition of A. niger and EM-4 combinations.Keywords: Aspergillus niger, dry matter, EM-4, in vitro digestibility, organic matter
Proteksi Protein Ampas Tahu dengan Crude Palm Oil (CPO) terhadap Degradasi Mikroba Rumen Nadia Ainunisa; Mohamad Busaeri Rapsanjani; Ana Rohana Tarmidi; Iman Hernaman
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.894 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.11459

Abstract

ABSTRAKProtein ampas tahu memiliki kualitas yang baik, namun mudah didegradasi oleh mikroba rumen, sehingga membutuhkan perlindungan. Penelitian bertujuan untuk melindungi protein ampas tahu dari degradasi mikroba rumen. Penelitian dilaksanakan secara eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Data yang terkumpul dilakukan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Ampas tahu kering dicampur dengan menggunakan mikser secara merata dengan crude palm oil (CPO) sebanyak 0%, 10%, 20%, dan 30 % atau setara dengan 0% (P0), 4% (P1), 8% (P2), 12% (P3) dalam ransum.  Kemudian ampas tahu tersebut digunakan sebagai konsentrat tunggal dalam ransum yang dicampur dengan rumput pada perbandingan 40:60, setelah itu dievaluasi secara in vitro. Hasil menunjukkan bahwa proteksi ampas tahu dengan CPO menghasilkan penurunan konsentrasi N-NH3 (P<0,05) dengan nilai yang terendah adalah 2,6 mM pada P3. Sementara itu proteksi CPO juga menurunkan nilai asam lemak terbang pada P3 dan semakin tinggi penggunaan CPO menghasilkan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang rendah (P<0,05). Kesimpulan, penggunaan CPO mampu memproteksi protein ampas tahu, namun dapat menurunkan asam lemak terbang dan kecernaan.Kata kunci: ampas tahu, crude palm oil (CPO), in vitro, protein, ruminansia ABSTRACT   Tofu cake protein has good quality but is easily degraded by rumen microbes, so it needs protection. The research aims to protect the tofu cake protein from rumen microbial degradation. The study was conducted experimentally using a randomized complete design with 4 treatments and 5 replications. The data collected was analyzed for variance analysis and followed by Duncan's test. Dried tofu waste is mixed by using mixer evenly with crude palm oil (CPO) as much as 0%, 10%, 20%, and 30% or equivalent to 0% (P0), 4% (P1), 8% (P2), 12% (P3) in the ration. Then that tofu cake was used as a single concentrate in the ration mixed with grass at a ratio of 40:60, after which it was evaluated in vitro. The results showed that the protection of tofu cake with CPO resulted in a decrease in N-NH3 concentration (P<0.05) with the lowest value being 2.6 mM at P3. Meanwhile, CPO protection also reduced the value of volatile fatty acids at P3 and the higher use of CPO resulted in low dry matter and organic matter digestibility (P<0.05). In conclusion, the use of CPO is able to protect the protein of tofu cake, but it can reduce volatile fatty acids and digestibility.Keywords: crude palm oil (CPO), in vitro, protein, ruminant, tofu cake
Pengaruh Perbedaan Varietas terhadap Profil Tanaman Sorghum Green Fodder yang Ditanam Secara Hidroponik Teguh Wahyono; Dede Sukandar; Rista Kurnia Dewi; Widhi Kurniawan; Sihono Sihono
Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis Vol 7, No 2 (2020): JITRO, Mei
Publisher : Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.584 KB) | DOI: 10.33772/jitro.v7i2.10862

Abstract

ABSTRAKTeknik hidroponik adalah salah satu metode alternatif dalam budidaya hijauan pakan. Tanaman sorgum telah dikembangkan di Indonesia sebagai alternatif penyedia hijauan pakan. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah menghasilkan tiga varietas sorgum berupa varietas Pahat (P), Samurai 1 (S1) dan Samurai 2 (S2). Ketiga varietas ini dapat dikembangkan sebagai Sorghum Green Fodder (SGF). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pertumbuhan, nutrien dan kecernaan SGF dari tiga varietas sorgum yang berbeda yang ditanam secara hidroponik. Perlakuan penelitian pada studi profil pertumbuhan dan nutrisi adalah: 1) P sebagai varietas kontrol; 2) S1 dan 3) S2. Perlakuan pada studi kecernaan in vitro adalah: 1) RL (rumput lapangan); 2) P; 3) S1 dan 4) S2. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Samurai 2 menghasilkan SGF dengan tinggi tanaman dan berat panen segar tertinggi (P<0,05). SGF Samurai 1 mengandung protein kasar tertinggi yaitu 19,26%. Kandungan neutral detergent fiber (NDF) SGF ketiga varietas tidak berbeda nyata. SGF varietas Pahat menghasilkan estimasi RFV tertinggi (P<0,05). Nilai kecernaan bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) SGF lebih tinggi dibandingkan rumput lapangan (P<0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah SGF Samurai 2 menghasilkan produksi biomassa tertinggi. Kecernaan in vitro SGF varietas Pahat lebih tinggi dibandingkan kedua varietas lain dan rumput lapangan.Kata kunci: Hidroponik, kecernaan In vitro, profil nutrisi, relative feed value, sorghum green fodder ABSTRACT     Hydroponics technique is one of the alternative methods for forage cultivation. Sorghum has been developed in Indonesia as an alternative forage. Indonesia National Nuclear Energy Agency (BATAN) has produced three varieties of sorghum (Pahat, Samurai 1, and Samurai 2). These three varieties can develop as Sorghum Green Fodder (SGF). The purpose of this study was to investigate the growth, nutrient, and digestibility profile of SGF from three different sorghum varieties. The treatment of the studies was: 1) P (Pahat) as control; 2) S1 (Samurai 1); 3) S2 (Samurai 2). Treatment on In vitro digestibility study: 1) RL (native grass); 2) P; 3) S1 and 4) S2. Complete randomized design with five replications was used in this study. The results showed that Samurai 2 produced the highest height and fresh weight (21.35 cm and 1.20 kg) (P <0.05). Neutral detergent fiber (NDF) of three varieties SGF was not significantly different. The highest relative feed value (RFV) was produced by SGF from Pahat variety. Dry matter (DM) and organic matter (OM) digestibility of SGF is higher than field grass (P<0,05). The conclusion of this research is SGF Samurai 2 produces the highest biomass production compared to Pahat and Samurai 1 varieties. In vitro digestibility of SGF from Pahat variety is better than other varieties and native grass.Keywords: hydroponics, in vitro digestibility, nutrient profile, relative feed value, sorghum green fodder