Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

IDENTIFICATION AND PATHOGENICITY TEST OF SOME BACTERIA ISOLATED FROM WILD AND FARMED SPINY LOBSTER PANULIRUS HOMARUS Sudewi, Sudewi; Widiastuti, Zeny; Mastuti, Indah; Mahardika, Ketut
BERITA BIOLOGI Vol 18, No 3 (2019)
Publisher : Research Center for Biology-Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/beritabiologi.v18i3.3578

Abstract

The bacterial populations in the farming of spiny lobster could have either beneficial or harmful effects depending on the prevailing conditions. We designed this study to identify and to perform a pathogenicity test of some bacteria isolated from wild and farmed spiny lobsters Panulirus homarus. The adult farmed lobsters were obtained from Pangandaran and Lombok coastal areas, while the wild lobsters were collected from Lombok, with five lobsters for each location. The bacteria were isolated from the midgut, gill, hepatopancreas, and muscle tissues of the lobsters. The identification of the bacteria was carried out by molecular methods. Pathogenicity test was performed by intramuscular injection of 0.1 ml bacterial suspensions at the density of 7×106cfu/ml into each three adult apparently healthy lobsters for every eight bacterial isolates. Our study identified six bacterial isolates that exhibited high homology of a nucleotide sequence with Shewanella algae, Bacillus firmus, Vibrio alginolyticus, Tenacibaculum lutimaris, Pseudomonas sp. and Vibrio sp., while two isolates were reminded unidentified due to low nucleotide similarities (< 97%). The pathogenicity test showed that there was no mortality of lobsters injected with those bacterial isolates. This may because the dose of injection was too low to induce bacterial infection particularly for Vibrio, or the bacteria were not pathogenic for lobster or even have the potency as probiotic bacteria.   
Kematian Ikan Kerapu Hibrida Cantik (Kerapu Macan >< Kerapu Batik) dan Cantang (Kerapu Macan >< Kerapu Kertang) di Keramba Jaring Apung di Teluk Kaping, Buleleng-Bali Akibat Infeksi Ektoparasit Mahardika, Ketut; Mastuti, Indah; Sutarmat, Tatam
Jurnal Masyarakat Akuakultur Indonesia Vol 3, No 1 (2019): In Press
Publisher : Masyarakat Akuakultur Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.87 KB)

Abstract

Several constraints in aquaculture are seasonal dependent especially for parasitic disease. Natural condition of aquatic environment are affecting pathogen and fish along season. This study observed parasitic infection causing mass mortality of hybrid grouper juveniles thruoghout the year. This study was conducted in floating net cage at Kaping Bay North Bali in 2016. The juveniles were stocked in May, July and August. Parasitic infection were observed in Juli-August. Two ectoparasite were found, they are gill worms (Pseudorhabdosynochus sp.) and sea leeches (Zeylanicobdella arugamensis). They caused appetite decreasing, swimming on the surface, dark body color, thiny body andt decreased the population about 44.9% - 47,53%. Gill worm infected the fish at the initial with intensity of 54-187 individu/gill, While sea leeches infected the fish later in August with intensity about 40-50 individu/fish. The record of water quality showed that temperature and salinity were increased in July. This conditions were coincide with seasonal change in 2016. This result suggested that seasonal change was unfavourable conditions for fish health moreover for stocking time. 
Respon lintah laut (Zeylanicobdella arugamensis) terhadap salinitas tinggi secara in vitro dan in vivo mahardika, ketut; mastuti, indah; zafran, zafran
FISHERIES : Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan Vol 2, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/fisheries.v2i1.27

Abstract

Lintah laut (Hirudinea, Zeylanicobdella arugamensis) merupakan salah satu ektoparasit yang menginfeksi ikan kerapu di hatchery maupun keramba jaring apung. Infeksi lintah laut dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan akibat kekurangan darah dan luka yang ditimbulkannya.   Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon lintah laut terhadap salinitas tinggi secara in vitro dan in vivo. Secara in vitro, masing-masing 70-75 ekor lintah laut ditempatkan dalam cawan petri (diameter 8 cm, total 7 cawan petri). Sebanyak 50 mL air laut dengan salinitas 100, 90, 80, 70, 60, 50 dan 40 ppt ke dalam masing-masing satu cawan petri yang telah diisi lintah laut. Lintah laut tersebut dibiarkan direndam dalam air laut dengan salinitas tinggi pada suhu 28°C. Selanjutnya masing-masing 5-9 ekor lintah laut/perlakuan diambil dengan pinset setelah 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120 dan 150 menit, dan ditempatkan dalam cawan petri baru yang telah diisi air laut steril 30 ppt. Sintasan lintah laut diamati selama 1 jam. Perlakuan secara in vitro dilakukan dengan 2 ulangan waktu. Secara in vivo, Masing-masing 3 ekor ikan kerapu hibrida cantang (panjang total 7-8 cm) yang terinfeksi lintah laut ditempatkan dalam bak plastik (volume 15 Liter) yang telah diisi dengan air laut dengan salinitas 100, 90, 80, 70, 60, 50 dan 40 ppt. Lintah laut yang terlepas dari ikan diambil dengan pinset setelah 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120 dan 150 menit, dan ditempatkan dalam cawan petri yang telah diisi air laut steril 30 ppt. Hasil pengamatan in vitro menunjukkan bahwa lintah laut dapat bertahan hidup selama 45 menit dengan salinitas 90-100 ppt. Sedangkan lintah laut dapat bertahan hidup sampai 120 menit pada salinitas 40-60 ppt. Secara in vivo, lintah laut yang menempel dan menginfeksi ikan kerapu cantang dapat terlepas dari tubuh ikan  setelah beberapa menit pada salinitas tinggi (≥80 ppt). Akan tetapi, ikan kerapu yang direndam dalam air laut salinitas tinggi lebih cepat mati (15-30 menit) dibandingkan dengan lintah laut (45 menit). Sedangkan lintah laut masih terlihat menempel pada ikan kerapu di salinitas £ 70 ppt dan masih hidup sampai 150 menit.
Respon Lintah Laut (Zeylanicobdella arugamensis) Terhadap Salinitas Tinggi Secara In Vitro Dan In Vivo Mahardika, Ketut; Mastuti, Indah; Zafran
FISHERIES Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan Vol 2 No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/fisheries.v2i1.27

Abstract

Lintah laut (Hirudinea, Zeylanicobdella arugamensis) merupakan salah satu ektoparasit yangmenginfeksi ikan kerapu di hatchery maupun keramba jaring apung. Infeksi lintah laut dapat menghambatpertumbuhan dan perkembangan ikan akibat kekurangan darah dan luka yang ditimbulkannya. Tujuandari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon lintah laut terhadap salinitas tinggi secara in vitro danin vivo. Secara in vitro, masing-masing 70-75 ekor lintah laut ditempatkan dalam cawan petri (diameter 8cm, total 7 cawan petri). Sebanyak 50 mL air laut dengan salinitas 100, 90, 80, 70, 60, 50 dan 40 ppt kedalam masing-masing satu cawan petri yang telah diisi lintah laut. Lintah laut tersebut dibiarkan direndamdalam air laut dengan salinitas tinggi pada suhu 28C. Selanjutnya masing-masing 5-9 ekor lintahlaut/perlakuan diambil dengan pinset setelah 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120 dan 150 menit, dan ditempatkandalam cawan petri baru yang telah diisi air laut steril 30 ppt. Sintasan lintah laut diamati selama 1 jam.Perlakuan secara in vitro dilakukan dengan 2 ulangan waktu. Secara in vivo, Masing-masing 3 ekor ikankerapu hibrida cantang (panjang total 7-8 cm) yang terinfeksi lintah laut ditempatkan dalam bak plastik(volume 15 Liter) yang telah diisi dengan air laut dengan salinitas 100, 90, 80, 70, 60, 50 dan 40 ppt.Lintah laut yang terlepas dari ikan diambil dengan pinset setelah 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120 dan 150menit, dan ditempatkan dalam cawan petri yang telah diisi air laut steril 30 ppt. Hasil pengamatan in vitromenunjukkan bahwa lintah laut dapat bertahan hidup selama 45 menit dengan salinitas 90-100 ppt.Sedangkan lintah laut dapat bertahan hidup sampai 120 menit pada salinitas 40-60 ppt. Secara in vivo,lintah laut yang menempel dan menginfeksi ikan kerapu cantang dapat terlepas dari tubuh ikan setelahbeberapa menit pada salinitas tinggi (≥80 ppt). Akan tetapi, ikan kerapu yang direndam dalam air lautsalinitas tinggi lebih cepat mati (15-30 menit) dibandingkan dengan lintah laut (45 menit). Sedangkanlintah laut masih terlihat menempel pada ikan kerapu di salinitas  70 ppt dan masih hidup sampai 150menit
The use of technical chlorine for seawater sterilization in the rearing of barramundi larvae Lates calcarifer Astuti, Ni Wayan Widya; Mastuti, Indah; Sedana, I Made; Sunarto, Sunarto; Mustakim, Mustakim; Suwitra, I Nyoman; Mujiono, Mujiono; Kurdi, Kurdi; Dewi, Luh Yuliani; Tantra, Kadek Mas; Katimin, Katimin; Shadiq, Ja'far; Muzaki, Ahmad
Depik Jurnal Ilmu Ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan 2025: Special Issue ICFM
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.13170/depik.0.0.46920

Abstract

Disease prevention is very important in the rearing of barramundi larvae, one of which is by sterilizing the seawater using technical chlorine. This study aimed to determine the effect of seawater sterlization use technical chlorine for rearing barramundi larvae on growth, survival, and water quality. The treatment in this study was different seawater used for water exchange during larval rearing. Seawater was sterilized with 25 ppm technical chlorine for 24 hours. Before use, the water was neutralized using 12.5 ppm sodium thiosulfate. As a control in this study, direct seawater or untreated sea water was used for water exchange. The study was conducted with 3 replications. The parameters observed in this study were growth, survival, virus monitoring, growth variation, and water quality. Sterilization of seawater with 25 ppm technical chlorine used for rearing larvae of barramundi has no significant effect on growth, survival, growth variation and water quality of rearing larvae. The use of filtered seawater is recommended in the sterilization of seawater for rearing larvae of barramundi. Increasing the dose of chlorine or using chlorine which has a high active substance could increase effectiveness of water sterilization.Keywords:Technical chlorineSterilizationRearing larvaeBarramundiLates calcarifer
The use of technical chlorine for seawater sterilization in the rearing of barramundi larvae Lates calcarifer Astuti, Ni Wayan Widya; Mastuti, Indah; Sedana, I Made; Sunarto, Sunarto; Mustakim, Mustakim; Suwitra, I Nyoman; Mujiono, Mujiono; Kurdi, Kurdi; Dewi, Luh Yuliani; Tantra, Kadek Mas; Katimin, Katimin; Shadiq, Ja'far; Muzaki, Ahmad
Depik Jurnal Ilmu Ilmu Perairan, Pesisir, dan Perikanan 2025: Special Issue ICFM
Publisher : Faculty of Marine and Fisheries, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.13170/depik.0.0.46920

Abstract

Disease prevention is very important in the rearing of barramundi larvae, one of which is by sterilizing the seawater using technical chlorine. This study aimed to determine the effect of seawater sterlization use technical chlorine for rearing barramundi larvae on growth, survival, and water quality. The treatment in this study was different seawater used for water exchange during larval rearing. Seawater was sterilized with 25 ppm technical chlorine for 24 hours. Before use, the water was neutralized using 12.5 ppm sodium thiosulfate. As a control in this study, direct seawater or untreated sea water was used for water exchange. The study was conducted with 3 replications. The parameters observed in this study were growth, survival, virus monitoring, growth variation, and water quality. Sterilization of seawater with 25 ppm technical chlorine used for rearing larvae of barramundi has no significant effect on growth, survival, growth variation and water quality of rearing larvae. The use of filtered seawater is recommended in the sterilization of seawater for rearing larvae of barramundi. Increasing the dose of chlorine or using chlorine which has a high active substance could increase effectiveness of water sterilization.Keywords:Technical chlorineSterilizationRearing larvaeBarramundiLates calcarifer
Potensi Antiparasitik Herbal Ekstrak Herbal Terhadap Lintah Laut (Zeylanicobdella arugamensis) Pada Juvenil Ikan Kerapu Hibrida Cantang (Epinephelus fuscoguttatus X E. lanceolatus) Mastuti, Indah; Sadewa, Ketut M. Arya; Ansari, Mohamad; Haryanto, Slamet; Zailani, Ahmad; Suwitra, I Nyoman; Ariani, Ni Kadek; Kurdi, Kurdi; Miniartini, Made; Mustaqim, Mustaqim; Sedana, I Made; Sunarto, Mujiono; Astuti, Ni Wayan Widya; Mahardika, Ketut
Media Akuakultur Vol 20, No 1 (2025): Juni 2025
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/ma.20.1.2025.1-13

Abstract

Lintah laut adalahektoparasit yang sangat merugikan bagbudidaya ikan kerapu di Bali Utara. Penelitian ini bertujuan menggali potensi antiparasitik jenis 76 tanaman dalam mengendalikan infeksi lintah laut (Zeylanicobdella arugamensis) pada juvenil ikan kerapu hibrida cantang (Epinephelus fuscoguttatus x E. lanceolatus). Sebanyak 76 jenis tanaman diekstrak menggunakan pelarut air laut steril untuk uji in vitro tahap 1 sebagai skrining awal, dilanjutkan dengan uji in vitro tahap 2 dan uji in vivo tahap 1 dan tahap 2. Uji in vivo dilakukan dengan merendam lintah laut dalam ektrak herbal 1000 ppm selama dua jam. Hasil uji in vitro tahap 1 mendapakan 11 tanaman berpotensi antiparasitik, yaitu lada putih, lada hitam, bunga cengkeh, lengkuas, cabai Jawa, jahe hitam, kulit buah manggis, daun sawo Manila, daun delima, daun brotowali dan batang brotowali. Berdasarkan uji tersebut dilakukan uji in vitro tahap 2 untuk mengetahui konsentrasi minimal yang melemahkan lintah laut. Uji in vitro tahap 2 menunjukkan bahwa konsentrasi minimum (500 ppm) hanya diperoleh dari tanaman lada putih. Uji in vivo dilakukan dengan menggunakan ikan kerapu cantang yang yang terinfeksi lintah laut. Uji in vivo tahap 1 menunjukkan bahwa sembilan (lada putih, lada hitam, bunga cengkeh, lengkuas, cabai Jawa, kulit buah manggis, daun sawo Manila, daun delima, daun brotowali) dari sebelas herbal tersebut belum mampu melepaskan lintah laut namun mematikan bagi ikan. Sedangkan uji in vivo tahap 2 menunjukkan sekaligus menyimpulkan bahwa ekstrak herbal, yaitu jahe hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) dan daun brotowali efektif (Tinospora cordifolia) dalam air laut konsentrasi 1000 ppm.Sea leeches are the major ectoparasites that infect grouper fish. This study explores the antiparasitic potential of 76 plants in controlling sea leech. The plants were extracted using sterile seawater and used in the in vitro test 1 (initial screening), followed by in vitro test 2 and in vivo test 1 and 2. The in vivo test was carried out by soaking sea leeches in 1000 ppm herbal extractsfor two hours. The results of the in vitro test 1 found that 11 plants had antiparasitic potential (white pepper, black pepper, clove flowers, galangal, Javanese chili, black ginger, mangosteen peel, Manila sapodilla leaves, pomegranate leaves, brotowali leaves and brotowali stems). Based on initial test, the in vitro test 2 was conducted to determine the minimum concentration. The in vitro test 2 showed that the minimum concentration (500 ppm) was obtained from white pepper . The in vivo test was conducted using infected fish. The in vivo test 2 showed that nine (white pepper, black pepper, clove flowers, galangal, Javanese chili, mangosteen peel, Manila sapodilla leaves, pomegranate leaves, brotowali leaves) herbals were not able to release leeches but deadly to the fish. Meanwhile, the in vivo test 2 concluded that black ginger (Curcuma aeruginosa Roxb.) and brotowali leaves (Tinospora cordifolia) in sea water at a concentration of 1000 ppm were effective in releasing leeches within 10 minutes and non toxic to fish.
RESPON LINTAH LAUT (Zeylanicobdella arugamensis) TERHADAP SALINITAS BERBEDA SECARA LABORATORIUM Mahardika, Ketut -; Mastuti, Indah; Zafran, Mr
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 2 No. 3 (2018): JFMR
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2018.002.03.9

Abstract

Infeksi lintah laut (hirudinea, Zeylanicobdella arugamensis) pada ikan kerapu dapat menimbulkan luka di bekas tempat menempelnya. Infeksi lintah juga dapat menurunkan daya tahan ikan terhadap infeksi mikroorganisme lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon lintah laut dan telurnya untuk hidup pada media dengan salinitas berbeda. Penelitian dilakukan secara laboratorium dengan menempatkan lintah laut pada cawan petri (diameter 8 mm). Sekitar 10-67 ekor lintah laut hidup ditempatkan dalam setiap satu cawan petri yang telah diisi air laut (salinitas 32 ppt). Lintah laut tersebut diinkubasi pada suhu ruang (29-31° C) selama 2 hari agar lintah bertelur dalam cawan petri. Selanjutnya, masing-masing cawan petri diganti airnya dengan air laut yang telah di saring (kertas saring 1µm) dengan salinitas: 30, 25, 20, 15, 10, 5 dan 0 ppt. Air pemeliharaan lintah laut diganti setiap dua hari sekali dengan air baru dengan salinitas yang sama. Lintah laut dan telunya diinkubasi pada suhu ruang selama 11 hari, Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lintah laut dapat bertahan hidup pada salinitas 5 sampai 30 ppt selama 11 hari, walaupun jumlahnya menurun (3,9-73,1%). Demikian pula dengan telur lintah, dapat berkembang dan menetas pada hari ke 9 – 11 (2,6-47,4%) setelah diinkubasi di salinitas 5-30 ppt. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lintah laut dan telurnya dapat hidup dan menetas pada media pemeliharaan air laut sampai air payau.
IDENTIFIKASI BAKTERI PADA LARVA IKAN TUNA SIRIP KUNING (Thunnus albacares) Mastuti, Indah; Setiadi, Ananto; Roza, Des; Mahardika, Ketut
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 4 No. 1 (2020): JFMR
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2020.004.01.1

Abstract

Perbenihan tuna sirip kuning (Thunus albacares) telah dilakukan sejak tahun 2015 di Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan, Gondol, Bali. Akan tetapi, dalam perbenihan tuna sirip kuning masih dihadapkan adanya tingkat kematian yang tinggi pada tahap larva. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri pada perbenihan larva tuna sirip kuning. Bakteri diisolasi dari larva umur 5, 10, 15, 20 hari setelah menetas pada media marine agar. Koloni bakteri yang tumbuh direisolasi berdasarkan morfologinya. Setiap isolat diidentifikasi secara molekuler berdasarkan urutan nukleotida dalam gen ribosom 16S menggunakan pasangan primer 27F dan 1492R. Kesamaan masing-masing urutan nukleotida dianalisis dengan BLAST. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 9 isolat bakteri dari larva ikan tuna sirip kuning yang tumbuh dengan morfologi berbeda. Hasil Analisa BLAST, bakteri tersebut memiliki kemiripan dengan Bacillus cereus, B. methylotrophicus, B. amyloliquefaciens, Pseudomonas plecoglossicida, P. putida dan Vibrio sp. strain voc. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal tentang bakteri yang ada pada larva ikan tuna sirip kuning.
SINTASAN DAN PERKEMBANGAN COCCON LINTAH LAUT (Zeylanicobdella arugamensis) PADA SUHU YANG BERBEDA Mahardika, Ketut; Mastuti, Indah; Zafran, Mr.
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 4 No. 1 (2020): JFMR
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2020.004.01.15

Abstract

Lintah laut (Zeylanicobdella arugamensis) merupakan ektoparasit yang sering menginfeksi ikan kerapu di keramba jaring apung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu inkubasi terhadap sintasan lintah laut dan perkembangan coccon (telur). Lintah laut dikoleksi dari ikan kerapu hibrida cantang (panjang total 5-7 cm) dan menempatkannya pada cawan petri. Sebanyak 108-232 ekor lintah laut hidup ditempatkan dalam setiap satu cawan petri yang telah diisi air laut dengan salinitas 32 ppt (total 16 cawan petri). Masing-masing 4 cawan petri di inkubasi dalam inkubator suhu 37, 30 dan 25 °C, dan suhu ruang 20-23 °C. Lintah laut dan coccon yang dihasilkan diinkubasi selama 18 hari, Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lintah laut dapat bertahan hidup selama: 3 hari pada suhu 36-37 °C, 10 hari pada suhu 29-30 °C, 13 hari pada suhu 20-23 °C, dan 15 hari pada suhu 25-26 °C. Akan tetapi, jumlah lintah laut yang bertahan hidup menurun seiring pertambahan waktu inkubasi. Rata-rata jumlah coccon yang berkembang pada suhu inkubasi 25-26 °C lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan suhu inkubasi lainnya. Coccon yang menetas menjadi larva lintah laut menunjukkan jumlah tertinggi (38,71±7,90% b) pada suhu inkubasi 25-26 °C dan berbeda nyata dibandingkan dengan jumlah coccon yang menetas pada suhu inkubasi 29-30 °C (3,86±2,95% a).  Sedangkan coccon pada suhu 36-37 °C dan 20-23 °C tidak ada yang menetas (0 a). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lintah laut dan coccon mampu bertahan hidup lebih lama dan menetas lebih banyak pada suhu 25-26 °C.