Claim Missing Document
Check
Articles

SPATIAL ADAPTABILITY PATTERN OF RIVERSIDE KAMPONG COMMUNITIES IN GANG NIBUNG SAMARINDA Rizky Nur Rahman; Ima Defiana; Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi
Journal of Architecture&ENVIRONMENT Vol 21, No 1 (2022)
Publisher : Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j2355262x.v21i1.a12354

Abstract

Each settlement has specific characteristics and characteristics based on their respective backgrounds. Gang Nibung Samarinda is an urban kampong settlement on the banks of the Karang Mumus River of Samarinda City. Characteristics of riverside settlements are different from settlements that do not have rivers, these characteristics can be reviewed from how the community adapts to be able to use space on housing and environment in riverside city villages. The community adapts to be able to meet its needs causing changes in residential space and environmental space. Characteristics of the condition of the Gang nibung settlement site, which is mainly surrounded by rivers, make the orientation of occupancy facing towards the river makes the space on the riverbank becomes used space for its people. This study uses field study methods in reviewing space adaptation activities in riverside villages. This research uses field study methods in reviewing space adaptation activities in the riverside village environment. The results showed that the adaptability pattern of space is influenced by the pattern of the type of clarity of the activity that is accommodated, the pattern of openness of the design of a space, and the pattern of the relationship of space with the surrounding environment.
Pendekatan Tema Sinergi pada Rancangan Pusat Media dan Penyiaran Muhammad Alfian Rizki Saputra; Sri Nastiti N. Ekasiwi; Arina Hayati
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.514 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v3i2.6471

Abstract

Media massa elektronik dengan lingkup siar luas harus dapat menawarkan konten siaran yang bermutu agar bisa dinikmati khalayak umum. Adanya Pusat Media dan Penyiaran, diharapkan dapat memproduksi program acara (Televisi, Radio, maupun Portal Berita) dengan konten yang terkait dalam satu manajemen yang sama, sehingga Pusat Media tersebut mampu meningkatkan kualitas produksi siarannya. Pendekatan tema sinergi dipilih sebagai sarana utama untuk menangani isu-isu desain yang muncul dari upaya penggabungan ketiga media massa ini. Isu utama yang harus diperhatikan berupa isu sirkulasi yang mengatur hubungan antar komponen aktivitas, dan isu teritorial yang berkaitan dengan pengaturan zona-zona berdasarkan tingkat interaksinya. Dalam proses desain, isu ini akan mempengaruhi perancangan tata ruang, fungsi ruang luar, dan gubahan massa bangunan.
Pendekatan Tema Ramah Lingkungan pada Rancangan Pusat Pelatihan Lingkungan Hidup Nur Maghfirotun Nisa; Sri Nastiti Ekasiwi; Arina Hayati
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3064.042 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v3i2.6752

Abstract

Pusat Pelatihan Lingkungan Hidup (PPLH) merupakan tempat kegiatan untuk memperoleh pengetahuan tentang pemanfaatan sumber daya alam lingkungan sekitarnya. PPLH dirancang untuk mengembangkan kawasan Gresik ke depannya sebagai kawasan berwawasan lingkungan. Dengan pendekatan tema ekologi arsitektur, rancangan pusat pelatihan ini mampu menjadi sebuah tempat yang dapat memenuhi wawasan edukasi dan pengolahan sumber daya alam yang ramah lingkungan. Dari memahami potensi sumber daya alam dan permasalahannya, PPLH di rancang dengan memanfaatkan potensi lingkungan eksisting (jenis tanah, kontur lahan dan material). Sehingga Pusat Pelatihan Lingkungan Hidup dapat mewadahi semua kegiatan pelatihan dan memberikan pengaruh positif di daerah Gresik dalam menciptakan daerah yang berwawasan lingkungan.
Transparansi Arsitektur dalam Proses Rancang Terminal Kampung Rambutan Dyastrid Rizca Rumayang; Sri Nastiti N. Ekasiwi; Arina Hayati
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.435 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v3i2.6818

Abstract

Terminal Kampung Rambutan sebagai salah satu terminal besar di Jakarta telah dikenal tidak ramah terhadap pengunjungnya, karena ketidakteraturan penataan sirkulasi, kepadatan pengunjung dan kesan kumuh yang ditimbulkan. Lokasi terminal berada berdekatan dengan dua jalur tol, menghubungkan antara ibukota dan kota di sekitarnya, sehingga terminal ini haruslah mempunyai fasilitas lengkap yang dapat membuat pengunjung merasa nyaman dan aman. Dari pokok utama permasalahan di Terminal Kampung Rambutan yaitu sirkulasi dan kepadatan pengunjung yang menimbulkan penghalang pandangan maka tema Transparan dibutuhkan sebagai pendekatan rancangan metafora teraga (tangible metaphor). Aplikasi tema transparan pada rancangan ini terlihat pada tampilan eksterior, interior, bahan material, bentuk geometri, dan ekspresi struktur ekspos yang digunakan.
Disorientasi Visual Dalam Revitalisasi Bioskop Kelud Charlie Lady Beauty Afriesta; Sri Nastiti Ekasiwi
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.006 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v4i2.12538

Abstract

Dalam merevitalisasi sebuah bangunan, banyak hal yang harus diperhatikan, salah satunya adanya aspek visual bangunan. Visual suatu bangunan harus diperhatikan, sebab aspek tersebut merupakan aspek yang berhubungan dengan indra penglihatan manusia. Dalam prosesnya, banyak cara untuk membentuk visualisasi bangunan yang akan direvitalisasi, salah satunya dengan cara disorientasi. Tujuannya adalah mempertahankan aspek yang memiliki nilai yang sesuai dengan bangunan tersebut. Hal ini pun terjadi dalam proses revitalisasi Bioskop Kelud Malang, bahwa aspek visual mampu menjadi tanda bagi lingkungan sekitar. Hal ini dapat berdampak pada kesan dan pandangan yang  dirasakan oleh pengamat.
Meningkatkan Eksistensi Kampung melalui Arsitektur sebagai Tantangan Modernisasi Kota Surabaya Aji Kurnia Sudarmawan; Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi; Kirami Bararatin
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (743.494 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.18160

Abstract

Surabaya, banyak aspek yang dapat menggambarkan seperti apa Surabaya itu. Tidak hanya sebagai kota Pahlawan yang digambarkan dengan monumen Tugu Pahlawan (Gambar 1). Surabaya sejak dulu selalu berkembang dengan budaya dan masyarakatnya. Kota Metropolitan, mungkin julukan tersebut yang dipandang masyarakat luas sekarang. Maka ada sebuah pertanyaan besar apabila kita semata-mata menyatakan kota metropolitan sebagai identitas Surabaya di luar lingkup besaran skala kota. Identitas kota pada hakekatnya adalah citra mental yang terbentuk dari ritme natural tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan waktu serta ditumbuhkan dari dalam secara mengakar oleh aktivitas sosial, ekonomi, dan budaya, serta mengacu pada makna individualitas yang mencerminkan perbedaan dengan objek lain serta pengenalannya sebagai entitas tersendiri. Citra mental Surabaya itu sendiri terdapat pada sebuah tempat yaitu “kampung” (Gambar 2). Kampung adalah bagian dari kota yang sekilas memberikan makna ruang yang menggambarkan identitas melalui berbagai entitas yang berbeda-beda. Perlu penyelesaian secara mikro untuk menggambarkan entitas yang berbeda-beda tersebut. Sebuah ruang yang menggambarkan sejarah dan interaksi sosial secara luas dan semestinya. Konsep kampung yang dikemas sebagai galeri sebagai objek wisata merupakan solusi untuk meningkatkan eksistensi kampung.
Kampung Ekologis Bantaran Sungai Semampir Putu Krisna Yudani; Sri Nastiti N. E; Kirami Bararati
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.671 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.18392

Abstract

Studi perancangan ini bertujuan sebagai penataan kampung bantaran sungai kawasan Semampir yang menjadi bagian komunitas Paguyuban Warga Strenkali Surabaya (PWSS) untuk mengubah anggapan negatif pemukiman stren kali yang kumuh dan mencemari lingkungan. Solusi berupa penggusuran dan relokasi justru menimbulkan pemasalahan baru bagi kota. Penataan kampung  pada bantaran sungai berupa resettlement diperlukan agar kawasan dapat menyediakan pemukiman yang layak dan ekologis. Potensi yang terdapat pada bantaran sungai sebagai ruang publik serta adanya karakteristik pemukim menjadi aspek perancangan dalam proses penataan kampung bantaran sungai. Diperlukan pula keterlibatan komunitas pemukim sebagai partisipator untuk perbaikan fungsi dan ekosistem bantaran sungai sehingga tercipta hubungan yang mutualisme antar elemen pemukim, bantaran sungai dan juga kota. Dengan adanya penataan ini, kualitas hidup pemukim meningkat serta selaras dengan alam.  
Bangunan Portabel Sebagai Solusi Kebutuhan Hunian Temporer yang Layak Huni Muchammad Irwan; Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi; Kirami Bararatin
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (606.75 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v5i2.19043

Abstract

Jumlah pengungsi di seluruh dunia mencapai angka 60 juta orang [1]. Pengungsi tersebut membutuhkan bantuan salahsatunya mengenai hunian atau tempat tinggal. Namun bedanya, para pengungsi tersebut hanya tinggal disuatu wilayah hanya untuk sementara. Membangun fasilitas khusus untuk pengungsi secara permanen bukan pilihan yang tepat mengingat suatu saat mereka akan pergi dari tempat tersebut dan bangunan tersebut akan terbengkalai. Bangunan portabel merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Bangunan portabel dapat mengurangi biaya konstruksi dan fungsi lahan dapat dikembalikan seperti semula.
Placemaking dalam Perancangan Rumah Susun Sewa Kurnia Manis Rumaningsih; Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.182 KB) | DOI: 10.12962/j23373520.v7i2.33313

Abstract

Rumah menjadi kebutuhan dasar seluruh manusia untuk membina keluarga dalam rangka menjaga kelangsungan hidup. Kebutuhan perumahan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang belum memiliki tempat tinggal akibat dari kurang tersedianya pasokan rumah. Dari permasalahan tersebut, muncul sebuah fenomena sosial yang disebut Backlog. Backlog merupakan sebuah kondisi yang terjadi ketika jumlah rumah tidak dapat mencukupi kebutuhan rumah per kepala keluarga. Backlog di perkotaan salah satunya dipengaruhi oleh laju urbanisme yang tidak dapat dikendalikan secara penuh. Akibatnya, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang melakukan kegiatan urbanisasi sulit mendapatkan tempat berhuni di lahan perkotaan. Atas permasalahan ini, diperlukan sebuah solusi hunian yang dapat memecahkan permasalahan tersebut. Hunian sewa hadir sebagai salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif yang tumbuh di masyarakat akibat kurangnya kemampuan masyarakat secara ekonomi. Hunian sewa dianggap sesuai untuk menyelesaikan masalah ini karena sistem dalam penyewaan hunian dapat disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Permasalahan lain yang dijumpai adalah kurangnya lahan perumahan di tanah kota. Oleh karena itu untuk memecahkan dua permasalahan ini, usulan yang diberikan adalah menciptakan hunian susun sewa. Dengan menggunakan metode Architecture Programming oleh Donna P. Duerk, tahapan pada perancangan ini adalah melalui pengumpulan fakta, mencari permasalahan, penentuan tujuan, penentuan syarat yang diperlukan dalam perancangan, serta menciptakan konsep. Pendekatan perilaku dipilih karena perancangan menitikberatkan pada pola perilaku yang terjadi pada Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Desain merupakan hunian yang mampu memberikan aksesibilitas yang mudah cepat. Selain itu, untuk menunjang terciptanya kehidupan sosial yang harmonis, desain menyediakan ruang-ruang yang dapat diakses oleh pengguna bangunan sebagai sarana bertemu, berkumpul dan bersosialisasi serta lokasi-lokasi yang mampu memberikan sarana rekreatif.­
Pembagian Area di Kampung Asuh sebagai Penerapan Pendekatan Arsitektur Perilaku Fabella Andinia Setiawan; Sri Nastiti Nugrahani Ekasiwi
Jurnal Sains dan Seni ITS Vol 7, No 2 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373520.v7i2.33550

Abstract

Didalam merancang terdapat berbagai cara untuk melakukan pendekatan terhadap objek rancang, salah satunya adalah dengan penerapan pendekatan arsitektural pada pembagian zoning ruang dan tatanan massa pada objek rancang itu sendiri. Seperti halnya pada Kampung Asuh, yang menerapkan Pendekatan Arsitektur Perilaku dalam pembagian zoning dan area berdasarkan perilaku dari penggunanya. Kampung Asuh itu sendiri merupakan objek arstektural yang memberikan sarana perlindungan dan pembinaan untuk anak terlantar. Dimana terdapat beberapa permasalahan pada anak terlantar di Indonesia, salah satunya adalah pandangan terhadap anak terlantar yang melekat erat dengan perilaku menyimpang. Untuk mewujudkan hal tersebut, adanya perpaduan dari Pendekatan Healing Environment dirasa perlu untuk memberikan kesan alam yang dapat memberikan kenyamanan pada anak terlantar sehingga memudahkan dalam proses penyembuhan psikologis anak, dan kemudian dapat merubah perilaku anak terlantar menjadi lebih baik.