Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Politik Islam Masa Orde Baru dan Masa Reformasi Adim, Abd.; Hasan, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi'in, Nuril
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.583

Abstract

Abstract This research discusses the correlation between Islamic politics during the New Order and Reformation era, how the Islamic movement influenced politics in Indonesia, and how these two political concepts influenced each other and contributed to the development and growth of the country even though there was political upheaval during the transition period from the New Order to the Reformation era. Islam first taught politics as a scientific discipline with the science of siyasah which consists of political concepts and principles in Islam such as Siyasah Dusturiyyah, Siyasah Dauliyyah, Siyasah Maliyyah, Siyasah Amiriyah, Siyasah Khalifah, and Siyasah Imamah. In general, Islamic politics has a very large movement, but when it was faced with government politics, Islamic politics is not able to dominate movements on the political stage in Indonesia. However, some of the Islamic values ​​can be embedded in the development of the country, even on a small scale as a reflection that the majority of the population is Muslim. Muslim who has always been involved in politics in Indonesia from time to time. Keywords: Politics, Islam, New Order Era, and Reformation Era Abstrak Penelitian ini membahas tentang korelasi antara politik Islam pada masa Orde Baru dan Reformasi, bagaimana pergerakan Islam pada perpolitikan di Indonesia, serta bagaimana kedua konsep politik tersebut saling mempengaruhi dan berkontribusi terhadap perkembangan dan pertumbuhan negara meskipun terjadi pergolakan politik di masa transisi yaitu politik di masa Orde Baru menuju masa Reformasi. Sedangkan Islam terlebih dahulu mengajarkan tentang politik sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu siyasah yang terdiri dari konsep dan prinsip politik dalam Islam seperti Siyasah Dusturiyyah, Siyasah Dauliyyah,, Siyasah Maliyyah, Siyasah Amiriyah, Siyasah Khalifah, dan Siyasah Imamah. Secara garis besar politik Islam sangat besar pergerakannya di Indonesia, namun jika dihadapkan dengan politik pemerintah, politik Islam tidak mampu mendominasi pergerakan di panggung perpolitikan di Indonesia, meskipun demikian sebagian dari nilai-nilai Islam bisa ditanamkan pada pembangunan negeri, walaupun dalam skala kecil sebagai cerminan bahwa mayoritas penduduk Islam beragama Islam yang selalu membersamai perpolitikan di Indonesia dari masa ke masa. Kata kunci: Politik, Islam, Orde Baru, dan Reformasi
Sistem Ketatanegaraan Ideal Menurut Ibnu Abi Rabi’ Gafur, Abdul; Hasan, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi'in, Nuril
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.591

Abstract

Abstract Ibn Abi Rabi's perspective on the concept of the state fundamentally differs from the thoughts of Greek philosophers like Plato and Aristotle, primarily due to the strong integration of the Islamic worldview in his thinking. While Ibn Abi Rabi’ agrees with Plato that a leader should be someone respected in society, he prefers monarchy as the best system of governance. He argues that leadership by a single king or ruler can maintain political stability and unity better than other forms of government such as aristocracy, oligarchy, democracy, and demagoguery, which can lead to chaos if citizens irresponsibly exercise their political rights. According to Ibn Abi Rabi’, the basis of a king's authority stems from religious teachings, particularly the Qur’an (QS. al-An’am: 165), which states that a king's power and authority are a mandate from God. He sets forth six criteria for an ideal king: paternalistic ties to the previous king, noble aspirations, precise and strong vision, resilience in facing challenges, substantial wealth, and loyal assistants, without emphasizing Quraysh lineage. Ibn Abi Rabi’ also identifies four main pillars in the formation of a state: the head of state, justice, the people, and management. By fulfilling these four pillars, he believes that the state will achieve political stability and strength. Keywords: system, constitutional, ideal, ibnu Abi Rabi' Abstrak Pandangan Ibn Abi Rabi’ mengenai konsep negara memiliki perbedaan mendasar dengan pemikiran para filosof Yunani seperti Plato dan Aristoteles, terutama karena integrasi kuat dari worldview Islam dalam pemikirannya. Ibn Abi Rabi’ sependapat dengan Plato bahwa pemimpin haruslah seseorang yang dihormati di masyarakat, namun ia lebih memilih bentuk pemerintahan monarki sebagai sistem yang terbaik. Menurutnya, kepemimpinan oleh satu orang raja atau penguasa tunggal mampu menjaga kestabilan dan persatuan politik negara, dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya seperti aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan demagogi yang dapat menyebabkan kekacauan jika warga negara menyalahgunakan hak politiknya. Dasar otoritas raja menurut Ibn Abi Rabi’ bersumber dari ajaran agama, khususnya Al-Qur’an QS. al-An’am: 165, yang menyatakan bahwa kekuasaan dan otoritas raja adalah mandat dari Tuhan. Ia menetapkan enam syarat bagi calon raja yang ideal, yaitu hubungan paternalistik dengan raja sebelumnya, aspirasi luhur, pandangan yang tepat dan kuat, ketahanan dalam menghadapi tantangan, kekayaan besar, dan pembantu setia, tanpa menekankan keturunan Quraisy. Ibn Abi Rabi’ juga mengemukakan empat pilar utama dalam pembentukan negara: kepala negara, keadilan, rakyat, dan pengelolaan. Dengan terpenuhinya keempat pilar tersebut, ia meyakini bahwa negara akan menjadi stabil dan kuat secara politis. Kata kunci : sistem, ketatanegaraan, ideal, ibnu Abi Rabi’
Rationality, Spirituality, and Social Well-Being in the Thought of Ibnu Tufail Sholihah , Mida Mar`atus; Hasan, Ahmadi; Umar, Masyithah; Khasyi`in, Nuril
Interdisciplinary Explorations in Research Journal Vol. 2 No. 2 (2024)
Publisher : PT. Sharia Journal and Education Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62976/ierj.v2i2.597

Abstract

Abstract This study examines the political thought of the Andalusian philosopher Ibn Tufail, whose seminal work Hayy ibn Yaqzan presents a philosophical discourse on the potential of human rationality in shaping societal welfare. Using a qualitative, hermeneutical approach, this research analyzes the conceptual framework underpinning Ibn Tufail’s perspectives on politics, economy, and spirituality. The findings suggest that Ibn Tufail’s political philosophy emphasizes the centrality of individual rational faculties in guiding human behavior, ethical conduct, and the organization of the polity. His narrative of Hayy, a self-taught man who develops a sophisticated understanding of the natural world and social dynamics through the power of reason alone, serves as a thought experiment to demonstrate the sufficiency of human intellect in attaining societal well-being. Furthermore, the study highlights Ibn Tufail's views on the management of scarce economic resources and the importance of aligning individual pursuits with the collective welfare. His ideas on the harmonious integration of material, intellectual, and spiritual realms provide a holistic framework for governing a just and prosperous society. The insights gleaned from this research contribute to a deeper understanding of the philosophical foundations of Ibn Tufail's political thought, which can inform contemporary discussions on the role of reason in addressing challenges in governance, social policy, and community development. The study also underscores the continued relevance of this Andalusian thinker's perspectives in the ongoing discourse on the relationship between the individual, the state, and the pursuit of the common good. Keywords: rationality, spirituality, social, ibnu Tufail Abstrak Penelitian ini mengkaji pemikiran politik filsuf Andalusia Ibnu Tufail, yang dalam karya monumentalnya Hayy ibn Yaqzan menyajikan wacana filosofis tentang potensi rasionalitas manusia dalam membentuk kesejahteraan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif-hermeneutis, penelitian ini menganalisis kerangka konseptual yang mendasari perspektif Ibnu Tufail tentang politik, ekonomi, dan spiritualitas. Temuan menunjukkan bahwa filsafat politik Ibnu Tufail menekankan sentralitas fakultas rasional individu dalam membimbing perilaku manusia, etika, dan organisasi sistem politik. Narasi tentang Hayy, seorang manusia yang belajar sendiri dan mengembangkan pemahaman canggih tentang dunia alam dan dinamika sosial melalui kekuatan akal semata, berfungsi sebagai eksperimen pemikiran untuk mendemonstrasikan kecukupan intelek manusia dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut, studi ini menyoroti pandangan Ibnu Tufail tentang pengelolaan sumber daya ekonomi yang langka dan pentingnya menyelaraskan tujuan individual dengan kesejahteraan kolektif. Ide-idenya tentang integrasi harmonis antara ranah material, intelektual, dan spiritual menyediakan kerangka holistik untuk memerintah masyarakat yang adil dan makmur. Wawasan yang diperoleh dari penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang landasan filosofis pemikiran politik Ibnu Tufail, yang dapat menginformasikan diskusi kontemporer tentang peran akal budi dalam mengatasi tantangan dalam tata kelola pemerintahan, kebijakan sosial, dan pembangunan masyarakat. Studi ini juga menekankan relevansi yang berkelanjutan dari perspektif pemikir Andalusia ini dalam wacana yang sedang berlangsung tentang hubungan antara individu, negara, dan pencapaian kebaikan bersama. Katakunci: rasionalitas, spiritualitas, sosial, ibnu Tufail