Artikel ini mengulas Bagaimana Kontribusi Hadratussyeikh KH. M. Hasyim Asy’ari Terhadap Eksistensi Pendidikan Agama Islam Bagi Kaum Perempuan dan Bagaimana Hadratussyeikh KH. M. Hasyim Asy’ari Memposisikan Perempuan. Beberapa hal penting yang dapat diambil dari artikel ini: (1) Menurut Hadratussyeikh KH. M. Hasyim Asy’ari perempuan belajar menulis hukumnya makruh. Makruh bukan berarti dilarang atau diharamkan akan tetapi makruh disini adalah makruh tanzih. Makruh tanzih adalah perkara yang di tuntut untuk di tinggalkan tapi dengan perintah yang tidak atau kurang tegas, sebagaimana kiai menjelaskan kemakruhan pada hukum ini adalah mubah. (2) KH. M. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa perempuan memiliki beberapa adab tertentu yang harus dilakukan apabila keluar dari rumah baik untuk bekerja maupun untuk keperluan lain nya yaitu harus sudah ada izin dari suaminya, dan ketika berada di luar tidak diperbolehkan bermuka murung, kotor atau mengenakan pakaian yang jelek dan ia harus menundukkan pandangan saat berjalan, tidak jelalatan dan berpura-pura tidak mengenal orang lain (laki-laki) yang mengenalinya. (3) Artikel ini mengungkap eksistensi perempuan dalam berbagai peran yaitu: a). Perempuan sebagai seorang ibu b). Perempuan sebagai seorang istri c). Perempuan sebagai anggota masyarakat. Jadi secara garis besar, artikel ini berusaha menganalisis Kontribusi Hadratussyeikh KH. M. Hasyim Asy’ari Terhadap Eksistensi Pendidikan Agama Islam Bagi Kaum Perempuan sehingga tidak ada lagi masyarakat dan budaya masyarakat yang masih menganggap perempuan berada di bawah laki-laki dan tempatnya hanya di dapur, sumur dan kasur tidak boleh berpendidikan tinggi, bekerja dan berkarir.This article reviews how The contribution of Hadratussyeikh KH M. Hasyim Asy'ari toward Existence of Islamic Religion Education for Women and How Hadratussyeikh KH.M. HasyimAsy'ari Positioning Women. Some important things were taken from this article: (1) According to Hadratussyeikh KH. M. Hasyim Asy'ari, woman learn to write, the law is makruh. Makruh does not mean prohibited or forbidden, but makruh was ’’makruhtanzih’’. Makruhtanzih was a matter that was demanded to be abandoned but with orders that were not or less firm, as Kyai explains, makruh in this law was permissible. (2) KH. M. HasyimAsy'ari explained that women have certain etiquette that have to followed when they leave the house, whether for work or other purposes, namely that they must have permission from their husband, and when they are outside they were not allowed to have a gloomy, dirty or wear bad clothes. and she has to lower her gaze when walking, does not wander around and does not pretend to not knew other people (men) who recognize her. (3) This article reveals the existence of women in various roles, that is: a). Woman as a mother b). Woman as a wife c).Women as members of society. Generally, this article attempts to analyze the contribution of Hadratussyeikh KH. M. HasyimAsy'ari toward Existence of Islamic Religion Education for Women so that there is no society and culture that still considers women always under men and their place was only in the kitchen, well and bed. they were not allowed to have high education, work and have a career.