Cokorda Bagus Jaya Lesmana
Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Published : 36 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

GAY DALAM DRAMATARI ARJA MUANI Wedastra, I Made; Lesmana, Cokorda Bagus Jaya
Medicina Vol 46 No 1 (2015): Januari 2015
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.864 KB)

Abstract

Aktivitas  seksual  dimana  pasangan  seksual  yang  dipilih  berasal  dari  sesama  jenis  yaitu  sesamalaki-laki disebut gay. Gay dalam masyarakat menjadi perdebatan, penolakan dan diskriminasi yangmenyebabkan gay lebih banyak menjadi depresi, cemas, dan menarik diri dari lingkungan sosial. Gayjuga  terdapat  pada  salah  satu  budaya Bali  yaitu  arjamuani. Tujuan  penelitian  ini  adalah untukmengetahui pengaruh kesenian arja muani terhadap psikologis gay sebagai penari dan tanggapanmasyarakat sekitar. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif terhadap penari arjamuaniyang gay dan masyarakat sekitar. Hasil penelitian menunjukkan gay yang menjadi penari arja muanimampu mengeskpresikan  diri mereka  dan  terbuka kepada masyarakat  sekitar  serta mengurangirasa cemas dan depresi. Masyarakat menerima keberadaan gay dalam arja muani karena arja muanimerupakan bagian dari kebudayaan Bali. [MEDICINA 2015;46:9-11].Sexual activity in which the sexual partner was selected from the same sex or both are male called gay.Gay in community became controversial, rejection and discrimination which made the gay more likelyto have depression, anxious and draw their self from social environment. Gays have been developed inBalinese culture that called arjamuani. The purpose of the study is to understand the influence of arjamuani art to the psychologies condition of the gay performers and community?s perspective. The studyheld by qualitative approach to the arjamuani performers who is a gay and the community aroundthem.The results show that arjamuani performers who are gay can express and open their self to thecommunity and also decrease feeling of depression and anxiety. The communities accept the gay inarjamuani, because it is a part of Balinese culture that must be continue. [MEDICINA 2015;46:9-11].
HIPNOTERAPI-SPIRITUAL PADA PENANGANAN ANAK-ANAK DENGAN POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER SETELAH BOM BALI 2002 Bagus Jaya Lesmana, Cokorda; Suryani, Luh Ketut
Medicina Vol 38 No 2 (2007): Mei 2007
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan efektivitas penerapan metode hipnoterapi spiritual terhadap posttraumatic stress disorder (PTSD) pada anak-anak yang menjadi korban peledakan bom. Anak-anak berumur 6-12 tahun yang menjadi korban peledakan bom teroris di Kuta, Bali pada tahun 2002, dan terdiagnosis dengan PTSD menjadi subyek dalam penelitian ini. Metode terapi yang digunakan merupakan terapi kelompok menggunakan teknik hipnoterapi-spiritual. Secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan dengan kesembuhan 77% pada kelompok eksperimen (N=48) pada 2 tahun follow up dibandingkan dengan 24% perbaikan yang ditunjukkan pada kelompok kontrol (N=178). Kesimpulan dari metode hipnoterapi-spiritual adalah sangat efektif, juga secara ekonomi. Teknik ini memiliki potensi sebagai bentuk terapi PTSD pada budaya-budaya lain.
Family support and quality of life of schizophrenia patients Ni Made Setiawati; Anak Agung Sagung Sawitri; Cokorda Bagus Jaya Lesmana
International Journal of Public Health Science (IJPHS) Vol 10, No 3: September 2021
Publisher : Intelektual Pustaka Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11591/ijphs.v10i3.20915

Abstract

Schizophrenia remains a global issue. More than half of those living with schizophrenia have yet to receive appropriate treatment that led to the impeded of their recovery and the low quality of life. This study aimed to understand the relationship between familial supports with the quality of life (QOL) of persons with schizophrenia. The cross-sectional study was conducted on randomly selected 161 outpatients at 13 community health centers (puskesmas). Family support and quality of life data were collected by interviewing the respondents with the Friedman’s family support questionnaire and WHO quality of life (WHOQOL-BREF) questionnaire. Subsequently, data was analyzed using logistic regression. The respondents have a mean age of 45 years, mostly males, have completed high school, mostly unemployed and unmarried. Instrumental (AOR=3.177; 95%CI 1.01-9.91) and appraisal support (AOR=7.620; 95%CI 2.83-20.4) were significantly associated with QOL. Conversely, no significant relationship was found between emotional (AOR=1.345; 95%CI 0.46-3.88) and informational (AOR=2.515; 95%CI 0.85-7.42) support toward QOL. Employment, being married and not experiencing relapse were significantly related to QOL. Instrumental support and appraisal support are important factors in determining the quality of life of persons with schizophrenia. Hence, the government needs to expand the roles of family and community to support these roles.
PERCEPTUAL MOTOR APPROACH LEBIH BAIK DARIPADA SPECIFIC BALANCE TRAINING DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK DENGAN AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD) DERAJAT 1 DI PUSAT LAYANAN AUTIS KOTA DENPASAR I Made Adi Widiantara; Susy Purnawati; Muh. Irfan; Cokorda Bagus Jaya Lesmana; Desak Made Wihandani; Ketut Tirtayasa
Sport and Fitness Journal Vol 8 No 2 (2020): Volume 8, No. 2, Mei 2020
Publisher : Program Studi Magister Fisiologi Keolahragaan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.389 KB) | DOI: 10.24843/spj.2020.v08.i02.p09

Abstract

Latar Belakang: Anak dengan ASD termasuk dalam gangguan kesehatan mental yang menunjukkan gangguan pada kontrol motorik dasar, gangguan pada kinerja otot dan ketrampilan motorik konsisten dengan dispraksia yang sering menimbulkan gangguan berupa keseimbangan dinamis. Tujuan: Untuk menganalisis intervensi fisioterapi berupa Perceptual Motor Approach dan Specific Balance Training dalam meningkatkan keseimbangan dinamis anak dengan ASD. Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental penelitian two group pre and post test design. Responden pada penelitian melibatkan 22 anak ASD di Pusat Layanan Autis (PLA) Kota Denpasar yang dibagi menjadi dua kelompok. Sebelas orang anak pada Kelompok I diberikan Perceptual Motor Approach, sebelas orang anak pada Kelompok II diberikan Specific Balance Training. Latihan diberikan tiga kali seminggu selama delapan minggu. Keseimbangan dinamis diukur dengan Four square step test. Waktu saat melakukan Four square step test diukur dengan stopwatch. Semakin lama waktu yang diperlukan maka keseimbangan dinamis semakin buruk. Hasil: Hasil analisis data keseimbangan dinamis menggunakan paired sample t-test pada Kelompok I menunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai p=0,000 pada rerata sebelum intervensi 15,6±3,09 detik dan setelah intervensi 11,7 ± 2,90 detik. Paired sample t-test pada Kelompok II menunjukkan perbedaan bermakna dengan nilai p=0,010 pada rerata sebelum intervensi 15,1±2,83 detik dan sesudah intervensi 14,6 ± 2,88 detik. Uji beda antara Kelompok I dan Kelompok II setelah intervensi menggunakan Independent sample t-test mendapat nilai p=0,030 (p< 0,05). Simpulan: Perceptual Motor Approach lebih baik daripada Specific Balance Training dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada anak dengan ASD derajat 1 di Pusat Layanan Autis Kota Denpasar.
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA LANJUT USIA DI PUSKESMAS ABIANSEMAL II, BADUNG Desak Made Suci Nirmala; Cokorda Bagus Jaya Lesmana
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 2 (2019): Vol 8 No 2 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.296 KB)

Abstract

Lanjut usia merupakan usia yang telah dicapai oleh seseorang lebih dari 60 tahun. Gangguan mental umum yang sering terjadi pada lansia sekitar 154 juta orang di seluruh dunia mengalaminya adalah depresi yang ditandai dengan suasana hati tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, gangguan makan atau tidur, serta berkurangnya energi. Depresi pada lansia sebagai faktor emosional dapat menyebabkan gangguan tidur pada lansia salah satunya adalah insomnia sekitar 22% kasus. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di Puskesmas Abiansemal II, Badung. Desain pada penelitian ini menggunakan cross-sectional dengan variabel independen (tingkat depresi) dan variabel dependen (kejadian insomnia). Pengambilan sampel menggunakan systematic random sampling dengan jumlah sampel 93 responden. Penelitian ini berlokasi di posyandu lansia Banjar Bindu dan Sedang yang dilakukan dari bulan Maret sampai September 2016. Instrumen penelitian ini menggunakan Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15) untuk menilai tingkat depresi dan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk menilai kejadian insomnia. Penelitian ini menggunakan uji Chi-Square didapatkan data Likelihood Ratio X2 adalah 7,930 dan p value < 0,05. Kesimpulan pada penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan kejadian insomnia pada lanjut usia di Puskesmas Abiansemal II, Badung. Kata kunci: depresi, insomnia, lanjut usia, GDS, PSQI
Gambaran depresi dan faktor yang memengaruhi pada remaja yatim piatu di Denpasar Krisnhaliani Wetarini; Cokorda Bagus Jaya Lesmana
E-Jurnal Medika Udayana Vol 7 No 2 (2018): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.755 KB)

Abstract

Depression among orphaned teenagers is a vulnerable mental health disorder that occurs as an impact of the absence of an adequate relationship and affection from parents since childhood period. Cross-sectional analytical study was carried out, enrolling 93 orphaned teenagers from three orphanages in Denpasar City. Sociodemographic data were obtained using questionnaires and level of depression were classified based on Beck’s Depression Inventory. The level of depression among orphaned teenagers respectively, normal (60.2%), mild depression (18.3%), moderate depression (15.1%), and severe depression (6.5%). Logistic regression analysis showed that the only sociodemographic factor that significantly related to depression is gender, boys were about 39% less-likely to experience depression than girls (OR=0.39; p=0.03). Depression is prevalent among girl orphans, thus counseling and social support are needed to overcome the occurrence of depression among orphaned teenagers in Denpasar. Keywords: depression, teenager, orphans
TINGKAT DEPRESI POSTPARTUM PADA IBU MENYUSUI DI PUSKESMAS DENPASAR TIMUR I Kadek Rudita Yasa; Cokorda Bagus Jaya Lesmana
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 12 (2019): Vol 8 No 12 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.249 KB)

Abstract

ABSTRAK Depresi postpartum adalah keadaan depresi yang dialami oleh seorang ibu pascamelahirkan. Depresi postpartum mempengaruhi penurunan maupun penghentian prosespemberian Air Susu Ibu (ASI) pada ibu menyusui. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui tingkat depresi postpartum pada ibu menyusui. Penelitian ini merupakan jenispenelitian observasional deskriptif dengan pendekatan crossectional. Teknik pegambilansampel dilakukan dengan consecutive sampling menggunakan 53 sampel. Penelitian inimenggunakan analisis bivariat serta distribusi frekuensi tabulasi silang untuk menilai tingkatdepresi postpartum pada ibu menyusui. Tingkat depresi dinilai dengan Edinburgh PostnatalDepression Scale (EPDS). Tingkat depresi postpartum pada ibu menyusui yaitu 30,2%diantaranya ibu menyusui dengan usia rata-rata 30,62 tahun (SB=7,962), berpendidikanPerguruan Tinggi 9 orang (56,2%), semuanya berstatus menikah dan mendapatkan dukungansosial keluarga (100,0%), memiliki jumlah anak lebih dari satu 9 orang (56,2%),berpenghasilan kurang dari satu juta 10 orang (62,5%), ibu yang bekerja 10 orang (62,5%),melakukan persalinan seksio sesaria 11 orang (68,8%), memiliki jumlah anak yang samaantara laki-laki dan perempuan 8 orang (50,0%). Tingkat depresi postpartum ibu menyusuimemiliki hubungan signifikan dengan jumlah penghasilan (p=0,010) dan pilihan persalinan(p=0,014). Dapat disimpulkan bahwa tingkat depresi postpartum di Puskesmas DenpasarTimur I sebesar 30,2%. Faktor penghasilan dan pilihan persalinan ibu menyusuimempengaruhi tingkat depresi postpartum. Kata kunci: depresi postpartum, Edinburgh Postnatal Depression Scale, ibu menyusi
HUBUNGAN DEPRESI DAN KUALITAS HIDUP PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI BALI 2015 Luh Putu Feby Sriandari; Cokorda Bagus Jaya Lesmana
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 5 (2019): Vol 8 No 5 (2019): Vol 8 No 5 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.944 KB)

Abstract

Depresi adalah masalah psikologis yang paling sering timbul pada pasien penyakit ginjalkronis (PGK) yang menjalani hemodialisis. Depresi dapat mempengaruhi kualitas hidupyang dapat mempengaruhi angka rawat inap dan mortalitas pasien. Penelitian analitikpotong lintang dilakukan pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis di Rumah SakitUmum Pusat (RSUP) Sanglah. Responden yang memenuhi kriteria inklusi kemudianmengisi kuesioner BDI-II dan KDQOL-SF. Uji regresi dilakukan untuk mengetahuihubungan antara depresi dan kualitas hidup. Seratus responden yang mengisi kuesionerterdiri dari 66 (66%) orang laki-laki. Rerata usia responden adalah 49,75±13,38 tahun,p=0,86. Angka prevalensi depresi sebesar 44%. Kualitas hidup pasien secara umumadalah buruk (55%). Depresi tidak berhubungan secara bermakna terhadap kualitas hiduppasien yang menjalani hemodialisis. Depresi berat merupakan faktor yang palingdominan berpengaruh terhadap kualitas hidup yang buruk (OR 8,00; p=0,062) diikutidepresi sedang (OR 2,67; p=0195) dan depresi ringan (OR 2,40; p=0,067). Angkaprevalensi depresi sangat tinggi pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalanihemodialisis. Semakin tinggi derajat depresi pasien maka dapat meningkatkankemungkinan mendapat kualitas hidup yang buruk. Kata kunci: depresi, kualitas hidup, hemodialisis, PGK, BDI-II, KDQOL-SF
TINGKAT CEMAS FAMILY CAREGIVER PADA PASIEN LANJUT USIA DI RUANG GANDASTURI RSUP SANGLAH Kadek Adindya Pradnya Putri; Ni Ketut Sri Diniari; Lely Setyawati Lely Setyawat; Cokorda Bagus Jaya Lesmana
E-Jurnal Medika Udayana Vol 10 No 10 (2021): Vol 10 No 10(2021): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2021.V10.i10.P18

Abstract

Kecemasan adalah sebuah reaksi yang timbul dari suatu masalah atau stresor. Reaksi kecemasan dapat bermacam-macam, ada pula yang smenjadi semakin parah dan menjadi sebuah gangguan kecemasan. Keluarga bertanggung jawab sebagai family caregiver, artinya sebagai orang terdekat yang bertanggung jawab membantu keluarga yang sudah lanjut usia. di tengah tuntutan sebagai family caregiver yang semakin berat dan beban semakin lama semakin sulit. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui tingkat kecemasan family caregiver pada pasien lanjut usia di Ruang Gandasturi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan studi cross sectional. Sampel dipilih dari populasi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Penilaian tingkat kecemasan menggunakan kuisioner kecemasan DASS 42 dan dianalisi menggunakan software SPSS versi 22. Hasil penelitian menunjukkan family caregiver pada pasien lanjut usia di Ruang Gandasturi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar terbanyak pada anak kandung sebesar 50%, didominasi oleh jenis kelamin perempuan (62,5%) dan kelompok umur 26-40 tahun sebesar 43%, tingkat pendidikan paling tinggi didominasi oleh SMA (41,6%), memiliki pekerjaan (41,6%), bertempat tinggal di Denpasar (59,7%), dan sedang menghadapi masalah lainnya 65,2%. Tingkat cemas family caregiver, sebanyak 23,6% mengalami cemas ringan, 47,2% cemas sedang dan 29,1% cemas berat. Temuan ini bermanfaat karena dapat memberikan wawasan mengenai gambaran tingkat cemas family caregiver pada pasien lanjut usia di Ruang Gandasturi, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Perlu dilakukan penelitian analitik lebih lanjut guna mencari hubungan antara berbagai variabel karakteristik. Kata Kunci: Tingkat cemas, family caregiver, pasien lanjut usia
Karakteristik Pasien Relapse pada Pasien Skizofrenia dan Faktor Pencetusnya di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali Bintang Malam Gemilang; Cokorda Bagus Jaya Lesmana; Luh Nyoman Alit Aryani
E-Jurnal Medika Udayana Vol 6 No 10 (2017): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (260.714 KB)

Abstract

Background: Schizophrenia is persisting psychotic disorder that need a long-term medication. There’s a remission period butpositive symptoms tend to reemerge and ER is necessary. This study made to identify the prevalence of relapse and its triggeringfactor in the asylum of Bali.Method: 41 sample was taken from the medical record room in Asylum of Bali. The characteristic of patient taken from the ERreport. The data then extracted into the, organized, and analyzed. Result: 41 sample acquired with gender comparison of man61% and woman 39%. It is found that compliance to medication as a risk factor with the result of chi-square X2(1, N=38) = 7.057,P<0,05. The mean of shortest range between relapse is 410,9 days, and longest range between relapse is 1071,8 days. Negativecorelation is found between the number of time relapse occurence and the range between relapse occurence with R(41)=0,210,P=0,226.Conclusion: In this study, 41 patients taken randomly. Compliance to medicine became one of the most important factor.Themore relapse a experienced, the less time needed for reoccurence.