Penetapan garis sempadan danau sebagai bagian dari upaya perlindungan ekosistem perairan seringkali berbenturan dengan kepentingan pemilik lahan yang telah mengantongi sertifikat hak milik. Penelitian ini bertujuan menganalisis implementasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28 Tahun 2015 di kawasan sempadan Danau Limboto, khususnya terkait pengaruh regulasi tersebut terhadap hak atas tanah bersertifikat, pembatasan pemanfaatan lahan, larangan penerbitan sertifikat baru, serta ketidakpastian mekanisme ganti rugi. Pendekatan yuridis-empiris digunakan dengan mengombinasikan data primer melalui wawancara mendalam terhadap aparat kelurahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan masyarakat terdampak dan data sekunder berupa dokumen peraturan, kebijakan, serta literatur hukum pertanahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sertifikat hak milik yang diterbitkan sebelum penetapan garis sempadan tetap diakui secara hukum, pemilik lahan mengalami pembatasan ketat dalam pemanfaatan tanah, yang memicu konflik sosial dan hambatan administratif. Selain itu, implementasi regulasi dihadapkan pada tantangan berupa ketidaksinkronan data spasial dan ketiadaan mekanisme kompensasi yang jelas dan adil. Temuan ini mengindikasikan perlunya harmonisasi kebijakan antarsektor, sosialisasi yang lebih masif, penegakan hukum yang proporsional, serta penyusunan skema ganti rugi yang transparan dan partisipatif guna menyeimbangkan kepentingan perlindungan lingkungan dan penghormatan terhadap hak-hak kepemilikan tanah.