Claim Missing Document
Check
Articles

HUBUNGAN POLA MAKAN, PEMBERIAN ASI, IMUNISASI DAN AKTIVITAS KE POSYANDU DENGAN KEJADIAN BAWAH GARIS MERAH PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG EMPAT KAYU LAPIS SEKADAU Ayu Rizky; Andri Dwi Hernawan; Indah Budiastutik
Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa Vol 5, No 4 (2018): Jurnal Kesmas (Kesehatan Masyarakat) Khatulistiwa
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.405 KB) | DOI: 10.29406/jkmk.v5i4.1758

Abstract

Balita Bawah Garis Merah adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat. Angka kejadian BGM pada balita di Puskesmas Simpang Empat Kayu Lapis Sekadau tahun 2014 sebesar 4,72%. Data primer tahun 2015 didapat balita BGM sebesar78,6%. Penelitian bertujuan mengetahui pola makan, pemberian ASI, imunisasi dan aktivitas ke posyandu yang berhubungan dengan kejadian BGM pada balita di wilayah kerja Puskesmas Simpang Empat Kayu Lapis Sekadau. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sampel penelitian sebanyak 70 responden ditentukan dengan menggunakan purposive sampling. Uji statistik yang digunakan   uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein (p value=0,001, PR=0,833, CI 95%=0,097-0,286), ASI Eksklusif (p value=0,005, PR=6,462, CI 95%=1,869-22,345), durasi pemberian ASI (p value=0,005, PR=6,462,   CI   95%=1,869-22,345),   rutin   ke   posyandu   (p   value=0,042, PR=1,385, CI 95%=1,174-1,634) dengan kejadian BGM pada balita. Variabel yang tidak berhubungan yaitu imunisasi (p value=1,333). Disarankan kepada ibu balita untuk lebih memperhatikan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan tanpa tambahan makanan lain, serta memberikan makanan yang mengandung karbohidrat (nasi, roti, singkong, jagung, mie, sagu dan bihun), protein (daging, telur, ikan lele, tahu, jamur, buncis, kecambah dan brokoli) dan lemak (minyak kelapa, susu, dan mentega)  yang dapat bermanfaat dalam pemenuhan status gizi balita. Dan ibu lebih aktif berkunjung ke posyandu di setiap desanya dalam memantau status gizi balitanya.
PEMANFAATAN TANAMAN OBAT OLEH MASYARAKAT SUKU MELAYU DI KABUPATEN SAMBAS Resky Nanda Pranaka; Fathul Yusro; Indah Budiastutik
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol 13 No 1 (2020): Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/jtoi.v13i1.1887

Abstract

ABSTRACT Medicinal plant was used to solve the health problems by community both for prevention and medication. The medicinal plants utilization has a pivotal role on the sustainability and biodiversity of plants. Sambas Regency of West Kalimantan is dominated mostly by Malay ethnicity. They have different perspective in medicinal plants utilization, using a system of religion and belief that is continuously handed down from generation to generation. The study aims to analyze the patterns of medicinal plants utilization, plant use values, the degree of community approval, the most important plant species and to analyze the influence of socio-economic factors in the utilization of traditional medicinal plants, especially the Malay ethnic community in Sambas Regency. The study was conducted in Teluk Keramat Subdistrict (Sungai Serabek village, Sungai Baru village) and Tekarang (Sempadian village) where 80% of the population knew the use of medicinal plants. The data was collected by interview and observation to the head of the family or housewife with a purposive sampling technique. The data was analyzed using botany indexes i.e. Use Value (UV), Informant Consensus Factor (ICF), Fidelity Level (FL), and socio-economic factors using Chi Square test. The highest ICF value of 233 species for 103 groups of diseases, namely smallpox (1), promoting the brain (1), ear pain (1), and appendicitis (1). The highest value of FL are 81 species. The highest values of UV ​​is sirih (0,4926), follow by kunyit (0,3312), sirsak (0,3185), bawang merah (0,2994), kalimao (0,2972), jahe merah (0,2314), kumis kucing (0,1996), saudagar (0,1911), jambu biji putih (0,1614), mengkudu (0,1486), pegagan (0,1338), kencur (0,1253), cocor bebek (0,1253), cengkodok (0,1168), and sirih merah (0,1040). The socio-economic factors that influence the utilization of traditional medicinal plants are gender, age, and religion. Keywords: Sambas regency, melayu ethnic, medicinal plants ABSTRAK Pemanfaatan tanaman obat merupakan salah satu solusi masalah kesehatan dimasyarakat baik untuk pencegahan maupun pengobatan. Penggunaan tanaman obat berdampak besar terhadap kelestarian dan keanekaragaman hayati tumbuhan. Kabupaten Sambas merupakan wilayah di Kalimantan Barat yang sebagian besar masyarakatnya ber-etnis (Suku) Melayu. Mereka memanfaatkan tumbuhan obat dengan cara pandang yang berbeda yakni menggunakan sistem religi dan keyakinan yang terus-menerus dan turun-temurun.. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola pemanfaatan tumbuhan obat, nilai guna tumbuhan, derajat persetujuan masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan obat, dan jenis tumbuhan yang paling penting serta menganalisis pengaruh faktor sosial ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan tanaman obat tradisional khususnya masyarakat suku melayu Kabupaten Sambas. Penelitian dilakukan pada Kecamatan Teluk Keramat (desa Sungai Serabek, desa Sungai Baru) dan Kecamatan Tekarang (desa Sempadian) yang secara persentase 80% mengetahui penggunaan tumbuhan obat. Proses pengambilan sampel adalah melalui wawancara dan observasi dengan informan Kepala Keluarga atau Ibu Rumah Tangga menggunakan teknik purposive sampling. Data dianalisis menggunakan beberapa indeks seperti Use Value, Informant Consensus Factor, dan Fidelity Level, sedangkan sosial ekonomi faktor dianalisis menggunakan Chi Square test. Nilai ICF tertinggi dari 233 spesies untuk 103 kelompok penyakit yakni cacar, keremut (1), mencerdaskan otak (1), sakit telinga (1), dan usus buntu (1). Nilai FL tertinggi (100%) sebanyak 81 spesies. Nilai UV tertinggi adalah sirih (0,4926), diikuti oleh kunyit (0,3312), sirsak (0,3185), bawang merah (0,2994), kalimao (0,2972), jahe merah (0,2314), kumis kucing (0,1996), saudagar (0,1911), jambu biji putih (0,1614), mengkudu (0,1486), pegagan (0,1338), kencur (0,1253), cocor bebek (0,1253), cengkodok (0,1168), dan sirih merah (0,1040). Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh dalam pemanfaatan tanaman obat tradisional adalah jenis kelamin, umur, dan agama.
Diversity of Medicinal Plants Used by Traditional Healers of Dayak Desa Tribe in the Villages of Kebong and Merpak, Sintang Regency Fathul Yusro; Resky Pranaka; Indah Budiastutik; Yeni Mariani
Jurnal Biologi Tropis Vol. 20 No. 3 (2020): September - Desember
Publisher : Biology Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Mataram, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jbt.v20i3.2010

Abstract

Dayak Desa is a sub-tribe of a large group of Dayak tribes in West Kalimantan. Within the tribal community, it is estimated that there are still several traditional healers (battra) practicing traditional medicine. This study aims to identify the existence of traditional healers from the Dayak Desa tribe in the villages of Kebong and Merpak, analyze the species of medicinal plants used by traditional healers of Dayak Desa and analyze the similarities/ differences in knowledge of medicinal plants possessed by traditional healers and the general communities in Kelam Permai Sub-district. This study used an in-depth interview method to traditional healers from the Dayak Desa tribe with questionnaire aids, which contains questions related to the species of medicinal plants used in their practice. Data analysis was in the form of many species of medicinal plants used by traditional healers, plant families, habitus and parts of plants used, methods of processing and use, location, and sources of medicinal plants taken. The results showed that in Kebong and Merpak villages, there were still four traditional healers practicing traditional medication and using 59 species of medicinal plants. There are 39 species of plants used by traditional healers and also used by the communities, while 20 species others only used by traditional healers. The highest use is found in the family of Poaceae (5 species), herb habitus (37%), processing method by boiling (30%), and administration method by drinking (29%), and paste (29%), the form of single-use and mixture is quite balanced (49 and 48%). The primary source of obtaining medicinal raw materials comes from the yard (57%), and plant sources come from wild growing (59%). The knowledge of medicinal plants possessed by traditional healers should be continued documented; thus, the diversity of medicinal plants can be preserved for the next generation.
Faktor Risiko Stunting pada anak di Negara Berkembang Indah Budiastutik; Muhammad Zen Rahfiludin
Amerta Nutrition Vol. 3 No. 3 (2019): AMERTA NUTRITION
Publisher : Universitas Airlangga, Kampus C, Mulyorejo, Surabaya-60115, East Java, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (921.599 KB) | DOI: 10.20473/amnt.v3i3.2019.122-129

Abstract

Background: The problem of stunting occurs in developing countries including Indonesia. In Indonesia the prevalence of child stunting is 30.8%, still above the world prevalence, which is 22.2%. The prevalence of stunting in sub-Saharan Africa is 34.5%, in Ethiopia is 52.4%, and the prevalence of stunting in Congo is 40%. While WHO stipulates that nutrition problems should not exceed 20%. Stunting could inhibit linear growth, development and degenerative diseases later in adulthood.Objective: This review discussed the risk factors of child stunting in developing countries.Discusion: One of the causes of increased stunting in children was due to inadequate nutritional intake in a long period. Stunting was often not realized by parents and only visible after the age of 2 due to low stature. Based on the results of the literature review the likelihood of stunting in developing country were: 16.43 times morelikely due to low birth length, 3.27 times higher due to maternal education, 2.45 times higher if the children were living in rural area, 4.5 times higher due to low birth weight, no risk Antenatal Care increase the risk 3.4 times, 6.38 times higher due to no immunization, and no exclusive breastfeeding increase the risk of stunting 4.0 times.Conclusion: The risk factor for child stunting in developing countries are exclusive breastfeeding, socioeconomic, low birth weight, length of birth, low maternal education, infectious disease.ABSTRAKLatar Belakang: Masalah stunting (stunting) yang terjadi di Negara Berkembang seperti Indonesia masih tinggi yaitu 30,8% masih  di atas dunia yaitu 22,2%.  Stunting di sub sahara Afrika 34,5%, di Ethiopia  52,4%, prevalensi stunting di Congo 40%. Word Health Organization sudah menentukan bahwa terjadinya masalah gizi suatu negara sebaiknya kurang dari 20%. Stunting memiliki risiko gangguan pertumbuhan, perkembangan dan penyakit degeneratif pada usia dewasa nanti.Tujuan: Review ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risikos apa saja yang dapat menentukan terjadinya stunting anak di Negara berkembang.Ulasan: Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa salah satu penyebab stunting pada anak adalah karena tidak terpenuhinya gizi yang baik pada kurun waktu yang panjang dan sering kali tidak disadari oleh orang tuanya sehingga setelah anak usia di atas 2 tahun baru terlihat bahwa anaknya mengalami stunting. Berdasarkan hasil literatur review menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya stunting adalah panjang lahir berisiko 16,43 kali, pendidikan ibu yang rendah berisiko 3,27 kali, serta anak yang tinggal di desa berisiko 2,45 kali,  BBLR berisiko 4,5 kali, tidak ANC berisiko 3,4 kali, tidak imunisasi berisiko 6,38 kali, dan tidak ASI Eksklusif berisiko 4,0 kali  adalah merupakan faktor risiko  stunting anak di negara berkembang.Kesimpulan: Hasil sintesis ini secara konsisten yang menjadi faktor risikos terjadinya stunting pada anak di negara berkembang adalah tidak diberikan ASI eksklusif, sosial ekonomi, berat bayi lahir rendah, panjang lahir, pendidikan ibu rendah, penyakit infeksi.
Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Karya Mulia Kota Pontianak Rahmah Rahmah; Indah Budiastutik; Ottik Widyastutik
Jumantik Vol 7, No 1 (2020): JUMANTIK: Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/jjum.v7i1.2158

Abstract

Pembangunan sumber daya manusia tidak terlepas dari upaya kesehatan khususnya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi  Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah Air Susu Ibu (ASI) yang diperoleh. Secara global, lebih dari 10 juta anak dengan usia dibawah 5 tahun meninggal setiap tahunnya. Secara Nasional data pemberian ASI Ekslusif di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 55,7% dan 44,3% tidak memberikan ASI secara Ekslusif. Tujuan penelitian  ini adalah untuk mengetahui Faktor apa saja yang berhubungan dengan pemberian susu formula pada bayi 0-6 bulan di Puskesmas Karya Mulia Kota Pontianak tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional sampel dalam penelitian ini sebesar 37. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Total Sampling, dan analisis uji statistik yang digunakan adalah Chi Square. Data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Hasil Dari 37 sampel yang diambil didapatkan bahwa ada hubungan antara Dukungan suami (p value =0,000 PR: 5,806), Promosi Susu Formula (p value =0,000 PR: 3,383), akses informasi (p value =0,000 ), dukungan petugas kesehatan (p value =0,002 PR:2,170 ), dan Tidak Ada hubungan antara Inisiasi menyusu Dini (IMD) dengan pengunaan susu formula pada bayi 0 – 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Karya Mulia tahun 2017 (p value =0,06  PR:1,385). Saran  Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar dilakukan sosialisasi mengenai Asi Ekslusif baik  melalui media sosial dan intenet. Kerja sama lintas sektor untuk lebih dikuatkan guna meningkatkan peran lintas sektor dalam mempromosikan asi Ekslusif.
Determinant of Stunting in Indonesia: A Review Article Indah Budiastutik; Sri Achadi Nugraheni
International Journal of Healthcare Research Vol. 1 No. 2 (2018)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (758.85 KB)

Abstract

Background: Stunting prevalence data in Indonesia has sufficient number relatively similar with riskesdas result year 2007 (36.8%), 2010 (35.6%) until 2013 increase to 37.2% (1), although riskesdas 2018 result decline 6.4%. It becomes 30.8% (2), but the problem of stunting in Indonesia is still above prevalence globally, 22.2% (3). WHO determines definition of nutrition case is fewer than 20% (4), therefore Indonesia included to state which has public health problem, especially stunting case. Stunting has long risk such as PTM when going adult, though it can be prevented early.Objective: this article review aims to identify determinant factors which take a risk to stunting of Indonesian children.Methodology: We applies concept framework from WHO about stunting on children. By using designs of non-randomized control trials, observational studies, this article review applied through browsing the article using Google scholer, Proquest, Medline and several on line journals which published 10 years latest, then taking research subject of mother and child, Research applied in West Kalimantan.Result: From browsing finding obtained 2.435 relevant articles to conduct the citation, there are 2.122 completed the requirement after conducting the title and absract review, after carrying out the screening throuh full text review of articles obtained 360 titles, then 15 articles which completed the inclusive/ exclusive criteria. Based on literature finding of review consistently shows that giving inclusive mother‘s milk, low economic status of household, premature birthing, length of birthing and low education of mother, and also children live in the village, bad sanitation, and the culture is a determinant factor of children stunting in Indonesia.Conclusion: From the comprehensive synthesis concerning stunting on Indonesian children can be found out who is the most susceptible of stunting and the factors influence of stunting on children.
Gambaran Asupan Energi, Protein, Lemak, Serat, dan Status Gizi pada Siswa Pra-Sekolah yang Mendapatkan Feeding dan Non- Feeding Nungki Amelia Putri; Indah Budiastutik; Dedi Alamsyah
Jumantik Vol 6, No 1 (2019): JUMANTIK: Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan
Publisher : Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.595 KB) | DOI: 10.29406/jjum.v6i1.1996

Abstract

Anak usia pra sekolah sedang mengalami masa tumbuh kembang yang relatif pesat. Berdasarkan RISKESDAS tahun 2010, asupan energi dan protein anak usia 5 – 6 tahun dibawah kebutuhan minimal. Penelitian ini termasuk jenispenelitian deskriptif, yang bertujuan melihat gambaran asupan energi, protein, lemak, serat dan status gizi pada siswa prasekolah yang mendapatkan feeding dan non feeding. Data dikumpulkan dari 60 responden. Asupan energi, protein, lemak, dan serat diukur melalui wawancara menggunakan kuesioner food recall 1 x 24 jam dan status gizi menggunakan indikator IMT/U. Hasil menunjukkan bahwa 96,7% responden feeding dan 66,7% responden non-feeding cukup asupan energi, 100% responden feeding dan 76,7% responden non-feeding cukup asupan protein, 100% responden feeding dan 76,7% responden non-feeding cukup asupan lemak, 100% responden feeding dan 96,7% responden non-feeding rendah asupan serat, 20% responden feeding dan 13,3% responden non-feeding mengalami obesitas. Disarankan pada TKIT model school feeding diharapkan lebih meningkatkan mutu pelayanan menu makanan di sekolah, pada TKIT model non school feeding diharapkan lebih aktif memberikan arahan kepada orang tua wali berkaitan dengan bekal makanan yang tinggi nutrisi yangdibawa anak.
Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Usia 6-59 Bulan Suzanna Suzanna; Indah Budiastutik; Marlenywati Marlenywati
Jurnal Vokasi Kesehatan Vol 3, No 1 (2017): Januari 2017
Publisher : Poltekkes Kemenkes Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.604 KB) | DOI: 10.30602/jvk.v3i1.103

Abstract

Abstract: Analyze Factors Related To The Nutrional Status On Children Aged 6-59 Months. Nutritional problem among infants is considered as the main health issue. Children under the age of 5 regarded to vulnerable age group. This study aimed at figuring out the  factors related to nutritional status of children aged 6-59 months at publich health centre in North Singkawang in Singkawang city. Cross sectional approach was carried out in this study. As many as 96 children aged 6-59 months were employed as the samples.  This study was conducted from March to may 2014. Meanwhile, proportional random sampling was utilized as the data collection technique. Then, the data were statistically analyzed by using chi square test.The study revealed were significant correlation of maternal education (p value=0,000), maternal nutritional knowledge (p value=0,022), parenting styles (p value=0,000), infectious disease (p value=0,000), energy intake (p value=0,000), protein consumption (p value=0,000), and nutritional status of children aged 6-59 months at publich health centre in Singkawang Utara. There were correlation of maternal age during pregnancy (p value= 0,877), number of children (p value=0,938), eating pattern p value=0,688), and nutritional status of children. Suggestion As a result, local institutions and public health centers are encouraged to enhance  health information, particularly infants nutrition. Therefore, mothers with children under the age of 5 become aware of the nutritional status of their children.Abstrak: Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Usia 6-59 Bulan. Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan terutama anak balita, karena balita merupakan kelompok rawan. Penelitian bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak usia 6-59 bulan di Puskesmas Kecamatan Singkawang Utara Kota Singkawang. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 96 balita usia 6-59 bulan yang dilaksanakan bulan Maret sampai dengan Mei 2014. Teknik pengambilan sampel proporsional random sampling. Pengolahan dan analisa data menggunakan komputerisasi. Uji statistik yang digunakan uji chi square.Ha sil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu (p value=0,000), pengetahuan gizi ibu (p value=0,022), pola asuh (p value=0,000), penyakit infeksi (p value=0,000), asupan energi (p value=0,000) dan asupan protein (p value=0,000) dengan status gizi balita di Puskesmas Kecamatan Singkawang Utara Kota Singkawang dan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu saat hamil (p value=0,877), jumlah anak (p value=0,938) dan pola makan (p value=0,668) dengan status gizi balita.Disarankan pada ibu yang memiliki balita untuk bisa lebih meningkatkan pengetahuan melalui membaca buku menu seimbang dan media informasi seperti televisi, majalah, internet dll. Serta meningkatkan konsumsi Energi sebanyak 1600 gr/hr, Protein sebanyak 35 gr/hr (AKG, 2013). 
Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies Pada Santriwati Di Pondok Pesantren Al-Mukhlishin Kabupaten Mempawah Weni Selvianty; Dedi Alamsyah; Elly Trisnawati; Indah Budiastutik
Jumantik Vol 10, No 1 (2023): JUMANTIK : Jurnal Mahasiswa dan Peneliti Kesehatan
Publisher : Muhammadiyah Pontianak University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29406/jjum.v10i1.5796

Abstract

Skabies penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei var. Hominis betina.. Tungau skabies dapat bertahan selama 2-6 jam pada suhu ruangan dan masih tetap mampu berpenetrasi. Skabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tidak langsung.Dari data survey awal 10  santriwati, untuk pemeriksaan skabies dengan cara pengerokan kulit, 40% santriwati  positif mengalami skabies, personal hygiene  80% santriwati sering bertukar pakaian dan menggunakan alat tidur bersama, 30% santriwati menggunakan alat mandi bersamaan.Untuk sanitasi lingkungan terhadap 5 kamar santriwati, hasil kepadatan hunian100% kamar tersebut kurang dari persyaratan minimum 8m²/orang.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene dengan kejadian skabies pada santriwati di Pondok Pesantren AlMukhlishin.Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian crosssectional study. Populasi pada penelitian ini berjumlah 380 santriwati dengan total sampel 75 santriwati menggunakan rumus lemeshow. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan teknik pengumpulan data dengan cara pengerokkan di bawah kulit, laboratorium, observasi dan wawancara. Hasil penelitian didapatkan variabel yang  memiliki hubungan  luas ventilasi (p value = 0,031), kebiasaan mandi ( p value = 0,000), kebersihan handuk (p value = 0,002), kebersihan pakaian (p value = 0,008), kebersihan tempat tidur dan sprei (p value = 0,008 ), variabel yang tidak memiliki hubungan, kepadatan hunian (p value = 0,710), suhu ruangan ( p value = 0,541).Diharapkan dari hasil penelitian ini pondok pesantren dapat memberikan santriwati fasilitas yang lebih baik lagi seperti kepadatan hunian yang sesuai persayaratan 8m²/orang serta kamar yang memiliki ventilasi yang cukup agar sinar matahari dan udara dapat bebas masuk.
The Effect Of Education Through Diary Stunting Prevention Against Strengthening Mother's Knowledge In A Family Camp Of High Quality Charity (A Case Study On The Tribe Of Ahe) Lail Handini; Elly Trisnawati; Marlenywati Marlenywati; Indah Budiastutik
Jurnal EduHealth Vol. 14 No. 04 (2023): Jurnal eduHealt, 2023, December
Publisher : Sean Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bengkayang is a district contributing to stunting cases in West Kalimantan, at 30.1% by 2022. The figure has increased compared to the previous year. The majority of the population in this district is the Ahe Dayak tribe, with an average level of secondary to lower education, i.e., no SD, SD, or SLTP graduates. It can affect public understanding, especially among young mothers, of stunting prevention efforts. One of the priority stunting villages in the district is Tumiang Village, which is in the category of Quality Family Village (Kampung KB) with remote access to health services. These factors are determinants of the intensity of health services from the local health force, so it is necessary to make an effort to improve education for young mothers in the prevention of stunting. The study aims to analyze the impact of education through the Stunting Prevention Diary on the improvement of Mother Balita's knowledge in Quality Family Village. The design used was quasi-experimental, with a one-group pretest and posttest. Samples of as many as 30 mothers who have news and are in the village of Tumiang Samalantan Prefecture were taken by purposive sampling. The measurement was done twice over a month of intervention using the Stunting Prevention Diary media. The data was analyzed using a pair T test (α = 95%). The results of the study showed that the majority of young mothers are unemployed (playing as a householder of 53.5%), the job of the head of the family is a farmer/manager/garden worker (80%), the educational level of the mother is SLTP and SLTA (36.7%), and the family income under UMK Bengkayang district was 70%. The knowledge score of the respondents increased from 9.40 to 12.83. The intervention provided is educational through the media. Diary Prevention Stunting is effective in improving the knowledge of the mother of the newborn. Thus, it can be concluded that the education of stunting prevention using the media Diary stunting prevention has an influence on the improvement of mothers' knowledge and can be used as one of the examples of health promotion efforts in order to accelerate the decline in stunting in Bengkayang district.