Articles
            
            
            
            
            
                            
                    
                        CALON TUNGGAL PILKADA KURANGI KUALITAS DEMOKRASI 
                    
                    Muhammad Anwar Tanjung; 
Retno Saraswati                    
                     Jurnal Yudisial Vol 12, No 3 (2019): LOCI IMPERIA 
                    
                    Publisher : Komisi Yudisial RI 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.29123/jy.v12i3.319                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
ABSTRAKSecara filosofis pemilihan kepala daerah merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk dipilih dan memilih dalam suatu proses pemilihan yang berlangsung secara demokratis. Faktanya terjadi peningkatan jumlah daerah yang melaksanakan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal. Penelitian ini membahas calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. Menurut peneliti putusan Mahkamah Konstitusi perlu disikapi oleh pemangku kepentingan yang terlibat untuk tetap menjaga proses pemilihan ini berlangsung secara demokratis. Penelitian ini termasuk penelitian non-doktrinal. Fakta terkini pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal perlu dikawal sehingga pemilihan tetap berlangsung secara demokratis. Penelitian ini menyimpulkan calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah memerlukan konstruksi hukum yang tepat (tidak dibiarkan terlepas) untuk menjamin demokrasi berjalan secara demokratis pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. Kerangka hukum harus menjamin pembatasan maksimal dukungan kursi calon kepala daerah yang diusung partai politik atau gabungan partai politik, sehingga dapat menghilangkan monopoli individu atau kelompok pemodal terhadap persyaratan dukungan calon kepala daerah.Kata kunci: pemilihan kepala daerah; calon tunggal; demokrasi. ABSTRACTPhilosophically, regional head elections are the implementation of people's sovereignty to be elected and vote in a democratic election process. There has been an increase in the number of regional elections with a single candidate. This research discusses the only candidate in the election of regional heads based on the Constitutional Court Decision Number 100/ PUU-XIII/2015. According to researchers, the decision of the constitutional court needs to be addressed by the stakeholders that involved keeping the election process going on democratically. This study is non-doctrinal research. The latest facts about the election of a regional head with a single candidate need to be guarded so that the polls will continue democratically. This research concludes that a single candidate in the local head election requires an appropriate legal construction (not left aside) to ensure democracy runs democratically after the Constitutional Court Decision Number 100/ PUU-XIII/2015. The legal framework must guarantee the maximum support limitation for regional head candidate seats that carried by political parties or the association to eliminate the monopoly of individuals or groups of financiers regarding the support requirements of local head candidates.Keywords: regional head election; single candidate; democracy.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Changing World Order, Student Movement and Radicalism 
                    
                    Azis Andriansyah; 
Retno Saraswati; 
Irma Cahyaningtyas; 
Sukirno Sukirno                    
                     Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal) Vol 5, No 2 (2022): Budapest International Research and Critics Institute May 
                    
                    Publisher : Budapest International Research and Critics University 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.33258/birci.v5i2.4743                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
The development of ideology influenced the Indonesian student movement from period to period. By looking at the history of the movement in Indonesia, we can see that students are the motor of the movement. Students become agents of change who can change the direction of a change, bring down the ruling regime and create regime change. This paper tries to see the influence of the world order on the student movement. How does a foreign policy or an ideology spread and enter Indonesia? This paper looks at the student movement since the ethical politics that developed in the Netherlands led the Dutch to establish high schools and thus start the Indonesian student movement. Then how do these student movements continue to develop so that, in the end, youth have an essential role in realizing Indonesian independence? Do not stop until the achievement of independence. The student movement tried to realize the ideals of Indonesia through various criticisms of various regimes. In the end, this paper looks at how the existence of the internet and globalization affect the student movement. This research shows that changing times can spread ideas. The spread of this idea is getting faster and unstoppable in the age of information technology. Therefore at this time, good ideologies and destructive ideologies such as radicalism can spread without being seen by the eye. Currently, various stakeholders need various efforts to direct students so that they do not fall into radicalism.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        Tinjauan Perspektif Hukum Mengenai Efektifitas Pemberian Kartu Nelayan dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan 
                    
                    Devina Ayu Dayang Ruby; 
Retno Saraswati                    
                     Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Volume 3, Nomor 3, Tahun 2021 
                    
                    Publisher : PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                                                    
                            | 
                                DOI: 10.14710/jphi.v3i3.384-395                            
                                            
                    
                        
                            
                            
                                
Kartu Nelayan merupakan syarat utama agar nelayan dapat mengakses program yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti Program Asuransi Nelayan, Program SeHAT Nelayan, Pemberian Sarana dan Prasarana Penangkapan Ikan, Pemberian BBM bersubsidi dan Permodalan yang bekerjasama dengan pihak perbankan. Adanya perbedaan jam kerja antara Nelayan dan Dinas Perikanan berakibat tidak optimalnya efektifitas dari Kartu Nelayan. Penelitian dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk mengetahui efektifitas dari kehadiran Kartu Nelayan serta hambatan apa saja yang menjadi kendala pengoptimalannya. Pelaksanaan Kartu Nelayan sesuai dengan tujuannya yakni menjadi instrumen bagi pemerintah untuk dapat menyalurkan bantuan kepada nelayan. Kesejahteraan bagi nelayan pemegang Kartu Nelayan sudah meningkat, namun banyak pula nelayan yang belum memegang Kartu Nelayan karena kurangnya kesadaran para nelayan akan pentingnya memiliki Kartu Nelayan. Adanya kenaikan jumlah pemilik Kartu Nelayan hingga Bulan November menunjukan bahwa regulasi sudah terakomodir dengan baik. Hambatan utama yang dihadapi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan yakni lemahnya pengawasan dan penegakkan hukum di laut, serta Sumber Daya manusia yang belum terlatih dalam pengoperasian komputer untuk menginput data nelayan dan kapal.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        TUGAS KEPALA DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA BERDASAR UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI DESA KENTONG KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA 
                    
                    Adinda Dwi Meilian; 
Amalia Diamantina; 
Retno Saraswati                    
                     Diponegoro Law Journal Vol 11, No 2 (2022): Volume 11 Nomor 2, Tahun 2022 
                    
                    Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (584.995 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Tugas Kepala Desa dalam pembangunan desa di Desa Kentong diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Kepala Desa dala pembangunan desa di Desa Kentong Kecamatan Cepu Kabupaten Blora, selain itu juga untuk mengetahui faktor penghambat dan juga upaya yang dilakukan Kepala Desa Kentong dalam menghadapi hambatan tersebut. Jenis penelitian yang digunakan penulis ialah kualitatif yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum yang didapat dilapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah studi kepustakaan dengan meneliti data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tugas Kepala Desa dalam pembangunan desa di Desa Kentong sudah dilaksanakan cukup baik seperti Kepala Desa melakukan pembangunan pujasera yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Kentong. Hal ini dapat dilihat dari aspek perencanaan yang selalu melibatkan masyarakat setempat untuk bermusyawarah mengenai rencana pembangunan yang akan dilakukan, aspek pelaksanaan selalu melibatkan masyarakat untuk gotong royong melaksanakan pembangunan, serta aspek pengawasan dan pemantauan.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        EFEKTIVITAS PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN (TANAH KERING) DI DESA BRINGIN, KECAMATAN BAYAN, KABUPATEN PURWOREJO 
                    
                    Ria Ayu Novita*, Agung Basuki Prasetyo, Suparno                    
                     Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017 
                    
                    Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (722.807 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Perjanjian bagi hasil tanah pertanian meski telah diatur dalam undang-undang, masih banyak perjanjian yang dilakukan tidak berdasarkan dengan undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian dan faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab masih digunakannya hukum adat dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil tanah pertanian di Desa Bringin, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa seluruh pelaksanaan perjanjian bagi hasil di Desa Bringin, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo dilakukan secara lisan. Mengenai hasil pembagian sebagian menggunakan sistem “maro” atau 1 : 1. Sedangkan untuk tanaman buah jeruk hasil pembagiannya adalah “mertelu” atau 1 : 3. Masyarakat tidak mengetahui adanya undang-undang perjanjian bagi hasil. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian masih sulit untuk diterapkan di Desa Bringin, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo. Terdapat beberapa faktor penyebab masih digunakannya hukum adat sebagai dasar pelaksanaan perjanjian bagi hasil yaitu faktor masyarakat, faktor kebudayaan, faktor pendidikan, faktor rasa saling percaya antar masyarakat yang masih tinggi, faktor fasilitas dan sarana, serta faktor kesadaran hukum yang masih rendah.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PERKEMBANGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGENAI PENCALONAN MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD SERTA SEBAGAI KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 
                    
                    Kholifatul Maghfiroh; 
Lita Tyesta ALW; 
Retno Saraswati                    
                     Diponegoro Law Journal Vol 7, No 2 (2018): Volume 7 Nomor 2, Tahun 2018 
                    
                    Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (548.994 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk duduk dalam jabatan publik yang tersedia. Namun ternyata di dalam persyaratan yang diatur undang-undang, terdapat pembatasan bagi mantan narapidana seperti pada persyaratan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dari hal tersebut, penulis bermaksud mengkaji perkembangan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pencalonan mantan narapidana serta implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah tahun 2018. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian diskriptif analitis yaitu menguraikan untuk menggambarkan permasalahan yang ada dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, perkembangan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pencalonan mantan narapidana dimulai dari Putusan Nomor 14-17/PUU-V/2007, Putusan Nomor 15/PUU-VI/2008, Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009, Putusan Nomor 120/PUU-VII/2009, Putusan Nomor 42/PUU-XIII/2015, Putusan Nomor 51/ PUU-XIV/2016 dan terakhir yaitu Putusan Nomor 71/PUU-XIV/2016 yang menentukan syarat pencalonan mantan narapidana dikecualikan terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik atau bagi mantan terpidana yang telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. Implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yaitu telah dimasukannya ketentuan tersebut ke dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Sedangkan pada undang-undang tentang pemilihan kepala daerah belum dilakukan perubahan mengenai syarat tersebut.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 30/PUU-XIV/2016 TERHADAP DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI KABUPATEN TEGAL 
                    
                    Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum.; 
Ratna Herawati; 
Retno Saraswati                    
                     Diponegoro Law Journal Vol 7, No 3 (2018): Volume 7 Nomor 3, Tahun 2018 
                    
                    Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (464.622 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XIV/2016 mempertegas agar pengelolaan pendidikan dilaksanakan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam Lampiran Angka 1 Huruf A Nomor 1 disebutkan bahwa pendidikan menengah adalah kewenangan Pemerintah Provinsi. Sehingga, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak lagi berwenang mengurusi pendidikan tingkat menengah (SMA/SMK). Pengelolaan pendidikan menengah di wilayah Kabupaten Tegal sendiri sebelumnya merupakan kewenangan dari Pemerintah Kabupaten Tegal, namun saat ini telah dilaksanakan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, ditunjukkan dengan adanya Balai Pengendali Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) yang terletak di Pekalongan. Hal tersebut tentu saja menimbulkan berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Bagi Pemerintah Daerah, anggaran pendidikan dapat dialokasikan dan dioptimalkan ke tingkat pendidikan lain. Bagi lembaga pendidikan yaitu munculnya beberapa kebijakan yang kurang sesuai dan pengalihan data-data serta aset yang membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Selanjutnya bagi masyarakat, yaitu masyarakat dapat lebih diuntungkan karena dana yang dialokasikan untuk pendidikan nonformal lainnya akan lebih banyak, namun hal ini juga dapat menimbulkan kerugian berupa kerancuan dan kesalahpahaman masyarakat terhadap aturan yang berubah-ubah.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 30/PUU-XIV/2016 TERHADAP DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI KABUPATEN TEGAL 
                    
                    Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum.; 
Ratna Herawati; 
Retno Saraswati                    
                     Diponegoro Law Journal Vol 7, No 3 (2018): Volume 7 Nomor 3, Tahun 2018 
                    
                    Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (464.622 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XIV/2016 mempertegas agar pengelolaan pendidikan dilaksanakan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dimana dalam Lampiran Angka 1 Huruf A Nomor 1 disebutkan bahwa pendidikan menengah adalah kewenangan Pemerintah Provinsi. Sehingga, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak lagi berwenang mengurusi pendidikan tingkat menengah (SMA/SMK). Pengelolaan pendidikan menengah di wilayah Kabupaten Tegal sendiri sebelumnya merupakan kewenangan dari Pemerintah Kabupaten Tegal, namun saat ini telah dilaksanakan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, ditunjukkan dengan adanya Balai Pengendali Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) yang terletak di Pekalongan. Hal tersebut tentu saja menimbulkan berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Bagi Pemerintah Daerah, anggaran pendidikan dapat dialokasikan dan dioptimalkan ke tingkat pendidikan lain. Bagi lembaga pendidikan yaitu munculnya beberapa kebijakan yang kurang sesuai dan pengalihan data-data serta aset yang membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Selanjutnya bagi masyarakat, yaitu masyarakat dapat lebih diuntungkan karena dana yang dialokasikan untuk pendidikan nonformal lainnya akan lebih banyak, namun hal ini juga dapat menimbulkan kerugian berupa kerancuan dan kesalahpahaman masyarakat terhadap aturan yang berubah-ubah.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MEWUJUDKAN DEMOKRASI DESA DI DESA PAULAN KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR 
                    
                    Revina Riana*, Retno Saraswati, Fifiana Wisnaeni                    
                     Diponegoro Law Journal Vol 6, No 2 (2017): Volume 6 Nomor 2, Tahun 2017 
                    
                    Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (578.961 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Keberadaan Badan Permuyawaratan Desa (BPD) merupakan perwujudan dari demokratisasi di tingkat Desa dan juga sebagai penyalur aspirasi masyarakat Desa. Lembaga ini berfungi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.Penelitian ini menggunakan pendekatan metode yuridis normative dengan data sekunder sebagai sumbernya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan BPD dalam mewujudkan demokrasi desa di desa Paulan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar sudah cukup baik. Saran yang diberikan kepada BPD Paulan agar BPD Paulan dapat membagi waktu antara urusan pemerintahan dengan kesibukan kerjanya.
                            
                         
                     
                 
                
                            
                    
                        PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN BLORA DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH 
                    
                    Elynda Erma Susianti*, Fifiana Wisnaeni, Retno Saraswati                    
                     Diponegoro Law Journal Vol 5, No 3 (2016): Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 
                    
                    Publisher : Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 
                    
                         Show Abstract
                        | 
                             Download Original
                        
                        | 
                            
                                Original Source
                            
                        
                        | 
                            
                                Check in Google Scholar
                            
                        
                                                    |
                            
                            
                                Full PDF (438.124 KB)
                            
                                                                    
                    
                        
                            
                            
                                
Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tugas dan wewenang dinas pengelolaan keuangan dan aset daerah kabupaten blora dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah khususnya mengenai tiga hal pokok yaitu : (1) bagaimana implementasi pengelolaan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Blora dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, (2) kendala apa yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Blora dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah guna pelaksanaan pembangunan daerah, dan (3) bagaimana upaya dalam mengatasi kendala yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Blora dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah guna pelaksanaan pembangunan daerah.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis- normatif dimana penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dengan spesifika penelitian deskriptif- analitis guna mencapai tujuan penelitian yang hendak diteliti. Berdasarkan hasil penelitian,  Penulis dapat menyimpulkan tiga hal pokok : (1) Implementasi pengaturan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sudah sesuai dengan amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Perda Kabupaten Blora No. 3 Tahun 2013 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dan Perda Kabupaten Blora Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. (2) Dalam pengelolaan PAD Kabupaten Blora terdapat beberapa kendala yang timbul dalam upaya pemerintah daerah menjalankan tugasnya antara lain dari Sisi Wajib Pajak kurang memiliki kesadaran dalam membayar pajak sehingga mereka kurang disiplin dalam membayar pajak dan dari Sisi Petugas Pemungut Pajak yang kurang optimal dan profesional dalam memungut pajak. (3) Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Blora untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dilakukan melalui dua cara yaitu cara Intensifikasi dan cara  Ekstensifikasi.Saran : Pemerintah Daerah khususnya Dinas Pendapatan Asli Daerah seharusnya lebih tegas dalam pemberian sanksi atau denda yang akan diberikan kepada pihak-pihak yang belum melakukan pembayaran atau sengaja mengulur-ulur waktu untuk membayar distribusi serta harus segera melakukan audit ke setiap desa maupun aparatur daerah di Kabupaten Blora. Hal ini seharusnya dilakukan oleh semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tidak hanya oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.