Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

THE EFFECTIVENESS ARRANGEMENTS OF THE GENETIC ENGINEERING USE ON CORN FOOD PRODUCTS EVENT MON 87427 Famela, Ajeng; Lubis, Efridani
DERECHTSSTAAT Vol 4, No 2 (2018): JURNAL HUKUM DERECHTSSTAAT
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (52.302 KB) | DOI: 10.30997/jhd.v4i2.1528

Abstract

The development of science and technology has triggered the use of genetic engineering in food, one of them is in the corn event MON 87427 which is tolerant to glyphosate herbicide. However, it makes ambivalence because on one side the use of genetic engineering offers many advantages but on the other hand the genetic engineering potentially keeping concerns about its safety for human health as well as the environment. The aim of this study is to protect consumers from insecurities of genetically modified food products. The method used in this research is Juridical Normative, data collection techniques used is by through literature research methods, interviews and comparative approaches.Based on the results of the research, the measurement of the safety level of genetically engineered products (PRG) includes the assessment of genetic information, substantial equivalence, allergenicity and toxicity. The regulation on the use of genetic engineering in PRG does not accommodate the halal status of the product in terms of the MUI fatwa that the results of corn PRG event MON 87427 are not halal, so that the lack of effective regulation has an impact on the protection of Muslim consumers in particular. Preventive legal protection focuses on the assessment of food and labeling which in reality there is no product labeled by the PRG, so legal repressive protection is accommodated by Article 79 of Law Number 18 of 2012 concerning Food that will be given administrative sanctions.
Urgensi Mata Kuliah Politik Hukum Di Perguruan Tinggi Di Jakarta Berbasis Kompetensi Kerangka Nasional Indonesia Martini; Efridani Lubis
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 4 No 1 (2018): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.867 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v4i1.681

Abstract

Politik Hukum menjadi mata kuliah baru pada program studi secara umum mengikuti perubahan kurikulum pada tahun 2017. Ketentuan ini menggerakkan beberapa perguruan tinggi, termasuk Universitas Negeri Jakarta (UNJ) untuk memasukkan mata kuliah tersebut pada kurikulum UNJ. Namun demikian, belum ada data yang menunjukkan bahwa kebijakan ini memberikan dampak pada kualifikasi lulusan sebagaimana ditentukan dalam capaian pembelajaran lulusan (CPL). Berlatar belakang hal inilah penulis memandang perlu melakukan evaluasi dan studi untuk mengetahui pentingnya mata kuliah dimaksud pada pendidikan tinggi, khususnya bagi UNJ. Wilayah penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara dengan beberapa universitas di sekitar Jakarta, baik yang negeri maupun yang swasta dan mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran kuantitatif dan kualitatif dengan metode content analysis yang mengkaji informasi tertulis baik literatur, media massa, maupun buku. Adapun sumber data yang digunakan meliputi data primer, data sekunder, maupun data tertier. Hasil studi menunjukkan bahwa mata kuliah Politik Hukum pada perguruan tinggi sekitar Jakarta belum diberikan pada level Strata 1 (S1), melainkan pada level Strata 2 (S2). Namun demikian, dari hasil kuesioner yang diberikan kepada mahasiswa UNJ, UNJ tetap mendukung pemberian mata kuliah bagi mahasiswa S1, terutama mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) karena mata kuliah ini memberikan manfaat besar untuk memperluas pengetahuan dan memahami hubungan antara politik, hukum, dan komunitas sosial di Indonesia.Di lain pihak, perlu menyesuaikan arah pemberian mata kuliah yang pada umumnya bersifat analisis yang melampui standar S1 dengan kualifikasi level 6 berdasarkan KKNI.
PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PASAR MODAL SEBAGAI UPAYA MELINDUNGI INVESTOR Efridani Lubis; Haryogis Susanto
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 5 No 1 (2019): Juni
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.028 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v5i1.1285

Abstract

Kegiatan pada pasar modal mengandung risiko tinggi, sehingga perdagagan Efek yang berupa surat berharga terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal yang pada dasarnya adalah dokumen akan mengandung risiko tinggi yang perlu diantisipasi untuk mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Penerapan prinsip GCG menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi risiko tersebut. Namun demikian, perlu ditelaah penerapan GCG seperti apa yang dapat secara efektif mengurangi risiko tersebut. Pada tataran peraturan perundang-undangan, prinsip GCG terkait praktik pasar modal telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN); disamping beberapa peraturan pemerintah dan Peraturan OJK, sebagai badan otoritas pengawas pasar modal di Indonesia. Pada tataran peraturan perundang-undangan, prinsip GCGyang dikembangkan sudahsangat memadai karena berdasarkan praktik internasional dan tuntutan pasar modal itu sendiri. Namun untuk bisa mengukur pelaksanaan GCG secara kuantitatif dan kualitatif, masih dibutuhkan berbagai instrumen yang bisa dijadikan indikator atau parameter kepatuhan Emiten terhadap GCG di Pasar Modal. Tidak mengherankan jika tingkat kepatuhan Pasar Modal Indonesia terhadap GCG di antara negara-negara Asia masih berada pada peringkat 11 pada tahun 2010-2014 dengan trend skor menurun dari 40 di tahun 2011 menjadi 37 ditahun 2012 dan naik menjadi 39 di tahun 2013.Untuk efektifnya perlindungan investor melalui penerapan GCG di pasar modal diusulkan dikaitkan dengan sistem peringatan dini atau early warning system.
RELEVANSI GCG SEBAGAI KONSENTRASI HUKUM BISNIS PADA PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA Efridani Lubis; Dhea Tunggadewi; Andreas Eno; Eddy Angkawijaya
Jurnal Hukum dan Bisnis (Selisik) Vol 7 No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (608.62 KB) | DOI: 10.35814/selisik.v7i1.2402

Abstract

Memperhatikan perkembangan perekonomi Indonesia yang terutama dipengaruhi oleh duniainvestasi, baik investasi modal asing maupun modal dalam negeri mendorong “Hukum Bisnis”terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum di bidang “bisnis-investasi” mendapatperhatian besar dari birokrasi pemerintah, perusahaan dagang dan industri, serta tentu saja kantorkantor hukum di kota-kota besar di Indonesia. Kondisi ini diperkuat juga dengan disahkannya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta Kerja, yang menjadi tantangan Indonesia dalammenerapkannya. Hal ini telah membuka lapangan kerja yang cukup luas bagi sarjana-sarjana hukumyang mengambil peminatan “Hukum dan Bisnis”. Program Magister Hukum di Universitas Pancasilamemanfaatkan peluang ini dengan menawarkan suatu program peminatan yang dapat memberi paralulusannya bekal untuk memperluas wawasan dan kesempatan kerja mereka. Asas utama yangmenjadi pedoman penyusunan kurikulum program ini adalah nilai-nilai Pancasila yang disandingkandengan asas Good Corporate Governance (GCG)
ASPEK HUKUM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KORUPSI MELALUI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI PERGURUAN TINGGI KHUSUSNYA DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Martini Martini; Efridani Lubis
Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi Vol 14 No 2 (2015): Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi Volume 14 No. 2 April 2015
Publisher : Program Studi PPKn FIS UNJ & Asosiasi Profesi PPKn Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/jimd.v14i2.9103

Abstract

Although Indonesia has long history fighting corruption since its independence, however the fighting has not given positive resulted yet. The corruption cases is increasing from one rezim to another, even after reformation era which put its based movement toward fighting corruption. This phenomena drive many Indonesian people, experts, and scholars to evaluate the essence of fighting such bad behaviour either from culture, legal, and education perspective. Scholars suggested that the effective way of fighting the corruption is in preventive scheme rather in represive one. In this sense, it is education that could give great impact to build anti corruption character. The challenge in formulating such system in higher education not only due to the material or the subject given to the students, but also the method that need different approach to make sure that the needed character has been developed well.
Legal Perspective of Using Philanthropy Approach for Low Income Household in Accessing Sufficient House in Indonesia Efridani Lubis; Astriana Sinaga
Sriwijaya Law Review VOLUME 2, ISSUE 1, JANUARY 2018
Publisher : Faculty of Law, Sriwijaya University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/slrev.Vol2.Iss1.113.pp93-109

Abstract

By 2016, the backlog for housing is estimated around 13,8 million units. With the need growth 5% per year approximately, Indonesian people need 1 million houses per year. Adding to the number of backlog, it is around 1,55 million houses should be provided every year in order to meet the need in the year 2030. The number is based on the ability to pay in general of Indonesian people, which is with the price for sufficient house estimated to be 135 million rupiahs. This means low income household is out of consideration, therefore this group cannot afford the house whatsoever. In order to narrower the gap, the Government of Indonesia has built „One Million Houses Program‟ which has composition 70% for low income household. However, the program has not optimal yet. From the data from the Public Work and Housing Ministry, it is only 80% of the 1 million houses targeted that can be achieved; and from this 80%, only 569.382 units or 70,72% for the low income household. With this trend, it is difficult for the low income household to access sufficient houses in turn. The solution for this can be two alternatives: (1) the Government provide affordable houses for the group, or (2) increasing the ability to pay of the group. The alternative (1) could be difficult due to the limited budget of the Government. The possible answer is to increase the ability of the low income households, so that they can access houses either under subsides scheme from the Government or developers. In doing so, the main problem is to collect or acquire the funding for accessing the house. Using various regulations and policies that could make possible for low income households to receive the money, such as corporate social responsibility, zakat, or even philanthropy activities in Indonesia, the burden could be lessen. The importance of giving the low income households opportunity to access sufficient house is a notion that a sufficient housing can be a strategic toll for improving citizen life which becomes a background argument in the Law No. 1 of 2011 of Housing.
TINJAUAN HUKUM KINERJA PERGURUAN TINGGI SWASTA DALAM MEMENUHI KETENTUAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI efridani lubis
VERITAS Vol 5 No 1 (2019): VERITAS
Publisher : Jurnal Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (70.164 KB) | DOI: 10.34005/veritas.v5i1.214

Abstract

Kedudukan PTS dan PTN yang tidak apple to apple sifatnya menghadapi banyak tantangan dalam pengelolaan perguruan tinggi sejak diberlakukannya sistem akreditasi sebagai ukuran kelayakan sebuah universitas menyeleggarakan pendidikan tinggi. Ukuran atau standar dimaksud berlaku sama untuk PTS dan PTN, sehingga PTS menghadapi hampir semua masalah dalam pemenuhan standar dimaksud. Di sisi lain, karena keterbatasan daya tamping PTN, keberadaan PTS sangat diperlukan untuk memperluas kesempatan mendapatkan pendidikan bagi seluruh warga. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi kesiapan PTS dalam memenuhi standar tersebut tanpa mengurangi fungsinya sebagai penyedia sistem pendidikan tinggi bagi masyarakat. Menggunakan kriteria pengukuran yang ditetapkan dalam sistem akreditasi oleh BAN-PT, dan dengan mengambil sampel di wilayah Jakarta Timur, maka dari 5 aspek yang diidentifikasi: (1) pembiayaan, (2) sumber daya manusia, (3) fasilitas, (4) SPP, dan (5) mahasiswa, maka diperoleh skor antara 2,42 sampai dengan 2,5; hal ini berarti bahwa kinerja PTS dalam memenuhi standar pengelolaan perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah cukup atau C. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang bersifat responsif terhadap situasi di lapangan dengan membentuk cluster atau klasifikasi perguruan tinggi, sehingga penilaian dan pembinaan pun bisa lebih terarah. Pendekatan laisezz faire dalam dunia bisnis dengan membiarkan PTS bersaing secara bebas di pasar sehingga siapa yang tidak bisa bertahan akan dimerger, bukanlah pendekatan dalam sistem pendidikan yang berkewajiban memastikan education for all.
TELAAH YURIDIS KEDUDUKAN NEGARA DALAM HUBUNGAN DAGANG INTERNASIONAL (Acta Iuri Imperii vs. Acta Iuri Gestionis) efridani lubis; Dr. Mulyono S.H., S.Ip. M.H.
VERITAS Vol 6 No 1 (2020): VERITAS
Publisher : Jurnal Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/veritas.v6i1.589

Abstract

Negara yang berdaulat dalam pergaulan internasional diakui memiliki jurisdiksi penuh yang tidak bisa diintervensi oleh negara atau kekuatan asing manapun. Kedaulatan (sovereignity) merupakan modal dasar, prinsip utama, dan kode etik yang menjadi dasar hubungan antar negara dalam pergaulan internasional. Pada awalnya, kedaulatan negara dimaknai sebagai kedaulatan absolut yang kebal terhadap kekuasaan asing manapun berdasarkan prinsip kedaulatan wilayah, resiprositas, dan kesetaraan antar negara berdaulat. Oleh karena itu, tidak ada satu negara pun dapat menghakimi tindakan suatu negara sekalipun tindakan itu dilakukan di wilayah teritorial negara lain (par in parem non habet jurisdictionem). Karena itu, setiap permasalahan yang timbul antar negara tersebut tidak dilakukan melalui penerapan hukum yang memaksa, melainkan diselesaikan melalui jalur diplomatik. Sikap ini merupakan wujud kesetaraan antar negara berdaulat yang termasuk kategori ‘undisputed principle of customary international law’.
ANALISIS YURIDIS PERALIHAN TANAH GIRIK KE HAK GUNA USAHA BERDASARKAN ITIKAD TIDAK BAIK DI PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Martini Martini; Efridani Lubis
VERITAS Vol 7 No 1 (2021): VERITAS
Publisher : Jurnal Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/veritas.v7i1.1253

Abstract

Conflict of land between Pari Island’s community and PT BPA begin in the year 1993 where corporate consorsium declared that 90% of the ownership of the island belongs to them. The corporate said that the land had been acquired through sale purchasing with local administrator. The legal issue has been proceseed at the moment, however there is no official decision yet. Another aspect of this case is mal-administration that conducted by Jakarta Land Office which had been processed by Ombudsman based on community report. The aim of this research is to understand the regulation and procedure of custom land right to cultivation right and the implementation of it in Pari Island. The research used qualitative method with normative legal approach including court decision regarding the issue. The result of the study shows that the community in Pari Island actually have their custom land right legally, therefore they need legal advices and aid to resolve the conflict. The output of the research is article published in accreditation national journal. Abstrak Permasalahan konflik tanah/lahan antara warga Pulau Pari dan pihak swasta PT BPA dimulai sejak tahun 1993, yaitu ketika satu konsorsium korporasi, PT BPA menyatakan bahwa 90% kepemilikan tanah di Pulau Pari adalah milik perusahaan konsorsium. Perusahaan menyatakan tanah-tanah tersebut telah diakusisi melalui jual beli secara resmi melalui kelurahan. Permasalahan ini telah masuk ke ranah hukum, namun belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Ombudsman telah melakukan pemeriksaan terhadap kasus ini berdasrkan permohonan warga dan menemukan adanya tindak mal-administrasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan dan prosedur peralihan tanah girik ke hak guna usaha dan bagaimana pelaksanaanya di Pulau Pari Kepulauan Seribu, Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan dengan mengutamakan dan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan, termasuk hasil putusan pengadilan yang berhubungan dengan penelitian ini. Istilah lain untuk pendekatan ini adalah Studi Kepustakaan. Hasil penelitian secara yuridis, warga Pulau Pari belum memiliki bukti formal dan jelas atas kepemilikan tanah maka perlu ada solusi secara hukum, administrasi dan ekonomis untuk menyelesaikan konfilik pertanhan di Pulau Pari ini. Luaran penelitian ini adalah publikasi di jurnal nasional terakreditasi.
Pemanfaatan Hak Guna Usaha untuk Pariwisata dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Pulau Pari Kepulauan Seribu DKI Jakarta Martini Martini; Efridani Lubis
VERITAS Vol 7 No 2 (2021): VERITAS
Publisher : Jurnal Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/veritas.v7i2.1581

Abstract

Abstrak Pulau Pari Bersama-sama dengan pulau-pulau di sekitarnya menyediakan berbagai fasilitas wisata alam dan bahari. Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI tahun 1991, yang menetapkan fungsi tanah di Pari sudah dibagi yakni 10% untuk penelitian, 50% untuk kawasan wisata, serta 40% untuk pemukiman. Namun berbeda dengan pulau lainnya, pada umumnya hak atas tanah di Pulau Pari adalah tanah girik yang menurut penelitian sebelumnya telah beralih ke pihak ketiga tanpa sepengetahuan pemegang girik melalui jual beli secara resmi melalui kelurahan. Ombudsman telah melakukan pemeriksaan terhadap kasus ini berdasrkan permohonan warga dan menemukan adanya tindak mal-administrasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Jakarta Utara dalam menerbitkan 62 SHM dan 14 SHGB atas nama PT Bumi Pari Asri di Pulau Pari. Oleh karena itu, perlu diteliti bagaimana hak-hak masyarakat setempat terhadap penyelenggaraan kegiatan pariwisata dimaksud berikut mekanisme pengembangan lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan dengan mengutamakan dan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan, termasuk hasil putusan pengadilan yang berhubungan dengan penelitian ini ditunjang dengan observasi dan wawancara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaturan dan perlindungan masyarakat di Pulau Pari Kepulauan Seribu dalam mengembangkan aspek wisata di wilayah tersebut untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Abstract Pari Island as one of island in Pulau Seribu (Thousand Island) strategic for natural tourism or ecotourism and marine tourism with many supporting facilities. Based on Keputusan Gubernur (Governor Degree) Jakarta District in 1991 regulates that land in Pari Island has been divided into 3 categories, i.e., 10% for research, 50% for tourism, and 40% for housing. The difference with other lands around though, most of land on Pari Island is girik (customary system) that according to previous research transferred to third parties without resident’s consent under legal purchasing system made by local official. In this sense, Ombudsman has evaluated respond to resident application. The institute found mal-administration conducted by North Jakarta Land Office in verified 62 ownership certificates and 14 building right certificates in Pari Island on behalf of PT Bumi Pari Asri. Therefore, it is necessary to study the impact of the policies to tourism activities along with mechanism to develop further. This research conducted using qualitative method with legal normative approach that approach prioritized main legal documents through theories, concepts, and legal principles review along with related regulations including court decisions supported by observation and interview approach using SWOT. The result shows Ownership and Building Rights could be benefit for the residents only if the rights returned to its function according to regulations used Ombudsman decision.