Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Asas Konsensualisme dalam Perjanjian Asuransi melalui Telemarketing oleh Banccasurance serta Akibat Hukumnya Dwi Yusri Rahmatillah; Sri Ratna Suminar
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 2, No. 1, Juli 2022, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.729 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v2i1.954

Abstract

Abstract. Insurance marketing practices through telemarketing can cause customer losses because autodebet is done on the Customer's account without the Customer feeling approved on the products offered. Consent is a valid condition of the agreement in Article 1320 of the Civil Code and the implementation of the principle of consensualism that must exist in the agreement. Thus, this study aims to find out the application of the principle of consensualism in the practice of insurance agreements through telemarketing by Banccasurance and the legal consequences of the practice of insurance agreements through telemarketing. The method used in this study is normative juridical with secondary data collection techniques in the form of literature studies supported by primary data obtained from the results of interviews. The results showed that the principle of consensualism in its application was not implemented because it contained elements of error prohibited in Article 1321 of the Civil Code so that the agreement became legally flawed or invalid. Therefore, as a result of the law this insurance agreement through telemarketing can be canceled and the Banccasurance party who has provided information indirectly causing the Customer to give his approval until it suffers losses. Abstrak. Praktik pemasaran asuransi melalui telemarketing dapat menimbulkan kerugian nasabah karena dilakukan autodebet pada rekening nasabah tanpa nasabah merasa memberikan persetujuan pada produk yang ditawarkan. Persetujuan merupakan syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan keberlakuan asas konsensualisme yang harus ada dalam perjanjian. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas konsensualisme dalam praktik perjanjian asuransi melalui telemarketing oleh Banccasurance dan akibat hukum dari praktik perjanjian asuransi melalui telemarketing tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data sekunder berupa studi kepustakaan ditunjang dengan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Hasil penelitian menunjukan bahwa asas konsensualisme dalam penerapannya tidak terlaksana karena mengandung unsur kekhilafan yang dilarang dalam Pasal 1321 KUH Perdata sehingga perjanjian menjadi cacat hukum atau tidak sah. Maka, akibat hukumnya perjanjian asuransi melalui telemarketing ini dapat dibatalkan dan pihak Banccasurance yang telah memberikan informasi secara tidak jelas sehingga menyebabkan pihak nasabah khilaf dalam memberikan persetujuannya hingga mengalami kerugian.
Tanggung Jawab Puskesmas atas Pemberian Vitamin Kadaluwarsa kepada Pasien Ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Jo. Buku III KUHPerdata Fikri Fadhil Jaenuddin; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.181 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.842

Abstract

Abstract. In puskesmas there are pharmaceutical services that include drug management and clinical pharmacy services. One of the efforts to strengthen health facilities, requires health workers including pharmacists and pharmacy in charge of health centers to have the ability to organize health services according to standards. Pharmacists as the person in charge of pharmaceutical services in puskesmas must carry out pharmaceutical services in accordance with standards in order to improve the quality of service and patient safety. In 2019 there were events carried out by Health Center (Pharmacist) officers in giving drugs to patients. A pregnant woman named Novi aged (21) in Penjaringan, North Jakarta was given expired vitamins when checking the contents at Kamal Muara Health Center, Penjaringan. In the vitamin B6 wrap for fetal boosters, there is an expired statement in April 2019 that has been crossed out. The purpose of this study is the known classification of pharmacists' actions on the provision of expired vitamins to patients when viewed from Book III of the Civil Code. And the known responsibility of puskesmas to patients for the provision of expired vitamins is reviewed from the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 74 of 2016 concerning Standards of Pharmaceutical Services in Puskesmas Jo. Buku III KUHPerdata. The method of approach used is normative juridical, the research specifications in this research are descriptive analytical, data collection techniques in this research literature study as well as analytical methods in this study using qualitativ analysis methods. Then it was obtained the result that there was an omission committed by the Pharmacist. Pharmacist's actions included in unlawful acts and health centers must be responsible for the actions of the pharmacist. Abstrak. Di Puskesmas terdapat pelayanan kefarmasian yang mencakup pengelolaan obat dan pelayanan farmasi klinik. Salah satu upaya penguatan fasilitas kesehatan ini, menuntut tenaga kesehatan termasuk Apoteker dan penanggung jawab farmasi di Puskesmas untuk memiliki kemampuan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai standar. Apoteker sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian di Puskesmas wajib melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Pada tahun 2019 terdapat peristiwa yang dilakukan petugas Puskesmas (Apoteker) dalam memberikan obat kepada pasien. Seorang ibu hamil bernama Novi berumur (21) di Penjaringan, Jakarta Utara diberikan vitamin kedaluwarsa saat memeriksakan kandungan di Puskesmas Kamal Muara, Penjaringan. Dalam bungkus vitamin B6 untuk penguat janin itu, ada keterangan kedaluwarsa pada April 2019 yang telah dicoret. Tujuan penelitian ini adalah Diketahuinya klasifikasi perbuatan Apoteker atas pemberian vitamin kadaluwarsa kepada pasien jika ditinjau dari Buku III KUHPerdata. Serta Diketahuinya tanggung jawab Puskesmas kepada pasien atas pemberian vitamin kadaluwarsa ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kerfarmasian di Puskesmas Jo. Buku III KUHPerdata. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini studi kepustakaan serta metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Kemudian diperoleh hasil bahwa adanya suatu kelalaian yang dilakukan oleh Apoteker. Perbuatan Apoteker termasuk kedalam perbuatan melawan hukum serta puskesmas harus bertanggung jawab atas perbuatan apoteker tersebut.
Perlindungan Hukum pada Masyarakat Atas Penggunaan Ulang Alat Rapid Diagnostic Test-Antigen dalam Pemeriksaan Corona Virus Disease 2019 Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Dihubungkan dengan Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/446/2021 Andiko Septianto Nugroho; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.556 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.850

Abstract

Abstract. Coronavirus Disease Pandemic 2019 (Covid-19) affects the development of health in daily life, especially in pharmaceutical devices. Rapid Diagnostic Test-Antigen (RDT-Ag). RDT-Ag is the most important aspect in field of health. RDT-Ag is a fast-tracking tool to detect the presence of coronavirus in a person's body. With the importance of RDT-ag makes a handful of people in company X reuse RDT-Ag to obtain personal benefits cause losses for health care recipients. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/446/2021 Tentang Penggunaan RDT-Ag Dalam Pemeriksaan Covid-19 regulates the right of health care recipients to legal protection. This study was conducted to find out the effect of the reuse of RDT-Ag on health care recipients and how legal protection of the reuse of RDT-Ag on health care recipients. This research uses normative juridical approach methods, with research specifications using descriptive analytical, the type of data used is secondary data, with literature study data retrieval techniques and data analysis techniques using qualitative juridical. Based on the result, can be known the impact of the reuse of RDT-AG can transmit corona virus to a person's body. Preventive legal protection is obtained before the occurrence of violations or prevention efforts in the form of swab antigens in trusted place and already have a clear operating permit in framework of self-protection as a preventive measure. Repressive protection may be carried out after the occurrence of violations through the General Court and the Arbitration and Alternative Institutions of Dispute Resolution. Abstrak. Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) mempengaruhi perkembangan pada bidang kesehatan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada alat kefarmasian. Salah satunya alat Rapid Diagnostic Test-Antigen (RDT-Ag). Alat saat ini merupakan aspek terpenting dalam bidang kesehatan. RDT-Ag merupakan alat pelacakan cepat untuk mendeteksi adanya coronavirus dalam tubuh seseorang. Namun dengan pentingnya alat tersebut membuat segelintir oknum pada perusahaan X melakukan penggunaan ulang alat RDT-Ag untuk memperoleh keuntungan pribadi yang menimbulkan kerugian bagi penerima pelayanan kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/446/2021 Tentang Penggunaan RDT-Ag Dalam Pemeriksaan Covid-19 mengatur mengenai hak penerima pelayanan kesehatan untuk mendapat perlindungan hukum. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari penggunan ulang alat RDT-Ag terhadap penerima pelayanan kesehatan serta bagaimana perlindungan hukum atas penggunaan ulang alat RDT-Ag terhadap penerima pelayanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analitis, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, dengan teknik pengambilan data studi kepustakaan dan teknik analisis data menggunakan yuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui dampak dari penggunaan ulang alat RDT-AG yang dapat menularkan virus corona terhadap tubuh seseorang. Diperoleh perlindungan hukum preventif yang diberikan sebelum terjadinya pelanggaran atau upaya pencegahan berupa melakukan swab antigen di tempat yang terpercaya dan sudah memiliki izin operasi yang jelas dalam rangka proteksi diri dan sebagai upaya pencegahan. Perlindungan represif dapat dilakukan setelah terjadinya pelanggaran melalui Peradilan Umum dan Lembaga Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Tanggung Jawab atas Pelayanan Pemasangan Tambal Gigi oleh Tukang Gigi yang Berakibat kepada Kesehatan Pasien Ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi Intan Sri Lestari; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.223 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.898

Abstract

Health is basic elements fundamental requirement. Indonesia benjamin health as a right of every citizen to realize the improvement of health setingginya in the community. It is pursued by the government through the ministry of health. one of the dental health services that has existed since the Dutch era is tandmeester. This research is of course to know the authority of the artisan teeth in the services, the installation of fillings as well as he knows the responsibility tandmasteer for the service installation fillings to the detriment of the health of the patient's teeth viewed from the Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan Dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi. Approach method used is a normative juridical approach by using the specification of the research is descriptive analysis. The technique of data collection is library research by using secondary data sources consist of primary legal materials, secondary, and tertiary, as well as using methods of qualitative data analysis. Based on the results of the research, the Authority tandmesteer based on Article 6 Paragraph 2 Permenkes No. 39 tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi only to the extent of making and installing a removable denture or partially filled with the material of the heat curing acrylic that meets the requirements of health and does not cover the rest of the root of the tooth. Tandmesteer do the job outside of the authority to the detriment of the health of a person then it should be responsible with the sanction of Article 78 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, will be punished by a maximum imprisonment of 5 years or a fine of at most Rp 150.000.000,00, as well as Article 11 P Permenkes No. 39 tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi are subjected to administrative sanctions by the government in the form of a written reprimand, revocation of a temporary permit, and license revocation remains. Kesehatan merupakan unsur kebutuhan pokok mendasar. Indonesia menjamin kesehatan sebagai hak setiap warga negara yang harus diwujudkan sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan setingginya dalam masyarakat. Hal ini diupayakan oleh pemerintah melalui pelayanan kesehatan. salah satu pelayanan kesehatan gigi yang sudah ada sejak jaman belanda adalah tukang gigi. Adanya penelitian ini tentu untuk diketahuinya kewenangan tukang gigi dalam melakukan pelayanan pemasangan tambal gigi serta diketahuinya tanggung jawab tukang gigi atas pelayanan pemasangan tambal gigi yang berakibat merugikan kesehatan gigi pasien ditinjau dari Peraturan Menteri Kesehatan No.39 Tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan Dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi. Metode pendekatan yang digunakan yaitu metode pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta menggunakan metode analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, Kewenangan tukang gigi berdasarkan Pasal 6 Ayat 2 Permenkes No. 39 tahun 2014 Tentang Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi hanya sebatas membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh dengan bahan heat curing acrylic yang memenuhi persyaratan kesehatan dan tidak menutupi sisa akar gigi. Tukang gigi yang melakukan pekerjaan diluar kewenangan yang berakibat merugikan kesehatan seseorang maka harus bertanggung jawab dengan dikenakan sanksi Pasal 78 Undang-Undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00, serta Pasal 11 Permenkes 39/2014 dikenakan sanksi administratif oleh pemerintah berupa teguran tertulis, pencabutan izin sementara, dan pencabutan izin tetap.
Penyelesaian Wanprestasi Pinjam-Meminjam Shopeepaylater Ditinjau dari Buku III KUHPerdata Jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Metta Tarisha Qarani; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.826 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.1004

Abstract

Shopeepaylater is a bailout fund system to lend to consumers to shop at Shopee. However, in its implementation the payment method does not work well, debtors are often absent from repayments and causes late payments or even do not repay at all, it causes the defaults and impact on the nonfulfillment of creditor rights. This research aims to determine the validity of the lendagreement in the Shopeepaylater based on the provisions of the Civil Code. In addition, it aims to find out the how to solve the default settlement by debtors to creditors in the Shopeepaylater lend agreement based on the Civil Code and Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The research method used is a normative juridical approach. The data used in this researchare secondary data obtained through primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Results of the research is that Shopeepaylater in its implementation has fulfilled the legal requirements of the agreement as regulated in the Article 1320 of the Civil Code and applies the principles of consensualism, the principle of freedom of contract, and the principle of personality. As for the default settlement its occur in the lend agreement, if there is a delay in repayment of Shopeepaylater from the agreed time, the debtor is subject to compensation costs in the form of fines as according to the Article 1267 of the Civil Code. Against defaults that occur, Shopeepaylater uses a system of fines as a form of compensation of 5% per month. Shopeepaylater menggunakan sistem dana talang untuk dipinjamkan kepada konsumen untuk berbelanja di Shopee. Namun pada kenyataannya metode pembayaran ini tidak selalu berjalan lancar, seringkali debitur mangkir dari waktu pembayaran pinjamandan menyebabkan debitur melakukan keterlambatan pembayaran pinjaman atau bahkan tidak membayar kembali sama sekali pinjaman, sehingga menimbulkan terjadinya wanprestasi sehingga berdampak kepada tidak terpenuhinya hak kreditur sebagai pelaku usaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan perjanjian dalam pinjam meminjam dalam fitur Shopeepaylater didasarkan pada ketentuan KUHPerdata. Selain itu bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk penyelesaian masalah wanprestasi yang dilakukan oleh debitur kepada kreditur dalam perjanjian pinjam meminjam Shopeepaylater yang ditinjau berdasarkan KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif. Oleh karena itu data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian keabsahan perjanjian pinjam meminjam uang berbasis elektronik dalam Shopeepaylater telah memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata serta menerapkan asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, dan asas kepribadian. Adapun penyelesaian terhadap wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian pinjam meminjam seperti ketika terjadinya keterlambatan pembayaran Shopeepaylater dari waktu yang telah disetujui maka debitur dikenakan biaya ganti rugi berupa denda sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata. Terhadap wanprestasi yang terjadi, pihak Shopeepaylater menggunakan sistem pemberian denda sebagai bentuk ganti rugi sebesar 5% perbulan.
Akibat Hukum Pelanggaran Asas Pacta Sunt Servanda oleh Pembeli dalam Perjanjian Jual Beli Ditinjau dari Buku ke III KUHPerdata Adittia Karyana; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.727 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.1098

Abstract

This research identifies the problem of how the legal consequences if the buyer violates the principle of pacta sunt servanda in the sale and purchase agreement in terms of book III of the Civil Code. In addition, to examine how the legal protection for the seller if the buyer violates the principle of pacta sunt servanda in the sale and purchase agreement in terms of book III of the Civil Code JO Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The purpose of this study is to examine and find out the legal consequences if the buyer violates the pacta sunt servanda principle in the sale and purchase agreement and forms of legal protection for the seller if the consumer violates the pacta sunt servanda principle which is based on the provisions of the Civil Code and Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. The method used in this research is a normative juridical approach through the use of secondary data. The normative approach is based on the use of statutory regulations as secondary data based on primary law as a primer material legal, and the other datas from secondary and tertiary legal materials. The results of the research is the legal consequences for buyers who violate the application of the principle of pacta sunt servanda is the need to provide compensation as stipulated in Article 1246 of the Civil Code. The legal protection of the seller in the sale and purchase agreement is guaranteed by the provisions of Article 1338 which contains the principle of pacta sunt servanda and is supported by the provisions of Article 6 of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. Penelitian mengidentifikasi permasalahan tentang bagaimana akibat hukum apabila pembeli melanggar asas pacta sunt servandadalam perjanjian jual beli ditinjau dari buku III KUHPerdata. Selain itu juga untuk meneliti tentang bagaimana perlindungan hukum bagi penjual apabila pembeli melanggar asas pacta sunt servanda dalam perjanjian jual beli ditinjau dari buku III KUHPerdata JO Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tujuan penelitian ini guna mengkaji dan mengetahui akibat hukum apabila pembeli melanggar asas pacta sunt servanda dalam perjanjian jual beli dan bentuk perlindungan hukum terhadap penjual apabila konsumen melanggar asas pacta sunt servanda yang didasarkan pada ketentuan KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif melalui penggunaan data sekunder. Pendekatan normatif didasarkan kepada penggunaan peraturan perundang-undangan sebagai data sekunder berbahan hukum primer. Data sekunder lainnya diperoleh melalui pengumpulan bahan hukum sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian akibat hukum terhadap pembeli yang melanggar penerapan asas pacta sunt servanda adalah perlunya memberikan ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 1246 KUHPerdata. Adapun perlindungan hukum terhadap penjual sebagai pelaku usaha dalam perjanjian jual beli dijamin oleh ketentuan Pasal 1338 yang mengandung asas pacta sunt servanda serta didukung melalui ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tanggung Jawab Petugas Pelayanan Kesehatan atas Tindakan Pemberian Vaksin kepada Pasien Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan Jo. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Nadya Mutiara Kusumadewi; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.112 KB) | DOI: 10.29313/bcsls.v2i1.2218

Abstract

Covid-19 vaccination is one of the health care facilities organized by the government. Related to the provision of services, there have been interesting events related to the provision of health services during the Covid-19 pandemic during the vaccination process carried out by health workers. Rahel Pratama died a week after receiving the Covid-19 vaccine. But after the vaccine, Rachel's condition continued to decline. He complained of not feeling well. The 15-year-old's life could not be saved. In the vaccine certificate received by Rachel there is no phone number that can be contacted when there is a complaint. So when Rachel complained of pain, the family who were lay people could not follow through. The purpose of this study is the known efforts that must be made by health workers so that the provision of vaccines does not harm patients and the known responsibility of health care workers for the provision of covid-19 vaccines that harm patients.The approach method used is normative juridical, the research specifications in this research are descriptive analytical, data collection techniques in this research literature study as well as analytical methods in this research using qualitative analysis methods. Then obtained the results that there is negligence of health workers who give covid-19 vaccines who do not comply with applicable procedures reviewed from Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan Jo. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 Vaksinasi Covid-19 adalah salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Terkait dengan pemberian pelayanan, telah terjadi peristiwa yang menarik berkaitan dengan pemberian pelayanan kesehatan di masa pandemi Covid-19 pada saat proses vaksinasi yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan. Kasus Ananda Rahel Pratama meninggal dunia seminggu setelah menerima vaksin Covid-19. Namun usai vaksin, kondisi Rahel terus menurun. Nyawa remaja 15 tahun tersebut tak bisa diselamatkan. Dalam surat keterangan vaksin yang diterima oleh Rahel tak ada keterangan nomor telepon yang bisa dihubungi ketika ada keluhan. Sehingga saat Rahel mengeluh sakit, keluarga yang merupakan orang awam tak bisa menindaklanjutinya. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya upaya yang harus dilakukan tenaga kesehatan agar pemberian vaksin tidak merugikan pasien serta diketahuinya tanggung jawab petugas pelayanan kesehatan atas pemberian vaksin covid-19 yang merugikan pasien. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini studi kepustakaan serta metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Kemudian diperoleh hasil bahwa adanya kelalaian tenaga kesehatan pemberi vaksin covid-19 yang tidak mematuhi prosedur yang berlaku ditinjau dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan Jo. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Pertanggungjawaban Hukum Perawat dalam Praktik Khitan (Sirkumsisi) yang Merugikan Pasien Ditinjau dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan Andiena Martina Novianti Pane; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.4990

Abstract

Abstract. Health services in Indonesia generally include promotive, preventive, curative, and rehabilitative efforts. One of the health services as a promotional and preventive business in Indonesia is circumcision action. Circumcision is common for most nurses to practice independently. Nurses as the person in charge of health services carry out health services according to standards to improve the quality of service and patient safety. In 2022 there are events carried out by health workers with the field of expertise of nurses. A 7-year-old child with the initials AK in Pangkal Pinang City. In the practice of circumcision of the victim there is an element of negligence that makes the victim suffer permanent injuries. Until it causes a 2 cm long wound that hit from the surface of the head of the penis through to the victim's urinary tract. While due to the negligence of the nurse, the victim experienced psychological trauma. The purpose of this study is to determine the authority of nurses in carrying out circumcision practices in terms of Law Number 38 of 2014 concerning Nursing and to find out the responsibility of nurses who practice circumcision that harms patients in terms of Law Number 38 of 2014 concerning Nursing. The approach method used is normative juridical, the research specifications in this study are descriptive analytical, data collection techniques in this study literature study and analytical methods in this study use qualitative analysis methods. Then the result was obtained that there was an omission committed by the Nurse. The nurse's actions are unlawful, and the nurse must be responsible for her actions. Abstrak. Pelayanan kesehatan di Indonesia secara umum meliputi usaha-usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Salah satu pelayanan kesehatan sebagai usaha promotif dan preventif di Indonesia adalah tindakan sunat (sirkumsisi). Khitan sudah biasa dilakukan sebagian besar perawat dalam menjalankan praktek mandiri. Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan melaksanakan pelayanan Kesehatan sesuai standar dalam rangka peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Pada tahun 2022 terdapat peristiwa yang dilakukan tenaga Kesehatan dengan bidang keahlian perawat. Seorang anak berumur 7 tahun inisial AK di Kota Pangkal Pinang. Dalam praktik sunatnya terhadap korban terdapat unsur kelalaian sehingga membuat korban mengalami luka permanen. Sampai menyebabkan luka sepanjang 2 cm yang mengenai dari permukaan kepala penis tembus hingga kesaluran kemih korban. Sementara akibat kelalaian perawat, korban mengalami trauma psikologis. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui kewenangan perawat dalam melakukan praktik khitan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan serta untuk mengetahui pertanggungjawaban perawat yang melakukan praktik khitan yang merugikan pasien ditinjau dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, spesifikasi penelitian dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini studi kepustakaan serta metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Kemudian diperoleh hasil bahwa adanya suatu kelalaian yang dilakukan oleh Perawat. Perbuatan Perawat termasuk kedalam perbuatan melawan hukum serta Perawat harus bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.
Pemenuhan Hak Pasien Peserta BPJS Kesehatan dalam Mendapatkan Pelayanan Kesehatan yang Antidiskriminasi di Rumah Sakit Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Althaf Naufal Romero; Sri Ratna Suminar; Asep Hakim Zakiran
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.5014

Abstract

Abstract. Health is part of the basic right of every human being and is a basic need of every human being that cannot be reduced under any circumstances. In an effort to obtain the right to health, people will receive a health service. Health services are one of the most needed forms of service by the community. Service is oriented towards fulfilling consumer demands and expectations, so it cannot be separated from quality or quality. Regarding the quality of health services, there are still problems in its implementation. For example, there are cases of discrimination against patients participating in BPJS Kesehatan in hospitals in obtaining health services. This study aims to determine the implementation of the fulfillment of the rights of patients participating in BPJS Kesehatan in obtaining antidiscrimination health services in hospitals and the legal responsibility of hospitals for patients participating in BPJS Kesehatan who get discrimination in health services based on Law Number 44 of 2009 concerning Hospitals. This research uses a normative juridical approach method with analytical descriptive research specifications and uses secondary data types. The data collection technique used is a literature study and uses qualitative analysis methods. Based on the results of the analysis, it can be concluded that the implementation of fulfilling the rights of patients participating in BPJS Kesehatan in obtaining antidiscrimination health services in hospitals has not been carried out properly. This is because there is still discriminatory treatment for patients participating in BPJS Kesehatan and hospital legal liability for patients participating in BPJS Kesehatan who get discrimination based on Law Number 44 of 2009 concerning Hospitals in the form of administrative sanctions. Regarding the civil liability of hospitals, it will refer to Article 1367 of the Civil Code which is supported by the doctrine of corporate liability. Abstrak. Kesehatan merupakan bagian dari hak dasar setiap manusia dan menjadi kebutuhan dasar setiap manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Sebagai upaya mendapatkan hak kesehatan, masyarakat akan menerima sebuah pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Pelayanan berorientasi pada pemenuhan atas permintaan dan harapan konsumen, sehingga tidak bisa dipisahkan dengan kualitas atau mutu. Berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan, masih terdapat permasalahan dalam penerapannya. Sebagai contoh terdapat kasus diskriminasi terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pemenuhan hak pasien peserta BPJS Kesehatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang antidiskriminasi di rumah sakit dan pertanggungjawaban hukum rumah sakit terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan yang mendapatkan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dan menggunakan jenis data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan menggunakan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa implementasi pemenuhan hak pasien peserta BPJS Kesehatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang antidiskriminasi di rumah sakit belum dapat terlaksana dengan baik. Hal tersebut dikarenakan masih adanya perlakuan diskriminasi kepada pasien peserta BPJS Kesehatan dan pertanggungjawaban hukum rumah sakit terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan yang mendapatkan diskriminasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit berupa sanksi administratif. Terkait pertanggungjawaban perdata rumah sakit, maka akan merujuk kepada Pasal 1367 KUHPerdata yang didukung dengan doktrin corporate liability.
Tanggung Jawab Pengelola Parkir atas Kehilangan Kendaraan yang Diparkir Ditinjau dari Buku III KUHPerdata Jo Perda No 4 Tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Retribusi Parkir Salma Yuniar Nafisa; Sri Ratna Suminar
Bandung Conference Series: Law Studies Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Law Studies
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsls.v3i1.5086

Abstract

Abstract parking is a vehicle that does not move for a while and is abandoned by the owner or driver, parking is also one of the local revenues derived from the name parking tax where illegal parking will have a bad impact on local goverments, on the othet hand the existence of illegal parking males the local goverment lose money because the income that should included in the regional treasury becomezs gold food by the unemployed who are looking for opportunities for this (Sutrisno, 2019). Abstrak. Parkir merupakan keadaan kendaraan yang tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan oleh pemiliknya atau pengemudinya, parkir juga merupakan salah satu pendapatan asli daerah yang diperoleh dari namanya pajak parkir yang dimana parkir liar akan berdampak buruk bagi pemerintah daerah, disisi lain juga sangat meresahkan bagi masyarakat dengan adanya parkir liar, dan disisi lain juga keberadaan parkir liar membuat pemerintah daerah rugi karena pendapatan yang seharusnya masuk dalam uang kas daerah menjadi santapan emas oleh penangguran yang mencari kesempatan akan hal ini (Sutrisno, 2019).