Abstract: The success of Chinese Muslim entrepreneurs in businessis a well-known fact. On one side, there are explicit or implicitregulations in Jogjakarta (Java), discouraging the ethnic Chinese fromworking in non-commercial sectors. Their only opportunity to makea living is business. But, on the other side, their success warrantsnotice that even though the businessmen run their business withscientifical management, actually they have dependence on theirculture, ethics, and religious beliefs. This is because business is amobile activity. Business without reliable ethics can not succeedreliably. If business is a kind of human activity, business ethics can beperceived as a reflection of the actors in their behaviors.Through descriptive and interpretative approaches, this study reachedthe following conclu-sions: firstly, the Chinese Muslim entrepreneursof Jogjakarta are dependent on the constructs of business ethics whichcontain work ethos, hard work, thrift, honesty, and trust. Thosecharacteristics are then implemented in their business activities.Therefore, they have awareness in implementing business ethics inorder to engage in business as long as their life. They do their businesswith high self-discipline, self-confidence, diligence, industriousness,and hard work from the younger years in order to have highconsciousness to run their business in their maturity.Secondly, it can be said that Islamic teachings, for Chinese Muslimentrepreneurs of Jogjakarta, have a significant role in constructingtheir business ethics. These indications can be seen in their business activities and their perceptions. Its teachings are perceived as a sourceof motivation in economic behaviors. Even though their business ethicscannot be said to derive from religious teachings only, but rather thatsuch ethics progress along with the socio-cultural, socio-economicand socio-political developments of the community.Keberhasilan pengusaha muslim Cina dalam dunia bisnis merupakansebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Di satu sisi, terdapatperaturan eksplisit ataupun implisit di Yogyakarta (Jawa) yangmengecilkan semangat mereka untuk bekerja di bidang non-komersial.Satu-satunya peluang mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnyaadalah bisnis. Di sisi yang lain, keberhasilan mereka ini semakinmenyatakan bahwa meskipun mereka menjalankan bisnisnya denganilmu manajemen, kenyataannya mereka memiliki ketergantungan padabudaya, etika dan kepercayaan agama mereka. Ini karena bisnismerupakan aktivitas yang mobile. Bisnis tanpa etika yang reliabletidak bisa mengantarkan pada kesuksesan. Jika bisnis merupakansebuah aktivitas manusia, etika bisnis bisa dianggap sebagai sebuahrefleksi aktor-aktornya dalam peri laku mereka.Melalui pendekatan deskriptif dan interpretatif, studi ini sampai padakesimpulan berikut: pertama, pengusaha muslim Cina Yogyakartatergantung pada konstruk etika bisnis yang mengandung etos kerja,kerja keras, sikap hemat, kejujuran dan kepercayaan. Karakteristikini kemudian diimplementasikan dalam kegiatan bisnis mereka. Karenaitu, mereka memiliki kesadaran dalam mengimplementasikan etikabisnis untuk masuk dalam dunia bisnis sepanjang hidup mereka.Mereka melakukan bisnis mereka dengan disiplin diri, percaya diri,rajin, tekun, dan kerja keras yang tinggi sejak usia muda supayamemiliki kesadaran yang tinggi dalam menjalankan bisnis merekamenurut kedewasaan mereka.Kedua, bisa dikatakan bahwa ajaran Islam, bagi pengusaha muslimCina Yogyakarta, memiliki peran yang signifikan dalam membentuketika bisnis mereka. Indikasinya bisa dilihat dalam kegiatan danpersepsi bisnis mereka. Ajaran-ajaran ini dirasakan sebagai sebuahsumber motivasi dalam peri laku ekonomi, meskipun etika bisnismereka tidak bisa dikatakan bersumber dari ajaran agama saja,namun lebih sebagai etika yang berkembang mengikuti perkembangansosio-kultural, sosio-ekonomi, dan sosio politik masyarakat.