Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENGAWASAN TERHADAP PRAMUWISATA DI PROVINSI BALI I Ketut Suparta
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 2 No 1 (2013)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.536 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2013.v02.i01.p11

Abstract

This research is based on a gap that happened in arranging tour guides in Bali in which there are norms conflict between the regional regulation of Bali Province Number 5 Year 2008 on Tour Guide and the Regulation of Cultural and Tourism Minister Number: PM.92/HK.501/MKP/2010 on The Registration Procedure of Tour Guides Business which causes the Government of Bali Province doubtful in doing the authority of controling. In this research is discussed two problem namely the authority of Bali Province Government in arranging the tour guides business and controlling the tour guides. From the research which is conduct with statute approach and the law concept analysis approach that is analyzed by systematization, evaluation, argumentation and description method, it is known that the Bali Province Government has attribution authority  which is strict for arranging the tour guides business and this matter implies on the authority to conduct control that includes law and administration, technical ability and tour guides behavior. Since regional regulation made by the autonomous government structure with autonomous autorithy then the regulation that arranges specified authority for that region remains valid.    
PEMAHAMAN MASYARAKAT HINDU TENTANG PENGGUNAAN PAPAH BOLONG DALAM UPACARA TIGA BULANAN DI DESA DAMAI MAKMUR KECAMATAN NUHON KABUPATEN BANGGAI Darma Putra, I Putu Susila; Suarnada, I Gede Made; Suparta, I Ketut
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 14 No 2 (2023): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v14i2.454

Abstract

Papah bolong merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam upacara tutug kambuhan (bayi berumur 42 hari), namun selain upacara 42 hari penggunaan papah bolong di Desa Damai Makmur juga digunakan pada upacara tiga bulanan. Adanya perbedaan dalam penggunaan papah bolong di Desa Damai Makmur juga menyebabkan perbedaan pemahaman masyarakat, sehingga diperlukannya penelitian terkait pemahaman masyarakat Hindu dalam penggunaan papah bolong di Desa Damai Makmur. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Pemahaman, masyarakat,fungsi, dan makna yang terkandung dalam penggunaan papah bolong pada upacara tiga bulanan di Desa Damai Makmur. Hasil penelitian ini adalah: 1) Pemahaman masyarakat Hindu tentang penggunaan papah bolong dalam upacara tiga bulanan yaitu berdasarkan situasi (dapat digunakan pada saat 42 hari atau tiga bulanan), berdasarkan kondisi (ketersediaan dari sarana papah bolong), dan berdasarkan sima dresta asal di Bali. 2) Fungsi yang terkandung dalam penggunaan papah bolong pada pelaksanaan upacara tiga bulanan yaitu papah bolong berfungsi sebagai sarana pembersihan, papah bolong berfungsi sebagai simbol penilaian diri, papah bolong berfungsi sebagai simbol pengetahuan tentang nyama bajang, Papah bolong berfungsi sebagai pengungkapan perasaan. 3) Makna yang terkandung dalam penggunaan papah bolong pada pelaksanaan upacara tiga bulanan yaitu papah bolong bermakna sebagai nyama bajang, tapak dara (+) bermakna keseimbangan, dan kain putih bermakna penyucian.
PENEMPATAN DAN MAKNA PATUNG GANESHA DI DESA TORUE KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG krisnawan, i kadek; Suparta, I Ketut; Damayanti, Ni Luh Ayu Eka
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 15 No 1 (2024): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v15i1.466

Abstract

Ganesha sebagai manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa yang merupakan sumber inspirasi yang mendasari kreativitas Umat Hindu dalam mewujudkan kerinduannya terhadap Tuhan. Oleh karena itu, penempatan Patung Ganesha perlu mempertimbangkan kaidah-kaidah tata ruang, menurut etika religius Hindu. Berdasarkan hasil observasi penempatan Patung Ganesha di Desa Torue yang di Perempatan jalan, pertigaan jalan, aling-aling rumah dan pelangkiran. Sehingga adanya keberagaman terkait dengan penempatan Patung Ganesha, maka memberikan suatu pemaknaan yang berbeda juga. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penempatan Patung Ganesha dan makna Patung Ganesha. Teori yang digunakan yaitu teori simbol dan teori makna. Jenis penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data: observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling. Dari hasil penelitian disimpulkan: 1) penempatan Patung Ganesha meliputi: a. Perempatan jalan b. pertigaan jalan, c. aling-aling, d. Pelangkiran. 2) Makna Patung Ganesha meliputi: a. Makna Patung Ganesha di perempatan dan pertigaan jalan sebagai penolak bala dan penanda jalan, b. Makna patung Ganesha di aling-aling sebagai Pelindung dari hal negatif terhadap keharmonisan rumah tangga dan pembawa rezeki, c. Makna Patung Ganesha di pelangkiran adalah sarana untuk memfokuskan diri dan hiasan.
PEMENTASAN TARI DEWA AYU DI DESA PALONGAAN KECAMATAN TOBADAK KABUPATEN MAMUJU TENGAH Febriyani, Noni; Suparta, I Ketut; Mudita, I Wayan
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 15 No 1 (2024): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v15i1.481

Abstract

Tari Dewa Ayu merupakan tari sebagai ucapan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tari Dewa Ayu dipentaskan saat acara piodalan dan ngenteg linggih, dalam pementasannya para penari tidak dihias. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pementasan tari Dewa Ayu, dan untuk mengetahui nilai estetika pada pementasan tari Dewa Ayu di Desa Palongaan Kecamatan Tobadak Kabupaten Mamuju Tengah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Religi dan teori Nilai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pementasan tari Dewa Ayu memiliki tahapan diantaranya: a) Menyiapkan banten peneman, b) mengikuti persembahyangan bersama, c) menyucikan tempat menari, d) mengatur gambelan. Adapun Nilai estetika tari Dewa Ayu yaitu: a) nilai keharmonisan dengan tuhan, manusia dan alam, b) nilai kekontrasan penari Dewa Ayu dengan penari tari lainnya, c) nilai kesatuan yaitu adanya kesatuan antara bunyi gamelan dengan penari serta pemangku sebagai pemimpin.
Evaluating The Implementation of The Newa Concept To Sustain Hotel Occupancy at Sanctoo Suites & Villas I Putu Subali Adi Putra; Ni Made Ernawati; I Gede Mudana; I Ketut Suparta; I Ketut Suja
International Journal of Travel, Hospitality and Events Vol. 3 No. 3 (2024): International Journal of Travel, Hospitality and Events
Publisher : The Postgraduate School of Tourism Sahid Polytechnic

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56743/ijothe.v3i3.425

Abstract

Purpose: This research examines implementing the NEWA concept to maintain occupancy at Sanctoo Suites & Villas. The hotel industry faces significant challenges sustaining occupancy levels due to fluctuating demand and intense competition, exacerbated by the COVID-19 pandemic. The research originates from the need to enhance occupancy rates, which are critical for the hotel's success. It addresses the problem of fluctuating occupancy rates and aims to develop effective improvement strategies. Research methods: This mixed-method research employs a qualitative approach supplemented by quantitative methods and the Servqual model, conducted over six months. Data collection methods include interviews, surveys, observations, document studies, and Focus Group Discussions (FGDs) involving executive management and hotel staff. Results and discussion: The research highlights a unique marketing concept aimed at delivering new extraordinary experiences while maintaining guest satisfaction. It underscores the importance of a comprehensive approach integrating high-quality service and innovative offerings to meet diverse guest needs. This strategy enhances the hotel’s market competitiveness and ensures long-term success. Key components of the implementation include personalized guest experiences, an efficient booking system, and a proactive marketing strategy emphasizing the NEWA (Nature et al. & Adventure) concept. Implication: The findings demonstrate that implementing NEWA can significantly benefit hotel occupancy, providing valuable insights for industry practitioners.
Implementasi Spiritualitas di Tempat Kerja untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan di Sanctoo Suites & Villas Pramana, Made Dwitya Teja; Astawa, I Ketut; Winia, I Nyoman; Sudiarta, Made; Suparta, I Ketut
Bali Membangun Bali: Jurnal Bappeda Litbang Vol 5 No 2 (2024): Agustus 2024
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Bali

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51172/jbmb.v5i2.366

Abstract

Purpose: The purpose of this study is to determine the implementation of spirituality in the workplace and the effect of the implementation to the performance of employees at Sanctoo Suites & Villas, Singapadu, Gianyar. Research methods: The type of data in this study is primary data which obtained through observation, interviews, and questionnaires from 60 samples. The data analysis technique used is simple linear regression and processed through the SPSS. Results and discussion: The management of Sanctoo Suites & Villa has not explicitly implemented spirituality in the workplace buat implicitly the concept of spirituality in the workplace has been applied by management based on three dimensions that build spirituality in the workplace, namely meaningful work, feeling connected to the community, and alignment with organizational values. Spirituality has a positive influence on employee performance at Sanctoo Suites & Villas. Implication: This study has particular implications for the Sanctoo Suites & Villa management in building value dimensions that can increase the spirituality of employees in carrying out their duties so that they can contribute to the performance of their employees and to the companies.
KEBERADAAN PURA KAYANGAN JAGAT ULUNDANU MEKARSARI DI DESA DODA BUNTA KECAMATAN SIMPANG RAYA KABUPATEN BANGGAI Yudistira, Yudha; Suparta, I Ketut; Ratini, Ni Ketut
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 15 No 2 (2024): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v15i2.617

Abstract

Pura Khayangan Jagat Ulundanu Mekarsari di Desa Doda Bunta Kecamatan Simpang Raya Kabupaten Banggai merupakan pura yang sangat unik pura ini di keramatkan oleh pengempon pura sebagai tempat untuk melakukan pemujaan kepada Dewi Danu dan penghormatan kepada Sang Hyang Hangewengku Bumi. Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah; 1) Mengapa didirikannya Pura Kayangan Jagat Ulundanu Mekarsari di Desa Doda Bunta Kecamatan Simpang Raya Kabupaten Banggai?.2) Apakah Fungsi dari Pura Kayangan Jagat Ulundanu Mekarsari di Desa Doda Bunta Kecamatan Simpang Raya Kabupaten Banggai? Berdasarkan hasil penelitian ini faktor yang melatarbelakangi didirikannya Pura Khayangan Jagat Ulundanu Mekarsari yaitu: 1. Keyakinan Kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, 2. Terjadinya Krisis Air, 3. Terbentuknya Kelompok Tani, 4. Adanya Kejadian Luar Biasa 5.Mengikuti Perintah Weda atau Tradisi Leluhur. Pura Khyangan Jagat Ulundanu Mekarsari memiliki fungsi yaitu: 1. Sebagai Sarana Ritual dan Pemujaan, 2. Sebagai Sarana Untuk Menjaga Keharmonisan, 3. Sebagai Tempat Untuk Memberikan Pendidikan Keagamaan, 4. Sebagai Tempat Untuk Berkomonikasi Antar Sesama Pengempon Pura. 5. Sebagai Media Meditasi, 6. Sebagai Tempat Untuk Memohon Keselamatan, 7. Sebagai Tempat Untuk Meningkatkan Sradha dan Bakti 8. Sebagai Media Propaganda Pemerintahan. setelah penelitian ini diharapkan agar masyarakat dapat selalu menjaga kesucian dan kesakralan pura ini mengingat pura ini begitu unik. Selain itu, untuk peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji kembali pura ini, agar dapat mengkaji mengenai struktur bangunan pura ini mengingat struktur dari pura ini sangat lah unik dan menarik.
TRADISI NGEJOT TUMPENG MASYARAKAT HINDU DI KELURAHAN MARTAJAYA KECAMATAN PASANGKYU KABUPATEN PASANGKAYU Astiti Rejeki, Ni Putu Arum; Merthawan, Gede; Suparta, I Ketut
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 15 No 2 (2024): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v15i2.623

Abstract

Rumusan masalah: (1) Bagaimana bentuk pelaksanaan tradisi Ngejot Tumpeng? (2) Apa implikasi tradisi Ngejot Tumpeng? Tujuan penelitian: (1) Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan tradisi Ngejot Tumpeng. (2) Untuk mengetahui implikasi tradisi Ngejot Tumpeng. Penelitian menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, peneliti menggunakan dua teori: teori fungsionalisme struktural dan teori resepsi, penentuan informan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Analisis data yaitu pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil ini adalah menunjukan hasil yaitu 1) bentuk pelaksanaan Ngejot Tumpeng a) pelaksanaan Ngejot Tumpeng pada hari raya penampahan Galungan sampai Galungan, b) bentuk bantennya masih sesuai seperti di Bali khususnya di Gianyar, c) tidak semua masyarakat melaksanakan Ngejot Tumpeng, dan d) tidak ada balasan yang dibawa pulang oleh masyarakat saat Ngejot Tumpeng. 2) implikasi tradisi ngejot tumpeng yaitu: a) implikasi sosial budaya yaitu mempererat kerukunan dan silahturahmi, b) implikasi ekonomi masyarakat memberikan dana punya, c) implikasi keagamaan yaitu meningkatkan rasa sradha dan bhakti umat Hindu.
PELAKSANAAN CATUR BRATA PENYEPIAN UMAT HINDU DI DESA TOLAI BARAT KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG Yadi Yadnya, I Komang Bagus; Suparta, I Ketut; Suarnada, I Gede Made
Widya Genitri : Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu Vol 15 No 2 (2024): Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu
Publisher : STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36417/widyagenitri.v15i2.704

Abstract

Hari raya Nyepi adalah hari yang disucikan oleh umat Hindu. Dalam hari raya Nyepi terdapat empat larangan yang di sebut dengan catur brata penyepian, umat Hindu di Desa Tolai Barat khususnya di Dusun Gunung Sari Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong dalam pelaksanaan catur brata penyepian belum sepenuhnya melaksanakan larangan-larangan seperti amati geni, amati karya, amati lelungan dan amati lelanguan yang terdapat dalam catur brata penyepian. Rumusan masalah: 1.Bagaimana pelaksanaan catur brata penyepian bagi umat Hindu di Desa Tolai Barat Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong?, 2.Apa Makna pelaksanaan catur brata penyepian bagi umat Hindu di Desa Tolai Barat Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong? Tujuan; 1.Untuk mengetahui pelaksanaan catur brata penyepian. 2.Untuk mengetahui makna pelaksanaan catur brata penyepian. Jenis penelitian kualitatif deskriptif. Menggunakan Teori Fungsional Struktural, dan Teori Makna. Penentuan informan yaitu: Purposive, metode pengumplan data: observasi, wawancara, kepustakaan, dokumentasi. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Catur Brata Penyepian Bagi Umat Hindu yaitu: 1.menyesuaikan kondisi lingkungan setempat, 2.meningkatkan kesadaran diri, 3.meningkatkan keharmonisan, 4.berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Agama Hindu. Catur brata penyepian memiliki makna yaitu: 1.peningkatan spiritual, 2.peningkatan sosial, 3.pengendalian diri dan hawa nafsu, 4.peningkatkan kesucian rohani, 5.mawas diri atau ngeret indrya, 6.mulat sarira.
The Local Community's Perspective: Development of Tengkudak Village as A Tourist Village Oka, I Made Darma; Suparta, I Ketut; Budiasa, I Made; Suarja, I Ketut; Darmayanti, Putu Widya
Journal of Hospitality Accommodation Management (JHAM) Vol. 4 No. 1 (2025): Journal of Hospitality Accommodation Management (JHAM)
Publisher : Program Studi Manajemen Divisi Kamar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52352/jham.v4i1.1930

Abstract

This research aims to explore the potential for developing Tengkudak village as a tourist village from the perspective of the local community. Data collection through observation, interviews, and literature study using quantitative descriptive analysis. The sample was determined as 100 people through proportional random sampling. Informants were selected from the community who understood the existence of the village through proportional random sampling. The research results show that the local community basically strongly agrees with developing this village as a tourist village, with a score of 4.11 (agreeing to develop it into a tourist village). To be able to maximize the development of the tourist village, it is necessary to involve pentahelic actors (government, academics, tourism actors, the media, and local communities) in the development of the tourist village. The government is only limited to facilitating, and local communities are the main actors in developing tourist villages, so they can better understand natural and cultural phenomena, as a determinant of the quality of tourism products owned by the village. This can certainly foster a common perception of all Pentahelix actors and provide the widest possible space for local communities as the main actors in developing tourist villages.