I Made Tangkas
Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Tadulako, Kota Palu, Indonesia

Published : 34 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 34 Documents
Search

PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN DALAM KELUARGA DI SEKOLAH NON-FORMAL SRIKANDIKU Putu Sukma Megaputri; Made Bayu Oka Widiarta; Putu Dian Prima Kusuma Dewi; Ni Made Karlina Sumiari Tangkas; Ni Luh Made Krisna Dwipayanti
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 7, No 6 (2023): Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmm.v7i6.17794

Abstract

Abstrak: Peningkatan derajat kesehatan ibu merupakan salah satu target dari sustainable development goals. Sebagian besar perempuan memiliki peran ganda dan selalu menjadi ujung tombak dalam sebuah keluarga. Kesehatan ibu merupakan kesehatan sebuah keluarga. Pendidikan mengenai gender, kesehatan dan kapasitas ekonomi menjadi salah satu tujuan dari pengabdian ini dengan membentuk kelas nonformal. Metode pengabdian yang dilakukan dimulai dari identifikasi masalah, identifikasi kebutuhan masyarakat selanjutnya pelaksanaan kegiatan dengan membentuk 2 kelas masing-masing peserta di tiap kelas sebanyak 20 orang. Kemudian membagi pelatihan ini menjadi 5 modul besar. Peserta sebelumnya diberikan pretest untuk mengukur pengetahuan awal selanjutnya diakhir kegiatan seluruh kelas dan modul peserta diberikan Kembali posttest untuk mengukur peningkatan pengetahuan perempuan baik dalam kesetaraan gender, kesehatan dan kapasitas ekonomi. Hasilnya bahwa terdapat 5 modul besar yang diberikan dan pengetahuan Perempuan sebagian besar meningkat dari sebelum dan sesudah adanya kelas Srikandiku secara berturut-turut pengetahuan gender (78% dari 64%), kespro dan KB (85% dari 73%), deteksi dini kanker serviks dan payudara (90% dari 85%), stimulasi tumbuh kembang (82% dari 76%) terakhir adalah peningkatan kapasitas ekonomi (80% dari 69%). Simpulannya bahwa pengabdian ini dapat membantu ibu meningkatkan kapasitasnya baik dari segi peran gender, kesehatan dan kapasitas ekonomi.Abstract: Improving maternal health is one of the targets of sustainable development goals. Most women have multiple roles and are always the spearhead in a family. Maternal health is the health of a family. Education regarding gender, health and economic capacity is one of the goals of this service by forming non-formal classes. The service method used starts from identifying problems, identifying community needs, then implementing activities by forming 2 classes with 20 participants in each class. Then divide this training into 5 large modules. Participants were previously given a pretest to measure their initial knowledge, then at the end of the whole class and module activities participants were given a posttest again to measure the increase in women's knowledge in terms of gender equality, health and economic capacity. The result was that there were 5 major modules provided and women's knowledge mostly increased from before and after the Srikandiku class, respectively gender knowledge (78% from 64%), reproductive health and family planning (85% from 73%), early detection of cervical cancer and breast (90% of 85%), stimulation of growth and development (82% of 76%) and finally increasing economic capacity (80% of 69%). The conclusion is that this service can help mothers increase their capacity both in terms of gender roles, health and economic capacity.
TINGKAT PENGETAHUAN KADER TENTANG PEMANTAUN TUMBUH KEMBANG BALITA PADA KONDISI DARURAT Nurulfuadi, Nurulfuadi; Nadila, Devi; Tangkas, I Made; Randani, Aldiza Intan; Fatimatuzzahra, Fatimatuzzahra; Afadil, Adila Humaira; Djibran, Anifah Salsabila; Desmeli, Desmeli
Jurnal Dedikatif Kesehatan Masyarakat Vol. 4 No. 2 (2024): Vol 4, No 2 (2024), April
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/dedikatifkesmas.v4i2.1234

Abstract

Prevalensi balita stunted di Kota Palu pada tahun 2022 mencapai 24.7%, wasted sebesar 12.8%, underweight sebesar 24.7%, sedangkan overweight sebesar 1.9%. Permasalahan tumbuh kembang anak, termasuk penurunan status gizi pasca bencana di Kota Palu meningkat jika dibandingkan sebelum bencana terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang kurang memadai. Oleh karena itu, pelatihan pemantauan tumbuh kembang balita pada kondisi darurat (emergency nutrition assesment) perlu dilakukan. Tujuan pengabdian pada masyarakat ini yaitu meningkatkan pengetahuan ibu-ibu kader sebagai salah satu petugas kesehatan di unit terkecil, yaitu posyandu di Keluruhan Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu terkait pemantauan tumbuh kembang balita saat kondisi darurat (emergency nutrition assesment). Mitra pada kegiatan ini yaitu Lurah Duyu Kota Palu. Metode yang digunakan yaitu ceramah dan praktek langsung. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan pengetahuan kader tentang pemanataun tumbuh kembang balita pada kondisi darurat. Kegiatan pelatihan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan aspek positif pengetahuan kader.
PELATIHAN PEMBUATAN BROWNIES SUKUN SUBTITUSI UBI UNGU SEBAGAI MAKANAN SELINGAN ALTERNATIF KAYA ANTIOKSIDAN Nurdin Rahman; Tangkas, I Made; Ariani, Ariani; Rakhman, Aulia; Khatimah, Husnul; Fandir, Abdul
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Kepulauan Lahan Kering Vol. 6 No. 2 (2025): Volume 6 Nomor 2 Edisi Oktober 2025
Publisher : Pergizi Pangan DPD NTT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51556/jpkmkelaker.v6i2.483

Abstract

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralisir radikal bebas sehingga berperan dalam pencegahan penyakit degeneratif. Kabupaten Sigi memiliki potensi pangan lokal kaya antioksidan, seperti buah sukun dan ubi jalar ungu, namun pemanfaatannya masih rendah karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan pengolahan. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat Desa Beka dalam mengolah sukun dan ubi ungu menjadi brownies sebagai makanan selingan alternatif kaya antioksidan. Metode yang digunakan meliputi ceramah, praktik pembuatan produk, dan diskusi. Peserta kegiatan adalah ibu-ibu rumah tangga di Desa Beka, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi. Hasil pelatihan menunjukkan adanya peningkatan keterampilan peserta dalam mengolah pangan lokal menjadi produk fungsional yang bergizi, disukai, dan berpotensi memiliki nilai jual. Brownies sukun substitusi ubi ungu yang dihasilkan memiliki tekstur lembut, rasa enak, dan aroma khas. Kegiatan ini tidak hanya memberikan keterampilan teknis, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya diversifikasi pangan lokal. Kesimpulannya, produk brownies sukun substitusi ubi ungu berpotensi dikembangkan sebagai usaha rumahan berbasis pangan lokal yang mendukung peningkatan kesehatan dan ekonomi masyarakat.
Between Stigma and Survival: The Role of Digital Backstage and Selective Disclosure in MSM Health Navigation in Palu, Indonesia Fitri Sulistiyani; Nurdin Rahman; I Made Tangkas; Ahmad Sinala
Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI) Vol. 8 No. 11: NOVEMBER 2025 - Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (MPPKI)
Publisher : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/mppki.v8i11.8303

Abstract

Introduction: In this study, we aimed to explore how Men Who Have Sex with Men (MSM) in post-disaster Palu, Indonesia, manage their sexual identities under religious conservatism, patriarchal norms, and heightened moral surveillance following the 2018 earthquake. Within this religiously conservative and disaster-affected context, our objective was to understand how MSM employ impression-management strategies to navigate visibility, stigma, and safety, and to analyze their implications for mental health, healthcare-seeking behavior, and overall well-being. This study addresses gaps in the literature by situating MSM experiences within Indonesia’s sociocultural and religious frameworks, thereby contributing to regional and cross-cultural analyses of LGBTQ+ identity negotiation in Southeast Asia. Methods: This qualitative phenomenological study employed in-depth interviews, photo-elicitation, and digital ethnographic observation over six months in Palu. A total of twenty-five MSM participants aged 18–40 were purposively recruited to ensure diversity of experience and social background. Sampling continued until thematic saturation was reached, meaning no new themes emerged during ongoing analysis. Data collection included semi-structured interviews and analysis of interactions on online platforms (e.g., Telegram, BlueD, and Instagram). Visual materials contributed to the coding framework by illustrating non-verbal expressions of impression management, later integrated into thematic synthesis. Ethical approval was obtained from the Institutional Review Board (IRB) of the Faculty of Public Health, Universitas Muhammadiyah Palu, following the British Psychological Society (BPS) and American Anthropological Association (AAA) ethical codes. Participants provided verbal and written informed consent, and all identifying details were anonymized. Results: The primary outcome of the study was an understanding of how MSM in Palu adaptively navigate identity, stigma, and safety through impression management. Key findings revealed that MSM maintain dual personas—performing heteronormativity in public (front-stage) while expressing their authentic identities within digital backstage spaces. Selective disclosure of sexual orientation was governed by contextual trust, relational safety, and fear of institutional stigma. Digital platforms functioned as crucial psychosocial and health-navigation spaces, enabling solidarity and access to information. However, overreliance on digital interactions sometimes intensified isolation and reproduced inequalities linked to digital literacy and class. While these adaptive strategies ensure survival under moral surveillance, they inadvertently reinforce structural stigma by normalizing concealment and restricting public visibility. Conclusion: In conclusion, this study contributes to understanding how Men Who Have Sex with Men (MSM) in Palu construct survival and well-being through impression management under conditions of religious-patriarchal stigma and disaster-induced moral tightening. It illustrates that dual personas, selective disclosure, and digital backstage practices function both as protection and as mechanisms that perpetuate invisibility. These findings inform the design of culturally sensitive, confidentiality-centered health interventions, emphasizing peer navigation, digital outreach, and faith-inclusive stigma reduction. Future studies should investigate the long-term mental health impacts of sustained concealment and digital dependency, advancing inclusive policies and provider training across Indonesia’s public health systems and the broader Southeast Asian region.