Claim Missing Document
Check
Articles

Islam di Nusantara pada Abad ke-10 Masehi sebagaimana Tercermin dalam Tinggalan Budaya Utomo, Bambang Budi
SUHUF Vol 3 No 1 (2010)
Publisher : Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22548/shf.v3i1.81

Abstract

Muslim merchants were active as traders from the seventh century. Several archipelago Hindu and Buddhist kingdoms established com-mercial and diplomatic connections with Middle Eastern Islamic rulers. Archaeological evidence pointing to this fact has been found at a shipwreck site in the Java Sea near Cirebon. Among the discovered trade goods were indications of Islam in the form of a stamp-mould with the inscription asma’ul husna. Although most of the Indonesian community follow Sunni teaching, in practice at this time in Sumatra and Java there are devotees of Syi’ah. Archaeological evidence points that Islam entered Southeast Asian archipelago from Persia via  Gujarat, India. The religion was brought by merchants to Southeast Asia, especially to Indonesia and the Malay peninsula.
Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Sekolah Menengah Atas Perbatasan Entikong Kalimantan Barat Atmaja, Thomy Sastra; Dewantara, Jagad Aditya; Utomo, Bambang Budi
Jurnal Basicedu Vol. 4 No. 4 (2020)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/basicedu.v4i4.545

Abstract

Pelaku pendidikan di wilayah perbatasan Entikong Kalimantan Barat memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mempertahankan nilai karakter bangsa. Entikong marupakan salah satu wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia menyimpan potensi degradasi nilai karakter bangsa yang cukup besar. Menyikapi hal tersebut, maka lembaga pendidikan (sekolah) di perbatasan Entikong menerapkan program penguatan pendidikan karakter sebagai instrumen preventif dalam membina dan menumbuh kembangkan nilai utama karakter bangsa (religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penguatan pendidikan karakter berbasis sekolah di SMA Perbatasan Entikong Kalimantan Barat. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguatan pendidikan karakter berbasis sekolah di SMA Perbatasan Entikong Kalbar dilakukan melalui 3 (tiga) program yakni pengembangan diri, mengintegrasikan dalam mata pelajaran, serta melalui budaya sekolah. (1) Program pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan keteladanan dan kegiatan pengondisian di sekolah. (2) Program mengintegrasikan nilai karakter dilakukan oleh guru melalui integrasi/menyisipkan nilai karakter kedalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. (3) Program budaya sekolah dilakukan dengan cara menetapkan visi dan motto sekolah yang mengandung nilai karakter, memajang banyak bendera merah putih di sepanjang teras sekolah untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme, memajang banyak kalimat motivasi dan bernilai karakter di sepanjang lingkungan sekolah, menerapkan 5 S yakni (senyum, salam, sapa, sopan, santun), menampilkan sikap saling peduli dan kasih sayang kepada seluruh warga sekolah, menetapkan tata tertib sekolah, menciptakan 4 program unggulan sekolah, melaksanakan kegiatan ekstakurikuler yang dapat membentuk karakter peserta didik, menunjukkan contoh teladan yang baik, menindak tegas dengan sanksi jika ada peserta didik yang melanggar disiplin atau tata tertib, serta mengarahkan dan mengirim peserta didik untuk aktif mengikuti ajang perlombaan agar terbentuk karakter berani berkompetisi.
Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Sekolah Menengah Atas Perbatasan Entikong Kalimantan Barat Atmaja, Thomy Sastra; Dewantara, Jagad Aditya; Utomo, Bambang Budi
Jurnal Basicedu Vol. 4 No. 4 (2020)
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/basicedu.v4i4.545

Abstract

Pelaku pendidikan di wilayah perbatasan Entikong Kalimantan Barat memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mempertahankan nilai karakter bangsa. Entikong marupakan salah satu wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia menyimpan potensi degradasi nilai karakter bangsa yang cukup besar. Menyikapi hal tersebut, maka lembaga pendidikan (sekolah) di perbatasan Entikong menerapkan program penguatan pendidikan karakter sebagai instrumen preventif dalam membina dan menumbuh kembangkan nilai utama karakter bangsa (religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penguatan pendidikan karakter berbasis sekolah di SMA Perbatasan Entikong Kalimantan Barat. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguatan pendidikan karakter berbasis sekolah di SMA Perbatasan Entikong Kalbar dilakukan melalui 3 (tiga) program yakni pengembangan diri, mengintegrasikan dalam mata pelajaran, serta melalui budaya sekolah. (1) Program pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan keteladanan dan kegiatan pengondisian di sekolah. (2) Program mengintegrasikan nilai karakter dilakukan oleh guru melalui integrasi/menyisipkan nilai karakter kedalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. (3) Program budaya sekolah dilakukan dengan cara menetapkan visi dan motto sekolah yang mengandung nilai karakter, memajang banyak bendera merah putih di sepanjang teras sekolah untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme, memajang banyak kalimat motivasi dan bernilai karakter di sepanjang lingkungan sekolah, menerapkan 5 S yakni (senyum, salam, sapa, sopan, santun), menampilkan sikap saling peduli dan kasih sayang kepada seluruh warga sekolah, menetapkan tata tertib sekolah, menciptakan 4 program unggulan sekolah, melaksanakan kegiatan ekstakurikuler yang dapat membentuk karakter peserta didik, menunjukkan contoh teladan yang baik, menindak tegas dengan sanksi jika ada peserta didik yang melanggar disiplin atau tata tertib, serta mengarahkan dan mengirim peserta didik untuk aktif mengikuti ajang perlombaan agar terbentuk karakter berani berkompetisi.
ARCA-ARCA BERLANGGAM ŚAILENDRA DI LUAR TANAH JAWA Utomo, Bambang Budi
AMERTA Vol. 31 No. 1 (2013)
Publisher : Penerbit BRIN (BRIN Publishing)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Dalam satu periode yang berlangsung sekitar satu abad lamanya (abad ke-8-9 Masehi),satu dinasti yang dikenal dengan nama Śailendra berkuasa di Jawa. Pengaruh dalam bidang politik,seni, dan ajaran (Buddha) cukup luas. Berdasarkan data arkeologi yang sampai kepada kita, buktibukti pengaruh dinasti ini ditemukan sampai di Sumatra, Semenanjung Tanah Melayu, dan Thailand Selatan. Sumber-sumber prasasti mengindikasikan bahwa dinasti ini telah menjalin kerjasama dibidang politik dan agama dengan kerajaan di Sumatra, Semenanjung Tanah Melayu, dan India Utara (Nālanda). Implikasi dari kerjasama tersebut tercermin dalam langgam arca-arca yang ditemukan. Makalah ini menguraikan tentang langgam arca-arca yang ditemukan di luar tempat asalnya dengan sampel arca-arca dari Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu. Sebagai data bantu untuk interpretasi adalah prasasti-prasasti dan ornamen dalam sebuah bangunan. Kata Kunci: Arca, Śailendra, Sumatra, ikonografi. Abstract. The Style of Śailendra Statues Beyond the Jawa Island. A dynasty by the name Śailendrawas known as a ruler dynasty in Jawa for about a century long (8th—9th CE). Its influence inpolitic, art, and religion (Buddha) was quite remarkable. From archaeological data, evidences ofthe dynasty’s influence are found in Sumatra, Malay Peninsula, and southern Thailand. Inscriptionevidences indicate the dynasty developed cooperation with the ruling kingdoms in Sumatra, MalayPeninsula, and North India (Nālanda) in politics and religion matters. The implications of thiscooperation are reflected on statues’ art style. This paper is about the style of statues found outsidetheir origin: the statues from Sumatra and Malay Peninsula. Information from inscriptions andmonument ornamentations are used as supporting data. Keywords: Statue, Śailendra, Sumatra, ikonografi.
MAJAPAHIT DALAM LINTAS PELAYARAN DAN PERDAGANGAN NUSANTARA Utomo, Bambang Budi
Berkala Arkeologi Vol. 29 No. 2 (2009)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v29i2.375

Abstract

Majapahit has been known as agrarian and maritime kingdom as well, with a territory covered almost as wide as the nowadays Republic of Indonesia region, excluding part of Papua and West Java (the Sundanese Kingdom). This was the condition after Gajah Mada well-known vow, the Palapa. Long before MahÄpatih Gajah Mada spoke his vow, from the year 1292 CE inscription of Camundi one’s learned that the consecration of the statue of Bhattari Camundi during the time of ÅšrÄ« MahÄrÄja KÄ›rtanÄgara from SiÅ‹hasÄri was a token of his success in bringing all the areas and many islands around under his power. And that means that the idea of expanding the Java mandala had been managed by ÅšrÄ« MahÄrÄja KÄ›rtanÄgara since the 1270-s before the inscription of Camundi was established. Based on available written sources (scripts and inscriptions) and being compared to SiÅ‹hasÄri maṇá¸ala expansion, regions that were under Majapahit’s authority covered only parts of Central Java, East Java, Madura, Bali and Sumbawa. Majapahit’s power was very depended on the services of the coastal ports such as Kambangputih, Siddhayu, Gresik, Surabhaya, and Canggu. And as to it Majapahit established powerful navy arms to secure the Majapahit waters in the Java Sea. The Babad Lasam mentioned Lasam to be the port where RÄjasawarddhana (Bhre Matahun) warships anchored. RÄjasawarddhana was the ruler of Lasam who happened to be Hayam Wuruk's relatives. All these warships were assumed to protect Majapahit's waters in the Java Sea.
SWARNNADWIPA ABAD XIII-XIV MASEHI PENGGUNAAN ATAS SUMBER EMAS DI HULU BATANGHARI (SUMATRA BARAT) Utomo, Bambang Budi
Berkala Arkeologi Vol. 14 No. 2 (1994)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v14i2.728

Abstract

Geographically, the territory of the Old Malay Kingdom was located around the Batanghari River, which included Jambi and West Sumatra Provinces. Based on the identification of calendar elements obtained from paleography, short writings on gold plates at Gumpung Temple, short inscriptions on pipisan stones from Koto Kandis, short writings on Buddhist areas from Solok Sipin, and ceramic fragments showing dates from the 13-14 AD century. The dating of the site shows that in the Batanghari area in the past there was a shift in settlement. The older settlements are located in the downstream area of ​​Batanghari, while the younger ones are located in the upstream area of ​​Batanghari in the West Sumatra region. The reason for moving the capital was due to the threat of a new religion that was developing in Aceh, but it can be added that Adityawarman also intends to control the gold mines that are widely located in the Minangkabau region. In addition, access to the Malacca Strait, which is an economic traffic route, is getting closer.
PEMUKIMAN KUNO DI DAERAH TEPI SUNGAI BATANGHARI PADA MASA MELAYU Utomo, Bambang Budi
Berkala Arkeologi Vol. 11 No. 1 (1990)
Publisher : BRIN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30883/jba.v11i1.548

Abstract

Daerah belahan timur pulau Sumatera merupakan tanah aluvial muda yang sebagian besar masih berupa rawa-rawa. Di daerah ini banyak terdapat sungai besar yang mengalir menuju selat Malaka dan selat Karimata, Di antara sungai-sungai besar yang mengalir di daerah tersebut adalah sungai Batanghari dan sungai Musi dengan anak sungainya. Di tepi sungai-sungai ini banyak ditemukan situs arkeologi yang menunjukkan bahwa di daerah ini telah dimukimi sejak lama. Manusia di daerah tepian sungai bermukim di tanggul-tanggul alam yang daerahnya cukup tinggi dan · tidak terkena banjir. Pada saat ini yang kita temukan adalah banyaknya perkampungan di tepian sungai. Perkampungan ini berpola memanjang rnengikuti alur sungai. Di- bagian betakang dari perkampungan ini masih terdapat rawa yang disebut "rawa belakang" ( back swamp).