Claim Missing Document
Check
Articles

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGENAKAN PIDANA PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI STABAT NOMOR 651/PID.SUS/2015/PN.STB TENTANG PERDAGANGAN SATWA YANG DILINDUNGI WULANDARI, MILIA; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i2.29871

Abstract

ANALISIS YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENGENAKAN PIDANA PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI STABAT NOMOR 651/PID.SUS/2015/PN.STB TENTANG PERDAGANGAN SATWA YANG DILINDUNGI Milia Wulandari (SI Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial Dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya) miliawulandari@mhs.unesa.ac.id Emmilia Rusdiana (S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Univeritas Negeri Surabaya) emmiliarusdiana@unesa.ac.id Abstrak Jumlah perkara perdagangan satwa yang dilindungi di Indonesia meningkat tajam dari tahun 2015 sampai 2017. Berdasarkan beberapa perkara perdagangan satwa yang dilindungi di Indonesia maka menimbulkan kerugian negara yang jumlahnya tidak ternilai. Salah satu contoh peristiwa kongkrit dapat dilihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb mengenai tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi. Hakim mengenakan sanksi pidana pada terdakwa berupa 2 bulan penjara dan denda sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), Putusan tersebut terlalu ringan jika dibandingkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn yang mengenakan sanksi pidana 2 tahun penjara dan Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl yang mengenakan sanksi 1 tahun penjara karena jika perdagangan satwa yang dilindungi dilakukan terus menerus maka akan mengakibatkan populasi satwa menurun dan keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Tujuan penelitian untuk menganalisis Pertimbangan Hakim dalam mengenakan pidana pada putusan Pengadilan Negeri Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb tentang perdagangan satwa yang dilindungi. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Jenis bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan teknik studi kepustaakaan. Teknik analisis menggunakan metode preskripstif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam mengenakan pidana pada putusan-putusan perdagangan satwa yang dilindungi berdasarkan pertimbangan yuridis dan non yuridis. Pertimbangan yuridis berdasarkan pada dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli, dan barang bukti. Pertimbangan yuridis pada putusan-putusan perdagangan satwa yang dilindungi, hakim cenderung melihat jumlah banyaknya barang bukti yang ada dalam mengenakan pidana dan hakim tidak melihat bahwa lamanya pelaku dan intensitas pelaku memperdagangkan satwa yang dilindungi maka akan mengurangi populasi satwa dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Sedangkan pertimbangan non yuridis, hakim memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, untuk hal yang memberatkan terdakwa, hakim melihat tindakan terdakwa dan akibat perbuatan terdakwa. Hal yang meringankan terdakwa, hakim melihat latar belakang sosial serta perilaku terdakwa selama menjalani persidangan. Kata kunci: Putusan Pengadilan Negeri, Perdagangan satwa yang dilindungi, Pertimbangan Hakim Abstract The number of cases of protected animal trafficking in Indonesia has increased sharply from 2015 to 2017. Based on the many cases of protected animal trafficking in Indonesia it has caused state losses that are of invaluable value. One example of a concrete event can be seen in the Decision of the Stabat District Court Number 651 / Pid.Sus / 2015 / PN.Stb concerning the crime of protected animal trade carried out by the defendant named Zamaas. The judge imposes criminal sanctions on the defendant in the form of 2 (two) months in prison and a fine of Rp. 5,000,000 (five million rupiah), the verdict is too light when compared to the decision of the Medan District Court Number 775 / Pid.B / LH / 2018 / PN.Mdn which imposes a criminal sanction of 2 (two) years in prison and a District Court Decision Mandailing Natal Number 145 / Pid.B / 2014 / PN.Mdl which imposes sanctions of 1 (one) year in prison because if the trade in protected animals is carried out continuously it will cause the animal population to decline and the balance of the ecosystem will be disrupted. This legal research is normative juridical. Normative juridical is legal research conducted based on norms or rules of law. The data analysis technique uses prescriptive methods that provide legal arguments for the results of this legal research. Based on the results of the research and discussion, it was concluded that the judges consideration in imposing a criminal on the decisions of the trade in protected animals was based on judicial and non-judicial considerations. Juridical considerations are based on the charges of the public prosecutor, testimony of the accused, witness statements, expert testimony, and evidence. In juridical considerations on the decisions of protected animal trade, judges tend to see the amount of evidence in criminal charges and judges do not see that the perpetrators and the frequency of perpetrators trading protected animals will reduce the animal population and disturb the balance of the ecosystem. While the non-juridical considerations, the judge paid attention to matters that incriminated and relieved the defendant, for matters that incriminated the defendant, the judge saw the defendants actions and the actions of the defendant. The thing that alleviated the defendant, the judge looked at the social background and behavior of the defendant during the trial. Keywords: District Court Decision, Trade in protected animals, Judge Considerations PENDAHULUAN Sumber daya alam hayati merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan), sumber daya alam hewani (hewan) maupun berupa fenomena alam yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentukan lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang DasarwNegara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945), yang menjelaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk mengelola dan mempergunakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup agar kualitas ekosistem”tetap terjaga. Berdasarkan amanat dari UUD NRI 1945 maka Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (selanjutnya disebut UU KSDAHE). Pemberlakuan UU KSDAHE maka negara Indonesia mengadopsi ketentuan dalam salah satu konvensi internasional mengenai konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia masuk ke dalam jajaran tata hukum Indonesia adalah CITES atau Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Abdullah, 2015: 125). Konvensi ini diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 43 Tahun 1978 tentang ratifikasi CITES yang menganjurkan bahwa semua negara di dunia harus mengetahui tata cara perdagangan tumbuhan dan hewan yang dilindungi dan tidak dilindungi agar tidak membahayakanwkelestariannyawsertaw memperingatkan betapa pentingnya masalah konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan untuk memperbaiki status kelangkaan makhluk hidup seperti Satwa (Supriadi, 2008: 165). Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, air dan udara. Satwa terbagi menjadi satwa Buru, satwa liar, satwa yang dilindungi, dan satwa yang tidak dilindungi. Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UU KSDAHE menyebutkan bahwa satwa yang dilindungi merupakan satwa yang populasinya jarang atau dalam bahaya kepunahan dan satwa yang dilindungi tidak boleh diperdagangkan serta dipelihara tanpa izin, sehingga jika Satwa yang dilindungi tetap diburu dan diperdagangkan dikhawatirkan satwa tersebut akan punah dari alam. Kasus perdagangan satwa yang dilindungi di Indonesia saat ini sudah berada pada level darurat dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya dengan memanfaatkan media elektronik sebagai perantara untuk memperdagangkan satwa yang dilindungi. Berikut adalah data mengenai kasus perdagangan satwa yang dilindungi dan iklan tentang perdagangan satwa yang dilindungi melalui media elektronik yang ada di Indonesia. Tabel 1.1 Jumlah data kasus perdagangan satwa yang dilindungi dan iklan tentang perdagangan satwa yang dilindungi melalui media elektronik di Indonesia Tahun Jumlah kasus perdagangan satwa yang diproses Jumlah iklan perdagangan satwa yang dilindungi melalui media elektronik 2014 78 3640 2015 106 5000 2016 120 6517 2017 225 7058 Jumlah 529 22.215 Sumber: KONTAN, https://nasional.kontan.co.id/,2017. Berdasarkan tabel diatas, dapat kita ketahui mengenai Data mengenai jumlah kasus perdagangan satwa yang dilindungi di Indonesia meningkat tajam dari tahun 2015 sampai 2017 dan menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap larangan memperdagangkan satwa yang dilindungi. Perdagangan satwa yang dilindungi saat ini telah menduduki peringkat ketiga setelah kejahatan narkoba dan perdagangan manusia dengan nilai transaksi yang diperkirakan lebih dari 13 triliun pertahun yang nilainya terus meningkat. Contohnya pada tahun 2016 Indonesia mengalami kerugian sekitar 9 triliun dari kasus perdagangan satwa yang dilindungi, lalu pada tahun 2015 kerugian dari perdagangan satwa kukang saja yang meliputi 1359 ekor dan 2094 ekor kukang diambil paksa dari habitatnya mengalami kerugian sebanyak 59 miliar. Berdasarkan banyaknya kasus perdagangan satwa yang dilindungi di Indonesia bahkan perdagangan tersebut sudah sampai ke mancanegara maka menimbulkan kerugian negara yang jumlahnya tidak ternilai. Perdagangan”satwa yang dilindungi perlu dilakukan upaya pencegahan dalam mengurangi maraknya tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi, dan hal ini tidak terlepas dari peranan hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum yang tugasnya mengadili tersangka. Hakim memiliki peran utama yang dibutuhkan untuk menyelesaikan putusan suatu perkara dilembaga peradilan. Pemberian putusan dari seorang hakim”harus memiliki integritas dan tanggung jawab karena putusannya dapat berpengaruh kepada pihak yang memiliki perkara (Khudzaifah, 2008: 62). Serta putusan hakim harus memuat tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Seperti halnya peristiwa kongkrit pada putusan pengadilan negeri Stabat nomor 651/Pid.Sus/2015/PN Stb. Dalam perkara tersebut terjadi perbuatan tindak pidana dengan sengaja memperniagakan paruh burung rangkong, salah satunya dialami oleh Zama’as (untuk selanjutnya disebut terdakwa). Terdakwa merupakan warga yang bertempat tinggal di Dusun II Karang Rejo, Desa Perkebunan Namo Tongan, Kecamatan Kutabaru, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Dari laporan masyarakat, maka petugas polisi kehutanan melakukan operasi penertiban dan peredaran satwa liar ditaman nasional gunung leuser wilayah SPTN V Bahorok dengan melakukan penyamaran sebagai pembeli satwa yang dilindungi, dan didapatkan di rumah terdakwa berupa 12 (dua belas) buah paruh”burung rangkong. Satwa yang dimiliki oleh Zama’as merupakan jenis satwa yang dilindungi berdasarkan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan dikategorikan sebagai jenis burung yang dilindungi oleh UU KSDAHE. Berdasarkan kasus diatas pada putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN Stb, Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan bersalah melanggar Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE yang menyebutkan “setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia”, dengan vonis hakim berupa pidana selama 2 (dua) bulan penjara dan denda sebesar 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Dalam hal ini apabila melihat ketentuan maksimal pidana yang terdapat dalam Pasal 40 ayat (2) UU KSDAHE yang menyebutkan: “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara kurungan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” Penulis memandang putusan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Stabat nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb sanksinya terlalu ringan serta belum memenuhi tujuan hukum yaitu keadilan dan kemanfaatan. Sanksi 2 bulan penjara jika dibandingkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn dengan sanksi pidana 2 tahun penjara dan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl dengan sanksi pidana 1 tahun penjara, maka Putusan Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb yang hanya 2 bulan penjara itu terlalu ringan karena tingginya keuntungan yang dapat diperoleh dari hasil memperdagangkan satwa yang dilindungi dan kecilnya resiko hukum yang harus dihadapi oleh pelaku membuat perdagangan satwa yang dilindungi semakin marak untuk dilakukan, meskipun sudah cukup banyak pelaku yang dihukum namun sanksi yang diberikan terlalu ringan sehingga belum bisa memberikan efek jera. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis Pertimbangan Hakim dalam mengenakan pidana pada Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb tentang perdagangan satwa yang dilindungi. Kajian teoritik yang berkaitan dengan permasalahan mengenai”pertimbangan hakim dalam mengenakan pidana pada putusan pengdilan negeri nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb tentang perdagangan satwa yang dilindungi ialah kajian teoritik mengenai Tindak Pidana Lingkungan, Satwa, Penyertaan, Pidana dan Pemidanaan serta Putusan”Hakim. tindak pidana merupakan”suatu perbuatan melawan hukum yang telah melanggar aturan yang telah diatur pada peraturan perundang-undangan sebagai perbuatan yang dilarang, dan harus terdapat kesalahan dalam diri pelaku tindak pidana, serta perbuatan yang dilarang itu diancam dengan sanksi yang berupa sanksi pidana. lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. Dengan demikian tercakup segi lingkungan fisik dan segi lingkungan budaya (Syahrul, 2012:78). Dalam merumuskan”tindak pidana lingkungan hidup, hendaknya selalu diingat bahwa kerugian dan kerusakan lingkungan hidup tidak hanya yang bersifat nyata, tetapi yang juga bersifat ancaman kerusakan potensial, baik terhadap lingkungan hidup maupun kesehatan umum. Satwa merupakan bagian dari sumber daya alam hayati, menurut Pasal 1 angka 1 UU KSDAHE sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. sumber daya alam hewani berupa makhluk hidup yang tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh manusia akan tetapi juga berperan besar dalam siklus kehidupan di alam.Meskipun satwa merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia akan tetapi harus dijaga kelestariannya agar populasi satwa tidak terancam punah”(Yogyanto, 2015: 117). Penyertaan (deelneming) dalam hukum positif yaitu ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau dengan perkataan ada dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu tindak pidana dapat disebutkan bahwa seseorang tersebut turut serta dalam hubungannya dengan orang lain (diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP). Ajaran penyertaan ini mempersoalkan”peranan atau hubungan tiap-tiap peserta dalam suatu pelaksanaan tindak pidana, sumbangan apa yang diberikan oleh tiap-tiap peserta, agar tindak pidana itu dapat dilaksanakan/diselenggarakan (voltooid), serta pertanggungjawaban atas sumbangan/bantuan itu (Mochammad, 1982: 2). Pidana adalah hukuman atas diri seseorang yang secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan suatu tindak pidana, dan pidana ini dijatuhkan atau ditetapkan melalui putusan pengadilan yang memeriksa dan menyelesaikan perkara yang bersangkutan (Adami, 2002: 82). pemidanaan itu memiliki makna yang sama dengan penghukuman. Bahwa penghukuman (kata dasarnya adalah hukum), sehingga dimaknai dengan menetapkan hukum atas memutuskan tentang hukumnya”(brechten). Penghukuman pada perkara pidana, biasa disebut dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim (P.A.F Lamintang, 2010: 35). Putusan hakim pada dasarnya mempunyai peranan yang menentukan dalam menegakkan hukum dan keadilan, oleh karena itu didalam menjatuhkan putusan, hakim diharapkan agar selalu berhati-hati, hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar putusan yang diambil tidak mengakibatkan rasa tidak puas, tidak bertumpu pada keadilan yang dapat menjatuhkan wibawa pengadilan (Tri, 2010: 68). Putusan hakim pada dasarnya adalah suatu karya menemukan hukum, yaitu menetapkan bagaimanakah seharusnya menurut hukum dalam setiap peristiwa yang menyangkut kehidupan dalam suatu negara hukum Pengertian lain mengenai putusan hakim adalah hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan disidang pengadilan (Lilik, 2010: 45). METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif atau doktrinal, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan guna menjawab isu hukum yang ada (Dyah, 2014: 1). Pendekatan penelitian adalah cara pandang peneliti dalam kemampuan memberikan kejelasan uraian dalam suatu subtansi karya ilmiah. Penelitian ini menggunakan 2 pedekatan yaitu Pendekatan Perundang-undangan atau Statute Approach, Pendekatan kasus atau case approach (Johny, 2008: 300). Penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan di teliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam penelitian ini seperti KUHAP, UU KSDAHE, UU Kekuasaan Kehakiman. Pendekatan kasus yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji kasus-kasus terhadap isu yang ditangani yang telah terbentuk menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan putusan pengadilan maka dapat menjadi fakta hukum yang terjadi di masyarakat dan diharapkan dapat dijadikan suatu proses pembelajaran ke depannya. Penelitian ini menggunakan putusan-putusan Pengadilan Negeri mengenai tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi. Penelitian ini menggunakan tiga jenis bahan hukum. Bahan hukum yang digunakan oleh peneliti adalah bahan hukum primer,”bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan dan Putusan Pengadilan Negeri. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal hukum, dan internet yang berkaitan dengan tema penelitian kajian yuridis pertimbangan hakim dalam mengenakan pidana pada putusan-putusan perdagangan satwa yang dilindungi. Bahan hukum tersier sebagai pelengkap bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi kasus untuk menelusuri bahan-bahan hukum yang relevan dengan isu hukum dari penelitian yang akan dilakukan. Pengumpulan bahan hukum yang dilakukan peneliti adalah dengan mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Peter, 2005: 237). Teknik analisis bahan hukum dilakukan dengan cara menganalisis bahan-bahan hukum yang dijadikan sebagai dasar untuk lahirnya sebuah Keputusan hukum (legal decision making) terhadap suatu kasus yang konkret (Johny, 2008: 299). PEMBAHASAN Pertimbangan Hakim dalam mengenakan Pidana pada Putusan-Putusan Perdagangan Satwa yang Dilindungi. Putusan pengadilan secara teoritik mengandung tiga aspek kepastian hukum, aspek keadilan, dan aspek kemanfaatan. Secara normatif, putusan pengadilan mengandung dua aspek, yaitu aspek prosedural justice dan substantive justice. Prosedural justice hubungannya dengan hukum acara dan pembuktian. Substantive justice hubungannya berkaitan dengan diktum putusan atau pemidanaan”(Mudzakir, 2003: 72). Pada pelaksanaannya, tidak jarang ditemukan putusan pengadilan yang dinilai kurang memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Putusan pengadilan yang seharusnya memberikan keadilan bagi terdakwa maupun pihak-pihak terkait sering kali dinilai kurang mencerminkan rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Kenyataan tersebut seringkali ditemukan terhadap penjatuhan sanksi yang terlalu ringan pada perkara tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi, yang penjatuhan sanksinya seringkali tidak menimbulkan efek jera dan dan tidak melihat dampak kerugian yang dialami oleh negara akibat perbuatan tersebut. Kondisi dilapangan dalam penerapan pasal 40 ayat 2 huruf d UU KSDAHE sebagai dasar penjatuhan sanksi bagi pelaku yang melakukan tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi tidak selalu”berjalan dengan mulus. Salah satu kendalanya adalah beragamnya pandangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi karena banyak hakim yang tidak mempertimbangkan kerugian yang dialami oleh negara akibat”tindak pidana tersebut. Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb tentang perdagangan satwa yang dilindungi dengan terdakwa Zama’as yang berusia 37 tahun adalah salah satu putusan yang menurut penulis kurang memberikan keadilan dan kemanfaatan karena penjatuhan sanksinya yang terlalu ringan yaitu hanya 2 bulan penjara.”Hal tersebut dapat dibandingkan pada pertimbangan hakim dalam mengenakan pidana pada putusan lainnya, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn dan Putusan Pengadilan Negeri Mandailing natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn menyatakan terdakwa bernama Ilyas yang berusia 31 tahun terbukti bersalah melakukan tindak pidana memperdagangkan bagian-bagian satwa seperti kulit, kuku harimau sumatera, kuku beruang dan macan tutul melalui facebook, akibat perbuatannya terdakwa dikenakan Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE dengan pidana 2 tahun penjara dan denda 50 juta rupiah. dan Putusan Pengadilan Negeri Mandailing natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl menyatakan terdakwa bernama Edi Mardius yang berusia 38 tahun terbukti bersalah melakukan tindak pidana memperdagangkan dan berburu paruh burung enggang, akibat perbuatannya terdakwa dikenakan Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE dengan pidana 1 tahun penjara dan denda 2 juta rupiah. Hakim dapat dikatakan minim menjatuhkan sanksi pada Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb yang hanya 2 bulan penjara dibandingkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn dengan 2 tahun penjara dan denda 50 juta rupiah yang sama-sama melanggar Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE. Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dapat digunakan sebagai bahan analisis tentang orientasi yang dimiliki hakim dalam menjatuhkan putusan (Arbijoto, 2010: 28). Dasar pertimbangan hakim juga sangat penting untuk melihat bagaimana putusan yang dijatuhkan itu relevan dengan tujuan pemidanaan yang telah ditentukan atau tidak. Secara umum dapat dikatakan bahwa putusan hakim yang tidak didasarkan pada orientasi yang benar, dalam arti tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan yang telah ditentukan, justru akan berdampak negatif terhadap proses penanggulangan kejahatan itu sendiri dan tidak akan membawa manfaat bagi terpidana. Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb tentang perdagangan satwa yang dilindungi, hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Zama’as harus benar-benar memperhatikan pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Pertimbangan Yuridis merupakan pertimbangan hakim didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan sesuai dengan Pasal 197 ayat (1) KUHAP seperti, kepala putusan, Identitas lengkap terdakwa, dakwaan penuntut umum, pertimbangan mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang terungkap di persidangan, tuntutan pidana, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan, hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim, pernyataan kesalahan terdakwa, ketentuan biaya perkara yang dibebankan, perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap”dalam tahanan, hari dan tanggal putusan. Pertimbangan non yuridis yang berasal dari diri terdakwa, hakim telah mempertimbangkan bahwa untuk menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa maka perlu terlebih dahulu dipertimbangkan mengenai keadaan-keadaan yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan terdakwa. Hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang mengatur bahwa hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana. Penentuan berat dan ringannya pidana tidak hanya menggunakan nalar dan akal sehat semata, tetapi juga melibatkan perasaan dan keyakinan hati nurani hakim. Oleh karena itu tiap-tiap terdakwa yang melakukan tindak pidana tersebut memiliki”sifat yang berbeda-beda pula, maka hakim wajib mempertimbangkan sisi baik yang dimiliki oleh masing-masing terdakwa meskipun ia telah berbuat salah dengan melakukan tindak pidana dan tidak hanya melibatkan emosi sehingga mempertimbangkan sifat jahatnya terdakwa saja (Nandang, 2010: 48). Berdasarkan analisis pertimbangan hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn bahwa M. Ilyas bersalah melakukan tindak pidana memiliki atau menyimpan bagian-bagian dari tubuh satwa yang dilindungi berupa kulit, kuku harimau sumatera, kuku beruang dan macan tutul. Perbuatan M. Ilyas membeli bagian-bagian satwa yang dilindungi berlangsung mulai bulan juni 2017 sampai dengan bulan januari 2018 denga cara lelang di facebook. M. Ilyas memiliki bagian-bagian dari tubuh satwa yang dilindungi diperoleh dengan cara membeli barang-barang dari teman facebook M. Ilyas. M. Ilyas terbukti bersalah melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf d UU KSDAHE. Analisis selanjutnya yaitu penjatuhan berat dan ringannya pidana sebagaimana telah disampaikan oleh hakim dalam amar putusannya yang menyatakan: menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana selama 2 (dua) tahun penjara dan denda sebesar RP. 50.000.000,00,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 2 bulan penjara. Berdasarkan pertimbangannya, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan kesalahan terdakwa. Hal hal yang memberatkan, Bahwa perbuatan terdakwa dapat mengakibatkan kepunahan harimau sumatera, beruang dan macan tutul yang jumlahnya sangat terbatas. Hal-hal yang meringankan, Bahwa terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari, Bahwa terdakwa belum pernah dihukum. Berdasarkan analisis pertimbangan hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl bahwa Edi Mardius bersalah melakukan tindak pidana menyuruh melakukan menyimpan atau memiliki bagian dari satwa yang dilindungi berupa paruh burung enggang. Perbuatan Edi Mardius tidak hanya menyimpan dan memiliki satwa yang dilindungi tetapi juga ikut serta berburu dan menyuruh melakukan perburuhan paruh burung enggang kepada Nanda Aprisul dan Darus Salam yang merupakan teman dari Edi Mardius. Edi Mardius terbukti bersalah melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf d UU KSDAHE. Analisis selanjutnya yaitu penjatuhan berat dan ringannya pidana sebagaimana telah disampaikan oleh hakim dalam amar putusannya yang menyatakan: menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana selama selama 1 (satu) tahun penjara dan denda sebesar RP. 2.000.000,00,- (dua juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan 1 bulan penjara. Berdasarkan pertimbanganya, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan kesalahan terdakwa. Hal hal yang memberatkan Bahwa berbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam hal perlindungan terhadap satwa yang akan punah. Hal-hal yang meringankan Bahwa terdakwa bersikap sopan selama persidangan, Bahwa terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, Bahwa terdakwa masih muda dan masih bisa memperbaiki diri, Bahwa terdakwa belum pernah dihukum, Bahwa terdakwa adalah tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah. Penentuan berat ringannya pidana merupakan kebebasan hakim yang bersumber dari hati nurani hakim karena memang tidak ada penentuan ataupun rumus yang mengatur seberapa lama seorang terdakwa dapat dijatuhi pidana. Putusan tersebut merupakan hasil dari olah pikir dan pendalaman nurani yang dikemas dengan sentuhan-sentuhan teori dan pengetahuan hukum sehingga sebuah putusan akan mengandung nilai-nilai akademik, logis dan yuridis (Darmoko, 2013: 33). Hali nurani akan menjadi ukuran dalam menjatuhkan berat ringannya pidana, sehingga walaupun dalam beberapa hal hakim harus senantiasa menghindari sifat-sifat dasar manusiawinya seperti perasaan simpati dan sentimentil, namun juga tidak boleh kehilangan jati dirinya sebagai manusia yang memiliki perasaan dan hati nurani. Seorang hakim dalam mengadili suatu perkara memiliki beberapa bentuk pertanggungjawaban yaitu: tanggung jawab kepada tuhan yang maha esa, tanggung jawab pada bangsa dan negara, tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepada hukum, tanggung jawab kepada para pencara keadilan (yang berperkara) dan tanggung jawab kepada masyarakat. Putusan harus dapat memberikan efek yang positif bagi kehidupan masyarakat pada saat ini dan mendatang. Persepsi masyarakat bahwa keadilan selalu identik dengan kemenangan dapat dipengaruhi oleh dua faktor antara lain: Rendahnya mutu putusan hakim dimana pertimbangan tidak dapat menjelaskan secara rasional mengenai alasan yang digunakan, sehingga tidak dapat menyentuh rasa keadilan bagi para pihak yang berperkara.Rendahnya kesadaran masyarakat khususnya para pihak yang berperkara yang memandang keadilan hanya sebatas menang kalah. Persepsi ini yang harus mampu diatasi oleh hakim, bahwa putusan yang dijatuhkannya harus benar-benar dipahami oleh masyarakat luas, khususnya oleh pihak yang berperkara, karena mereka umumnya tidak memandang dari segi teori maupun kaidah hukum melainkan dari rasa keadilan yang diterima oleh pihak yang berperkara maupun rasa empati yang timbul diantara masyarakat yang tidak berperkara. Oleh sebab itu dalam pertimbangannya hakim harus mampu memberikan ulasan-ulasan yang memang harus berpedoman pada teori-teori hukum, kaidah-kaidah hukum serta nilai-nilai yang hidup di masyarakat yang ditafsirkan secara benar. Putusan hakim terhadap pelaku perdagangan satwa yang dilindungi tersebut adalah putusan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn, Putusan Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl dan putusan Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb berikut adalah pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengenakan sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan satwa yang dilindungi. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi yitu melihat fakta-fakta dipersidangan, kemudian dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Selain itu dalam menjatuhkan pidana hakim juga menggunakan beberapa pertimbangan, yaitu pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Pertimbangan yang bersifat yuridis dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN. Mdn telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, terdakwa juga telah mengakui perbuatannya berdasarkan barang bukti dan keterangan dari 3 saksi yang telah memberikan keterangannya yang pada intinya menurut keterangan saksi menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah memperdagangkan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi berupa kulit, kuku harimau sumatera, kuku beruang dan macan tutul dan terdakwa telah melanggar Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE. Selain pertimbangan yang bersifat yuridis, hakim juga memiliki pertimbangan yang bersifat non yuridis. Diantaranya yaitu, latar belakang perbuatan terdakwa yang munculnya keinginan untuk memperdagangkan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi karena nilai jual yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Selain itu akibat dari perbuatan terdakwa tidak hanya mengakibatkan populasi satwa menurun tetapi juga mengakibatkan keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa M. Ilyas adalah pidana pokok, yaitu pidana penjara 2 (dua) tahun dan denda 50 juta rupiah. Berdasarkan pasal 40 ayat (2) UU KSDAHE. Pertimbangan yang bersifat yuridis dalam Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, terdakwa juga telah mengakui perbuatannya berdasarkan barang bukti dan keterangan dari 3 saksi yang telah memberikan keterangannya yang pada intinya menurut keterangan saksi menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah menyuruh melakukan, menyimpan atau memiliki bagian dari satwa yang dilindungi berupa paruh burung enggang sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua dan terdakwa telah melanggar Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE. Selain pertimbangan yang bersifat yuridis, hakim juga memiliki pertimbangan yang bersifat non yuridis. Diantaranya yaitu, latar belakang perbuatan terdakwa yang munculnya keinginan untuk memperdagangkan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi karena nilai jual yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Selain itu akibat dari perbuatan terdakwa tidak hanya mengakibatkan populasi satwa menurun tetapi juga mengakibatkan keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa Edi Mardius adalah pidana pokok, yaitu pidana penjara 1 tahun dan denda 2 (dua) juta rupiah. Berdasarkan pasal 40 ayat (2) UU KSDAHE. Pertimbangan yang bersifat yuridis dalam Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, terdakwa juga telah mengakui perbuatannya berdasarkan barang bukti dan keterangan dari 2 saksi yang telah memberikan keterangannya yang pada intinya menurut keterangan saksi menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti bersalah memperdagangkan bagian-bagian lain satwa yang dilindungi berupa paruh burung rangkong dan terdakwa telah melanggar Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE. Selain pertimbangan yang bersifat yuridis, hakim juga memiliki pertimbangan yang bersifat non yuridis. Diantaranya yaitu, latar belakang perbuatan terdakwa yang munculnya keinginan untuk memperdagangkan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi karena nilai jual yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Selain itu akibat dari perbuatan terdakwa tidak hanya mengakibatkan populasi satwa menurun tetapi juga mengakibatkan keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim kepada terdakwa Zama’as adalah pidana pokok, yaitu pidana penjara 2 (dua) bulan dan denda 5 (lima) juta rupiah. Berdasarkan pasal 40 ayat (2) UU KSDAHE. Berdasarkan kesimpulan dari ketiga putusan diatas dapat dilihat bahwa ketiga perkara tersebut terjadi perbedaan pada penjatuhan pidana oleh hakim. Ketiga perkara tersebut sama, yaitu melanggar pasal 21 ayat (2) huruf d UU KSDAHE. Pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn, Jaksa mendakwakan jenis dakwaan tunggal, Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl, Jaksa mendakwakan jenis dakwaan Alternatif karena terdakwa memenuhi unsur “mereka yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan” memperdagangkan dan berburu paruh burung enggang, dan putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb, Jaksa mendakwakan jenis dakwaan tunggal. Dalam ketiga putusan tersebut terdakwa sama-sama telah terbukti memperdagangkan bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi. Pada Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn menyatakan bahwa terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 2 tahun penjara dan denda 50 juta rupiah, pada Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl menyatakan bahwa terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun penjara dan denda 2 juta rupiah, sedangkan pada Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb menyatakan bahwa terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 2 bulan penjara dan denda 5 juta rupiah. Perbandingan pertimbangan hakim pada 3 putusan tersebut yaitu, dalam putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl pertimbangan yuridisnya Hakim menggunakan dakwaan alternatif karena terdakwa tidak hanya menyimpan atau memiliki paruh burung burung enggang, tetapi terdakwa juga menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perburuhan burung enggang yang dikategorikan sebagai satwa yang dilindungi, dan terdakwa melanggar pasal 21 ayat (2) huruf d jo pasal 40 ayat (2) UU KSDAHE jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Sedangkan pertimbangan non yuridisnya yaitu cara pelaku melakukan tindak pidana tersebut terlihat jelas yaitu mencari keuntungan dari hasil berburu burung enggang gading yang merupakan satwa yang dilindungi, serta adanya pembagian tugas yang jelas dalam perbuatan tersebut kepada saksi yang merupakan teman terdakwa oleh sebab itu hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa 1 tahun penjara dan denda 2 juta rupiah. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn pertimbangan yuridisnya Hakim menggunakan dakwaan tunggal dan pertimbangan non yuridisnya, terdakwa membeli bagian-bagian tubuh satwa yang dilindungi adalah untuk dimiliki dan selanjutnya sebagian diperdagangkan karena nilai jual yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa 2 tahun penjara dan denda 50 juta rupiah. Putusan pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN.Stb pertimbangan yuridisnya Hakim menggunakan dakwaan tunggal dan hakim tidak mempertimbangkan bahwa terdakwa tidak hanya memperdagangkan satwa yang dilindungi tetapi terdakwa juga melakukan perburuhan satwa yang dibuktikan dengan barang bukti berupa senapan dan berdasarkan keterangan saksi. Oleh sebab itu terdakwa hanya dijatuhkan pidana 2 bulan penjara dan denda 5 juta rupiah. Dari 3 putusan tersebut dapat disimpulkan Pertimbangan yuridis hakim cenderung melihat jumlah banyaknya barang bukti yang ada dalam mengenakan pidana dan hakim tidak melihat bahwa lamanya pelaku dan seringnya pelaku memperdagangkan satwa yang dilindungi maka akan mengurangi populasi satwa dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Dan pertimbangan yuridis dari ketiga putusan tersebut adalah hakim tidak mempertimbangkan cara atau motif pelaku melakukan perdagangan satwa yang dilindungi karena nilai jual satwa yang tinggi dan keuntungan yang diperoleh sangat besar. Penjatuhan sanksi terhadap putusan-putusan perdagangan satwa yang dilindungi masih jauh di bawah pidana maksimal yang diatur dalam UU KSDAHE, oleh sebab itu ringannya pidana yang dijatuhkan hakim terhadap putusan perdagangan satwa yang dilindungi karena tidak adanya pengaturan mengenai pidana minimal dalam UU KSDAHE. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan Pertimbangan hakim dalam mengenakan pidana pada putusan-putusan hakim perdagangan satwa yang dilindungi, maka Pertimbangan hukum pada Putusan-putusan hakim Nomor 651/Pid.Sus.2015/PN.Stb, Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn dan Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl mengacu pada pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Pertimbangan yuridis hakim mengacu pada dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, keterangan ahli, dan barang bukti. Pertimbangan yuridis hakim cenderung melihat jumlah banyaknya barang bukti yang ada dalam mengenakan pidana dan hakim tidak melihat bahwa lamanya pelaku dan seringnya pelaku memperdagangkan satwa yang dilindungi maka akan mengurangi populasi satwa dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Sedangkan pertimbangan non yuridis, hakim memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa itu, untuk hal yang memberatkan terdakwa, hakim melihat tindakan terdakwa dan akibat perbuatan terdakwa. Hal yang meringankan terdakwa, hakim melihat latar belakang sosial serta perilaku terdakwa selama menjalani persidangan. Penjatuhan sanksi terhadap putusan-putusan perdagangan satwa yang dilindungi masih jauh di bawah pidana maksimal yang diatur dalam UU KSDAHE, oleh sebab itu ringannya pidana yang dijatuhkan hakim terhadap putusan perdagangan satwa yang dilindungi karena tidak adanya pengaturan mengenai pidana minimal dalam UU KSDAHE. Saran Berdasarkan simpulan tersebut penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Hakim dalam menentukan berat dan ringannya hukuman terhadap pelaku seharusnya lebih mempertimbangkan lama dan seringnya terdakwa melakukan tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi, artinya sudah lama dan seringnya pelaku melakukan perdagangan satwa yang dilindungi maka sudah banyak keuntungan yang diperoleh pelaku dan banyaknya kerugian yang dialami oleh negara. 2. Jaksa Penuntut Umum seharusnya lebih meningkatkan sanksi pidana yang akan dijadikan tuntutan dalam putusan pengadilan, mengingat tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi adalah tindak pidana yang sangat merugikan negara, menurunkan populasi satwa yang dilindungi dan mengganggu keseimbangan ekosistem yang berdampak pada generasi sekarang dan generasi yang akan datang. 3. Hakim dalam mengenakan pidana seharusnya mempertimbangkan pelaku yang terbukti melakukan perbuatan hukum dan pelaku yang menyuruh melakukan perbuatan hukum agar diberikan penjatuhan sanksi yang lebih berat karena perbuatan pelaku termasuk penyertaan dalam delik dalam Pasal 55 KUHP DAFTAR PUSTAKA Buku Andrisman, Tri. 2010, Hukum Acara Pidana, Lampung: Universitas Lampung. Anwar, Mochamad. 1982. Beberapa Ketentuan Umum Dalam Buku Pertama KUHP. Bandung: Penerbit Alumni. Arbijoto. 2010. Kebebasan Hakim Analisis terhadap . d Hakim dalam Menjalankan Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Diadit Media. Farid, Zainal Abidin. 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar Grafika. Ibrahim, Johny. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi). Malang: Bayu Media Publishing. Machmud, Syahrul. 2012. Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia (Penegakan Hukum Administrasi, Hukum Perdata, Hukum Pidana Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009). Yogyakarta: Graha Ilmu. Malang, Abdullah. 2015. Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta: Mitra Wacana Media. Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum (Edisi Revisi). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mulyadi, Lilik. 2010. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Merpaung, Leden. 2011. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika Offset. Mertokusumo, Sudikno. 2009. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Liberty. Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Sambas, Nandang. 2010, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Nomor 127 Tahun 1958, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660). Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209). Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Nomor 49 Tahun 1990, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419). Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Nomor 140 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059); Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Nomor 157 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076). Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Nomor 14 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3803). Republik Indonesia. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum. 1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi (Lembaran Negara Nomor 880 Tahun 2018). Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 tentang (CITES) Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Lembaran Negara Nomor 51 Tahun 1978). Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 651/Pid.Sus/2015/PN Stb. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 775/Pid.B/LH/2018/PN.Mdn. Putusan Pengadilan Negeri Mandailing Natal Nomor 145/Pid.B/2014/PN.Mdl. Jurnal Yogyanto, Daru Sasongko. 2015. Penegakan Hukum Perdagangan Illegal Satwa Liar dilindungi Non Endemik di Indonesia. Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS. Vol. 3, No. 2. Internet https://nasional.kontan.co.id/40%transaksi-satwa-ilegal-dilakukan-melalui-online diakses pada tanggal 25 maret 2019.
EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN UDARA DI KECAMATAN GRESIK DAN KECAMATAN KEBOMAS AWALANANDA, RIDHO; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 3 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i3.29906

Abstract

EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN UDARA DI KECAMATAN GRESIK DAN KECAMATAN KEBOMAS Ridho Awalananda (S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya) ridhoawalananda@yahoo.com Emmilia Rusdiana (S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Univeritas Negeri Surabaya) emmiliarusdiana@gmail.com Abstrak Lingkungan sangat berpengaruh untuk kehidupan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kabupaten Gresik di ambang batas. Hasil pemantauan kualitas udara ambien di Jawa Timur menyebutkan Kabupaten Gresik memiliki kualitas udara terburuk. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik menyebutkan masih ada industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan Pasal 69 angka 1 huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 bahwa terdapat larangan untuk melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas serta untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Dinas Linkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas. Jenis penelitian ini yang akan digunakan dalam penyusunan penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis sosiologis yang merupakan ilmu yang tetap berbasis terhadap hukum normatif tetapi bukan mengkaji mengenai sistem norma, namun mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja. Hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas penegakan hukum terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas yaitu penegakan hukum administrasi. Penegakan hukum administrasi mengenai pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas melalui pengawasan preventif dan represif. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik melalui tahapan penerbitan izin lingkungan, setelah itu melakukan pemantauan, pemeriksaan, dan pengujian. Pengawasan represif yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik yaitu sanksi adminstrasi berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, dan pencabutan izin. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik berjalan kurang efektif karena Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik kurang maksimal dalam menerapkan aturan hukum yang ada, kurangnya jumlah penegak hukum, industri yang masih melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor. Kendala yang dihadapi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam melaksanakan penegakan hukum adalah faktor penegak hukum yaitu kurangnya jumlah personel penegak hukum, sarana atau fasilitas yang belum memadai, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor dan para pelaku usaha yang belum taat aturan dan masih melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. kata kunci : Penegakan Hukum, Pencemaran Udara, Kecamatan Gresik, Kecamatan Kebomas. Abstract The level of air pollution in Gresik Regency is on the threshold. The results of monitoring ambient air quality in East Java said that Gresik Regency had the worst air quality. Data from the Gresik Regency Environmental Service states that there are still industries that conduct pollution and environmental damage. Based on Article 69 number 1 letter a of Law Number 32 of 2009 that there is a prohibition to carry out acts that result in pollution or environmental damage. The purpose of this study was to determine the effectiveness of law enforcement carried out by the Office of Environment of Gresik Regency on air pollution in Gresik Regency as well as the obstacles faced by the Department of Living Environment of Gresik Regency in implementing law enforcement against air pollution in Gresik Regency. This study using juridical sociological research which is a science that remains based on normative law but does not examine the norm system in legislation, but observes how the reactions and interactions that occur when the norm system works. The results of the research and discussion on the effectiveness of law enforcement on air pollution in Gresik and Kebomas Districts are administrative law enforcement. Administrative law enforcement regarding air pollution in Gresik and Kebomas Districts through preventive and repressive supervision. Preventive supervision carried out by the Environmental Agency of Gresik Regency through the stages of publishing environmental permits then through, monitoring, inspection, testing. Repressive supervision by the Gresik Regency Environmental Agency is administrative sanctions in the form of written reprimand, government coercion, license suspension and license revocation. Law enforcement carried out by the Environmental Agency of Gresik Regency runs less effectively because the Environmental Agency of Gresik Regency is not maximal in implementing existing legal regulations, lack of law enforcement, industries that still pollute and damage the environment, and lack of public awareness to report. The constraints faced by the Gresik Regency Environmental Agency in carrying out law enforcement are law enforcement factors, namely the number of inadequate personnel, inadequate advice or facilities and the lack of funds in conducting sample tests requires considerable costs and the parties from the Environmental Service request assistance to examiners from the Province, as well as a lack of awareness of industry players to comply with regulations and protect the environment. keywords: Law Enforcement, Air Pollution, Gresik District, Kebomas District. PENDAHULUAN Lingkungan sangat berpengaruh untuk kehidupan, perubahan terhadap lingkungan seringkali diakibatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dengan melakukan usaha dan dapat berakibat pada keselamatan, kesehatan dan kelangsungan hidup (Junctoko Subagyo,1992:3). Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya”. Lingkungan sangat penting bagi kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan. Maka dari itu kita harus menjaga agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, kabondioksida untuk proses fotosintesis, dan ozon untuk menahan sinar ultraviolet. Namun dengan meningkatnya pembangunan kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan yaitu terjadi pencemaran udara dan jika hal ini tidak segera ditangani dapat berdampak pada kesehatan manusia, kehidupan hewan, serta tumbuhan (Muhammad Erwin, 2008: 35). Menurut Pasal 1 angka 1 PP Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara menyebutkan bahwa “Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukannya zat, energi, dan/komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya”. Namun dengan meningkatnya pembangunan kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan yaitu terjadinya pencemaran udara yang berdampak pada kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan (Bahrudi Supardi, 2009: 20). Kabupaten Gresik adalah kabupaten yang terkenal dengan sebutan kota industri. Alasan Kabupaten Gresik dikenal sebagai kota industri karena banyak berdiri industri-industri di Kabupaten Gresik. Industri yang paling banyak berada di Kecamatan Gresik dengan jumlah 304 industri dan Kecamatan Kebomas dengan jumlah industri sekitar 2.034 industri. Dengan banyaknya jumlah industri di Kabupaten Gresik, masalah-masalah lingkungan mulai bermunculan seperti pencemaran udara. “Terdapat salah satu berita pencemaran udara di Kabupaten Gresik di ambang batas. Tingkat polusi yang tinggi dari industri membuat geram masyarakat di Kabupaten Gresik. Pencemaran udara umumnya merata di wilayah terutama wilayah yang banyak industrinya”. Dari hasil pengukuran indeks kualitas udara ambien yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur menunjukan bahwa Kabupaten Gresik memiliki kualitas udara terburuk di Jawa Timur dengan nilai 65.81. Pengukuran indeks kualitas udara ambien dilakukan ditempat pemukiman, lalu lintas dan area sekitar wilayah industri. Parameter yang dipantau meliputi Sulfur Dioksida, Karbon Monoksida, Nitrogen Dioksida,Ozon, PM10, dan Timbal. Dari hasil pemantauan kualitas udara ambien di Kecamatan Gresik dan Kebomas menunjukan adanya pencemaran udara berupa debu yang melebihi baku mutu udara ambien. Penyebab terjadinya pencemaran udara karena aktivitas industri Lokasi yang paling berdampak yaitu di Jalan Mayjen Sungkono di Kecamatan Kebomas dan Jalan Jaksa Agung Suprapto di Kecamatan Gresik. Berdasarkan Pasal 69 angka 1 huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa “setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup”. Pasal ini menjelaskan bahwa ada larangang bagi setiap orang untuk melakukan kerusakan lingkungan hidup. Menurut Pasal 21 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dan/atau baku tingkat gangguan ke udara ambien wajib : a. Mentaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat gangguan yang ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya; b. Melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya; c. Memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka upaya pengendalian pencemaran udara dalam lingkungan usaha dan/atau kegiataannya. Pasal ini menjelaskan bahwa bagi pelaku usaha untuk mentaati baku mutu udara yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, melakukan pencegahan dan penanggulangan agar tidak terjadi pencemaran udara, dan memberikan informasi kepada masyarakat untuk upaya pengendalian pencemaran udara. Oleh karena itu dibutuhkan peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik untuk melakukan penegakan hukum administrasi. Menurut Pasal 61 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa “Bupati menerapkan sanksi administrasi kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran”. Pasal 61 ayat (2) Perda Kabupaten Gresik Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa “bentuk sanksi administrasi terdiri atas : Teguran tertulis; Paksaan pemerintah; Pembekuan izin lingkungan; Pencabutan izin lingkungan; Pemberian sanksi administrasi dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah yang tugas pokok dan fungsinya bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup untuk mencegah, mengakhiri, serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan atas pelanggaran yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik. Penulis memandang bahwa faktanya masih banyak industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Kecamatan Gresik dan Kebomas dan masih melanggar izin lingkungan, serta Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik belum maksimal dalam menerapkan sanksi administrasi kepada industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Kecamatan Gresik dan Kebomas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas serta untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas. Kajian Teoritik yang berkaitan dengan permasalahan mengenai efektivitas penegakan hukum terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kecamatan Kebomas ialah efektivitas hukum, lingkungan hidup, penegakan hukum, dan izin. Efektivitas hukum merupakan proses yang bertujuan agar hukum berlaku efektif. Ketika berbicara sejauh mana efektivitas hukum maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati. Jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya maka akan dikatakan aturan hukum yang bersangkutan efektif (Achmad Ali, 2009: 375). Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto ditentukan oleh lima faktor yaitu (Soerjono Soekanto, 2000: 80) : a. Faktor hukumnya sendiri; b. Faktor penegak hukum; c. Faktor sarana atau fasilitas; d. Faktor masyarakat; e. Faktor budaya. Lingkungan adalah jumlah semua benda kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teoritis lingkungan tidak terbatas jumlahnya, oleh karena misalnya matahari dan bintang termasuk di dalamnya. Namun secara praktis kita selalu memberi batas pada ruang lingkungan itu. menurut kebutuhan kita batas itu dapat ditemukan oleh faktor alam seperti jurang, sungai atau laut, faktor ekonomi, faktor politik atau faktor lain. Tingkah laku manusia juga merupakan bagian lingkungan kita, oleh karena itu lingkungan hidup harus diartikan secara luas, yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya (Otto, 2009: 48). Penegakan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan rechtoepassing atau rechtshandhaving dan dalam bahasa inggris law enforcement meliputi pengertian yang bersifat makro dan mikro. Bersifat makro mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan dalam pengertian mikro terbatas dalam proses pemeriksaan di pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Chaerudin, 2008: 87). Secara umum izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan. Dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diberi izin, artinya kemungkinan seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. Dengan demikian pemerintah mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan (Pudyatmoko, 2009:7). METODE Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis merupakan ilmu yang tetap berbasis terhadap undang-undang tetapi bukan mengkaji sistem norma dalam aturan perundang-undangan, namun mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja (Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2017: 47). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan mengenai efektivitas penegakan hukum serta kendala yang dihadapi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam melaksanakan penegakan hukum administrasi terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas. Lokasi penelitian ini diantaranya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, Kelurahan Ngipik, Perumahan GKGA Kedanyang, Kelurahan Indro, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Newera Rubberindo, PT Gramitrama Jaya Steel. Informan dalam penelitian ini yaitu Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup dan Kepala Seksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, Ketua RT 02 Perumahan GKGA Kedanyang, Ketua RT 03 Kelurahan Ngipik, Ketua RT 03 Kelurahan Indro. Jenis data dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dilapangan melalui wawancara dengan informan. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan yang berupa buku, jurnal, dan referensi lainnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tahapan observasi dengan cara melalui pengamatan terhadap objek penelitian setelah itu mencatat dengan sistematis hasil dari observasi. Setelah itu melalui wawancara dengan cara melakukan tanya jawab dengan informan, dan melalui dokumentasi yang dapat berupa dokumen berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Teknik pengolahan data dalam penelitian ini melalui teknik klasifikasi yaitu proses pemilahan data. Hasil data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi diklasifikasi sesuai dengan kategori berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah dalam topik penelitian ini. Setelah itu mengedit yaitu kegiatan mengolah data dengan cara melakukan proses pemeriksaan ulang data yang telah diperoleh dari penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan melalui proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan ide yang disarankan oleh data. Kegiatan analisis data dalam penelitian ini yaitu reduksi data. Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting setelah itu dicari tema dan polanya. Jadi reduksi data yaitu menentukan data yang telah diproses dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi di lapangan, setelah itu disesuaikan dengan tema dalam penelitian ini yaitu mengenai efektivitas penegakan hukum administrasi terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan kebomas. Teknik analisis data selanjutnya yaitu Penyajian data. Penyajian data adalah cara merangkai data untuk mempermudah dalam hal membuat kesimpulan. Data yang diperoleh dari penelitian akan dikategorikan sesuai dengan pembahasan dan akan disajikan dalam bentuk bagan, tabel, dan sejenisnya. Kegiatan analisis data yang terakhir yaitu verifikasi data dan kesimpulan. Verifikasi adalah mengecek kembali data yang sudah terkumpul untuk mengetahui keabsahan datanya agar sesuai dengan tema penelitian ini.verifikasi dilakukan dengan cara mendengar, membaca, dan mecocokan kembali hasil dari observasi, wawancara, dan dokumentasi yang sudah dilakukan oleh peneliti di lapangan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Efektivitas Penegakan Hukum Yang Dilakukan Oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik Terhadap Pencemaran Udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas Penegakan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan rechtoepassing atau rechtshandhaving dan dalam bahasa inggris law enforcement meliputi pengertian yang bersifat makro dan mikro. Bersifat makro mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara, sedangkan dalam pengertian mikro terbatas dalam proses pemeriksaan di pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Chaeruddin, 2008: 82). Penegakan hukum pada dasarnya yaitu sepenuhnya untuk upaya tegaknya atau fungsinya norma-norma hukum secara nyata dalam masyarakat sebagai pedoman perilaku dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Soerjono Soekanto, 2012: 5). Proses penegakan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien (Soerjono Soekanto, 1996: 19). Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan atau ancaman sarana administrasi, kepidanaan, dan keperdataan (Siti Sundari, 2005: 214). Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor yang mempengaruhi efektif atau tidaknya suatu hukum yaitu (Soerjono Soekanto, 2012: 8) : a. Faktor hukum itu sendiri, yang dimana dalam tulisan ini dibatasi pada undang-undang. Mengenai berlakunya undang-undang tersebut terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang-undang itu mempunyai dampak yang positif. Artinya, supaya undang-undang tersebut mencapai tujuannya sehingga efektif dan dapat diterima oleh masyarakat. b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum itu. masalah peranan dianggap sangat penting, oleh karena pembahasan mengenai penegak hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi yang dimana diskresi tersebut menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, dimana penilaian pribadi juga memegang peranan. c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, artinya sarana dan fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting untuk penegakan hukum. tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak mungkin bagi penegak hukum untuk menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual dan nyata. d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan atau wilayah dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Dimana penegakan hukum itu berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dan ketertiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu jika dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. e. Faktor budaya, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidupnya. Kebudayaan hukum mencakup nilai-nilai yang mempengaruhi konsepsi-konsepsi abstrak mengenai hal yang dianggap baik dan buruk. Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas, dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakan hukum menurut proporsi ruang lingkup masing-masing serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai (Soerjono Soekanto, 1996: 19). A. Pengawasan Preventif Pengawasan preventif dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik terhadap izin lingkungan yang dimiliki oleh industri. Secara umum izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan. Dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diberi izin, artinya kemungkinan seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali dizinkan pemerintah. Dengan demikian pemerintah mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan (Pudyatmoko, 2009: 7). Tahapan dalam penerbitan izin lingkungan yaitu : a. Konsultasi; b. Persiapan Amdal; c. Proses Penilaian Dan Pemeriksaan; d. Penyusunan Izin lingkungan; e. Penerbitan Izin Lingkungan. Setelah diterbitkannya izin lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik juga melakukan pengawasan untuk mengetahui industri tersebut dalam melakukan kegiatan seperti pembuangan emisi gas, limbah, instalasi, dan sebagainya sudah sesuai dengan izin lingkungan atau tidak. Proses pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik yaitu : a. Pemantauan Pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dilakukan dengan cara melihat langsung ke lapangan sebagai informasi untuk mengetahui kemungkinan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. b. Pemeriksaan Pemeriksaan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik terhadap pelaku usaha industri merupakan tindakan mencari dan mengumpulkan fakta yang berkaitan dengan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik memeriksa dokumen izin serta instalasi saluran pembuangan limbah. c. Pengujian Pengujian baku mutu udara dilakukan secara langsung oleh tim dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dan dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dengan melakukan percobaan dan penelitian atas hasil sampel dari bagian obyek yang diuji agar dapat mengetahui terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, berdasarkan hasil pengujian baku mutu udara ambien yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, menetapkan kualitas udara ambien di Kecamatan Gresik dan Kebomas melampaui ambang batas. B. Pengawasan Represif Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik diberikan wewenang untuk melaksanakan kebijakan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Wewenang Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik diatur di dalam Pasal 57 Perda Kabupaten Gresik Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik yang menyebutkan bahwa: “Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan daerah tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Bupati dapat melimpahkan wewenang tertentu dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup”. Penegakan hukum administrasi dianggap sebagai upaya hukum yang terpenting, karena selain bertujuan untuk menghukum pelaku pencemar (Sukanda Husin, 2009: 92). Pengawasan secara periodik dilakukan terhadap kegiatan yang memiliki izin lingkungan sebagai upaya pemantauan penataan persyaratan perizinan oleh instansi yang berwenang memberi izin lingkungan (Suparto.2017:10). Penerapan sanksi merupakan konsekuensi lanjutan dari tindakan pengawasan. Sanksi administrasi mempunyai fungsi instrumental pengendalian perbuatan terlarang yang terdiri dari (Suparto, 2017: 15) : a. Paksaan pemerintah; b. Uang paksa; c. Penutupan tempat usaha; d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan; e. Pencabutan izin. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik memberikan sanksi administrasi berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian sampel pada tahapan pengawasan preventif. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik memberikan sanksi administrasi kepada industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Sanksi administrasi yang diberikan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik bagi industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang pertama yaitu teguran secara lisan. Teguran lisan ini dilakukan apabila tim pengawas menemukan adanya pelanggaran yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh pelaku usaha industri. Sanksi berikutnya yaitu teguran tertulis. Teguran tertulis akan diberikan kepada pelaku usaha apabila setelah adanya teguran secara lisan pelaku usaha tersebut masih melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, dengan catatan bahwa teguran yang diberikan baik secara lisan atau tertulis menjadi upaya awal terhadap penegakan sanksi administrasi terhadap pelaku usaha industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Sanksi kedua yaitu paksaan pemerintah. Paksaan pemerintah yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dapat berupa tindakan menyingkirkan, menghalangi, atau mengembalikan keadaan seperti semula. Selanjutnya yaitu pembekuan izin, pembekuan izin akan diberikan kepada pelaku usaha apabila melakukan kegiatan selain yang tercantum dalam izin lingkungan. Sanksi administrasi terakhir yaitu pencabutan izin lingkungan. Sanksi ini merupakan sanksi administrasi terakhir yang akan diberikan kepada pelaku usaha apabila memang terdapat pelanggaran izin lingkungan. Efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas hukum, maka harus dapat mengukur sudah sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya (Achmad Ali, 2009: 375). Dalam penegakan hukum tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi tegaknya penegakan hukum itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu : a. Faktor hukum; b. Faktor Penegak Hukum; c. Faktor Sarana atau Fasilitas; d. Faktor Masyarakat; e. Faktor Budaya. Aturan sebagai pedoman penegak hukum yang mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tertulis dengan jelas di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, dan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka sudah dibilang aturan yang mengatur mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Gresik sudah terpenuhi. Penegak hukum yang dimaksud yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik yang memiliki peran untuk melaksanakan aturan terkait penegakan hukum terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas tidak terpenuhi. Alasannya karena penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan hukum di bidang lingkungan hidup belum maksimal dalam menerapkan aturan yang ada sehingga kurang berdampak signifikan kepada masyarakat. Sarana atau fasilitas juga ikut mendukung proses jalannya penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik. Sarana atau fasilitas yang dimaksud yaitu seperti alat uji, laboratorium, dan lain-lain yang dapat membantu proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam melakukan penegakan hukum lingkungan. Dalam hal ini sarana atau fasilitas yang dimiliki oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabuapten Gresik masih terbatas. Masyarakat di Kecamatan Gresik dan Kebomas juga ikut andil dalam proses jalannya penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkugnan Hidup Kabupaten Gresik terhadap industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Tetapi, masyarakat di Kecamatan Gresik dan Kebomas belum memiliki kesadaran hukum dalam hal ini kesadaran masyarakat untuk melakukan tindakan seperti melapor ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik masih kurang karena masyarakat masih belum paham dengan aturan yang ada, dan pelaku usaha yang masih melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di Kecamatan Gresik dan Kebomas. Budaya merupakan nilai-nilai yang tumbuh di dalam pergaulan hidup masyarakat yang mencakup nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk untuk dilakukan. Dalam hal ini budaya masyakarat di Kecamatan Gresik dan Kebomas sudah terpenuhi karena nilai-nilai untuk menjaga kebersihan dan tidak melakukan pelanggaran yang mengakibatkan merugikan lingkungan sudah diajarkan di dalam proses pendidikan. Menurut hasil temuan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik, bahwa masih banyak industri di Kecamatan Gresik dan Kebomas yang diduga melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Beberapa industri sudah diberikan sanksi administrasi. Dari jumlah industri di Kabupaten Gresiksekitar 2.300 industri, kira-kira 1000 industri yang masih melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dan masih ada industri yang belum memiliki izin lingkungan. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam memberikan sanksi administrasi tidak hanya sebatas terguran tertulis saja, seharusnya industri yang melanggar izin lingkungan diberikan sanksi administrasi berupa pencabutan izin atau pembekuan izin lingkungan dengan segera agar memberikan efek jera kepada industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup agar tidak merugikan lingkungan dan masyarakat di Kecamatan Gresik dan Kebomas. Kendala yang Dihadapi Oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam Melaksanakan Penegakan Hukum Terhadap Pencemaran Udara Di Kecamatan Gresik dan Kebomas Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam melaksanaan penegakan hukum terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas terdapat beberapa kendala yaitu : a. Faktor Penegak Hukum Dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik kekurangan personel. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik hanya memiliki tiga personel pengawas, dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik juga belum mempunyai tim ahli untuk melakukan uji sampel sehingga Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik meminta bantuan tim ahli dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur. b. Faktor Sarana atau Fasilitas Kendalal berikutnya yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik belum memiliki sarana atau fasilitas yang memadai. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik belum memiliki laboratorium penguji sampel dan alat penguji sampel yang sudah tidak layak. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dana. c. Faktor Masyarakat Kendala yang terakhir yaitu kurangnya kesadaran dari pelaku usaha industri untuk mentaati peraturan dan menjaga lingkungan. Hal ini didasarkan pada hasil temuan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik pada tahun 2017 masih ada industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di wilayah Kecamatan Gresik dan Kebomas dan masih banyak industri yang belum memiliki peralatan yang memadai untuk mengelola hasil limbah industri. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan yang dilakukan oleh penulis berdasarkan dengan rumusan masalah maka penulis berkesimpulan sebagai berikut: 1. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gresik dan Kebomas berjalan tidak efektif, karena Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik tidak maksimal dalam menerapkan aturan hukum yang ada, jumlah personel penegak hukum yang tidak kompeten baik dari segi kualitas dan kuantitas, ada beberapa industri yang masih terbukti melakukan pencemaran dan kerusakan lingkugan hidup, dan juga kesadaran masyarakat yang rendah. 2. Kendala dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik yaitu masih kurangnya tenaga personel. Kendala berikutnya masih ditemukan pelaku usaha yang belum taat aturan dan masih melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melapor, dan kendala berikutnya sarana atau fasilitas yang belum memadai. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil pembahasan di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik dalam melakukan penegakan hukum terhadap industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan perlu dilakukan penambahan jumlah personel. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik kepada para pelaku usaha industri agar mereka selalu menjaga lingkungan dan taat aturan hukum yang berlaku di Kabupaten Gresik. 2. Bagi para pelaku usaha diharapkan untuk selalu menjaga lingkungan sekitar agar lingkungan di Kabupaten Gresik khususnya di Kecamatan Gresik dan Kebomas tetap bersih dan nyaman bagi masyarakat dan juga harus memperhatikan masyarakat sekitar yang merasa terganggu dengan polusi yang dihasilkan dari kegiatan industri. 3. Bagi masyarakat, perlunya kesadaran hukum dari masyarakat di Kecamatan Gresik dan Kebomas untuk melapor ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik jika ditemukan industri yang melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di wilayah Kecamatan Gresik dan Kebomas. DAFTAR PUSTAKA Buku Ali Achmad. 2009. Teori hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta: Penerbit Kencana. Danusaputra, Munadjat. 1985. Hukum Lingkungan Buku II. Bandung: Nasional Binacit. Erwin, Muhammad. 2011. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup. Bandung: Refika Aditama. Fajar, Mukti dan Yulianto, Achmad. 2017. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hamzah, Andi. 2005. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika. Soebagyo, Juntoko. 1992. Hukum Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. 2014. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. Soekanto, Soerjono. 1996. Sosiologi Hukum Suatu Pengantar. Bandung: Rajawali Pers. Soekanto, Soerjono. 1985. Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Soekanto, Soerjono. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Soemarwoto, Otto. 2008. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Bumi Perkasa. Supardi, Bahrudi. 2009. Berbakti Untuk Bumi. Bandung: Rosdakarya. Sundari, Siti. 2000. Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya: Airlangga University Press. Syaiful, Chaerudin. 2008. Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar. Bandung: Refika Tama. Wibawa, Samodra. 2000. Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3853. Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lembaran Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2015 Nomor 026.
Pentingnya Pengaturan Tentang Penggunaan Baby Car Seat untuk Anak Terkait Dengan Keselamatan Berkendara Roda Empat Di Indonesia PURNAMA SARI, MIRA; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i2.30102

Abstract

Baby car seat atau kursi keselamatan anak adalah kursi yang dirancang khusus untuk melindungi anak-anak dari cedera atau kematian selama tabrakan kendaraan. Di Indonesia sendiri sesuai Undang undang no 22 tahun 2009 pasal 106 ayat (6) juncto (7) mengharuskan. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan. Peraturan tersebut kurang efektif bila digunakan untuk anak dan bayi mengingat bahwa penggunaan airbag untuk anak-anak di bawah 13 tahun bisa sangat berbahaya dan tidak adanya kejelasan siapa yang dapat duduk di samping pengemudi membuat beberapa anak memilih untuk duduk di kursi depan di mana seharusnya tidak ada anak di bawah 13 tahun atau di bawah 65 pound duduk di kursi depan mobil yang dilengkapi dengan airbag di sisi penumpang. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami fungsi penggunaan baby car seat di Indonesia dan pengaturan tentang baby car seat di beberapa negara di dunia. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Jenis bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder, teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan. Teknik analisis dengan metode preskriptif. Hasil pembahasan menunjukan pengaturan tentang instrumen keselamatan berkendara bagi bayi anak adalah sangat penting dalam berkendara roda empat, khususnya mobil pribadi di Indonesia, dan perbandingan pengaturan di beberapa negara di dunia menunjukan ada perbedaan pengkategorian golongan pengguna baby car seat. Singapura telah menghapus pengkategorian pengguna bedasarkan usia sama seperti Belanda. Sedangkan, Brunei Darussalam dan Kamboja masih menggunakan usia sebagai ketentuan dasar pengguna baby car seat, dan negara dengan sistem hukum common law memilih untuk mengkombinasikan antara usia, tinggi badan dan berat badan untuk menentukan penggunaan baby car seat yang sesuai. kata kunci : Pengaturan Baby car seat, keselamatan penumpang, AAP
PERBANDINGAN STATUS ANAK LUAR KAWIN DIKAITKAN DENGAN HAK WARIS PADA KUHPERDATA, HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT UROMAH, ANISA; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 2 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i2.30188

Abstract

Manusia akan terus memiliki keturunan dengan melakukan hubungan biologis sebagai cara agar dapat meneruskan eksistensinya. Cara mendapatkan keturunan atau anak itu diatur oleh beberapa sumber hukum. Proses atau lahirnya anak ke dunia dikategorikan berdasarkan hubungan antara orang tuanya yang kemudian memiliki istilah berbeda pada masing-masing sumber hukum. Dalam penelitian ini secara khusus membahas mengenai anak luar kawin. Anak luar kawin secara sederhana dapat diartikan sebagai seorang anak yang lahir dari rahim seorang perempuan atau ibu yang tidak dalam ikatan pernikahan dengan siapapun. Ditinjau dari sumber hukum KUHPerdata, Kompilasi Hukum Islam yang akan disingkat dengan KHI dan juga hukum adat. Definisi dan konsep anak luar kawin dalam masing-masing sumber hukum di atas berbeda, semisal dari penamaan. Anak luar kawin dalam hukum adat disebut sebagai anak kowar, anak astral, sementara pada KHI disebut anak haram, anak jaddah, kemudian dalam KUHPerdata disebut sebagi anak tidak sah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui status anak luar kawin pada hukum perdata, hukum adat dan Hukum Islam dan untuk mengetahui hak waris bagi anak luar kawin pada hukum perdata, hukum adat dan Hukum Islam. Penelitian yuridis normatif yang dilakukan peneliti dengan mempelajari dan menelaah sejumlah bahan yang membahas terkait permasalahan hukum. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Jenis bahan hukum penelitan ini terdiri dari pendekatan hukum primer, sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan. Teknik analisis menggunakan preskriptif. Status anak luar kawin menurut KUHPerdata anak yang lahir dari perempuan yang tidak terikat dalam pernikahan dan sehingga anak tersebut hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. Sedangkan, menurut KHI anak luar kawin disebut anak jaddah yang akan mendapatkan ikatan dengan ayah biologisnya dengan syarat mendapatkan pengakuan. Sedangkan pada hukum adat anak luar kawin disebut anak kowar, anak astral, anak luar kawin bisa mendapatkan hubungan keluarga dengan ayahnya melalui pengakuan. Hak waris anak luar kawin menurut KUHPerdata mengatur bahwa anak luar kawin mendapat hak waris dengan pihak ayahnya harus melalui jalur putusan pengadilan, dalam KHI hak waris anak luar kawin tidak memiliki hak waris dengan ayahnya melainkan jika ayah biologisnya ingin memberi hak waris melalui cara hibah. Sedangkan dalam hukum adat anak luar kawin mendapatkan hak warisnya asalkan adanya pengakuan dari ayah biologisnya. Kata kunci: anak luar kawin, KUHPerdata, kompilasi Hukum Islam, hukum adat, hak waris Humans being will continue to reproduce in order to continue their existence. How to get offspring or children is governed by several legal sources. The process or birth of a child to the world is categorized based on the relationship between parents who then have different terms in each legal source. In the study specifically discussing Children Out of Marriage. Unlawful children can be interpreted simply as a child born to womb as a woman or a mother who is not married to anyone. Judging from the legal sources of the civil code, compilation of islamic law and customary law, Definitions and concepts of unlawful Children in each of the above legal sources is different, for example from naming. Unlawful children in customary law are referred to as kowar children, astral children, while KHI is called illegitimate children, jaddah children, then in KUHPerdata it is called an illegitimate child. The purpose of this studies are to understand about the concept diversity on the Unlawful Children and Legal Inheritance that is stated in Indonesian ius constitutum, there are civil code, compilation of islamic law and customary law. The researcher uses legal studies as the method of this paper to find out the relatable law cases. This studies also use statute and conceptual approach by using the primary and secondary as the objectives. The researcher uses legal materials collection techniques by using the library research, and prescriptive to analyse this paper. Status of unlawful children according to the civil code is a children are born from women who are not bound to any kind of marriage therefor that children has relations with their mother’s only, whereas according to KHI unlawful children are called jaddah children who will get ties with their biological fathers on the condition that they get recognition, while customary law unlawful children are called kowar, astral. The unlawful children can only get family relations with their father’s through confession. The inheritance rights of unlawful children according to civil code put in order that unlawful children could get their relations with their father’s through litigation. In KHI unlawful children couldn’t have their rights to obtain inheritance except pass thorugh grant. Besides in customary law, unlawful children could have their rights due to inheritance against ther father’s as long as their father make a statetment to confess Keywords: unlawful children, code of civil law, compilation of islamic law, customary law, inheritance rights.
PELAKSANAAN HAK ANAK TERLANTAR PADA BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA SURABAYA ADHI WICAKSONO, SETYO; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 3 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i3.30193

Abstract

Abstrak Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Anak terlantar biasanya dapat dijumpai di traffic light persimpangan jalan maupun di dalam terminal. Mereka rela melakukan hal apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sudah sepatutnya anak terlantar dilindungi oleh negara. Salah satu cara menanggulanginya dengan memberikan pendidikan kepada anak terlantar. Dalam hal ini, pemerintah wajib untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pelaksanaan dan hambatan yang dialami oleh UPTD Kampung Anak Negeri Kota Surabaya dalam mewujudkan pelaksanaan hak anak terlantar pada bidang pendidikan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis sosiologis. Teknik pengumpulan data dengan wawancara. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pelaksanaan hak anak terlantar pada bidang pendidikan di Unit Pelaksana Teknis Dinas Kampung Anak Negeri Kota Surabaya berupa pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal yang diberikan yaitu pemberian bimbingan kognitif dan untuk jenjang sekolah dasar disekolahkan di SDN Kedung Baruk 1 No. 275. Pendidikan informal diwujudkan melalui bimbingan spiritual dan bimbingan kedisiplinan. Pendidikan non formal melalui bimbingan minat dan bakat. Hambatan yang dialami oleh UPTD Kampung Anak Negeri berasal dari faktor internal yaitu dari anak – anak sendiri yaitu, hilangnya perlengkapan dan atribut sekolah, identitas anak yang belum lengkap, kesadaran diri dari anak yang rendah, serta karakter anak terlantar yang masih melekat. Kata kunci : Pelaksanaan, Hak Anak, Anak Terlantar, Pendidikan, UPTD Kampung Anak Negeri. Abstract Neglected children have a definition of children whose needs are not met naturally, both physically, mentally, spiritually, and socially. An abandoned child can usually be found on a traffic light crossing or inside a bus station. They are willing to do anything to meet need of his life. Neglected children should be protected by the stateOne way to overcome this by providing education to neglected children. In this case, the government is obliged to provide education for children. The purpose of this research are to determine the form of the implementation and to find out the obstacles experienced by the UPTD Kampung Anak Negeri of Surabaya City Surabaya in realizing the implementation of neglected childrens rights in education. This research used sociological juridical type. The data collection techniques used interviews with informants in UPTD Kampung Anak Negeri. The data analysis used in this research is descriptive. The results indicate that the form of implementation of rights for neglected children, especially in the field of education in the UPTD Kampung Anak Negeri of Surabaya City are formal education, informal education and non-formal education. Formal education provided is giving cognitive guidance and for elementary school they are schooled in SDN Kedung Baruk 1 No. 275. Informal education is realized through spiritual guidance and disciplinary guidance. Non-formal education through the guidance of interests and talents. The obstacles experienced by UPTD Kampung Anak Negeri come from internal factors. That is from the children themselves. The obstacles experienced are the loss of equipment and school attributes, incomplete childs identity, lack of self awareness of children, and the character of abandoned children who are still attached. Keywords : Implementation, Child’s Right, Neglected Children, Education, UPTD Kampung Anak Negeri.
KAJIAN YURIDIS MENGENAI ALASAN PENGAJUAN DISPENSASI KAWIN DIKAITKAN DENGAN ASAS-ASAS PERLINDUNGAN ANAK PRABAWATI, TIARA DEWI; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 3 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i3.30602

Abstract

Abstrak Perkawinan pada anak di Indonesia terbilang cukup tinggi, meskipun telah ditentukan aturan mengenai batasan usia perkawinan namun, masih terdapat penyimpangan dari batasan usia tersebut. Hal ini tercantum pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan bahwa, apabila terjadi penyimpangan pada pasal 7 ayat (1) mengenai batasan usia perkawinan maka orang tua pihak wanita atau laki-laki dapat meminta dispensasi pada pengadilan yang ditunjuk di wilayahnya. Pada dispensasi kawin dalam undang-undang perkawinan tidak memberikan persyaratan serta prosedur yang jelas dalam pengajuan dispensasi, sehingga orang tua dapat mengajukan dispensasi kawin untuk anaknya dengan mudah. Selain itu, pengadilan agama juga kerap mengabulkan permohonan dispensasi kawin. Adanya perkawinan anak memunculkan beberapa masalah baru, karena anak belum mampu secara fisiknya untuk melakukan suatu hubungan seksual kemudian dari segi psikologi mereka masih bersifat kekanak-kanakkan sehingga belum bisa bertanggung jawab untuk urusan perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami keberlakuan dispensasi perkawinan pada undang-undang perkawinan serta kesesuaian antara pasal 7 ayat (2) mengenai dispensasi kawin dengan asas-asas perlindungan anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dengan pendekatan perundang-undangan, sejarah dan konsep. Bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa undang-undang dan buku-buku. Pengolahan bahan hukum pada penelitian ini diolah dari bahan hukum primer yang diolah terlebih dahulu kemudian bahan hukum sekunder. Setelah terkumpul maka dapat ditarik kesimpulan dari analisis tersebut. Hasil penelitian dari segi historis, awal kemunculan pasal mengenai dispensasi tidak pernah disinggung sama sekali. Saat itu pemerintah merumuskan dispensasi bertujuan agar berusaha tidak menyulitkan urusan individu untuk melangsungkan perkawinan. Sehingga, tujuan berlakunya dispensasi kawin sebagai antisipasi keadaan darurat dan untuk melegalkan suatu hubungan agar tidak terjadi hal-hal yang menimbulkan kerugian dalam suatu hubungan. Pasal 7 ayat (2) mengenai dispensasi kawin tidak sesuai dengan asas-asas perlindungan anak diantaranya asas kepentingan terbaik bagi anak, asas hak kelangsungan hidup dan perkembangan serta asas penghargaan terhadap pendapat anak. Saran terdapat hakim, diharapkan mempertimbangkan syarat pengajuan dispensasi kawin dengan mengaitkan pada tujuan berlakunya dispensasi kawin itu sendiri. Kata kunci : dispensasi kawin, asas-asas perlindungan anak, perkawinan. Abstract Marriage to children in Indonesia is quite high, although it has been determined rules on the age limit of marriage, however, there are still irregularities from the age restriction. It is listed in article 7 paragraph (2) of the Marriage Act that, in the event of irregularities in article 7 clause (1) of the age restriction of the marriage, the parent of a woman or male shall seek the dispensation of the appointed court in Region. In the marriage dispensation in marital law does’nt provide clear requirements and procedures in the submission of dispensations, so parents can be easily take a marriage dispensation for their children. In addition, religious court also often grant an application for a marriage dispensation. The existence of child marriage raises some new problems, because the child hasn’t been physically able to do a sexual intercourse then, in terms of psychology the’re still childhood so, can’t be able to be responsible for their marriage. This study aims to determine the validity of a marriage dispensation on the marriage laws and the suitability between article 7 paragraph (2) of the mating dispensation on the basis of child protection.This research uses normative juridical research methods. With a statutory approach, and concept approach.The legal material used in this research are laws and books. Processing of legal materials on this research are laws and book. Processing of legal materials on this research is processed from the primary legal material then secondary legal material. After all of both the legal material accumulated the cases can be withdrawn. The results of the study in historical terms, the beginning of the article on the dispensation are never mentioned at all. Thus, the purpose of the marriage dispensation is anticipated as an emergency and to legalize a relationship so that it does not happen to cause harm in a relationship. Article 7 paragraph (2) of the marriage dispensation is not in accordance with the principles of child protection including the principle of the best interest for the child, the principle of survival and development and the principle of appreciation for the child's opinion. Suggestions can be made, judges are expected to consider the conditions of the marriage dispensation by associating the purpose of the marriage dispensation itself. Keywords: marriage dispensation, children's protection principles,marriages.
TINJAUAN YURIDIS PEKERJA PEREMPUAN HAMIL YANG DIPUTUS HUBUNGAN KERJANYA OLEH PERUSAHAAN (Studi Tentang Rumini di PT Wangta Agung) damayanti, reynisa ikko; rusdiana, emmilia
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 3 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v6i3.30741

Abstract

Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja secara sepihak apabila pekerja tersebut terbukti melakukan pelanggaran berat. Pelanggaran berat merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja dan tidak dapat ditoleransi lagi oleh pengusaha. Salah satu bentuk pelanggaran berat yaitu melakukan pelanggaran norma kesusilaan. PT Wangta Agung melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Rumini dengan dasar hamil tanpa melalui perkawinan. Rumini hamil kemudian tidak dapat menunjukan akta perkawinan dianggap hamil tanpa melalui perkawinan yang merupakan pelanggaran terhadap norma kesusilaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Perusahaan.Tujuan penelitian ini adalah  untuk mengetahui keabsahan pemutusan hubungan kerja dan upaya hukum yang dapat ditempuh Rumini sebagai pekerja perempuan hamil tanpa melalui perkawinan yang diputus hubungan kerjanya oleh PT Wangta Agung. Jenis penelitian  yang digunakan yaitu normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Bahan hukum yang digunakan yaitu primer, sekunder dan tersier.  Bahan hukum yang telah dikumpulkan diolah dengan cara mereduksi bahan hukum yang kemudian dianalisis dengan cara memberikan argumen atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Bahan hukum yang telah dianalisis, maka akan ditarik kesimpulan.Hasil penelitian menunjukan bahwa hamil tanpa melalui perkawinan merupakan perbuatan immoral. Rumini hamil dan tidak dapat menunjukan akta perkawinan dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap norma kesusilaan. PT Wangta Agung berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran norma kesusilaan karena dapat merugikan perusahaan secara immateriil yang salah satunya merusak nama baik perusahaan. Pekerja yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesusilaan dapat mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan haknya sebagai pekerja yang diputus hubungan kerjanya. Prosedur penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja ini diatur dalam Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Kata Kunci: Pemutusan Hubungan Kerja, Pekerja Perempuan, Hamil tanpa melalui Perkawinan, Norma KesusilaanThe employer can unilaterally terminate the employee if the worker is proven to have committed a serious violation. Serious violations are violations committed by workers and can no longer be tolerated by employers. One form of serious violations is violating the norms of decency. PT Wangta Agung terminated Rumini on the basis of pregnancy without marriage. Rumini pregnant then can not show a marriage certificate deemed to be pregnant without going through marriage which is a violation of moral norms as regulated in Company Regulations. The purpose of this study is to determine the validity of termination of employment and legal remedies that can be pursued by Rumini as a pregnant female worker without going through marriage His employment relationship was terminated by PT Wangta Agung. The type of research used is normative with the legislation approach and concept approach. The legal materials used are primary, secondary and tertiary. Legal material that has been collected is processed by reducing the legal material which is then analyzed by giving an argument on the results of research that has been done. The legal material that has been analyzed will conclude. The results of the study show that pregnancy without marriage is immoral. Rumini was pregnant and could not show a marriage certificate categorized as a violation of the norms of decency. PT Wangta Agung has the right to terminate employment against workers who violate the norms of decency because it can harm the company immaterially, one of which is damaging the good name of the company. Workers who violate the norms of decency can file legal remedies to obtain their rights as workers who are terminated from work. The procedure for settling disputes over termination of employment is regulated in the Industrial Relations Dispute Settlement Act. Keywords: Termination of Employment, Female Workers, Pregnancy without going through Marriage, Decency Norms
ANALISIS YURIDIS PEMBAYARAN GANTI RUGI SEBESAR SETENGAH SISA UPAH SAMPAI BERAKHIRNYA PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Widyowati, Wulandari; Rusdiana, Emmilia
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v7i2.32272

Abstract

The problem in Indonesia is not detached from the working relationship. Problems that often arise from the relationship of employment are termination of employment (LAYOFFS or PHK). In the case of LAYOFFS, employers are obliged to give severance money or damages and/or other rights. In this research the author raised the topic of the issue of the Supreme Court's Decision Number 778 K/Pdt.Sus-PHI/2018 regarding the payment of damages amounting to half the remaining wage to the end of the specific time working agreement (PKWT), while article 62 of Law Number 13 of 2003 on employment contained provisions that the parties conduct LAYOFFS prior to the end of the PKWT then the party shall be liable to pay damages to the other party of wages of workers until the deadline expires. The research aims to analyse the Supreme Court's decision on the payment of half the remaining wages for compensation to the end of the PKWT based on prevailing laws and regulations. As for the research method used is normative juridical using a statutory approach and a case approach. The results showed that the judgment of the Supreme Court Judge in the Supreme Court's Decision Number 778 K/PDT. Sus-PHI/2018 regarding the payment of half the remaining damages to the end of the PKWT is not appropriate because the entrepreneur is only charged a compensation of half the remaining wage until the end of the PKWT which should compensate the remaining wage to the end of the PKWT.
EKSISTENSI HUKUMAN KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DITINJAU DARI PEMBENTUKAN NORMA HUKUM PIDANA roszana, dina; Rusdiana, Emmilia; Ahmad, Gelar Ali
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 7 No 3 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v7i3.32337

Abstract

Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia merupakan suatu permasalahan besar yang dihadapi oleh masyarakat. dalam setiap tahunnya. Kekerasan seksual terhadap anak mengalami peningkatan yang cukup siknifikan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang memuat hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak dianggap belum efektif untuk memberikan efek jera kepada pelakunya. Menindaklanjuti hal tersebut pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perpu tersebut kemudian disahkan menjadi Undang-undang No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Perubahan yang terdapat dalam undang-undang tersebut adalah pemberatan hukuman kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang merupakan residivis serta pelaku yang mengakibatkan gangguan jiwa, luka berat, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, terkena penyakit menular, dan/atau mengakibatkan matinya korban dengan memberikan hukuman kebiri kimia. Hukuman ini menjadi kontrofersial di masyarakat terkait pemberlakuan dan efektivitasnya yang dianggap tidak sesuai dengan tujuan pembaharuan hukum dalam politik hukum pidana. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan adanya hukuman kebiri kimia dalam pembentukannya belum memenuhi pembentukan norma hukum pidana yang secara ideal harus mempertimbangkan necessity, adequacy, legal certainty, actuality, feasibility, verifiability, enforceability, dan provability. Dari delapan kriteria yang harus dipenuhi dalam pembentukan norma hukum pidana hukuman kebiri kimia hanya sesuai dengan kriteria legal certainty bahwa hukum harus benar-benar memuat kaidah-kaidah dengan jelas dan nyata, tidak samar-samar, dan tidak menimbulkan penafsiran.
PENEGAKAN HUKUM PENCEMARAN LINGKUNGAN LIMBAH MEDIS DI KABUPATEN MOJOKERTO Huda, Muhammad Khoirul; Rusdiana, Emmilia
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 8 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v0i0.36026

Abstract

Pencemaran limbah medis di Kabupaten Mojokerto merupakan suatu peristiwa pencemaran lingkungan yang harus ditegakkan dan memerlukan penanganan yang khusus karena akan mempengaruhi kehidupan masyarakat maupun makhluk hidup disekitarnya, selain itu dampak dari pencemaran tersebut akan menyebar karena merupakan suatu limbah infeksius dan dapat menularkan bibit penyakit. Tujuan dalam penelitian ini adalah meneliti, mengkaji, dan menganalisis penegakan hukum terhadap pencemaran Limbah Medis melakukan dumping tanpa izin di Kabupaten Mojokerto dikaitkan pasal 60 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan faktor kendala dalam penegakan hukum Pencemaran lingkungan limbah medis di Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis sosiologis dengan pendekatan penelitian kepustakaan, observasi, wawancara dan dokumentasi serta menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukkan bahwa Penegakan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup berupa pengawasan dan penindakan belum efektif, karena pengawasan dan penindakan pada hasil Jumlah Rekapitulasi Laporan Hasil Pengawasan dan Penindakan Dinas Lingkungan Hidup Terhadap Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik di Kabupaten Mojokerto Tahun 2017-2018 masih banyak yang melanggar.petugas juga mendapati beberapa Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik di Kabupaten Mojokerto yang tidak memiliki kelengkapan izin pembuangan limbah medis, belum adanya penindakan secara tegas dari dinas untuk melakukan penertiban terhadap pihak Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik di Kabupaten Mojokerto yang berkedapatan tidak memiliki izin pembuangan limbah medis tersebut dan kendalanya yakni pihak puskesmas,rumah sakit maupun klinik belum adanya tenaga teknis pengujian sampel serta belum adanya laboratorium sendiri untuk pengujian ditambah adanya faktor ekonomi dan operasional medis yang menjadi penghambat dalam penertiban pembuangan limbah medis.
Co-Authors ., Hifni Abdul Madjid ADHI WICAKSONO, SETYO Ahmad, Gelar Ali Aisy, Shinta Farah Rohadatul Aisyiah, Siti Nur AJI, ROJIL NUGROHO BAYU Aji, Wisnu Kuncoro AKBAR ROSYIDI, ACHMAD Al Akbar, Esa Setya AL HAFIEDZ, ADHEN Alfiassalam, Fawziah Nur Andreansyah, Gilang Chesar Anggraini, Crisdinata Refta ARI ADYATI, ANISA Arianto Nugroho, Arianto Arinto Nugroho Arizki, Faisal Farras Prima Armadonny, Rizky Arrifqi, Moh Fahmi ARUM PERTIWI, HELADIN ashola, dunga AWALANANDA, RIDHO AYU DINI, ALMIRA BAGAS AGUS N, CANDRA Bahari, Cornelia Indira Kusuma Bin Awang, Mohd Badrol Damayanti, Henny Puspita damayanti, reynisa ikko Delpiro, Ervindo Dewi Setyowati Edy Mulyono EKA PUTRA PRIYONO, FRYANSAH Fajriyah, Laila Himmatul Fazila, Arina Nur Febriant, Rena Arya Febrianti, Rena Arya Gantara, Rega Angga Gumelar, Adam HANANTO WIDODO Hardianti, Firda Yanis Hermawati, Rr. Lilis Hernanda, Dhicha Ayudiah IFTITAHUL AHSANI, TASYA Ilmansyah, Destra Ridho Risma Indah Bilqis, Vidya Afiyanti Irfa Ronaboyd IRFAN SAPUTRO, TINO Kurniawan, Devit Kusuma, Dinda Puteri Fathurachmah Layli, Azyzatul Maharani, Rizkiyah Putri Mahardhika, Vita Mahesa, Rifqi Noviendra Milda Istiqomah Mochtar, Helmi Nauval Muhammad Khoirul Huda Muhammad, Tio Aldino MUKARROMAH, LULUUL Muntari, Laedy Septi Nathalia, Dessy Ni'mah, Eka Maulan Nurul Hikmah Ocktavianti, Okky Oktaviani, Asfarina Pajuk, Adeline Angelina Pangestuti, Sisca PANJI SUGIARTO PUTRA, GUSTI Pasaribu, Kesna Elia PRABAWATI, TIARA DEWI Prasetio, Dicky Eko PUDJI ASTUTI PURNAMA SARI, MIRA Puspita, Audy Clara Putra, Dandi Akbar Putri, Senia Wandalillah Rachmania, Adinda Hilda Ramadhan, Rizki Wahyu Rindiarto, Ardhian Fadillah roszana, dina Said, Muhamad Helmi Md SARI, ELMA Sari, Nurnilam Sidauruk, Karsito Pardomuan Sonny Zulhuda SYAH PUTRA, AFFRIANTO Tinambunan, Hezron Sabar Rotua TRI YANINGRUM, SEPTI Tsania, Shofi Wilda ULVA DWI SEPTIYOWATI, LIDYA UROMAH, ANISA Wahono, Eldiva Firtsananda Arrafi Wahyudi, Bagus Dwi WAHYUDI, PONCO Widyowati, Wulandari WULANDARI, MILIA Yatunisa, Rizki Yekti, Fetty Faulina Yuardini, Fransiska Yuardini Yulia, Eva Yundari, Yundari Yuniantari, Djihan YUSANDHA, MERZADIO