Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Hubungan Tingkat Keparahan Cedera Otak dengan Petanda Inflamasi pada Pasien Cedera Otak Traumatik di RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat FNU, Rohadi; Priyanto, Bambang; FNU, Januarman; Kusdaryono, Sigit
Jurnal Kedokteran Vol 6 No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Cedera otak masih merupakan masalah kesehatan utama dengan konsekuensi sosial ekonomi yang serius. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan industri memberikan dampak insidensi cedera otak cenderung semakin meningkat. Respon inflamasi setelah cedera sistem saraf pusat sebagai dasar terjadinya implikasi secara klinis dan pada akhirnya berpengaruh pada outcome klinis pasien.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang dengan mengambil sampel penelitian pasien cedera otak dan dilakukan uji tes dua sampel bebas untuk membuktikan hubungan tingkat keparahan cedera otak dengan petanda inflamasi.Hasil: Dari 45 subjek penelitian didapatkan data laki-laki 32 (71,1%) orang, perempuan 13 (28,9%) orang. Rata-rata umur pasien cedera otak 34 tahun dengan diagnosis Cedera Otak Ringan 31,1%, Cedera Otak Sedang 40%, dan Cedera Otak Berat 28,9%. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat keparahan cedera otak dengan peningkatan C-reactive protein dan Laju Enap Darah, yaitu nilai p < 0,001 dalam uji non-parametrik Kruskall Wallis. Kasus meninggal dari seluruh subjek penelitian 4 orang.Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat keparahan cedera otak dengan peningkatan C-reactive protein dan Laju Enap Darah namun tidak bermakna dengan peningkatan lekosit.
Pilocytic Astrocytoma Cerebellum Priyanto, Bambang; Rohadi, Rohadi; Siradz, Bayu Fidaus
Jurnal Kedokteran Vol 7 No 4 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tumor intrakranial dapat timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial.. Pasien mengeluh nyeri kepala dan kadang pusing ketika beraktivitas. Pasien memiliki riwayat tumor dan operasi pengangkatan tumor 3 tahun lalu. Pasien dengan keadaan umum baik, GCS E4V5M6, tekanan darah 100/80 mmHg, Nadi 76 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36.9oC. Refleks cahaya +/+, pupil isokor, dengan diameter 3 mm/3 mm, bentuk bulat, visus pasien Visus OD 1/60 – OS ≥2/60, intentional tremor (+). Pemeriksaan refleks fisiologis +/+, refleks patologis. Didapatkan truncal ataxia, pemeriksaan koordinasi tes Romberg tidak dapat dilakukan pasien, tes telunjuk-hidung tidak normal, tes tumit-lutut tidak normal. Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala dengan kontras dan MRI Kepala, didapatkan massa solid pada fossa posterior di cerebellum dextra dengan area kistik di sekelilingnya, didapatkan mural nodul, mengesankan suatu pilocytic astrocytoma. Dilakukan eksisi total tumor dengan guiding mikroskopik, pasca operasi kondisi membaik. Astrocytoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel-sel astrosit dan merupakan tipe tumor otak yang paling banyak ditemukan pada anak-anak. Diagnosis dini terhadap astrositoma penting karena jika ditemukan pada stadium awal, astrocytoma dapat diterapi melalui eksisi total melalui pembedahan. Pilocytic astrocytoma tumbuh lambat, jarang menyebar ke jaringan disekitarnya. Tumor ini biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dapat disembuhkan secara tuntas dengan pembedahan. Tatalaksana tumor cerebellum berupa tindakan Operatif, target dari tindakan operatif berbeda tergantung dari patologi tumor otak yang akan diambil. Pada tumor fossa posterior, reseksi total dapat dilakukan pada tumor astrocytoma. Pilocytic astrocytoma merupakan grade 1 dari astrocytoma tidak memerlukan radioterapi dan kemoterapi.
Tumor Spinal Intradural Ekstramedula Bambang Priyanto; Rohadi; Bayu Fidaus Siradz
Jurnal Kedokteran Vol 8 No 1 (2019)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jku.v8i1.331

Abstract

Tumor pada spinal adalah kasus yang langka, hanya sekitar 15% dari seluruh kasus tumor sistem saraf pusat dan 90% kasusnya terjadi pada usia >20 tahun, usia yang produktif bagi seseorang. Tumor spinal dapat tumbuh di luar dura (ekstradural) atau di dalam lapisan dura (intradural). Tumor intradural-intramedula hanya 5%. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor spinal. Tanda dan gejala kompresi korda spinalis terdiri dari sensorik (nyeri, mati rasa dan paresthesia), motorik dan gangguan otonom. Manifestasi klinis dari tumor spinal adalah lesi non-spesifik. Gejala awal yang paling umum adalah nyeri, dapat bersifat local dan nokturnal atau menyebar ke ekstremitas baik lengan dan/atau kaki. Nyeri pada punggung bersifat progresif, tidak tergantung pada aktivitas dan kadang semakin nyeri apabila berbaring. Tatalaksana pada tumor spinal bervariasi bergantung pada stabilitas tulang belakang, status neurologis dan tingkat nyeri pasien. Tatalaksana utama pada tumor spinal adalah pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif.
GAMBARAN DAN KARAKTERISTIK PASIEN DELIRIUM PADA CEDERA OTAK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Yusuf, Ricky Setiadi; Rohadi; Priyanto, Bambang; Ansyori, Maz Isa
Jurnal Kedokteran Vol 9 No 4 (2020): Jurnal Kedokteran volume 9 no 4 2020
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jku.v9i4.442

Abstract

Latar Belakang: Cedera otak merupakan kejadian trauma yang mengenai otak dan menyebabkan kerusakan baik secara struktur maupun fungsi. Tingginya angka kejadian cedera otak baik di dunia maupun di Indonesia mayoritas diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor. Adanya kerusakan tersebut menyebabkan munculnya sekuele psikiatri dan salah satunya adalah delirium. Metode: Penelitian ini merupakan observasional deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan data dilakukan di RSUDP NTB dengan metode nonprobability sampling yaitu consecutive sampling. Cara pengambilan data yaitu secara langsung pada 39 orang pasien cedera otak rawat inap di RSUDP NTB. Peneliti melakukan observasi langsung kepada pasien dan mengkaji rekam medis pasien. Hasil: Dari 39 sampel pasien cedera otak, didapatkan 32 orang (82,05%) mengalami delirium, dengan dominasi pria sebanyak 24 orang (61,54%) mengalami delirium. Berdasarkan derajat keparahannya, didapatkan cedera otak sedang (COS) terbanyak diantara derajat lainnya. Dari hasil CT Scan pasien dengan delirium, kebanyakan pasien memiliki lesi diffuse. Selain itu, hasil laboratorium terhadap kadar leukosit didapatkan meningkat pada pasien delirium, sedangkan kadar glukosa mayoritas pasien dalam batas normal. Kesimpulan: Pasien dengan delirium pada TBI didominasi oleh pria terutama kelompok usia 51-65 tahun. Selain itu, letak lesi yang diffuse, peningkatan kadar leukosit, dan kadar glukosa yang normal sering didapatkan pada pasien delirium pada TBI. Kata kunci: cedera otak, TBI, delirium, jenis kelamin, usia, letak lesi, kadar leukosit, kadar glukosa
BIOMOLECULAR ASPECT OF NEUROGONIC SHOCK : SYSTEMATIC REVIEW Admiyanti, Jannatul Cahya; Nursyamsu, M. Diaz; Farizil Akhyar, Raditya Bayu; Sukma Ayu, Ratu Asyifa; Apriyani, Reny; Shafa, Rizqina Alya; Priyanto, Bambang
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 11, No 5 (2024): Volume 11 Nomor 5
Publisher : Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jikk.v11i5.14064

Abstract

Syok neurogenik adalah fenomena biologis akibat cedera pada sumsum tulang belakang. Hal ini terjadi ketika sumsum tulang belakang diregangkan, dan respons simpatis terhadap nyeri serta tonus vasomotor yang tinggi terganggu, menyebabkan hipotensi dan bradikardia, yang merupakan tanda klinis syok neurogenik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis studi terkait aspek biomolekuler syok neurogenik. Penelitian menemukan adanya penurunan kadar NMDA, keseimbangan elektrolit yang buruk, disfungsi mitokondria, dan reperfusi yang semuanya berkontribusi terhadap apoptosis terkontrol dan apoptosis tidak terkontrol. Syok neurogenik merupakan kombinasi stres awal dan sekunder yang menyebabkan tonus simpatis tinggi dan respon non-responsif terhadap nyeri sehingga menimbulkan nyeri, pelepasan, dan kontraksi otot.
TINJAUAN PUSTAKA: DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA CEDERA OTAK TRAUMATIK Farizil, Raditya Bayu; Muhammad Rosyidi, Rohadi; Priyanto, Bambang
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 10, No 12 (2023): Volume 10 Nomor 12
Publisher : Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jikk.v10i12.12460

Abstract

Abstrak: Tinjauan Pustaka: Diagnosis Dan Tatalaksana Cedera Otak Traumatik. Cedera otak traumatik (COT) merupakan gangguan fungsi otak yang diakibatkan oleh proses mekanik seperti benturan, pukulan atau trauma tembus kepala yang mengenai struktur serebri sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan gangguan fungsi otak pada penderitanya. Penyebab terbanyak dari cedera otak terutama pada pria muda disebabkan oleh adanya benturan fisik pada otak seperti terjatuh (35%) dan kecelakaan lalu lintas atau kendaraan bermotor (17%). Penyebab lain yaitu trauma benda tumpul, trauma tembak, kecelakaan saat bekerja, kecelakaan rumah tangga, serta kecelakaan ketika olahraga. Diagnosis cedera otak traumatik diperoleh melalui anamnesis yang menyeluruh untuk memastikan ada atau tidaknya riwayat cedera kepala sebelumnya dan proses terjadinya cedera kepala, gejala klinis yang muncul pada pasien serta hasil pemeriksaan pencitraan dengan CT scan kranial. Tatalaksana pada pasien cedera otak traumatik disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera kepala yang dialami. Tatalaksana dapat berupa observasi dan pemberian obat pereda nyeri pada cedera kepala ringan-sedang serta tatalaksana bedah untuk cedera kepala berat.
Refractory Hyponatremia due to Systemic Infection: A Systematic Review Inayah, Dinda Rifdayani; Priyanto, Bambang; Rohadi, Rohadi; Januarman, Januarman
AKSONA Vol. 4 No. 2 (2024): JULY 2024
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/aksona.v4i2.51685

Abstract

Highlight: Hyponatremia is a potentially life-threatening condition. Refracter hyponatremia can be seen in patients with systemic infection who have undergone therapy.   ABSTRACT Introduction: Hyponatremia is a condition in which the sodium serum level is below the normal range. This condition is most common in hospitalized patients receiving systemic infection therapy and can lead to worse outcomes, potentially life-threatening.Objective: This study aimed to summarize the incidence of refractory hyponatremia due to systemic infection therapy. Methods: This was a systematic literature search conducted in October 2023 on the online database PubMed regarding refractory hyponatremia due to systemic. The analysis excluded narrative reviews, non-English studies, and studies that only discussed transient hyponatremia or local infections. Results: A total of 10 case reports of 11 patients were included in the final analysis. The mean age of patients was 46.63 years (SD = 20.79 years), and 63.64% were male. Strongloides stercoralis hyperinfection was the most common cause of systemic infection (54%). It was followed by disseminated Varicella-zoster virus infection (28%), tuberculosis (9%), and systemic nocardiosis (9%). The most common cause of immune compromise is stem cell transplant recipients (28%), followed by miliary tuberculosis (18%). Up to 91% of cases are caused  by the syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH), which is the pathophysiology of hyponatremia. Conclusion: Most patients with systemic infections and refractory hyponatremia have conditions that encourage immune compromise. The treatment of systemic infections is a priority since they contribute to hyponatremia.
Making Rosella Flower Syrup (Hibiscus sabdariffa L.) with Cinnamon (Cinnamomum burmannii) Ramadhanti, Debi D; Priyanto, Bambang; Rahmi, Ainu
AGRITEKNO: Jurnal Teknologi Pertanian Vol 12 No 1 (2023): AGRITEKNO: Jurnal Teknologi Pertanian
Publisher : Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/10.30598/jagritekno.2023.12.1.33

Abstract

This study aimed to determine the exact cinnamon concentration in the manufacture of rosella flower petal syrup based on its physical and chemical properties. A completely randomized experimental design with six levels of cinnamon concentration, i.e., 0, 1, 3, 5, 7, and 9 g, respectively, replicated four times was applied in this research. Analyses were performed on both the concentrated and diluted forms of the syrup. Parameters observed were sensory tests (aroma, taste, and color), physical tests on viscosity, and chemical tests (sugar content, pH, and vitamin C). Observation parameters include organoleptic tests (color, taste, and aroma) by untrained panelists, viscosity using a digital viscometer, chemical tests of sugar content on a refractometer, pH on a pH meter, and vitamin C using an iodometric method. Observational data were analyzed using the analysis of variance. If the value of the F-table is significant then followed by Duncan's New multiple range test (α = 0.05) and Friedman analysis for sensory tests. The exact concentration of the addition of cinnamon in making rosella flower petal syrup was 9 g (K6) based on sensory parameters (taste) with a mean rank of 17,84, viscosity/thickness of 46,325 cP, based on the results of the De Garmo effectiveness index test, the pH of the concentrated syrup was 3,350 and the pH of the diluted syrup was 3,625; the sugar content of the concentrated syrup was 66,75°brix.
Analisis Strategi Pengembangan Usaha Ternak Itik Pedaging di Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung Srianingrum, Srianingrum; Likah, Sad; Priyanto, Bambang
AGRIEKSTENSIA Vol 22 No 2 (2023): AGRIEKSTENSIA: Jurnal Penelitian Terapan Bidang Pertanian
Publisher : Politeknik Pembangunan Pertanian Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34145/agriekstensia.v22i2.2581

Abstract

ABSTRAK Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung adalah salah satu daerah yang memiliki populasi itik pedaging cukup banyak. Itik pedaging adalah salah satu jenis unggas yang potensial untuk dikembangkan sebagai penyumbang kebutuhan protein hewani masyarakat. Namun terdapat beberapa hambatan yang menghalangi pengembangan usaha ternak itik di Kecamatan Kalidawir. Maka dari itu, strategi pengembangan sangat diperlukan untuk menunjang kemajuan usaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor internal dan faktor eksternal serta untuk mengetahui strategi yang tepat untuk dapat digunakan. Penelitian ini menggunakan metode analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan pada usaha ternak itik pedaging di Kecamatan Kalidawir memiliki kekuatan berupa lokasi usaha strategis, pengalaman kerja yang baik, tersedianya modal, tersedianya tenaga kerja dan kemudahan mendapatkan pakan tambahan. Kelemahan berupa sanitasi kandang kurang optimal, minat belajar peetrnak masih kurang, kurangnya pengetahuan terhadap pembuatan ransum dan belum terdapat catatan keuangan. Peluang berupa permintaan daging itik cukup tinggi, luasnya pemasaran, ketersediaan bibit, kemajuan teknologi media social, terdapat lembaga untuk pengembangan modal. Ancaman berupa perubahan iklim dan cuaca, fluktuasi harga jual daging itik, risiko itik terhadap penyakit, adanya pesaing usaha, kenaikan harga pakan. Strategi yang dapat digunakan berdasarkan matriks SWOT adalah strategi SO yang meliputi mempertahankan kualitas produksi dengan baik dan meningkatkan jaringan pemasaran, mengoptimalkan kualitas produksi bibit dan memanfaatkan alternatif pakan yang ada, menjalin hubungan baik antar pelaku usaha.
Falx Meningioma, Case Report dan Review Januarman, Januarman; Muhammad Rosyidi, Rohadi; Sutanegara, Kadek Diah Permata; Priyanto, Bambang; Hadi, Surahman; Hidayat, Teuku Ari; Abdurrosid, Lalu Muhammad Kamal
JURNAL SAINS TEKNOLOGI & LINGKUNGAN Vol. 10 No. 4 (2024): JURNAL SAINS TEKNOLOGI & LINGKUNGAN
Publisher : LPPM Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jstl.v10i4.782

Abstract

Meningioma are tumors of the central nervous system that originate in the meninges and spinal cord. It is a benign, slow-growing neoplasm thought to originate from meningothelial cells. Meningiomas are usually oval lesions attached to the dura mater. Meningioma are most commonly located supratentorial to the calvaria or base of the meninges. Meningiomas can also be found in the tentorium, intraventricular or in the cerebellopontine position. Meningioma arise from meningothelial cap cells that are normally distributed through the arachnoid trabeculation. The greatest concentration of meningothelial cells is found in the arachnoid villi in the dural sinus, cranial nerve foramina, middle cranial fossa, and cribriform plate. Furthermore, meningiomas are commonly found over the convexity, along the falx, and at the base of the skull.